Beranda / Fantasi / Legenda Bumi Langit / Siapa Yang Pantas?

Share

Siapa Yang Pantas?

Penulis: Fariha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Jika semua yang dikatakan kakek itu benar. Berarti dalam waktu dekat ini akan terjadi peperangan besar!" tutur Seno, kemudian ia menghampiri Tanu yang tengah berdiri di pintu masuk.

"Hmp, begitu ya. Dari mana kau mengetahui berita itu?" tanya Tanu.

"Dari kitab Kasyapi."

"Hah! Apa kau bilang? Kasyapi!" sontak saja Tanu terkejut mendengar nama Kayapi. Itu merupakan kitab yang sedang dicarinya. Karena dalam kitab itu terdapat penjelasan kitab Azura yang masih sulit dimengerti.

Sungguh beruntung orang yang memiliki kedua kitab ini, sebab kitab tersebut tidak mempunyai salinan. Dengan kata lain hanya ada satu di dunia.

"Berarti kau ...." 

"Benar, aku merupakan keturunan dari orang yang sedang kakek ceritakan. Kemudian aku diberitahukan tanda-tanda akan terjadinya peperangan besar. Yaitu disaat satu kitab yang dipisahkan bertemu kembali." 

Perbincangan Tanu dan Seno terus berlangsung dari mulai terbit matahari, hingga menjelang s

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Legenda Bumi Langit   Kembali

    "Guru! Guru!"Suara teriakan seorang pria, seakan mengguncang se-isi hutan.Saat ini hari sudah gelap gulita, karena tempat sang Surya telah digantikan oleh bulan sabit.Di gubuk sederhana yang dibangun oleh Tanu, saat ini nampak dipenuhi isak tangis. Entah apa yang sedang terjadi.Namun di sisi lain hutan gerbang kematian, seorang bocah terlihat sedang asik bermain di tengah malam.Tunggu!Bermain di tengah malam?Bukankan itu hal tak lazim?Ya, itu memang tak lazim. Tapi bocah yang sedang asik bermain itu tak lain ialah Sadarga Sae. Si bocah 11 tahun yang sudah menelusuri hutan selama beberapa hari terakhir.Saat ini Sadarga sedang bermain kejar-kejaran dengan Pusi, si kucing putih yang ditemuinya beberapa waktu lalu.Ternyata sesaat setelah kepergiannya dari Tanu, bocah itu langsung bertemu dengan Pusi. Akhirnya mereka selalu bersama kemana pun mereka pergi."Hei, Pusi. Apa kau sudah lelah?" tanya

  • Legenda Bumi Langit   Tiba Juga

    Setelah menangkap ikan untuk dibawa pada Tanu, Sadarga langsung bergegas melanjutkan perjalanannya."Kakek, apa yang sebenarnya terjadi padamu? Mengapa bayangan wajahmu terus melintas di benak ku," gumam Sadarga. Sembari berlari bocah itu terus melamun. Rasa khawatir teramat sangat seperti mengganggunya.Setelah perjalanan yang cukup jauh. Akhirnya Sadarga tiba di tempat Tanu berada.Suasana kala itu seakan canggung tanpa kata, terlihat tiga pria dewasa sedang diam hendak menyalakan api pada tumpukan kayu dan ranting.Selain itu, Sadarga melihat dua wanita yang tak asing baginya.Sadarga bingung seribu bahasa, apa yang harus ia katakan pada orang-orang di depannya. Sebab bocah itu telah menyapa beberapa kali, tapi ia tak mendapat tanggapan sedikit pun.Walau Sadarga mengenal orang-orang di hadapannya, tapi entah mengapa. Mereka seperti baru bertemu."Paman, mengapa kalian terlihat sedih?" tanya Sadarga yang ke-sekian kalinya. Meski pu

  • Legenda Bumi Langit   Lakukan Sesuatu

    "Aku hanya melakukan semua yang dipinta Pusi!" cakap Sadarga dengan penuh keyakinan, sembari menatap kucing putih.Utar yang mendengar pernyataan seorang bocah di hadapannya, merasa sedikit bimbang. Sebab dalam benaknya juga terpikir hal yang sama dengan Jiro. Apakah benar Sadarga bisa berbicara dengan kucing?"Haha. Apa kau tahu maksud dari perkatakan?" sanggah Jiro terbahak menertawakan adiknya.Ini cukup membingungkan, Utar di hadapkan permasalahan pada keputusannya sendiri. Di satu sisi ingin membela Sadarga, tapi di sisi lain ia ragu pada bocah di depannya. Sebab Sadarga selalu melibatkan Pusi, seakan tidak mau tahu dengan apa yang diperbuatnya."Entahlah, aku hanya mencoba memberikan kepercayaan saja padanya!" tegas Utar. "Kalian terlihat seperti anak kecil, apa tak sebaiknya kita diam, lalu menyaksikan apa yang akan terjadi?"Tiba-tiba suara wanita terdengar dari arah pintu."Hei bocah, cepatlah lakukan sesuatu. Semaumu da

  • Legenda Bumi Langit   Melepas Rindu

    "Hei bocah, berani sekali kau mencuri benda itu"! hardik Jiro pada Sadarga.Walau pun merasa tersentak, Sadarga mencoba berkata yang sebenarnya,"Ti-tidak. Sudah ku bilang, benda ini keluar dari mulut kakek ku!" Saat ini sebuah wadah cincin yang terbuat dari emas, berada di genggaman Sadarga. Hampir semua pendekar tingkat menengah mengetahui rupa cincin itu."Sudahlah. Aku pun mempunyai benda itu!" celetuk Mei,"Tapi, untuk mendapatkannya bukanlah hal yang mudah. Bahkan nyawaku hampir menjadi taruhannya untuk menebus benda kecil itu!" lanjut Mei, kemudian ia mengambil wadah cincin itu dari balik jubah yang menutupi pakaian besinya."Tunggu! Apa munkin yang di pegang bocah itu, cincin Semar. Jika benar berati ia ...." bisik Wina pada Mei yang berada di sampingnya."Entahlah, aku pun tak mengerti. Bukankah kita harus menjalani beberapa ujian untuk mendapatkan benda itu.""Ya, atau mungkin ... bocah ini memiliki kemampuan tersembunyi

  • Legenda Bumi Langit   Diam Atau Pergi?

    Sadarga dan Tanu terus berbincang tak tahu waktu. Mungkin mereka sedang melepas rindu.Jiro yang melihat wadah cincin terjatuh, berniat ingin mencurinya. Sebab ia belum memiliki benda itu, walau pun tingkat kependekarannya sudah cukup tinggi, tapi kepribadian yang dimilikinya belum layak mendapatkan wadah cincin itu.Ya, kependekaran di masa ini bukan hanya dilihat dari kemampuan bertarung saja. Tapi pengendalian diri harus di perhitungkan juga jika ingin menjadi pendekar sejati dan berada di jalur yang benar.Wadah cincin ini seakan menjadi tanda, bahwa pemiliknya memiliki kepribadian baik dan berkemampuan khusus. Jadi tak semua pendekar tingkat menengah bisa memiliki wadah cincin tersebut atau para pendekar sering menyebutnya cincin Semar.Dari namanya pun setiap pendekar menengah, telah mengetahui jika cincin Semar merupakan tanda penghargaan dari seorang guru. Nama itu berasal dari kata 'samar' artinya setiap pendekar dituntut supaya menyamarkan kemam

  • Legenda Bumi Langit   Menyamakan Pemahaman

    Sontak saja Mei terkejut, sebab ia tak percaya jika kakek tua di hadapannya membicarakan kitab legenda yang di cari para pendekar."Siapa sebenarnya kakek ini? Mengapa pengetahuannya begitu luas?" gumam Mei dalam batinnya.Ya, tingkat pengetahuan seseorang saat ini sangat di perhitungkan di kalangan pendekar tingkat menengah sampai tingkat terakhir. Hal itu dikarenakan para pendekar tingkat awal belum di berikan pengetahuan tentang keberadaan kitab pusaka.*"Kakek! Jika boleh tahu, dari mana asalmu dan seberapa dalam pengetahuanmu tentang kitab itu?" lanjut Mei, meluapkan rasa penasarannya."Maaf nona! Bagiku, perlu banyak waktu untuk menjelaskan semua pertanyaanmu. Namun, saat ini waktu luang kita hanya sedikit. Mungkin lain kali saja aku bicara panjang lebar denganmu," pungkas Tanu."Me-mangnya kenapa?" timpal Mei.Sayang sekali. Belum sempat memberitahu dari mana asalnya dan siapa dia sebenarnya, Tanu tiba-tiba bergegas pergi. Dengan

  • Legenda Bumi Langit   Perang Tanpa Tujuan

    Di atas bukit tempat Tanu dan enam orang lainnya berdiri, tiba-tiba terlihat seberkas cahaya yang begitu menyilaukan.Kilauan cahaya itu disebabkan karena Tanu menggunakan jurus cermin pengintai tingkat akhir.Semua orang yang berada di dekat Tanu merasa sulit untuk membuka mata. Dalam benak mereka terlintas pertanyaan yang sama; apa yang terjadi?Setelah beberapa waktu kemudian, akhirnya lima pasukan desa dan Sadarga bisa membuka mata kembali."Hei kalian, kemarilah!" pinta Tanu membujuk enam orang yang terlihat seperti ketakutan. Di telapak tangannya saat ini terlihat bulatan cahaya menyerupai bola yang terus berputar cepat.Dengan perlahan, Sadarga dan lima pasukan desa yang di pimpin oleh Jiro itu mulai berjalan mendekat."Cepatlah, kemari. Jangan takut! Ini hanya jurus cermin pengintai!," Tanu mencoba menjelaskan sesuatu yang ada di tangannya.Karena merasa penasaran, akhirnya Sadarga berjalan lebih cepat mendekat

  • Legenda Bumi Langit   Apa itu?

    Karena melihat peperangan sedang berlangsung, lima pasukan desa hanya diam dan saling menatap. Nyali mereka menciut seketika."Baiklah, jika tak ada yang berani pergi. Maka aku saja yang akan pergi ke pusat kerajaan. Namun selama kepergianku, tetaplah di tempat ini. Jangan terpancing dengan pertempuran yang sedang berlangsung di sekitar kita!""Tu-tunggu kek! Memangnya mau apa ke pusat kerajaan?" timpal Sadarga."Saat ini aku merasakan ada aura iblis, siluman dan penyihir yang haus darah di sana! Mungkin itulah yang menyebabkan semua orang menjadi liar seperti ini!" pungkas Tanu, kemudian ia segera pergi seorang diri ke pusat kerajaan Labodia.Keadaan di bawah bukit tempat Sadarga berada, begitu ricuh karena pertempuran ratusan pendekar.Anehnya dalam pertempuran ini tidak seakan tidak ada akhirnya. Jika jumlah satu kelompok mengalami kekalahan maka datanglah pasukan lain yang melawan kelompok pemenang.Dari ketinggian Sadarga melihat

Bab terbaru

  • Legenda Bumi Langit   Raja Bintang

    "Hei, coba lihat! Bukankah dia utusan dari bumi?""Mungkin saja begitu.""Tapi, aku rasa ada yang tak biasa dengan bumi kali ini. Mengapa saat ini bumi mengutus seorang yang terlihat lemah seperti itu.""Ya, benar juga. Jika demikian maka karisma bumi seakan menjadi pudar.""Hahaha."Dari jarak yang lumayan jauh, terdengar percakapan beberapa orang yang sedang menggunjing. Sepertinya Sadarga belum peka terhadap percakapan tersebut. Karena sebenarnya yang sedang menjadi bahan pembicaraan adalah dirinya, sebagai utusan dari bumi."Apa yang harus aku lakukan? Mengapa tiba-tiba tempat ini menjadi ramai?" gumam Sadarga dalam batinnya. Pandangan lelaki itu terus menyisir setiap penjuru yang mampu dijangkaunya.Suasana di dataran lapang ini begitu riuh, kesunyian seakan lenyap dibuatnya. Bagaikan pesisir pantai yang jernih dan tiba-tiba dipenuhi buih yang teramat banyak. Hiruk pikuk para utusan dari berbagai penjuru alam semesta datang

  • Legenda Bumi Langit   Pertemuan Para Utusan

    Setelah sekian lama melakukan perjalanan, akhirnya selesai juga. Sampailah di sebuah permukaan datar penuh debu dan pasir.Jika menengadahkan kepala ke langit, Sadarga bisa melihat puluhan bola berukuran besar. Terkadang Sadarga menyaksikan Kilauan cahaya di bola itu, tapi sisi lainnya berwarna gelap."Paman, jika boleh tahu siapa namamu?" tanya Sadarga sembari mengarahkan pandangan ke atas langit. Lelaki ini memang terbiasa menggunakan sebutan Paman, kepada siapapun yang dianggapnya lebih tua."Hmp, maafkan aku... karena hampir saja lupa memberitahunya. Perkenalkan namaku Brama Rangga Dewata. Tapi terserahmu saja, kau bisa panggil sesukamu," sahut Brama dengan senyuman ramahnya. Simpulan bibir pria itu seperti menyiratkan sifat aslinya."Wah, namamu bagus sekali dan sangat panjang Paman. Mungkin aku akan memanggilmu menggunakan nama depannya saja.""Baiklah nak, terima kasih atas pujiannya. Perlu kamu ketahui kita ini hampir sampai. Jangan s

  • Legenda Bumi Langit   Kehampaan

    Sesuatu yang dilihat oleh Sadarga, sungguh membuatnya ingin muntah.Bagaimana tidak?Sebab saat ini terlihat dua orang lelaki dan tiga wanita yang sudah tak berpakaian. Lima orang itu masih memiliki wajah utuh, tapi dari leher hingga bagian kaki sudah tak nampak lazim.Bukan tanpa alasan keadaan lima orang itu menjadi sedemikian rupa. Hal tersebut ternyata diakibatkan ulah dari orang-orang yang mengerumuninya.Ya, lima orang bernasib buruk itu telah menjadi korban keganasan penyembah Pisaca.Karena tak tahan melihat tingkah orang-orang di sekelilingnya, dengan lantang Sadarga berteriak sekeras mungkin."Aaaaaaa!"Tak lama setelah teriakan menggema di ruang istana, pandangan pun berubah menjadi gelap. Sadarga hanya bisa melihat bintik cahaya bermacam warna, bagaikan pemandangan langit malam saat dilihat di atas gunung.Begitu terkejut Sadarga, setelah ia menyadari bahwa dirinya sudah berpindah tempat cepat sekali. Bu

  • Legenda Bumi Langit   Di Istana Labodia

    "Tunggu! Ibu mau kemana?" teriak Sadarga setelah melihat Ningrum tiba-tiba pergi dengan cepat.Walaupun Sadarga berteriak sekerasnya dan tengah melakukan berulang kali.Sayang sekali!Ningrum terlihat acuh tak memberikan tanggapan.Begitu tergesa-gesa kepergian Ningrum. Entah apa yang membuatnya melakukan itu? Yang jelas saat ini Sadarga hanya seorang diri saja melayang menunggangi batu di lingkungan istana kerajaan.Ingin rasanya mengikuti sang ibu yang telah pergi meninggalkannya, tapi apa daya Sadarga? Batu yang ia tunggangi tak bisa bergerak sesuai keinginannya. Bahkan batu tersebut malah turun dari atas ketinggian, seakan meminta Sadarga tak menginjakan lagi kaki di atas permukaannya."Aaaaa!"Benar saja.Begitu terkejut Sadarga. Pria itu dibuat kaget oleh batu yang ditumpanginya. Tiba-tiba bongkahan batu itu melakukan putaran cepat, seakan memaksa Sadarga turun.Dari kejadian itu, menyebabkan Sada

  • Legenda Bumi Langit   Lepasnya Sukma

    Sampai saat ini, Utar terus melanjutkan perjalanannya hingga mencapai perut goa. Di kedalaman tersebut suara hujan deras sudah tak terdengar lagi.Bebatuan tajam yang bisa dirasakan alas kaki pun, sudah tak ditemui lagi. Entah apa yang bisa dilihat jika sepercik cahaya menerangi kegelapan saat ini."Hei, apa kalian baik-baik saja?"Suara Utar yang terpantul dinding goa, terdengar menggema. Entah berapa orang yang masih bersamanya, hanya suara langkah dan hembusan nafas saja yang didengarnya. Tak ada seorangpun yang berbicara saat ini.Mungkin rasa lelah karena perjalanan, menjadikan diam terasa lebih baik dari pada berbicara atau sekedar menggerakkan anggota tubuh."Baiklah, aku rasa di sini tempatnya cukup aman. Jadi, jika kalian ingin beristirahat silahkan saja,"Lelah. Lelah sekali. Sadarga yang merasakan suasana di dalam goa itu seakan tak berdaya lagi. Begitupun semua orang yang bersamanya.Hanya Utar dan Raka yang masih te

  • Legenda Bumi Langit   Tempat Tersembunyi

    Setelah sampai di mulut goa, Sadarga merasakan keresahan dalam hatinya. Entah apa yang akan menimpanya kali ini. Namun itulah ungkapan dalam benaknya. Padahal sebelumnya Sadargalah orang paling ceria dan selalu menumbuhkan semangat bertahan hidup.Ya, semangat untuk tetap hidup.Karena sepanjang jalan menuju goa, angin kencang terus berhembus menumbangkan pepohonan hujan deras di iringi petir terus mengguyur membasahi tanah.Dari kejauhan terlihat laju tanah berjalan, terbawa arus air yang begitu kuat. Padahal itu hanyalah sebuah lumpur yang terbawa air dari hulu menuju hilir.Ada beberapa orang dari para pemuda desa Lanangjagat yang gugur melepaskan nyawanya akibat tak tahan lagi menahan gejolak amukan alam tersebut. Sungguh mengenaskan nasib mereka diterpa murka alam raya, yang datang secara tiba-tiba."Paman, sebaiknya kita mencari lagi tempat lain untuk berlindung," usul Sadarga pada Utar."Hei, bicara apa kau ini. Bukankah kamu yang men

  • Legenda Bumi Langit   Kembali gelisah

    Tak terasa tiga hari berlalu begitu saja. Semenjak peristiwa pertempuran Sadarga dan manusia berbulu, kini tak ditemukan lagi kekacauan yang mengganggu kehidupan di istana dan di berbagai wilayah lainnya.Suasana amanpun seakan dirasakan semua orang, termasuk para penduduk desa Lanangjagat yang kini berada di tempat pengungsian sementara.Di pagi hari yang sangat cerah, Sadarga terlihat berjalan dan membawa kayu bakar. Entah dari mana ia? Sebab Sadarga tak ditemani siapapun."Tuan, dari mana kayu bakar ini?" ucap Reni menyambut kedatangan Sadarga. Wanita ini merupakan seseorang yang menaruh simpati pada Sadarga.Ya, beberapa hari terakhir prasangka orang disekeliling Sadarga seakan terbagi. Ada yang menaruh simpati, ada juga yang berburuk sangka."Aku baru saja turun gunung, semalam aku tak bisa tidur. Jadi ku putuskan saja untuk mencari angin segar di malam hari."Sadarga terlihat berjalan terus tanpa melihat wajah Reni, pandangannya

  • Legenda Bumi Langit   Kembali

    "Ti-tidak. Aku hanya terkesima saja, melihat seranganmu yang begitu cepat. Sampai mengalahkan mahluk itu dengan mudah," kata Utar. Nampaknya ia tak bisa menyembunyikan isi hatinya. Sehingga segala perkataan batinnya diwujudkan dengan kata-kata yang keluar dari mulut.Bukan hanya itu, selain Utar masih banyak juga yang tak sanggup menahan isi hatinya. Begitu juga dengan Raka, si pria paling tangguh dari desa Lanangjagat.Kali ini Sadarga mendapatkan berbagai pujian yang mengangkat derajatnya. Berbeda dengan sebelumnya, disaat orang di sekeliling masih bertanya-tanya dan ragu dengan tingkah yang dilakukan Sadarga.Ya, terkadang Sadarga bertingkah diluar prasangka orang lain. Seperti perkataannya yang nyeleneh, tapi akhirnya orang lain dapat memahami maksud dari perkataan itu.Kemudian selama kebersamaannya dengan puluhan penduduk dari desa Lanangjagat, Sadarga sering kali memerintahkan hal yang tak masuk akal. Namun selang beberapa saat dari per

  • Legenda Bumi Langit   Pertempuran Sekejap

    Setelah Sadarga menggenggam pedang milik Utar, ia bingung harus melakukan apa? Sebab seumur hidupnya Sadarga belum pernah menggunakan benda tajam itu.Semua orang yang melihat Sadarga tentu saja keheranan. Dalam benak mereka bertanya, apakah Sadarga tidak bisa menggunakan pedang? Lalu untuk apa ia meminjamnya?Ya, benar sekali. Sadarga memang belum mempelajari jurus dan seni menggunakan pedang. Namun sesekali ia menemukan keterangan dalam kitab Azura. Pada kitab itu terdapat satu bab husus yang membahas tentang berbagai jurus pedang. Tapi apa gunanya? Karena Sadarga hanya membaca ilmu pedang itu, tanpa mencobanya.Menyadari jika dirinya sedang diperhatikan banyak orang, Sadarga langsung memejamkan mata. Pria itu mencoba mengingat semua tulisan pada kitab Azura, yang membahas tentang ilmu dan seni menggunakan pedang."Jurus pedang angin!" bisik Sadarga sembari memasang kuda-kuda menyerang.Sontak saja, Utar terkejut. Sebab ia melihat Sadarga layakny

DMCA.com Protection Status