Sadarga dan Tanu terus berbincang tak tahu waktu. Mungkin mereka sedang melepas rindu.
Jiro yang melihat wadah cincin terjatuh, berniat ingin mencurinya. Sebab ia belum memiliki benda itu, walau pun tingkat kependekarannya sudah cukup tinggi, tapi kepribadian yang dimilikinya belum layak mendapatkan wadah cincin itu.
Ya, kependekaran di masa ini bukan hanya dilihat dari kemampuan bertarung saja. Tapi pengendalian diri harus di perhitungkan juga jika ingin menjadi pendekar sejati dan berada di jalur yang benar.
Wadah cincin ini seakan menjadi tanda, bahwa pemiliknya memiliki kepribadian baik dan berkemampuan khusus. Jadi tak semua pendekar tingkat menengah bisa memiliki wadah cincin tersebut atau para pendekar sering menyebutnya cincin Semar.
Dari namanya pun setiap pendekar menengah, telah mengetahui jika cincin Semar merupakan tanda penghargaan dari seorang guru. Nama itu berasal dari kata 'samar' artinya setiap pendekar dituntut supaya menyamarkan kemam
Sontak saja Mei terkejut, sebab ia tak percaya jika kakek tua di hadapannya membicarakan kitab legenda yang di cari para pendekar."Siapa sebenarnya kakek ini? Mengapa pengetahuannya begitu luas?" gumam Mei dalam batinnya.Ya, tingkat pengetahuan seseorang saat ini sangat di perhitungkan di kalangan pendekar tingkat menengah sampai tingkat terakhir. Hal itu dikarenakan para pendekar tingkat awal belum di berikan pengetahuan tentang keberadaan kitab pusaka.*"Kakek! Jika boleh tahu, dari mana asalmu dan seberapa dalam pengetahuanmu tentang kitab itu?" lanjut Mei, meluapkan rasa penasarannya."Maaf nona! Bagiku, perlu banyak waktu untuk menjelaskan semua pertanyaanmu. Namun, saat ini waktu luang kita hanya sedikit. Mungkin lain kali saja aku bicara panjang lebar denganmu," pungkas Tanu."Me-mangnya kenapa?" timpal Mei.Sayang sekali. Belum sempat memberitahu dari mana asalnya dan siapa dia sebenarnya, Tanu tiba-tiba bergegas pergi. Dengan
Di atas bukit tempat Tanu dan enam orang lainnya berdiri, tiba-tiba terlihat seberkas cahaya yang begitu menyilaukan.Kilauan cahaya itu disebabkan karena Tanu menggunakan jurus cermin pengintai tingkat akhir.Semua orang yang berada di dekat Tanu merasa sulit untuk membuka mata. Dalam benak mereka terlintas pertanyaan yang sama; apa yang terjadi?Setelah beberapa waktu kemudian, akhirnya lima pasukan desa dan Sadarga bisa membuka mata kembali."Hei kalian, kemarilah!" pinta Tanu membujuk enam orang yang terlihat seperti ketakutan. Di telapak tangannya saat ini terlihat bulatan cahaya menyerupai bola yang terus berputar cepat.Dengan perlahan, Sadarga dan lima pasukan desa yang di pimpin oleh Jiro itu mulai berjalan mendekat."Cepatlah, kemari. Jangan takut! Ini hanya jurus cermin pengintai!," Tanu mencoba menjelaskan sesuatu yang ada di tangannya.Karena merasa penasaran, akhirnya Sadarga berjalan lebih cepat mendekat
Karena melihat peperangan sedang berlangsung, lima pasukan desa hanya diam dan saling menatap. Nyali mereka menciut seketika."Baiklah, jika tak ada yang berani pergi. Maka aku saja yang akan pergi ke pusat kerajaan. Namun selama kepergianku, tetaplah di tempat ini. Jangan terpancing dengan pertempuran yang sedang berlangsung di sekitar kita!""Tu-tunggu kek! Memangnya mau apa ke pusat kerajaan?" timpal Sadarga."Saat ini aku merasakan ada aura iblis, siluman dan penyihir yang haus darah di sana! Mungkin itulah yang menyebabkan semua orang menjadi liar seperti ini!" pungkas Tanu, kemudian ia segera pergi seorang diri ke pusat kerajaan Labodia.Keadaan di bawah bukit tempat Sadarga berada, begitu ricuh karena pertempuran ratusan pendekar.Anehnya dalam pertempuran ini tidak seakan tidak ada akhirnya. Jika jumlah satu kelompok mengalami kekalahan maka datanglah pasukan lain yang melawan kelompok pemenang.Dari ketinggian Sadarga melihat
Pisaca merupakan golongan iblis pemakan daging. Mahluk ini bisa merubah wujud menjadi apa saja, bahkan ia tak bisa terlihat dan merasuki tubuh manusia hingga seakan menjadi gila. "Jadi ... kau yang menyebabkan pertempuran tak jelas ini terjadi!" tuduh Utar pada mahluk hitam di depannya. "Hahahaha. Manusia hanyalah sampah, kalian hidup hanya untuk mati lagi. Dasar tak berguna!" Begitu lantang suara mahluk hitam itu. Ia terbahak mentertawakan Utar dan beberapa orang lainnya. "Wah, ternyata asap itu bisa bicara!" celetuk Sadarga tanpa berpikir panjang. Bocah itu memang tak tahu, siapa yang sedang jadi lawan bicaranya. "Kurang ajar! Berani sekali kau mengatakan itu pada ku. Dasar sampah tengik. Enyahlah kalian semua!" teriak Pisaca dengan murka. * Wuuuuuush! Hembusan angin kencang tiba-tiba muncul menerpa Sadarga dan yang lainnya. Begitu kuat tiupan angin tersebut, hingga membuat semua orang kewalahan dan sulit bergerak. "H
"Arrrgh!" Suara Pusi menggelegar dari bawah bukit. Hanya Sadarga yang bisa mendengar auman mahluk itu. Menyadari Pusi sedang beraksi, Sadarga merasa sedikit lega. "Ternyata, kau pintar juga Pusi!" gumam Sadarga dalam batinnya. Meski pun Sadarga tak tahu pasti, apa yang sedang dilakukan Pusi. Tapi bocah itu menduga sesuatu akan segera terjadi, dan itu merupakan kabar baik bagi dirinya. Setelah menunggu beberapa saat, tiba-tiba Pusi terlihat berdiri di belakang mahluk asap bernama Pisaca itu. Dengan kekuatan pukulan yang dimilikinya, Pusi bersiap mengayunkan tangan berniat menyerang Pisaca dari belakang. Namun sebelum Pusi menyentuh Pisaca, mahluk asap itu mulai menyadari jika bahaya akan menghampirinya. Sehingga Pisaca tidak bisa meneruskan jurus anginnya karena menggunakan jurus itu tidak bisa digunakan bersamaan dengan aktivitas lain. Dengan kata lain jurus angin Pisaca memerlukan fokus pikiran tingkat tinggi
Setelah terus berlari, dalam sekejap bocah itu sudah berada di hadapan Pisaca. Kemudian Sadarga menusukan tongkat kayu yang digunakannya untuk berburu, ke arah cahaya merah di balik tubuh Pisaca. Seiring dengan menancap ya tingkat Sadarga, entah mengapa tiba-tiba secara berangsur. Asap hitam yang menyelimuti tubuh Pisaca lenyap.Sontak saja peristiwa menghilangnya sosok mahluk yang terbuat dari asap hitam, membuat setiap pasang mata terpaku menatapnya. Begitu juga dengan Utar dan Jiro."A-apa yang terjadi?" ucap Jiro sedikit terheran. Nampaknya ia tak percaya jika Sadarga berhasil menaklukan Pisaca hanya dengan tongkat sederhana."Bocah pintar. Sepertinya ia sudah mengetahui kelemahan mahluk itu. Tapi kewaspadaan kita harus tetap terjaga!" Utar memberikan sedikit pujian pada Sadarga. Kemudian pria itu melanjutkannya dengan perintah lain, supaya kelompoknya tidak lengah."Haha, bagus Pusi. Ternyata kau benar! Mahluk aneh itu memang sangat lemah. Hanya satu
Sepuluh tahun lalu, tepatnya di desa Purbawati pernah terjadi sesuatu yang tak lazim. Pada saat itu beberapa orang sempat menyaksikan kerabat mereka yang telah meninggal, hidup kembali. Lalu mereka melahap hewan peliharaan penduduk hidup-hidup.Namun setelah berita itu tersebar, setiap orang memiliki pendapat masing-masing. Ada yang percaya ada juga yang tidak. Bahkan ada pula yang menjadikannya sebagai gunjingan.Ternyata peristiwa 10 tahun lalu itu merupakan awal mulanya terbuka gerbang menuju ke dimensi kegelapan.Di waktu yang sama pula, Pisaca terbebas dari penjara abadi. Semua itu berkat bantuan dari golongan manusia yang terus memberikan persembahan pada golongan iblis. Golongan manusia itu merupakan kelompok yang memiliki nama sekte Masonli, sekaligus dijuluki sekte yang bersekutu dengan iblis.****"Baik, sudah cukup! Jangan banyak basa-basi lagi." tegas Jiro, kemudian ia menarik
"Hemp! Jadi sekarang Paman bersedia menerima pendapatku?" Sadarga malah kembali bertanya pada Utar."Yah, silahkan katakan maksud mu bocah!" Jawab Utar."Baik kalau begitu, kita mulai perbincangan kita." Ujar Sadarga yang terlihat sedang memilah batu kecil."Sebenarnya, aku hanya ingin memberi tahu pada Paman, bahwa orang yang Paman kenal itu tak seperti dulu lagi. Ia merupakan anggota sekte terlarang. Mungkin sudah tak ada kesempatan lagi untuk Paman, mengenal sosoknya yang dulu," Ucap bocah sebelas tahun itu dengan santai."Hah? Apa kamu bilang?"Tentu saja Utar tak bisa mengerti perkataan Sadarga."Hhe, Ya tentu saja Paman tak akan mengerti maksudku. Sejak keberangkatan kakek menuju pusat kerajaan aku mendapatkan pesan isyarat darinya. Beliau berpesan suapaya aku terus mengawasi pria itu!""Hei Nak! Semakin kau banyak bicara, otak ku semakin pusing. Lebih baik katakan saja inti dari pembicaraanmu!" geram Utar sembari menatap