"A-apa maksudnya ... Kekuatanku sendiri?"
Sembari memikirkan makna dari ucapan yang telah di dengar, Sadarga mencoba mengendalikan dirinya. Karena rasa takut pada dirinya masih terus menghantui.
"Hahaha, bocah sepertimu sampai kapan pun tak akan mengerti ucapan yang butuh pemahaman mendalam," ejek seseorang yang menyerupai Sadarga.
"Hei, bocah apa kau lupa dengan keadaanmu? Bukankah impian terbesarmu itu bisa berjalan? Karena kakimu yang berkekurangan tak mampu melakukannya ...."
Begitu jemawa orang di hadapan Sadarga kali ini. Hingga ia tak berhenti mengejek Sadarga habis-habisan
Dengan mengingat kembali beberapa peristiwa yang telah dilaluinya, Sadarga mencoba mengkaitkan setiap kejadian. Bocah itu memilih untuk menutup mata kembali, mengabaikan celotehan orang di depannya.
Setelah menutup mata, Sadarga mencoba menundukan kepala. Kemudian ia mengarahkannya ke bagian dada, lalu di pusatkan perhatiannya pada bagian dada sebelah kiri te
"Baiklah, aku akan membuka mata!""Ya, karena itu lebih baik daripada kamu terus diam saja!"Setelah Sadarga membuka matanya, ia melihat sesosok wanita berparas cantik. Tentu saja wanita yang ada di hadapannya masih berusia muda. Bahkan Sadarga mengira bahwa ia masih anak-anak."Siapa kamu?" tanya Sadarga yang masih duduk bersila."Perkenalkan, nama ku Karin."Karin merupakan wanita yang sudah berusia empat puluh tahun, ia merupakan teman dekat Ningrum.Karin memiliki keahlian meracik ramuan dan obat-obatan. Kemudian ia memiliki kemampuan untuk masuk kedalam mimpi siapa saja.Setelah Karin mengenalkan dirinya, ia mengajak Sadarga untuk pergi dari tempat yang sepi itu, kini mereka berjalan menyusuri jalan setapak di tengah hutan.Seiring waktu berlalu, Karin dan Sadarga tiba di depan mulut goa yang sempat Sadarga datangi."Hei, mau kemana kau?" teriak Sadarga yang ditinggalkan sendiri oleh Karin.Tanpa basa-b
"Aargh," geram Sadarga sembari memegang jidatnya.Ini merupakan hari pertamanya melihat dunia nyata. Sebuah jawaban dari beberapa teka-teki yang sering ditemui Sadarga semasa tidurnya kini terungkap sudah.Melihat anaknya terbangun. Ningrum langsung memberikan sambutan dengan sebuah pelukan hangat. Wanita itu tak kuasa menahan rasa haru yang teramat sangat."Anak ku! Akhirnya kau kembali juga."Begitu hangat suasana kala itu. Sebuah pertemuan antara ibu dan anak, seakan telah berpisah sekian lama.Benar!Walau Ningrum selama ini berjaga di samping Sadarga. Wanita itu merasa sudah berputus asa. Sebab hampir tujuh tahun ia menanti anaknya bangkit dari tidur panjang yang belum tahu ujungnya.Bahkan sesekali Ningrum tak bisa mengendalikan dirinya, ia sudah menyangka bahwa Sadarga tak akan kembali lagi. Meskipun Anaknya bernafas tapi ia dalam keadaan tertidur dan itu sama saja dengan mengharapkan seorang yang sudah mati hidup kembali
"Mari kita pergi dari tempat ini!" Ajakan Tanu langsung saja di sambut oleh Ningrum, karena waktu tujuh tahun itu tidaklah sebentar. Melainkan waktu yang lumayan lama. Apalagi selama penantian semasa pengobatan anaknya, Ningrum harus mondar-mandir masuk keluar hutan. Keadaan di desa Purbawati saat ini ternyata hampir mirip dengan keadaannya di dalam mimpi Sadarga. Hanya saja kekacauan di tanah kerajaan itu tidak nampak secara terang-terangan. Hanya segelintir orang yang menyadari bahwa keadaan di kerajaan Labodia ada yang salah. Ya, saat ini penduduk di tanah barat itu dipenuhi dengan berbagai tekanan. Seperti pajak yang terlalu mahal dan para pejabat istana memungut paksa sebagian penghasilan penduduk desa. Kerajaan Labodia memiliki wilayah yang cukup luas, hasil bumi yang melimpah telah menjadikan daerahnya menjadi incaran penguasa di kerajaan lain. Namun untuk menaklukan kerajaan Labodia tak seperti membalikan telapak tangan. Kerajaan ini memiliki
Sesampainya di rumah, Ningrum segera mengolah masakan. Karin pun ikut membantunya.Sungguh hangat suasana di hari itu. Setelah sekian lama penantian, akhirnya Ningrum bisa menjalani lagi kehidupan yang didambakannya. Ya, menjalani kehidupan tenang dengan keluarga.Sebenarnya Ningrum sangat menginginkan kehadiran seorang suami untuk menemani hari-harinya. Namun hal itu belum juga terwujudkan. Mungkin rasa cinta dan kesetiaannya pada Gantara belum tergantikan. Meski saat ini Gantara telah melupakan sosoknya.Di beranda rumah terdengar Sadarga sedang asik berbincang dengan Tanu. Dua lelaki ini seakan tengah melepas rindu. Sehingga canda tawa di antara mereka timbul begitu saja."Kakek! Entah apa yang harus aku lakukan, sebab berkat bantuan kalian aku bisa menggunakan kaki ini untuk berjalan dengan baik." Terdengar percakapan Sadarga dan Tanu sampai ke dapur tempat Ningrum memasak."Haha, tak usah kau pikirkan. Kami akan melakukan apapun demi kes
Terdapat 3 wilayah Desa yang berada di bawah kekuasaan kerajaan Labodia saat ini. Desa itu ialah Purbawati, Surya kencana, dan Purbawana. Dan ke-3 wilayah inilah yang dijadikan seperti sapi perah oleh kerajaan yang di pimpin Gantara."Pantas saja desa ini terasa sepi. Jadi itu alasannya," kata Sadarga menanggapi penjelasan Karin."Bibi, apakah aku akan sama seperti pria dewasa lainnya?""Tentu saja, tapi pilihan itu ada pada dirimu sendiri.""Maksudmu, bi?"Melihat raut wajah anaknya yang sedang berbincang dengan Karin, Ningrum merasa Sadarga dipenuhi keingin rahuan. Mungkin karena saat ini bocah bernama Sadarga itu sudah menginjak usia remaja."Entahlah, tapi maksudku itu hanya bisa kamu mengerti setelah kita tinggal di rumah ini beberapa hari kedepan," Karin seakan mengelak dari Sadarga, mulutnya seperti terasa berat untuk mengatakan sesuatu. Kemudian Karin memilih beranjak dari tempat duduk dan menuju ke ruangan lain.
Sadarga tak merasakan perjalanan hidup seperti anak lain pada umumnya. Sadarga melewati usia 12-17 tahunnya dengan berbaring saja. Hingga di usia 18 tahun, Sadarga bangun dari tidur panjangnya.Meski banyak waktu telah dilewati begitu saja, jangan salah!Sadarga telah menjadi kelinci percobaan dari 3 orang yang memiliki pengendalian serta pengolahan energi tenaga dalam."Ningrum, tak ku sangka jika semua ini akan berhasil dengan mulus.""Ya Paman. Aku pun seakan tak percaya. Sesekali harapan ku leenyap begitu saja, tapi berkat bantuan kalian semangat dalam jiwaku tumbuh kembali. Entah apa yang bisa ku lakukan untuk menebus jasa kalian.""Tak usah di pikirkan, aku melakukan semuanya demi kebutuhan dan mewujudkan harapan orang banyak.""Benar, seperti yang dikatakan Karin. Aku pun melakukan semua ini tak pernah mengharapkan apapun, dengan kata lain semuanya ku lakukan dengan penuh panggilan jiwa."Terdengar suara pembicaraan antara Tanu
Api berkobar membakar sebuah istana kerajaan. Kobarannya terlihat dari lorong seperti kilasan api neraka. Hanya tersisa sedikit waktu.Dari kejauhan terlihat seorang wanita yang tengah membawa bayi dalam aisannya, kemudian seorang pria sedang sibuk mendobrak pintu gerbang istana, ia seakan kehabisan akal dan tenaga."Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?"Sadarga hanya bisa menyaksikan kejadian tersebut di dalam lorong kaca panjang yang tak tahu ujungnya. Kemudian rasa panas dirasakan oleh Sadarga saat api di istana semakin membara."Pergilah, selamatkan mereka!" Di saat Sadarga hanya berdiri mematung, ia mendengarkan suara berat seperti milik seorang kakek tua."A-apa. Selamatkan mereka? Bagaimana mungkin aku melakukannya, sementara api di sana semakin membesar!" protes Sadarga menanggapi suara seseorang yang tengah di dengarnya.Rasa panik yang teramat sangat, telah menjadikan Sadarga lupa. Dengan siapa ia berbicara.
Setelah Ningrum hilang dari pandangan mata, kali ini Sadarga terlihat sedikit bingung. Pria ini sepertinya mengalami tekanan batin yang cukup berat. Dan semua itu hanya berawal dari mimpi buruknya, saat dirinya menyaksikan peristiwa sebuah istana terbakar."Nak, tenanglah sedikit. Mungkin kamu perlu istirahat untuk memulihkan kondisi badan, setelah menjalani pengobatan selama beberapa tahun terakhir ini," Karin memberikan sedikit perhatiannya untuk Sadarga, kemudian ia melanjutkan ucapannya dengan beberapa nasehat.Sepintas terlihat jika Sadarga sedang merenung, ia tak mengucapkan sepatah katapun. Entah apa yang dipikirnya, hingga dalam diamnya ia berlinang air mata."Katakanlah padaku, apa yang membuatmu gelisah seperti itu? Sepertinya beban pikiran yang menimpamu terlihat begitu menyiksa dan itu harus segera di selesaikan," berondong Tanu, sambil berjalan mendekati Sadarga."A-ayah, tiba-tiba aku ingin tahu, siapa ayahku? Kakek, apa kau tahu siapa
"Hei, coba lihat! Bukankah dia utusan dari bumi?""Mungkin saja begitu.""Tapi, aku rasa ada yang tak biasa dengan bumi kali ini. Mengapa saat ini bumi mengutus seorang yang terlihat lemah seperti itu.""Ya, benar juga. Jika demikian maka karisma bumi seakan menjadi pudar.""Hahaha."Dari jarak yang lumayan jauh, terdengar percakapan beberapa orang yang sedang menggunjing. Sepertinya Sadarga belum peka terhadap percakapan tersebut. Karena sebenarnya yang sedang menjadi bahan pembicaraan adalah dirinya, sebagai utusan dari bumi."Apa yang harus aku lakukan? Mengapa tiba-tiba tempat ini menjadi ramai?" gumam Sadarga dalam batinnya. Pandangan lelaki itu terus menyisir setiap penjuru yang mampu dijangkaunya.Suasana di dataran lapang ini begitu riuh, kesunyian seakan lenyap dibuatnya. Bagaikan pesisir pantai yang jernih dan tiba-tiba dipenuhi buih yang teramat banyak. Hiruk pikuk para utusan dari berbagai penjuru alam semesta datang
Setelah sekian lama melakukan perjalanan, akhirnya selesai juga. Sampailah di sebuah permukaan datar penuh debu dan pasir.Jika menengadahkan kepala ke langit, Sadarga bisa melihat puluhan bola berukuran besar. Terkadang Sadarga menyaksikan Kilauan cahaya di bola itu, tapi sisi lainnya berwarna gelap."Paman, jika boleh tahu siapa namamu?" tanya Sadarga sembari mengarahkan pandangan ke atas langit. Lelaki ini memang terbiasa menggunakan sebutan Paman, kepada siapapun yang dianggapnya lebih tua."Hmp, maafkan aku... karena hampir saja lupa memberitahunya. Perkenalkan namaku Brama Rangga Dewata. Tapi terserahmu saja, kau bisa panggil sesukamu," sahut Brama dengan senyuman ramahnya. Simpulan bibir pria itu seperti menyiratkan sifat aslinya."Wah, namamu bagus sekali dan sangat panjang Paman. Mungkin aku akan memanggilmu menggunakan nama depannya saja.""Baiklah nak, terima kasih atas pujiannya. Perlu kamu ketahui kita ini hampir sampai. Jangan s
Sesuatu yang dilihat oleh Sadarga, sungguh membuatnya ingin muntah.Bagaimana tidak?Sebab saat ini terlihat dua orang lelaki dan tiga wanita yang sudah tak berpakaian. Lima orang itu masih memiliki wajah utuh, tapi dari leher hingga bagian kaki sudah tak nampak lazim.Bukan tanpa alasan keadaan lima orang itu menjadi sedemikian rupa. Hal tersebut ternyata diakibatkan ulah dari orang-orang yang mengerumuninya.Ya, lima orang bernasib buruk itu telah menjadi korban keganasan penyembah Pisaca.Karena tak tahan melihat tingkah orang-orang di sekelilingnya, dengan lantang Sadarga berteriak sekeras mungkin."Aaaaaaa!"Tak lama setelah teriakan menggema di ruang istana, pandangan pun berubah menjadi gelap. Sadarga hanya bisa melihat bintik cahaya bermacam warna, bagaikan pemandangan langit malam saat dilihat di atas gunung.Begitu terkejut Sadarga, setelah ia menyadari bahwa dirinya sudah berpindah tempat cepat sekali. Bu
"Tunggu! Ibu mau kemana?" teriak Sadarga setelah melihat Ningrum tiba-tiba pergi dengan cepat.Walaupun Sadarga berteriak sekerasnya dan tengah melakukan berulang kali.Sayang sekali!Ningrum terlihat acuh tak memberikan tanggapan.Begitu tergesa-gesa kepergian Ningrum. Entah apa yang membuatnya melakukan itu? Yang jelas saat ini Sadarga hanya seorang diri saja melayang menunggangi batu di lingkungan istana kerajaan.Ingin rasanya mengikuti sang ibu yang telah pergi meninggalkannya, tapi apa daya Sadarga? Batu yang ia tunggangi tak bisa bergerak sesuai keinginannya. Bahkan batu tersebut malah turun dari atas ketinggian, seakan meminta Sadarga tak menginjakan lagi kaki di atas permukaannya."Aaaaa!"Benar saja.Begitu terkejut Sadarga. Pria itu dibuat kaget oleh batu yang ditumpanginya. Tiba-tiba bongkahan batu itu melakukan putaran cepat, seakan memaksa Sadarga turun.Dari kejadian itu, menyebabkan Sada
Sampai saat ini, Utar terus melanjutkan perjalanannya hingga mencapai perut goa. Di kedalaman tersebut suara hujan deras sudah tak terdengar lagi.Bebatuan tajam yang bisa dirasakan alas kaki pun, sudah tak ditemui lagi. Entah apa yang bisa dilihat jika sepercik cahaya menerangi kegelapan saat ini."Hei, apa kalian baik-baik saja?"Suara Utar yang terpantul dinding goa, terdengar menggema. Entah berapa orang yang masih bersamanya, hanya suara langkah dan hembusan nafas saja yang didengarnya. Tak ada seorangpun yang berbicara saat ini.Mungkin rasa lelah karena perjalanan, menjadikan diam terasa lebih baik dari pada berbicara atau sekedar menggerakkan anggota tubuh."Baiklah, aku rasa di sini tempatnya cukup aman. Jadi, jika kalian ingin beristirahat silahkan saja,"Lelah. Lelah sekali. Sadarga yang merasakan suasana di dalam goa itu seakan tak berdaya lagi. Begitupun semua orang yang bersamanya.Hanya Utar dan Raka yang masih te
Setelah sampai di mulut goa, Sadarga merasakan keresahan dalam hatinya. Entah apa yang akan menimpanya kali ini. Namun itulah ungkapan dalam benaknya. Padahal sebelumnya Sadargalah orang paling ceria dan selalu menumbuhkan semangat bertahan hidup.Ya, semangat untuk tetap hidup.Karena sepanjang jalan menuju goa, angin kencang terus berhembus menumbangkan pepohonan hujan deras di iringi petir terus mengguyur membasahi tanah.Dari kejauhan terlihat laju tanah berjalan, terbawa arus air yang begitu kuat. Padahal itu hanyalah sebuah lumpur yang terbawa air dari hulu menuju hilir.Ada beberapa orang dari para pemuda desa Lanangjagat yang gugur melepaskan nyawanya akibat tak tahan lagi menahan gejolak amukan alam tersebut. Sungguh mengenaskan nasib mereka diterpa murka alam raya, yang datang secara tiba-tiba."Paman, sebaiknya kita mencari lagi tempat lain untuk berlindung," usul Sadarga pada Utar."Hei, bicara apa kau ini. Bukankah kamu yang men
Tak terasa tiga hari berlalu begitu saja. Semenjak peristiwa pertempuran Sadarga dan manusia berbulu, kini tak ditemukan lagi kekacauan yang mengganggu kehidupan di istana dan di berbagai wilayah lainnya.Suasana amanpun seakan dirasakan semua orang, termasuk para penduduk desa Lanangjagat yang kini berada di tempat pengungsian sementara.Di pagi hari yang sangat cerah, Sadarga terlihat berjalan dan membawa kayu bakar. Entah dari mana ia? Sebab Sadarga tak ditemani siapapun."Tuan, dari mana kayu bakar ini?" ucap Reni menyambut kedatangan Sadarga. Wanita ini merupakan seseorang yang menaruh simpati pada Sadarga.Ya, beberapa hari terakhir prasangka orang disekeliling Sadarga seakan terbagi. Ada yang menaruh simpati, ada juga yang berburuk sangka."Aku baru saja turun gunung, semalam aku tak bisa tidur. Jadi ku putuskan saja untuk mencari angin segar di malam hari."Sadarga terlihat berjalan terus tanpa melihat wajah Reni, pandangannya
"Ti-tidak. Aku hanya terkesima saja, melihat seranganmu yang begitu cepat. Sampai mengalahkan mahluk itu dengan mudah," kata Utar. Nampaknya ia tak bisa menyembunyikan isi hatinya. Sehingga segala perkataan batinnya diwujudkan dengan kata-kata yang keluar dari mulut.Bukan hanya itu, selain Utar masih banyak juga yang tak sanggup menahan isi hatinya. Begitu juga dengan Raka, si pria paling tangguh dari desa Lanangjagat.Kali ini Sadarga mendapatkan berbagai pujian yang mengangkat derajatnya. Berbeda dengan sebelumnya, disaat orang di sekeliling masih bertanya-tanya dan ragu dengan tingkah yang dilakukan Sadarga.Ya, terkadang Sadarga bertingkah diluar prasangka orang lain. Seperti perkataannya yang nyeleneh, tapi akhirnya orang lain dapat memahami maksud dari perkataan itu.Kemudian selama kebersamaannya dengan puluhan penduduk dari desa Lanangjagat, Sadarga sering kali memerintahkan hal yang tak masuk akal. Namun selang beberapa saat dari per
Setelah Sadarga menggenggam pedang milik Utar, ia bingung harus melakukan apa? Sebab seumur hidupnya Sadarga belum pernah menggunakan benda tajam itu.Semua orang yang melihat Sadarga tentu saja keheranan. Dalam benak mereka bertanya, apakah Sadarga tidak bisa menggunakan pedang? Lalu untuk apa ia meminjamnya?Ya, benar sekali. Sadarga memang belum mempelajari jurus dan seni menggunakan pedang. Namun sesekali ia menemukan keterangan dalam kitab Azura. Pada kitab itu terdapat satu bab husus yang membahas tentang berbagai jurus pedang. Tapi apa gunanya? Karena Sadarga hanya membaca ilmu pedang itu, tanpa mencobanya.Menyadari jika dirinya sedang diperhatikan banyak orang, Sadarga langsung memejamkan mata. Pria itu mencoba mengingat semua tulisan pada kitab Azura, yang membahas tentang ilmu dan seni menggunakan pedang."Jurus pedang angin!" bisik Sadarga sembari memasang kuda-kuda menyerang.Sontak saja, Utar terkejut. Sebab ia melihat Sadarga layakny