Setelah Ningrum hilang dari pandangan mata, kali ini Sadarga terlihat sedikit bingung. Pria ini sepertinya mengalami tekanan batin yang cukup berat. Dan semua itu hanya berawal dari mimpi buruknya, saat dirinya menyaksikan peristiwa sebuah istana terbakar.
"Nak, tenanglah sedikit. Mungkin kamu perlu istirahat untuk memulihkan kondisi badan, setelah menjalani pengobatan selama beberapa tahun terakhir ini," Karin memberikan sedikit perhatiannya untuk Sadarga, kemudian ia melanjutkan ucapannya dengan beberapa nasehat.
Sepintas terlihat jika Sadarga sedang merenung, ia tak mengucapkan sepatah katapun. Entah apa yang dipikirnya, hingga dalam diamnya ia berlinang air mata.
"Katakanlah padaku, apa yang membuatmu gelisah seperti itu? Sepertinya beban pikiran yang menimpamu terlihat begitu menyiksa dan itu harus segera di selesaikan," berondong Tanu, sambil berjalan mendekati Sadarga.
"A-ayah, tiba-tiba aku ingin tahu, siapa ayahku? Kakek, apa kau tahu siapa
"Baiklah guru, jika itu keinginanmu. Kami akan segera pergi!" ucap Tanu dengan posisi tubuh masih membungkuk.Tanpa mengucapkan sepatah kata apapun, Tanu dan Karin saling menatap. Kemudian mereka berdua pergi begitu saja dari kamar Sadarga."Ada apa dengan mereka berdua? Apa mereka pikir aku ini masih kanak-kanak. Padahal yang aku butuhkan hanyalah penjelasan tentang ayahku. Bukan berlaga bodoh dan menjadikan aku bahan candaan," batin Sadarga menggerutu.Pria itu merasa sedang di permainkan, karena pertanyaan tentang ayahnya seakan tak ada yang menanggapi.Setelah terdengar suara pintu kamar tertutup kembali, Sadarga malah bangun dari tempat tidurnya dan mengambil kotak kayu."Kitab? Apa yang sebenarnya kakek dan bibi maksud? Kenapa mereka memeriksa buku tua ini?" tanya Sadarga pada dirinya. Sepertinya rasa penasaran nya tumbuh karena ulah Tanu dan Karin.Dan kali ini Sadarga dibuat terkejut. Entah mengapa ini terjadi? Karena yang dili
Bugh!Setelah terkilir dan mengguling, dengan keadaan tersungkur kepala Sadarga membentur lantai papan kayu.Saking kerasnya benturan itu. Suara benturan Sadarga sampai terdengar ke kamar Ningrum. Hingga akhirnya wanita itu terkejut dan menghampiri sumber suara,"Apa itu?"Dalam benak Ningrum saat ini, dipenuhi banyak pertanyaan. Kemudian setelah sampai di tujuan, ia melihat Sadarga sedang meringis kesakitan. Tanpa menunggu lama Ningrum segera menghampiri Sadarga, lalu ia menanyakan bagaimana kejadian yang dialami anaknya itu.Mendengar penjelasan Sadarga, Ningrum menjadi sedikit bingung. Apa benar semua yang dikatakan Sadarga itu? Pikir Ningrum.Sesaat setelah Sadarga memberikan penjelasan, tiba-tiba Tanu datang menghampiri. Mungkin istirahatnya sedikit terganggu dengan kegaduhan di ruang utama rumah.Mau tak mau, Tanu pun akhirnya ikut mendengarkan penjelasan Sadarga mengenai peristiwa yang baru dialaminya.Setelah tahu a
Pikir Tanu, Sadarga merupakan jelmaan leluhurnya. Keyakinan itu didapat Tanu berdasarkan kitab Azura yang berada di kotak kayu milik Sadarga."Tidak! Apa aku keliru?" gumam Tanu dalam hatinya. Tiba-tiba ia memikirkan sesuatu, kemudian pandangannya mengarah pada kotak kayu milik Sadarga."Guru! Apakah aku di-ijinkan jika sekali lagi membuka kotak kayu itu?" Tanya Tanu pada Sadarga yang tengah berbaring di tempat tidurnya."Jangan! Aku tak mau hal buruk tadi terjadi lagi!" timpal Sadarga kemudian ia bangun dari tempatnya berbaring."Tidak apa-apa guru, aku yang akan bertanggung jawab jika sesuatu buruk terjadi lagi.""Kakek! Bukankah aku sudah bilang berkali - kali, jangan panggil aku guru! Memangnya aku pernah mengajari apa?" gerutu Sadarga menyahuti Tanu. Sepertinya ia mulai tak nyaman dengan panggilan guru, yang telah di pakai Tanu sebagai kata ganti untuknya."Baiklah, jika tak berkenan dengan sebutan guru. Aku panggil saja tua
"Jadi, ini alasannya!" bisik Tanu sembari mengarahkan pandangan dengan penuh ketelitian, pada sebuah kitab yang berna Azura tersebut."Hmp! Maksud kakek?" celetuk Sadarga yang tak sengaja mendengar bisikan kakek angkatnya itu.Mata Tanu akhirnya ditujukan pada Sadarga, karena sedari tadi ia belum sempat menatap wajah pria itu. Mungkin rasa hormatnya pada sosok tak terlihat di balik tubuh Sadarga; ruh sang leluhurnya."Baiklah, jika aku tak di ijinkan memanggil dirimu dengan sebutan guru, maka bersediakah jika mencarikam aku seorang guru?" Tiba-tiba Tanu melemparkan pertanyaan yang membuat Sadarga bingung.Ya, bagaimana tak bingung?Sebab dirinya merupakan orang tua yang berusia sangat lanjut. Lantas untuk apa mencari seorang guru?Dan apa tujuan utamanya mencari seorang guru?Bukankah untuk menambah kemampuan? Pikiran Sadarga begitu penuh dengan pertanyaan.Lalu jika benar Tanu berniat melipat gandakan kemampu
Di saat Ningrum ingin mengejar Tanu, tiba-tiba saja Karin menghalanginya,"Sudahlah! Jangan kejar Paman Tanu. Sepertinya ia sedang memikirkan sesuatu yang benar-benar serius.""Maksudmu?""Aku merasakan inti energi dahsyatnya sedang mengalir pada satu titik dan itu diluar dari kendalinya. Tapi ia sedang berusaha menahan ledakan energi itu, karena dari tadi energi itu terus memaksa untuk segera keluar dalam jumlah tak terhingga," Karin mencoba memberikan sedikit penjelasan pada Ningrum, mungkin wanita itu sedikit mengerti tentang inti energi dari pada Ningrum.***Semenjak kejadian di malam pertama yang terasa panjang, Tanu menghilang entah kemana.Sadarga, Ningrum dan Karin terus mencari di mana Tanu berada. Namun sudah hampir satu pekan mereka tak kunjung menemukan kakek tua itu.Akhirnya Karin memutuskan untuk kembali ke kediamannya, sebab ia harus menyelesaikan tugas yang teramat penting.Setelah kepergian Tanu dan Karin. Sadarga hany
Blaaaar!Terdengar suara ledakan dari arah sayap kanan istana. Nampaknya suatu keributan telah terjadi di tempat itu.Suara orang-orang menjerit yang terdengar dari kejauhan, menandakan ada sesuatu tak beres tengah terjadi.Sadarga yang berada di dalam kereta kuda, bisa mendengar suara keributan itu dengan jelas. Kemudian dengan kemampuan seadanya Sadarga mencoba membuka ikat tali pada lengan dan kakinya.Namun usaha Sadarga belum juga membuahkan hasil, ikatan tali yang melilit tubuhnya ternyata sangat kuat. Akhirnya Sadarga mencoba berteriak meskipun ikatan kain masih membekam mulutnya,"Hmmmmmp! Hmmmp!"Entah apa yang dikatakan Sadarga, sepertinya ia ingin berteriak sejadi-jadinya. Atau sekedar memberi isyarat supaya ikatan pada tubuhnya segera di lepaskan.Melihat pemandangan di sekitar istana yang mulai carut-marut beberapa orang yang berada di dalam kereta kuda, memutuskan untuk memastikan keadaan dan mencari tahu apa yang sebenarnya ter
Seiring waktu berlalu, Sadarga mendapatkan beberapa informasi dari Utar. Pertemuannya dengan sang kusir tersebut bisa dikatakan banyak sekali mengandung manfaat.Dari perbincangannya dengan Utar, Sadarga menjadi lebih tahu tentang beberapa kebiasaan yang mulai membudaya di kerajaan Labodia. Selain itu Sadarga mulai tahu, bahwa seorang raja yang bernama Gantara itu memiliki kekejaman dan selalu memaksa semua orang untuk menuruti keinginannya.Akibatnya, Gantara telah membalikan keadaan seseorang. Ditangannya orang baik bisa menjadi jahat, atau siapa pun yang memusuhinya akan segera menemukan mala petaka."Mendengar semua cerita Paman, rasanya ingin sekali aku menghajar raja itu!" geram Sadarga sembari mengepal kedua tangannya."Haha, tak usah buru-buru. Sebab akupun ingin melakukan hal itu," kata Utar menyahuti Sadarga. Dari bibirnya terlukis niat untuk mengkudeta kerajaan. Namun sepertinya Utar sedang menyusun rencana dalam melakukan hal itu.
Apa yang Sadarga lakukan? Mengapa tiba-tiba menyuruh Utar melakukan hal itu? Untung saja Utar baik hati, sang kusir itu sedikit pun melemparkan pertanyaan pada Sadarga. Setelah Utar menggulungkan lengan baju sebelah kanan, Sadarga tak menemukan sesuatu yang hendak dicarinya. "Hmp, ternyata bukan ya," celetuk Sadarga mengiringi kekecewaannya. Meski samar, Utar bisa mendengar dengan baik. Bisikan Sadarga itu membuatnya sedikit penasaran. "Sepertinya ada sesuatu yang sedang kau cari?" "Ya, benar Paman. Aku pikir kau merupakan pemilik tanda busur panah, tapi ternyata bukan." Begitu terkejutnya Utar, setelah ia mengetahui jika Sadarga mencari sebuah tanda rahasia. Lambang busur panah yang digores pada kulit seseorang, merupakan pertanda seorang pendekar husus. Kemudian tanda itu tidak boleh diketahui oleh siapa pun. Andai saja seseorang ingin mengetahui tanda busur panah milik orang lain, maka tidak a
"Hei, coba lihat! Bukankah dia utusan dari bumi?""Mungkin saja begitu.""Tapi, aku rasa ada yang tak biasa dengan bumi kali ini. Mengapa saat ini bumi mengutus seorang yang terlihat lemah seperti itu.""Ya, benar juga. Jika demikian maka karisma bumi seakan menjadi pudar.""Hahaha."Dari jarak yang lumayan jauh, terdengar percakapan beberapa orang yang sedang menggunjing. Sepertinya Sadarga belum peka terhadap percakapan tersebut. Karena sebenarnya yang sedang menjadi bahan pembicaraan adalah dirinya, sebagai utusan dari bumi."Apa yang harus aku lakukan? Mengapa tiba-tiba tempat ini menjadi ramai?" gumam Sadarga dalam batinnya. Pandangan lelaki itu terus menyisir setiap penjuru yang mampu dijangkaunya.Suasana di dataran lapang ini begitu riuh, kesunyian seakan lenyap dibuatnya. Bagaikan pesisir pantai yang jernih dan tiba-tiba dipenuhi buih yang teramat banyak. Hiruk pikuk para utusan dari berbagai penjuru alam semesta datang
Setelah sekian lama melakukan perjalanan, akhirnya selesai juga. Sampailah di sebuah permukaan datar penuh debu dan pasir.Jika menengadahkan kepala ke langit, Sadarga bisa melihat puluhan bola berukuran besar. Terkadang Sadarga menyaksikan Kilauan cahaya di bola itu, tapi sisi lainnya berwarna gelap."Paman, jika boleh tahu siapa namamu?" tanya Sadarga sembari mengarahkan pandangan ke atas langit. Lelaki ini memang terbiasa menggunakan sebutan Paman, kepada siapapun yang dianggapnya lebih tua."Hmp, maafkan aku... karena hampir saja lupa memberitahunya. Perkenalkan namaku Brama Rangga Dewata. Tapi terserahmu saja, kau bisa panggil sesukamu," sahut Brama dengan senyuman ramahnya. Simpulan bibir pria itu seperti menyiratkan sifat aslinya."Wah, namamu bagus sekali dan sangat panjang Paman. Mungkin aku akan memanggilmu menggunakan nama depannya saja.""Baiklah nak, terima kasih atas pujiannya. Perlu kamu ketahui kita ini hampir sampai. Jangan s
Sesuatu yang dilihat oleh Sadarga, sungguh membuatnya ingin muntah.Bagaimana tidak?Sebab saat ini terlihat dua orang lelaki dan tiga wanita yang sudah tak berpakaian. Lima orang itu masih memiliki wajah utuh, tapi dari leher hingga bagian kaki sudah tak nampak lazim.Bukan tanpa alasan keadaan lima orang itu menjadi sedemikian rupa. Hal tersebut ternyata diakibatkan ulah dari orang-orang yang mengerumuninya.Ya, lima orang bernasib buruk itu telah menjadi korban keganasan penyembah Pisaca.Karena tak tahan melihat tingkah orang-orang di sekelilingnya, dengan lantang Sadarga berteriak sekeras mungkin."Aaaaaaa!"Tak lama setelah teriakan menggema di ruang istana, pandangan pun berubah menjadi gelap. Sadarga hanya bisa melihat bintik cahaya bermacam warna, bagaikan pemandangan langit malam saat dilihat di atas gunung.Begitu terkejut Sadarga, setelah ia menyadari bahwa dirinya sudah berpindah tempat cepat sekali. Bu
"Tunggu! Ibu mau kemana?" teriak Sadarga setelah melihat Ningrum tiba-tiba pergi dengan cepat.Walaupun Sadarga berteriak sekerasnya dan tengah melakukan berulang kali.Sayang sekali!Ningrum terlihat acuh tak memberikan tanggapan.Begitu tergesa-gesa kepergian Ningrum. Entah apa yang membuatnya melakukan itu? Yang jelas saat ini Sadarga hanya seorang diri saja melayang menunggangi batu di lingkungan istana kerajaan.Ingin rasanya mengikuti sang ibu yang telah pergi meninggalkannya, tapi apa daya Sadarga? Batu yang ia tunggangi tak bisa bergerak sesuai keinginannya. Bahkan batu tersebut malah turun dari atas ketinggian, seakan meminta Sadarga tak menginjakan lagi kaki di atas permukaannya."Aaaaa!"Benar saja.Begitu terkejut Sadarga. Pria itu dibuat kaget oleh batu yang ditumpanginya. Tiba-tiba bongkahan batu itu melakukan putaran cepat, seakan memaksa Sadarga turun.Dari kejadian itu, menyebabkan Sada
Sampai saat ini, Utar terus melanjutkan perjalanannya hingga mencapai perut goa. Di kedalaman tersebut suara hujan deras sudah tak terdengar lagi.Bebatuan tajam yang bisa dirasakan alas kaki pun, sudah tak ditemui lagi. Entah apa yang bisa dilihat jika sepercik cahaya menerangi kegelapan saat ini."Hei, apa kalian baik-baik saja?"Suara Utar yang terpantul dinding goa, terdengar menggema. Entah berapa orang yang masih bersamanya, hanya suara langkah dan hembusan nafas saja yang didengarnya. Tak ada seorangpun yang berbicara saat ini.Mungkin rasa lelah karena perjalanan, menjadikan diam terasa lebih baik dari pada berbicara atau sekedar menggerakkan anggota tubuh."Baiklah, aku rasa di sini tempatnya cukup aman. Jadi, jika kalian ingin beristirahat silahkan saja,"Lelah. Lelah sekali. Sadarga yang merasakan suasana di dalam goa itu seakan tak berdaya lagi. Begitupun semua orang yang bersamanya.Hanya Utar dan Raka yang masih te
Setelah sampai di mulut goa, Sadarga merasakan keresahan dalam hatinya. Entah apa yang akan menimpanya kali ini. Namun itulah ungkapan dalam benaknya. Padahal sebelumnya Sadargalah orang paling ceria dan selalu menumbuhkan semangat bertahan hidup.Ya, semangat untuk tetap hidup.Karena sepanjang jalan menuju goa, angin kencang terus berhembus menumbangkan pepohonan hujan deras di iringi petir terus mengguyur membasahi tanah.Dari kejauhan terlihat laju tanah berjalan, terbawa arus air yang begitu kuat. Padahal itu hanyalah sebuah lumpur yang terbawa air dari hulu menuju hilir.Ada beberapa orang dari para pemuda desa Lanangjagat yang gugur melepaskan nyawanya akibat tak tahan lagi menahan gejolak amukan alam tersebut. Sungguh mengenaskan nasib mereka diterpa murka alam raya, yang datang secara tiba-tiba."Paman, sebaiknya kita mencari lagi tempat lain untuk berlindung," usul Sadarga pada Utar."Hei, bicara apa kau ini. Bukankah kamu yang men
Tak terasa tiga hari berlalu begitu saja. Semenjak peristiwa pertempuran Sadarga dan manusia berbulu, kini tak ditemukan lagi kekacauan yang mengganggu kehidupan di istana dan di berbagai wilayah lainnya.Suasana amanpun seakan dirasakan semua orang, termasuk para penduduk desa Lanangjagat yang kini berada di tempat pengungsian sementara.Di pagi hari yang sangat cerah, Sadarga terlihat berjalan dan membawa kayu bakar. Entah dari mana ia? Sebab Sadarga tak ditemani siapapun."Tuan, dari mana kayu bakar ini?" ucap Reni menyambut kedatangan Sadarga. Wanita ini merupakan seseorang yang menaruh simpati pada Sadarga.Ya, beberapa hari terakhir prasangka orang disekeliling Sadarga seakan terbagi. Ada yang menaruh simpati, ada juga yang berburuk sangka."Aku baru saja turun gunung, semalam aku tak bisa tidur. Jadi ku putuskan saja untuk mencari angin segar di malam hari."Sadarga terlihat berjalan terus tanpa melihat wajah Reni, pandangannya
"Ti-tidak. Aku hanya terkesima saja, melihat seranganmu yang begitu cepat. Sampai mengalahkan mahluk itu dengan mudah," kata Utar. Nampaknya ia tak bisa menyembunyikan isi hatinya. Sehingga segala perkataan batinnya diwujudkan dengan kata-kata yang keluar dari mulut.Bukan hanya itu, selain Utar masih banyak juga yang tak sanggup menahan isi hatinya. Begitu juga dengan Raka, si pria paling tangguh dari desa Lanangjagat.Kali ini Sadarga mendapatkan berbagai pujian yang mengangkat derajatnya. Berbeda dengan sebelumnya, disaat orang di sekeliling masih bertanya-tanya dan ragu dengan tingkah yang dilakukan Sadarga.Ya, terkadang Sadarga bertingkah diluar prasangka orang lain. Seperti perkataannya yang nyeleneh, tapi akhirnya orang lain dapat memahami maksud dari perkataan itu.Kemudian selama kebersamaannya dengan puluhan penduduk dari desa Lanangjagat, Sadarga sering kali memerintahkan hal yang tak masuk akal. Namun selang beberapa saat dari per
Setelah Sadarga menggenggam pedang milik Utar, ia bingung harus melakukan apa? Sebab seumur hidupnya Sadarga belum pernah menggunakan benda tajam itu.Semua orang yang melihat Sadarga tentu saja keheranan. Dalam benak mereka bertanya, apakah Sadarga tidak bisa menggunakan pedang? Lalu untuk apa ia meminjamnya?Ya, benar sekali. Sadarga memang belum mempelajari jurus dan seni menggunakan pedang. Namun sesekali ia menemukan keterangan dalam kitab Azura. Pada kitab itu terdapat satu bab husus yang membahas tentang berbagai jurus pedang. Tapi apa gunanya? Karena Sadarga hanya membaca ilmu pedang itu, tanpa mencobanya.Menyadari jika dirinya sedang diperhatikan banyak orang, Sadarga langsung memejamkan mata. Pria itu mencoba mengingat semua tulisan pada kitab Azura, yang membahas tentang ilmu dan seni menggunakan pedang."Jurus pedang angin!" bisik Sadarga sembari memasang kuda-kuda menyerang.Sontak saja, Utar terkejut. Sebab ia melihat Sadarga layakny