Sesampainya di rumah, Ningrum segera mengolah masakan. Karin pun ikut membantunya.
Sungguh hangat suasana di hari itu. Setelah sekian lama penantian, akhirnya Ningrum bisa menjalani lagi kehidupan yang didambakannya. Ya, menjalani kehidupan tenang dengan keluarga.
Sebenarnya Ningrum sangat menginginkan kehadiran seorang suami untuk menemani hari-harinya. Namun hal itu belum juga terwujudkan. Mungkin rasa cinta dan kesetiaannya pada Gantara belum tergantikan. Meski saat ini Gantara telah melupakan sosoknya.
Di beranda rumah terdengar Sadarga sedang asik berbincang dengan Tanu. Dua lelaki ini seakan tengah melepas rindu. Sehingga canda tawa di antara mereka timbul begitu saja.
"Kakek! Entah apa yang harus aku lakukan, sebab berkat bantuan kalian aku bisa menggunakan kaki ini untuk berjalan dengan baik." Terdengar percakapan Sadarga dan Tanu sampai ke dapur tempat Ningrum memasak.
"Haha, tak usah kau pikirkan. Kami akan melakukan apapun demi kes
Terdapat 3 wilayah Desa yang berada di bawah kekuasaan kerajaan Labodia saat ini. Desa itu ialah Purbawati, Surya kencana, dan Purbawana. Dan ke-3 wilayah inilah yang dijadikan seperti sapi perah oleh kerajaan yang di pimpin Gantara."Pantas saja desa ini terasa sepi. Jadi itu alasannya," kata Sadarga menanggapi penjelasan Karin."Bibi, apakah aku akan sama seperti pria dewasa lainnya?""Tentu saja, tapi pilihan itu ada pada dirimu sendiri.""Maksudmu, bi?"Melihat raut wajah anaknya yang sedang berbincang dengan Karin, Ningrum merasa Sadarga dipenuhi keingin rahuan. Mungkin karena saat ini bocah bernama Sadarga itu sudah menginjak usia remaja."Entahlah, tapi maksudku itu hanya bisa kamu mengerti setelah kita tinggal di rumah ini beberapa hari kedepan," Karin seakan mengelak dari Sadarga, mulutnya seperti terasa berat untuk mengatakan sesuatu. Kemudian Karin memilih beranjak dari tempat duduk dan menuju ke ruangan lain.
Sadarga tak merasakan perjalanan hidup seperti anak lain pada umumnya. Sadarga melewati usia 12-17 tahunnya dengan berbaring saja. Hingga di usia 18 tahun, Sadarga bangun dari tidur panjangnya.Meski banyak waktu telah dilewati begitu saja, jangan salah!Sadarga telah menjadi kelinci percobaan dari 3 orang yang memiliki pengendalian serta pengolahan energi tenaga dalam."Ningrum, tak ku sangka jika semua ini akan berhasil dengan mulus.""Ya Paman. Aku pun seakan tak percaya. Sesekali harapan ku leenyap begitu saja, tapi berkat bantuan kalian semangat dalam jiwaku tumbuh kembali. Entah apa yang bisa ku lakukan untuk menebus jasa kalian.""Tak usah di pikirkan, aku melakukan semuanya demi kebutuhan dan mewujudkan harapan orang banyak.""Benar, seperti yang dikatakan Karin. Aku pun melakukan semua ini tak pernah mengharapkan apapun, dengan kata lain semuanya ku lakukan dengan penuh panggilan jiwa."Terdengar suara pembicaraan antara Tanu
Api berkobar membakar sebuah istana kerajaan. Kobarannya terlihat dari lorong seperti kilasan api neraka. Hanya tersisa sedikit waktu.Dari kejauhan terlihat seorang wanita yang tengah membawa bayi dalam aisannya, kemudian seorang pria sedang sibuk mendobrak pintu gerbang istana, ia seakan kehabisan akal dan tenaga."Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?"Sadarga hanya bisa menyaksikan kejadian tersebut di dalam lorong kaca panjang yang tak tahu ujungnya. Kemudian rasa panas dirasakan oleh Sadarga saat api di istana semakin membara."Pergilah, selamatkan mereka!" Di saat Sadarga hanya berdiri mematung, ia mendengarkan suara berat seperti milik seorang kakek tua."A-apa. Selamatkan mereka? Bagaimana mungkin aku melakukannya, sementara api di sana semakin membesar!" protes Sadarga menanggapi suara seseorang yang tengah di dengarnya.Rasa panik yang teramat sangat, telah menjadikan Sadarga lupa. Dengan siapa ia berbicara.
Setelah Ningrum hilang dari pandangan mata, kali ini Sadarga terlihat sedikit bingung. Pria ini sepertinya mengalami tekanan batin yang cukup berat. Dan semua itu hanya berawal dari mimpi buruknya, saat dirinya menyaksikan peristiwa sebuah istana terbakar."Nak, tenanglah sedikit. Mungkin kamu perlu istirahat untuk memulihkan kondisi badan, setelah menjalani pengobatan selama beberapa tahun terakhir ini," Karin memberikan sedikit perhatiannya untuk Sadarga, kemudian ia melanjutkan ucapannya dengan beberapa nasehat.Sepintas terlihat jika Sadarga sedang merenung, ia tak mengucapkan sepatah katapun. Entah apa yang dipikirnya, hingga dalam diamnya ia berlinang air mata."Katakanlah padaku, apa yang membuatmu gelisah seperti itu? Sepertinya beban pikiran yang menimpamu terlihat begitu menyiksa dan itu harus segera di selesaikan," berondong Tanu, sambil berjalan mendekati Sadarga."A-ayah, tiba-tiba aku ingin tahu, siapa ayahku? Kakek, apa kau tahu siapa
"Baiklah guru, jika itu keinginanmu. Kami akan segera pergi!" ucap Tanu dengan posisi tubuh masih membungkuk.Tanpa mengucapkan sepatah kata apapun, Tanu dan Karin saling menatap. Kemudian mereka berdua pergi begitu saja dari kamar Sadarga."Ada apa dengan mereka berdua? Apa mereka pikir aku ini masih kanak-kanak. Padahal yang aku butuhkan hanyalah penjelasan tentang ayahku. Bukan berlaga bodoh dan menjadikan aku bahan candaan," batin Sadarga menggerutu.Pria itu merasa sedang di permainkan, karena pertanyaan tentang ayahnya seakan tak ada yang menanggapi.Setelah terdengar suara pintu kamar tertutup kembali, Sadarga malah bangun dari tempat tidurnya dan mengambil kotak kayu."Kitab? Apa yang sebenarnya kakek dan bibi maksud? Kenapa mereka memeriksa buku tua ini?" tanya Sadarga pada dirinya. Sepertinya rasa penasaran nya tumbuh karena ulah Tanu dan Karin.Dan kali ini Sadarga dibuat terkejut. Entah mengapa ini terjadi? Karena yang dili
Bugh!Setelah terkilir dan mengguling, dengan keadaan tersungkur kepala Sadarga membentur lantai papan kayu.Saking kerasnya benturan itu. Suara benturan Sadarga sampai terdengar ke kamar Ningrum. Hingga akhirnya wanita itu terkejut dan menghampiri sumber suara,"Apa itu?"Dalam benak Ningrum saat ini, dipenuhi banyak pertanyaan. Kemudian setelah sampai di tujuan, ia melihat Sadarga sedang meringis kesakitan. Tanpa menunggu lama Ningrum segera menghampiri Sadarga, lalu ia menanyakan bagaimana kejadian yang dialami anaknya itu.Mendengar penjelasan Sadarga, Ningrum menjadi sedikit bingung. Apa benar semua yang dikatakan Sadarga itu? Pikir Ningrum.Sesaat setelah Sadarga memberikan penjelasan, tiba-tiba Tanu datang menghampiri. Mungkin istirahatnya sedikit terganggu dengan kegaduhan di ruang utama rumah.Mau tak mau, Tanu pun akhirnya ikut mendengarkan penjelasan Sadarga mengenai peristiwa yang baru dialaminya.Setelah tahu a
Pikir Tanu, Sadarga merupakan jelmaan leluhurnya. Keyakinan itu didapat Tanu berdasarkan kitab Azura yang berada di kotak kayu milik Sadarga."Tidak! Apa aku keliru?" gumam Tanu dalam hatinya. Tiba-tiba ia memikirkan sesuatu, kemudian pandangannya mengarah pada kotak kayu milik Sadarga."Guru! Apakah aku di-ijinkan jika sekali lagi membuka kotak kayu itu?" Tanya Tanu pada Sadarga yang tengah berbaring di tempat tidurnya."Jangan! Aku tak mau hal buruk tadi terjadi lagi!" timpal Sadarga kemudian ia bangun dari tempatnya berbaring."Tidak apa-apa guru, aku yang akan bertanggung jawab jika sesuatu buruk terjadi lagi.""Kakek! Bukankah aku sudah bilang berkali - kali, jangan panggil aku guru! Memangnya aku pernah mengajari apa?" gerutu Sadarga menyahuti Tanu. Sepertinya ia mulai tak nyaman dengan panggilan guru, yang telah di pakai Tanu sebagai kata ganti untuknya."Baiklah, jika tak berkenan dengan sebutan guru. Aku panggil saja tua
"Jadi, ini alasannya!" bisik Tanu sembari mengarahkan pandangan dengan penuh ketelitian, pada sebuah kitab yang berna Azura tersebut."Hmp! Maksud kakek?" celetuk Sadarga yang tak sengaja mendengar bisikan kakek angkatnya itu.Mata Tanu akhirnya ditujukan pada Sadarga, karena sedari tadi ia belum sempat menatap wajah pria itu. Mungkin rasa hormatnya pada sosok tak terlihat di balik tubuh Sadarga; ruh sang leluhurnya."Baiklah, jika aku tak di ijinkan memanggil dirimu dengan sebutan guru, maka bersediakah jika mencarikam aku seorang guru?" Tiba-tiba Tanu melemparkan pertanyaan yang membuat Sadarga bingung.Ya, bagaimana tak bingung?Sebab dirinya merupakan orang tua yang berusia sangat lanjut. Lantas untuk apa mencari seorang guru?Dan apa tujuan utamanya mencari seorang guru?Bukankah untuk menambah kemampuan? Pikiran Sadarga begitu penuh dengan pertanyaan.Lalu jika benar Tanu berniat melipat gandakan kemampu