“Bu Mia, kalau Pak Juna ke mana, ya? Kok udah hampir satu minggu aku nggak lihat dia,” tanya Irene.
“Oh, dia kan jadwal semester pendeknya cuman hari Rabu sama Kamis saja. Kenapa Emangnya?” terang Mia yang langsung menanyakan alasan Irene bertanya tentang Juna.
Irene mengangguk. “Oh, ini … anu ….” Dia harus mencari alasan sebagus mungkin. Tidak mungkin kalau dia harus menjawab, kalau dirinya ingin bertemu dengan Juna, karena ada yang ingin dia katakan. Yang ada nanti Mia akan terus menghujaninya pertanyaan. “Temen saya nanyain. Dia ada keperluan terkait mata kuliah,” ujarnya.
“Suruh dia temui hari Rabu atau Kamis saja.”
“Baik, Bu.” Irene pun mengangguk. Dia kembali fokus den
Irene kedatangan tamu yang selalu ia nantikan. Siapa lagi kalau bukan, Reno. Laki-laki itu datang atas permintaan Irene, yang meminta bantuan untuk memperbaiki printer-nya yang mendadak tak bisa digunakan. “Ini, sih harus ganti cartridge,” ucap Reno yang tengah mengotak-atik benda berwarna hitam itu.“Wah, besok kali ya beli?” timpal Irene.“Mau sekalian nitip? Kebetulan aku juga mau ke Electronic Center,” tawar Reno. Irene langsung menarik kedua sudut bibirnya, dan ia merapatkan kedua telapak tangannya. “Boleh. Kira-kira berapa?” tanya Irene menanyakan nominal harga yang harus dia berikan pada Reno. “Mmm … 800 sampai 1 juta mungkin ada.” Irene menautkan alisnya. ‘Memangnya semahal itu, ya?’ batin Irene. Tak ingin mempertanyakan pada Reno. Irene mengambil ponselnya yang ia simpan di atas kasur. Lalu, ia membuka aplikasi m-banking dan mengirim sejumlah uang pada Reno.“Ya sudah aku transfer.” Kemudian ia menunjukkan ponselnya pada Reno. Memberi tahu kalau dia sudah mengirim uang se
“Reno! Kamu lagi apa?” Irene terkejut ketika melihat laki-laki itu sedang membuka lemarinya.“Hah?” Sontak Reno membalikkan badannya. Terkejut, karena mendapati sang pemilik kamar berdiri di ambang pintu. Mata hitamnya itu membulat, ia menggigit bagian bibir dalamnya. Perlahan, Reno menutup lemari yang ada di belakangnya.Irene berjalan mendekat ke arah Reno. “Kenapa kamu buka lemari aku?” tanya Irene.“Oh … i-itu,” gagap Reno.Irene mengintip ke belakang tubuh Reno. Lemari itu belum tertutup rapat. Dia bisa melihat laci yang di dalamnya tersimpan barang-barang berharga milik Irene terbuka.“Oh, jadi, kamu yang mengambil barang aku?&rdq
Juna mendadak panik, saat mendengar sedikit keributan dari seberang teleponnya. Saat inj sedang menelepon Bella, yang sudah ia ketahui identitas aslinya.“Bel, are you ok?” tanya Juna. Dia bisa mendengar percakapan Irene dengan seorang laki-laki. Yang akhirnya dia ketahui adalah Reno. “Oh, shit! Gawat,” resah Juna. Ia langsung menyambar kunci mobil yang disimpan pada rak. Kemudian dia bergegas menuju kosan Irene. Panggilannya dengan Irene pun tidak dimatikan. Juna bisa mendengar dengan jelas apa yang sedang mereka bicarakan. Keadaan pun semakin mendesak, dia segera menancapkan gas, melaju dengan kecepatan tinggi. “Irene, tunggu sebentar,” ucapnya sembari terus mengemudikan mobil di jalanan.Juna bisa mendengar dengan jelas rintihan dan isak tangis Irene. Ia juga bisa mendengar suara Reno yang mengancam gadis itu. Tak tahu pasti apa yang sedang mereka lakukan di sana. Namun, Juna berharap Tuhan masih memberikannya kesempatan untuk menyelamatkan Irene, tanpa terlambat. “Bangsat, Ren
Juna melangkahkan kakinya di lorong fakultas MIPA. Dia meniti tangga menuju lantai tiga, di mana tempat ketua departemen Ilmu Komputer berada. Dia sudah membuat janji dengan Zena, karena dia ingin memberikan pelajaran pada salah satu mahasiswanya.Zena yang tahu status Juna, dia pun tak bisa membantah. Ia juga tahu alasan Juna menggunakan kekuasaannya kali ini. Apa pun keputusan Juna, Zena sudah mengetahui dan mengizinkannya.“Selamat pagi, Pak Zena,” sapa Juna, saat dirinya memasuki ruang ketua departemen.“Oh, selamat pagi, Pak Juna.” Zena langsung beranjak dari kursi kebesarannya. Lalu menghampiri Juna dan menjabat tangannya, “saya sudah memanggil mahasiswa bersangkutan. Apa perlu ditemani?” tanya Zena.Juna
“Irene?” Gadis itu menaikan wajahnya, menatap Juna. “Aku sedang ada urusan di sini, Pak,” ungkapnya. Akhirnya Irene pun membuka mulut. Walau setelah menjawab pertanyaan Juna, dia kembali tertunduk. Hening sejenak, yang terdengar hanya suara kendaraan yang lalu lalang melintas di depan mini market. “Pak Juna,” panggil Irene. Juna hanya berdeham membalas panggilan Irene. Perlahan gadis itu menaikkan kepalanya lagi dan menatap Juna, “terima kasih,” ucapnya. Juna menarik kedua sudut bibirnya tipis. Namun, sedetik kemudian seseorang datang menghampiri mereka. Membuat Juna menoleh ke arahnya, dan mendapati seorang remaja laki-laki yang baru saja datang. “Kak Irene?” panggil seorang laki-laki, yang terlihat jauh lebih muda dari Juna. Juna yang melihat remaja laki-laki itu, tersenyum. Lalu senyuman itu dibalas oleh Irgie. “Lagi apa? Kok lama? Ini siapa?” bisik Irgie yang menghujani Irene pertanyaan.“Maaf, aku ketemu sama Pak Juna, jadi ngobrol sebentar,” ungkap Irene sambil mendongak.
Juna membawa mobil SUV hitamnya itu berhenti di sebuah rest area. Sebenarnya perjalanan Jakarta Bandung tidaklah panjang. Hanya saja Juna harus menjernihkan pikirannya sejenak.Mendapatkan pertanyaan seperti itu dari Irene, membuat Juna berpikir. Apakah harus dia utarakan sekarang tentang siapa dirinya? Dan alasan kenapa dia bisa ada di kosan Irene malam itu? Namun, sepertinya lambat laun pun pasti identitas Juna akan terbongkar. Seperti dia yang sudah bisa mengetahui identitas asli Bella. “Makan dulu,” ucap Juna, yang kemudian memberikan makanan fast food yang baru saja ia beli. “Terima kasih, Pak,” jawab Irene. Sebenarnya dia tidak terlalu lapar, tapi sudah terlalu sering Irene menolak pemberian Juna. “Kalau sedang tidak di tempat kerja, panggil saja Juna,” pintanya.Irene menggeleng. Dia merasa tidak enak memanggil pria yang umurnya terpaut jauh darinya, hanya dengan sebutan nama. “Ya sudahlah, gimana kamu saja.” Akhirnya Juna menyerah.Mereka mulai menghabiskan makanan yang b
Sebelum memasuki semester baru, para jajaran dosen dan staff departemen sejarah melaksanakan rapat. Untuk kali ini, Irene merasa ingin absen dari rapat. Dia masih belum siap untuk bertemu Juna.Setelah mengetahui fakta bahwa Jun adalah Juna. Irene dilanda kegelisahan dan overthinking. Ternyata orang yang selama ini dia puaskan adalah Juna. Dan, orang yang bisa membangkitkan sensasi aneh pada dirinya juga Juna. Rasanya dia ingin tenggelam di dasar samudera. Atau kemana pun, asal dia tidak bertemu dengan Juna. Namun, ada satu pertanyaan yang terlintas di benakIrene. Kenapa Juna melakukan hal seperti itu? Apakah alasan dirinya enggan memulai hubungan yang serius dengan seseorang itu hanya alasan saja? “Dia tuh ganteng, banyak yang naksir. Tapi kenapa harus begitu?” gumam Irene. Ia sedang merapikan perlengkapannya yang akan dia bawa saat rapat. Irene mengakui, kalau memang Juna itu tampan. Walau terkadang sikapnya dingin, tapi terkadang itu menjadi daya tarik tersendiri. “Siapa yang
Di hari liburnya, Irene harus bertemu dengan seseorang. Kondisinya lagi-lagi sedang membutuhkan uang. Apalagi dia harus segera mencari kosan baru. Karena sudah hampir satu bulan ini, dia menumpang di apartemen milik Zee. Pasca kejadian mengerikan itu, Irene memutuskan untuk pergi meninggalkan kosan yang sudah ia huni selama lebih dari empat tahun. Namun, dia tidak mendapatkan kosan yang harganya—minimal sama dengan kosan sebelumnya. Memang ada kosan yang harganya murah, tapi lokasinya terlalu jauh. Dia masih harus mengeluarkan ongkos untuk transportasi umum. “Sudah lama menunggu?” Suara seorang pria mengejutkan Irene yang sedang melamun. Kemudian pria itu duduk di depan Irene. “Tidak, Pak,” jawab Irene. Hari ini, Irene memang memiliki janji temu dengan Juna. Kemarin pria itu menawarkan pekerjaan untuk Irene. Awalnya sedikit ragu, tapi setelah dia menghitung-hitung kebutuhannya dengan sang adik. Tabungan Irene hanya cukup untuk bulan depan. “Jangan panggil Bapak, kalau sedang t