Share

110. GE-ER

Penulis: mayuunice
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-04 20:24:17

Benar saja dugaan Irene. Pria yang baru saja tiba di ruang staff administrasi dan memanggil nama Erlina adalah Juna. Pria yang tak ingin ia temu, tapi sedikit ia rindukan.

“Ya. Ada apa, Pak Juna?” tanya Erlina yang sedang membaca dokumen pemberian Mia.

“Boleh bicara sebentar? Ada yang ingin saya diskusikan,” ucap Juna.

“Silakan. Di sini saja, karena setelah ini saya harus meninggalkan fakultas,” ujarnya.

Kemudian Juna dan Erlina pun duduk di sofa ruangan tersebut. Sedangkan Irene terlihat beberapa kali mencuri pandang pada Juna. Sayangnya pria itu tidak melihat ke arah Irene barang sedetik pun.

“Ini tentang mahasiswi bernama Desi, Bu,” ucap Juna memulai percakapannya.

“Desi?” Erlina menautkan kedua alisnya, “oh, mahasiswi yang saya tolak tadi?” tanyanya.

Juna menganggukkan kepala. “Kebetulan pembimbing skripsinya saya, Bu. Dia memang terlambat mengirimkan draft ke penguji karena kesalahannya ada di saya,” terangnya.

Baru kali ini baik Erlina, Irene, mau pun Mia mendengar pengaku
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Naily Mahmuda
ikut jantungan bacanya,ngerasa kayak Irene,usahakan double up tiap harinya makasih...
goodnovel comment avatar
iris
asik doble up. makasih tor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   111. CAPEK TAPI ENAK

    “Hari ini aku belum denger suara kamu, loh!”Suara perempuan yang ada di seberang sana, terdengar manis. Irene bisa tahu, kalau perempuan ini bukanlah sembarang orang.“Halo, ma-maaf, Mbak. Saya staff kampus, kebetulan ponsel Pak Juna tertinggal di ruang staff administrasi. Saya sedang dalam perjalanan mengembalikannya,” ucap Irene.Jangan ditanya bagaimana hati Irene sekarang. Dirinya sendiri pun tak tahu apa yang sedang ia rasakan. Terlalu rumit untuk dijelaskan.“Oh, sorry, Mbak. Kalau gitu, nanti tolong sampaikan pada Juna untuk telepon balik, ya. Bilang pacarnya kangen gitu. Thank you,” pungkas wanita bernama Mey itu. Kemudian dia menutup panggilannya.Irene menarik ponsel dari daun telinganya. Dia merasa lemas sekarang.Dengan cepat, Irene menggelengkan kepala. Ia menarik napas dalam, guna mengumpulkan kekuatannya. Kemudian dengan terpaksa, dia melangkahkan kaki menuju ruang kerja J

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-05
  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   112. AKU AKAN BERUSAHA

    Juna terdiam ketika mendengar kalimat godaan yang baru saja dilontarkan lawan bicaranya. Jelas, Juna mengerti maksud Memey. Dia pun masih ingat, tentang aktivitas panas yang dulu pernah mereka lakukan. Bagaimana tidak, selama Juna berkuliah, Memey lah yang menemani dan menyalurkan hasrat milik pria tersebut. “Aku lagi bener-bener capek, Mey,” tolak Juna. Sebenarnya ada rasa penasaran walau hanya sedikit. Ya, mungkin sekitar lima persen. Hanya saja, Juna memilih untuk menolak, karena satu hal. Tiba-tiba saja dia terpikirkan Irene. Aktivitas melayani lewat saluran telepon, sudah lekat sekali dengan diri Irene. Tentu saja, karena gara-gara hal itu Juna dan Irene bisa saling mengenal. “Serius? Kamu nggak mau?” tanya Memey, “ya … memang, rasanya nggak seenak kalau kita melakukan langsung. Tapi aku berani jamin, rasa capek kamu hilang dalam sekejap,” tambahnya. Juna mengembuskan napas kasar. Dia sungguh belum merasa tertarik dengan apa yang dikatakan Memey. “Next time, ya. Beso

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-06
  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   113. SURVEI KE VILA

    “Ren, apakah besok kita bisa bertemu?” Ketika Irene sedang merasa sendiri, seolah tak ada orang yang mau menemaninya. Ternyata ada satu orang yang tiba-tiba mengajaknya untuk bertemu. Seketika seulas senyuman terlukis di bibir perempuan itu. Rasa khawatir akan kesendirian di hari spesialnya seketika sirna. “Ya? Ketemu? Mau ke mana?” tanya Irene. “Sebenarnya sih, aku mau minta tolong kamu temenin aku. Kira-kira kamu free?” tanyanya lagi. “Free, sih.” Karena Zee, Gita dan Irgie tak ada yang mau menemaninya. Alhasil besok Irene tidak memiliki agenda apa pun. “Tapi?” sahut laki-laki itu. “Nggak ada tapinya, sih, Ray,” timpal Irene. Jika kalian menduga yang menghubungi Irene adalah Juna. Maka jawabannya adalah salah besar. Mana mungkin Juna mau menghubungi Irene? Gadis itu berpikir bahwa Juna sudah tak lagi membutuhkannya. Pria itu sudah menemukan orang lain, yang bisa melengkapi kesendiriannya. “Oh, biasanya kalau diakhiri kata ‘sih’ itu ada tapinya,” kata Ray, “jadi kamu

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-09
  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   114. SURPRISE

    “Motormu ke mana?” tanya Irene, yang baru pertama kali melihat Ray membawa mobil.“Ada. Ini mobil minjem punya temen. Kalau ke Lembang pakai motor, takut hujan. Apalagi cuacanya udah agak mendung,” ujar Ray.Irene pun mengintip menatap langit. Memang benar, cuaca di luar sedang tidak cerah. Terkadang hujan pun datang tanpa pemberitahuan.“Btw, makasih, ya udah mau temenin. Aku ngajak temen seangkatan, tapi pada sibuk. Mentang-mentang aku koordinator logistik, jadi harus sama aku sendiri. Padahal maksudku biar ada orang yang kasih pandangan. Nanti kalau nggak sesuai sama mereka, misuh-misuh. Apalagi cewek, ribet banget, deh, kalau mereka udah nyerocos kayak keran ae. Berisik,” gerutu Ray.Baru pertama kali Irene

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-09
  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   115. HUBUNGAN DENGAN RAY

    Ctas!Suara konfeti yang meletus di dalam ruangan membuat Irene tersentak. Matanya sampai terpejam, dan dia memegang dadanya.“Happy Birthday!” seru beberapa orang yang ada di dalam ruangan.Mata Irene pun terbuka, lalu dia kembali terkejut. Pasalnya, di hadapannya, kini berdiri tiga orang yang sempat mengabari, kalau mereka tidak bisa hadir di sisinya untuk saat ini.Saking terkejutnya, Irene tak bisa berbicara sepatah kata pun. Dirinya masih tidak percaya kalau kedua sahabat dan adik satu-satunya ada di hadapannya.“Irene? Kamu baik-baik saja?” tanya Ray, yang nampak khawatir melihat Irene yang hanya bisa mematung.“Hah?” Irene pun mengerejap, seolah sadar dari lamunannya setelah Ray menyenttuh pundaknya.Kedua matanya itu kembali menatap tiga orang yang kini ada hadapannya.“Kenapa kalian ada di sini?” tanya Irene yang akhirnya membuka mulut, “bukannya kalian sedang ada urusan masing-masing?” imbuhnya yang masih tidak percaya.Irgie, sang adik, mengabari kalau dia sedang sibuk deng

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-15
  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   116. KECUPAN SINGKAT

    Juna baru saja memasuki mobil hitamnya. Namun, begitu pikirannya masih belum bisa fokus, seolah tertinggal di lobby apartemen.Beberapa menit yang lalu, Juna merasa yakin, kalau dia baru saja melihat Irene. Lebih tepatnya, dia berpapasan dengan gadis itu di depan lift. Dan, gadis itu tidak sendirian, tapi bersama dengan laki-laki yang menjadi mahasiswanya.Sudah dua kali, di hari yang sama, Juna melihta Irene bersama dengan Ray.“Shit! Mau apa mereka ke sini?” rutuk Juna sembari memukul kemudinya.Tadi Juna sempat berdiri di depan lift sedikit lebih lama. Mencoba memantau, lift tersebut berhenti di lantai mana. Namun, sayangnya, lift tersebut berhenti di beberapa lantai. Sehingga Juna tidak bisa mengetahui tujuan Irene dan juga Ray.“Apa yang akan mereka lakukan di sini?”Pikiran Juna berkelana jauh. Otaknya itu tidak bisa berpikir dengan jernih. Dia memikirkan kemungkinan terburuk, jika dua insan yang berbeda memasuki sebuah apartemen.Pria itu melirikkan pandangannya ke samping kiri

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-19
  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   117. TEROMBANG-AMBING

    “Ren, maaf … maaf aku bener-bener nggak sengaja. Aku terbawa suasana,” ucap Ray setengah berbisik.Mereka sedang berjalan meniti tangga lantai dua fakultas. Irene tak menanggapi, sedangkan Ray mencoba untuk mendapatkan permintaan maaf dari Irene.Malam itu, Ray merasa terbawa suasana. Sehingga tanpa sadar dia malah mengecup Irene. Serius itu hanya kecupan biasa, dan Ray pun segera tersadar beberapa detik kemudian.Namun, sayangnya setelah kejadian itu, wajah Irene langsung berubah. Air mukanya itu menunjukkan perasaan tidak suka dan tidak nymana. Pada akhirnya, mereka mengakhiri percakapan, dan Irene memutuskan untuk memasuki kamarnya.Saat pagi, Ray sudah tak mendapati Irene di apartemen yang disewanya. Gita berkata kalau gadis itu segera berangkat kerja. Dan itulah yang menjadi alasan Ray menunggu Irene di depan fakultas pagi-pagi seperti ini. Padalah kelasnya baru akan mulai nanti jam sepuluh.“Iya. Nggak usah dibahas lagi,” ucap Irene.Gadis itu terpaksa membuka mulutnya, karena a

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-21
  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   118. JANGAN MENUNGGU

    “Tidak usah memaksakan kalau kamu sama sekali belum siap, Ren,” ucap Gita pada panggilan telepon.Sudah hampir satu minggu berlalu sejak kejadian kemarin. Irene sendiri belum menghubungi Ray. Padahal beberapa kali Ray mengiriminya pesan, dan tentu Irene tak membalasnya.“Iya,” jawab Irene singkat.“Terus sama Pak dosen itu gimana? Kamu nggak ada niat untuk balik lagi, kan?” todong Gita.Karena sahabatnya ini sedikit memaksa, akhirnya Irene menceritakan apa yang terjadi antara dia dengan Juna. Namun, tentu saja Irene tidak menceritakan secara detail bagaimana rumitnya hubungan mereka berdua.Apalagi Irene tidak menceritakan kalau Juna adalah Jun. Karena Gita adalah orang yang sangat menentang Irene berhubungan dengan laki-laki bernama Jun itu.“Jangan pernah mau balikan sama cowok yang suka selingkuh,” cicitnya lagi.Benar, Irene beralasan kalau hubungan antara Juna dan Irene berakhir, karena pria itu selingkuh dengan perempuan lain. Karena tidak mungkin dia cerita hal yang sebenarnya

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-23

Bab terbaru

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   EKSTRA PART 5

    “Apa? Ada anak laki-laki yang menggoda anak perempuan Papa?” Tiba-tiba saja Juna datang dengan pakaian yang sudah lengkap. Dia langsung menghampiri anak dan istrinya. “Siapa dia, Nathan?” tanya Juna lagi. Nathan menoleh ke arah sang ayah, dia merasa memiliki teman sekarang. “Ada, Pa. Dia anak laki-laki di kelas sebelah. Nathan tidak suka Freya dekat dengan Farrel, karena laki-laki itu sering kali memberikan anak perempuan ikat rambut. Sudah jelas dia bukan laki-laki baik, kan, Pa?” ucap Nathan. “Wah, jelas. Dia bukan laki-laki yang baik. Dia dekat dengan semua perempuan. Bagus, Sayang, kamu harus melindungi adikmu.” Juna langsung mengelus puncak kepala Nathan. Sedangkan anak laki-lakinya itu tersenyum penuh kemenangan. Berbeda dengan Nathan yang merasa dibela oleh sang ayah. Freya terlihat matanya berkaca. “Papa kok membela Kak Nathan?” ucap Freya dengan suaranya yang bergetar, “padahal Papa bilang kalau kita harus menerima pemberian dan niat baik dari orang lain. Freya tahu kal

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   EKSTRA PART 4

    “Pa, sebaiknya Papa di rumah saja. Nanti Jessica akan mengirim kabar secepatnya,” ucap Jessica pada ayah mertuanya.Kini mereka sedang di rumah sakit. Tidak, tidak ada yang sakit, hanya saja ada seseorang yang hendak melahirkan.“Tidak, Papa tidak bisa menunggu di rumah dengan tenang. Papa sudah sangat menantikan cicit dari Juna,” jawab Jodi yang sedang duduk di kursi roda dan di temani dengan asisten pribadinya.Kesehatan Jodi tidak seprima sebelumnya. Namun, begitu dia sangat mengayomi Irene. Bahkan hampir setiap minggu Jodi selalu mendatangi kediaman Jessica. Karena selama Irene hamil, perempuan itu tinggal dengan ibu mertuanya.Kehadiran anak Juna dan Irene sangat ditunggu-tunggu oleh semua orang, bukan hanya ibu bapaknya saja. Hampir seluruh keluarga besar Juna dan Irene menantikan kelahiran mereka. Bahkan tak sedikit dari mereka yang bertaruh, anaknya akan mirip seperti Juna atau Irene.“Suami Bu Irene apa sudah

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   EKSTRA PART 3

    “Good evening, My Honey.”Irene masih diam bagaikan patung. Dia merasa sangat sangat terkejut dengan kedatangan Juna. Ya, benar Juna suaminya, kini ada di hadapan Irene.“Kaget, ya?” goda Juna.“Kamu kok ada di sini? Kapan berangkatnya?” tanya Irene dengan mulut sedikit menganga.“Kemarin kalau waktu Indonesia,” jawab Juna cepat, “aku nggak dipersilakan masuk?” tanyanya lagi.Irene mengerejap, dia benar-benar dibuat ternganga oleh kedatangan Juna yang sangat tiba-tiba.“Ah, iya. Ayok masuk, tapi kamar apartemenku kecil. Cuman tipe studio,” ucap Irene.Juna menggeleng. “Tidak apa. Asal bersamamu, tempat sekecil lemari pun aku merasa nyaman,” gombalnya.Irene mendengus, lalu sedikit mendelik. Karena tak banyak bahan makanan yang tersedia. Irene hanya memasak mie instan untuk suaminya.“Maaf aku cuman bisa kasih ini. Kalau kamu bilang, aku bisa prepare,” ucap Irene.“No problem, Honey. Kalau aku bilang, bukan surprise namanya.”Irene menghela napas, lalu memberikan semangkuk mie instan p

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   EKSTRA PART 2

    Atmosfer di kamar itu terasa sangat panas. Bahkan peluh dua insan manusia itu sudah melebur menjadi satu. Suara napas mereka saling berderu satu sama lain. Tak ketinggalan suara desahan demi desahan terdengar jelas keluar dari mulut sang perempuan muda.“Tahan, ini akan terasa sakit di awal,” ucap Juna sambil menatap kedua mata cokelat milik istrinya.Setelah pemanasan di kamar mandi, mereka pun kembali ke kamar, sesuai dengan permintaan Irene. Pasalnya Irene merasa tidak nyaman dan tidak leluasa. Apalagi dengan nol pengalaman yang dimiliki Irene.“Jun, aku takut,” rintih Irene. Namun, begitu rintihan itu terdengar seperti seseorang yang sedang menikmati nikmatnya dunia.“Tenang, kamu percayakan saja padaku,” kata Juna meyakinkannya. Kemudian dia mengecup kening istrinya.Irene pun mengangguk, walau perasaan takut kini mulai bisa ia rasakan. Dia sedikit ngeri ketika membayangkan sesuatu masuk ke dalam tubuhnya. Apalagi milik Juna terlihat sangat besar dan juga gagah. Apa bisa miliknya

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   EKSTRA PART 1

    “Silakan, Mas Juna kita sudah sampai,” ucap seorang sopir yang duduk di balik kemudi. Setelah acara pesta selesai, Juna dan Irene menuju sebuah hotel mewah di ibu kota. Mereka belum sempat menyusun acara bulan madu, karena besok Juna ada agenda penting yang tidak bisa ia tinggalkan. Ya, wajarlah, mereka menikah itu the power of dadakan. Ketika Irene sudah mengatakan bahwa dia akan kembali pada Juna. Hanya berselang satu minggu, Juna langsung mempersunting Irene. Bahkan untuk momen tunangan saja mereka melewati hal tersebut. Juna merasa sedikit khawatir, kalau saja Irene kembali berubah pikiran. Atau sebenarnya memang Juna sendiri sudah merasa tidak tahan dengan statusnya sebagai duda loyo? Tak hanya Juna yang memiliki agenda penting, Irene pun sama demikian. Dia harus kembali ke Inggris untuk sementara waktu. Menyelesaikan apa yang seharusnya dia selesaikan terlebih dahulu. “Selamat datang Pak Juna Atmadjadarma dan juga istri,” sambut seorang pria jangkung dan mempunyai tubuh gagah

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   144. PELABUHAN TERAKHIR (END)

    Juna merasa gelisah, karena dirinya khawatir tidak sempat untuk bertemu dengan Irene. Dirinya langsung keluar dari mobil SUV hitam dan langsung berlari memasuki bandara. Beberapa kali Juna harus menyalip beberapa kerumunan, dan dia terus meminta maaf. “Please, Tuhan. Semoga sempat,” batin Juna, yang tak pernah memperlambat langkahnya. Sampai di suatu titik di mana Juna melihat gadis yang sedang dicarinya sedang berlari dari arah yang berlawanan. Entah apa yang sedang gadis itu lakukan, tapi Juna merasa bersyukur karena masih diberikan kesempatan untuk bertemu dengannya. Juna rela meninggalkan rapat penting demi menyusul Irene. Dia tidak ingin kehilangan gadis itu untuk kesekian kalinya. Juna tidak bisa membiarkan Irene pergi meninggalkannya sendiri. Walau Juna siap menunggu Irene sampai kapan pun, tapi jika masih bisa untuk menahannya maka akan Juna lakukan. Gadis itu semakin dekat dengannya. Juna bisa melihat kalau Irene pun ikut memandangnya. Sedetik kemudian, Juna melihat kalau

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   143. WE MEET AGAIN

    Padang rumput yang sangat hijau kini menghiasi pandangan Irene. Bunga butercup terlihat menghiasi di atasnya. Kombinasi warna hijau dan hiasan berwarna kuning, begitu menyejukkan mata.Irene sedang berdiri di tengah-tengah padang rumput itu. Angin sepoi-sepoi sesekali menyibak rambutnya. Ia sesekali menyisir rambut hitamnya itu. Kemudian, tiba-tiba di ujung sana, Irene melihat sebuah objek yang membuat matanya menyipit untuk mengamati objek tersebut.“Mama? Papa?” gumam Irene kecil.Objek itu semakin jelas. Irene bisa melihat sosok kedua orang tuanya sedang memandang Irene dari kejauhan. Terlihat mereka tersenyum lebar, sembari tangannya terulur.“Mama! Papa!” teriak Irene, saat dirinya sudah yakin bahwa yang dilihatnya adalah sosok kedua orang tuanya.Dalam hitungan detik, Irene pun berlari mendekati kedua orang tuanya. Tanpa berpikir panjang, dia langsung memeluk mereka berdua.“Ma, Pa, aku kangen,” lirih Irene. Air matanya pun tumpah ruah seketika.“Kamu sudah besar, ya, Sayang,” b

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   142. TEH HANGAT

    Irene sedikit terkejut dengan apa yang baru saja terjadi padanya. Saat dirinya sedang berjalan mundur, tanpa sengaja dia menabrak nenek yang sudah tua dan renta, yang sedang membawa kayu bakar di punggungnya. Seketika kayu yang dibawa sang nenek berjatuhan. Dengan cepat Irene langsung berjongkok dan membantu sang nenek merapikan ranting dan juga kayu tersebut. “Nek, sekali lagi maafkan saya. Saya tidak sengaja,” ucap Irene dengan perasaan sangat bersalah. “Ndak papa, Nduk,” balas sang nenek yang sudah renta tersebut sambil menatap Irene dan tersenyum. “Biar saya yang bawa saja, Nek. Nenek tinggal di mana? Biar saya antarkan.” Merasa sangat bersalah, Irene pun berinsiatif menawarkan bantuan. “Tidak usah. Tidak apa-apa, rumah Nenek masih jauh,” balas sang Nenek. Irene mendesah, “Apalagi rumah Nenek jauh. Biar saya yang batu, ya, Nek. Nenek jangan menolak,” paksa Irene. Saking tidak mau ditolak bantuanya, Irene langsung menggendong kayu tersebut di punggungnya. Dia sedikit merin

  • Layanan Telepon Panas untuk Dosen Impoten   141. PERMOHONAN SEORANG IBU

    Entah sejak kapan Jessica ada di tempat itu. Namun, sekarang wanita yang sudah terlihat tua itu duduk di hadapan Irene. Mau tidak mau, Irene harus meluangkan waktu untuk sekedar mengobrol dengannya.“Apa kabar?” tanya Jessica membuka pembicaraan.“Baik, Tante,” jawab Irene sambil tersenyum canggung.Jessica pun balas melemparkan senyumannya. “Kamu tambah cantik saja. Gimana kerjaan di sana?” Wanita itu masih berbasa-basi.“Terima kasih banyak, Tante. Lumayan nyaman. Tante dan Om Justin bagaimana kabarnya?” tanya Irene.“Kabar kami baik, Ren.”“Tante, kenapa harus repot-repot datang ke mari?” tanya Irene dengan raut wajah yang sedikit kurang nyaman.Bukan, Irene bukan merasa kurang nyaman dengan Jessica. Melainkan, dia merasa sedikit tidak nyaman karena tiba-tiba saja Jessica ada di sini. Kota yang bisa dibilang lumayan jauh dari tempat tinggalnya.“Tante dapat kabar dari Irgie, kalau kamu pulang ke Indonesia. Jadi, Tante menyempatkan hadir. Tadinya Om Justin juga ingin datang, tapi ka

DMCA.com Protection Status