Bumi memberikan sebuah hadiah pada Gita, saat semua murid tidak berada di dalam kelas. Bumi memberikan sebuah Boneka kesukaan Gita, Semua adegan itu di saksikan oleh Geng Cui. Namun, Gita menolak pemberian dari Bumi dan langsung pergi. Di kantin sambil memesan makanan Gita terus memikirkan Bumi. Tiba-tiba Bumi datang dengan membawa boneka dan kotak bekal untuk di berikan kepada Gita. Gita terkejut dan pergi meningglkan temannya. Bumi mengikuti Gita dari belakang
Ketika di kelas kekesalan Gita memuncak dengan Prilaku Bumi yang membuatnya malu.
"Pak, bapak tidak punya malu ya.. memberi begini dengan saya?" kata Gita kesal.
"Ini bukan dari saya, tadi ada orang yang datang ke saya membawa ini," kata Bumi berbohong.
"Siapa? terus orang nya mana?" kata Gita merasa heran.
"Sebelum masuk kelas dia datang dan memberikan pada saya, Mungkin saja ini dari orang tua mu yang menitipkan ke orang lain atau kurir," kata Bumi berusaha untuk menjelaskan.
"Ya sudah sini!" kata Gita kesal.
Sedangkan Bumi bahagia karena hadiahnya telah diterima oleh Gita. Namun Gita tidak pernah tahu bahwa hadiah itu pemberian dari Bumi. Ketika bel berbunyi semua murid masuk kembali. Semua mata tertuju pada Gita.
Beberapa menit kemudian, mereka pulang. Ketika Gita keluar dari Sekolah, Bumi menghentikan langkahnya. Bumi mengajak Gita pulang bersama. Dengan rasa malu Gita tidak menerima tumpangan itu. Gita pergi secepat mungkin untuk menjauh.
Siang itu terasa panas, dia memilih untuk berjalan kaki. Tetapi kondisinya belum membaik. Itu membuatnya merasa pusing seperti terombang-ambing di Laut. Bumi sigap menolong Gita yang sudah lunglai.
"Sudah ayo, ikut aku! gak usah banyak bicara deh! mau pingsan disini! iya kalau pingsan aja! tapi kalau mati gimana?" kata Bumi Kesal.
Dengan terpaksa Gita mau pulang bersamanya. Ketika di dalam mobil
"Pak, bisa gak! bapak itu gak usah prilakunya begitu ke saya."
"Memang kenapa?" kata Bumi.
"Bapak itu memalukan tau!"
"Apa yang salah dari saya? Apa saya salah membantu murid saya?" kata Bumi sambil memberhentikan mobil.
"Salah...!" Kata Gita.
"Yasudah turun, saya tidak mau membawa murid yang tidak tau terima kasih."
Gita turun tanpa berkata apapun. Dia masih tercengang dengan perkataan yang keluar dari mulut seorang guru. Sedangkan Bumi pergi meninggalkan Gita. Akan tetapi diujung jalan, Bumi berhenti dan melihat Gita yang masih berdiri dipinggir jalan sendirian. Sekesalnya Bumi dengan sikap Gita. Bumi masih ada perasaan kasihan.
Gita berjalan perlahan-lahan menuju rumahnya. Sesampai di rumah, Gita masuk tanpa berkata apapun. Sedangkan Bumi merasa lega bahwa Gita sampai ke rumah dengan aman.
Gita merenung di kamarnya. Memikirkan tentang sikap Bumi. Di dalam benaknya dia merasa bersalah telah bersikap yang tidak baik. Namun disisi lain dia juga merasa bahwa sikapnya itu benar dan tidak menyakiti hati siapapun.
Sunyi sepi waktu telah berganti malam. Gita keluar rumah bermaksud membeli makanan di dekat rumahnya. Ketika kembali Gita di hadang oleh lima preman yang membawa senjata tajam. Menodongkan pisau kearah Gita sambil berkata"Serahkan handphone dan gelang mu, cepat!!!!" Bentak preman.
"Apa-apaan kalian? kalau saya gak kasih, kalian mau apa?" Ujar Gita sambil menyembunyikan barang berharganya.
"Jangan salahkan kami, kalau wajah cantik mu akan hilang, hahaha."
Mereka mengelilingi Gita, hingga tidak dapat berbuat apapun. Merampas handphone bahkan gelang emas di tangan kanannya. Pipinya tergores oleh benda tajam. Preman kabur ketika Bumi melihat kejadian itu. Bumi cepat menelepon Polisi untuk menangkap pelakunya.
Luka yang di alami Gita cukup serius. Pergelangan Tangannya membiru akibat tarikan dan gengaman preman itu. Bumi segera melarikan Gita ke rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, Gita dapat penanganan yang baik. Bumi memberi nasehat padanya.
"Sebaiknya di rumah saja, anak perempuan tidak baik bila keluar malam."
"Cuma mau beli makanan," Sahut Gita dengan nada pelan.
"Bisa pakai ojek online kan," Kata Bumi.
"Tidak jauh, buat apa pakai ojek online?" Tanya Gita.
Mereka berdebat kecil di rumah sakit. Gita diberi rawat jalan oleh Dokter. Seminggu sekali Gita harus balik ke rumah sakit untuk di periksa. Bumi mengantarnya pulang menggunakan mobil. Bumi memberi nomer telepon kepada Gita. Bermaksud apabila Gita memerlukan bantuan Bumi siap untuk menolong.
Sampailah di depan rumah Gita. Gita mengucapkan terima kasih pada Bumi yang telah membantunya. Bagai angin topan, Bumi tidak percaya perkataan itu keluar dari seorang Gita. Bumi hanya tersenyum bahagia.
Ketika paginya Bumi segera berangkat ke sekolah. Kebahagian yang terpancar di wajahnya, membuat semua murid bahkan guru-guru di sekolah merasa aneh. Bel telah berbunyi Gita tidak ada di dalam kelas. Bumi bertanya pada temannya, namun tidak ada yang tau kemana Gita. Ketika istirahat Bumi menelepon di telepon rumahnya. Akan tetapi, tidak ada yang menjawab.
Sepulang sekolah Bumi berserta teman Gita pergi ke rumahnya. Mereka mengetuk bahkan membunyikan bel. Namun tidak ada yang keluar. Seorang tetangga memberitahu bahwa Gita telah dilarikan ke rumah sakit. Mereka segera pergi ke rumah sakit yang telah diberitahu. Sesampai di rumah sakit mereka melihat Gita di ruang ICU. Akan tetapi mereka tidak melihat orang tua Gita. Bumi bertanya pada salah satu suster.
"Sus, orang tua Gita kemana?"
"Tidak tahu pak! yang mengantarkan pasien bukan orang tuanya melainkan bapak yang disana," Sambil menunjuk salah satu pengunjung rumah sakit.
"Terima kasih."
Bumi mendatangi bapak-bapak yang mengantarkan Gita. Melihat wajah itu, Bumi kaget ternyata dia adalah ayah Bumi.
"Yah, ayah yang antar Gita?" Ucap Bumi terkejut.
"Loh, kamu kenal anak itu?" Sahut ayah Bumi tercengang.
"Iya yah! dia anak pak Suprapto dan ibu Mila."
Ayah Bumi terkejut dengan pengakuan Bumi. Sekian lama tidak berjumpa, akan tetapi bertemu dengan keadaan seperti itu. Bumi menceritakan semua yang tengah dialami Gita.
Kondisi yang semakin memburuk. Orang tua yang tidak dapat dihubungi. Membuat Bumi khawatir dan cemas dengan keadaan Gita yang sangat lemah. Pikiran Bumi bercampur menjadi satu. Dia takut akan kehilangan seorang yang berarti dalam hidupnya. Pagi, siang dan malam ia selalu menunggu di depan ruangan. Agar dia tidak terlewat sedetikpun dengan perkembangan Gita. Kesehatannya pula tidak dia perdulikan. Dipikirannya hanyalah Teman kecilnya itu.
Keadaan Gita hari demi hari semakin memburuk. Makanan pun tak dapat masuk ke mulutnya. Dokter telah pesimis akan keadaan Gita yang tak kunjung berubah. Kedua orang tuanya belum juga datang. Bumi menyalakan televisi, berita nya sangat mengejutkan. Pesawat yang di naiki kedua orang tua Gita mengalami kecelakaan. Pesawat itu jatuh di laut lepas. Badan pesawat tidak tersisa. Banyak korban berjatuhan salah satunya kedua orang tua Gita. Bumi pergi ke kantor polisi untuk mendapatkan berita yang lebih akurat. Bahkan Bumi menanyakan nama-nama korban. Betapa terkejutnya nama kedua orang tua Gita ada di daftar korban. Korban yang di tulis adalah korban yang tidak selamat. Bumi mengurus pemakaman orang tua Gita. Selama pemakaman Bumi begitu gelisah. Dia bingung apa yang harus ia katakan pada Gita. Setelah Pemakanan selesai Bumi pergi ke rumah sakit. Betapa terkejutnya Bumi melihat Gita telah sadar dari kritisnya. Gita menanyakan keberadaan teman dan orang tuanya. Bum
Kondisi keluarga Bumi tidak begitu baik. Sawah dan ladangnya tak berkembang. Hewan ternaknya pun banyak yang mati. Keluarganya bisa makan atas pemberian orang tua Gita. Kebun, sawah dan perternakan keluarga Gita percayakan pada Bumi sekeluarga. Mereka berbagi hasil untuk hasil panen. Namun apalah daya ayah Bumi memiliki sikap serakah. Dia ingin memiliki semua harta keluarga Gita. Sedemikian rupa ayah Bumi merencanakan kejadian itu. Sehingga harta keluarga Gita habis olehnya. Bumi yang masih berusia 14 tahun ikut perintah sang ayah.***Selang waktu tiga tahun berlalu. Keluarga Gita bangkit dari keterpurukan mereka. Gita tidak lagi bermain dengan Bumi. Karena Bumi telah pergi dari kampung halamannya. Orang tua Gita membangun semua pabrik roti. Perkebunan kembali mereka dirikan. Sedikit demi sedikit mereka menjadi orang terkaya di kampung halamannya.Usia Gita saat itu sudah menginjak 13 tahun. Suatu ketika Gita ke kebun disana dia bertemu dengan pak M
"Leb..bi, apa di...a di...de..pan?" tanya Gita dengan terbatah-batah. “Ada di luar! Kenapa sih kalian ini seperti kucing dan tidur?” jawab Lebbi. “Di...a! ja...hat!” ucap Gita. Lebbi menghela napas panjang. Dia telah mengetahui perkara yang dialami Gita dan Bumi. Lebbi menyuapi Gita dengan makanan yang dibawa oleh Bumi. Setelah selesai Gita beristirahat dan Lebbi keluar dari ruangan. “Gimana Leb? Gita mau makan kan?” tanya Bumi. “Mau..! saya heran sama bapak! Kenapa sih bapak segitu pedulinya sama Gita? Padahal dulu bapak yang buat dia hancur!” kata Lebbi nyeletuk. “Iya itulah! Kesalahan terbesar saya pada dia.” “Bapak, pernah berpikir tidak! gimana ketika dia menikah? Apa yang dikatakan suaminya ke Gita? Seorang wanita yang di nikahi, namun telah menjadi seperti rongsokan.” “Ya, saya mengerti maksud mu!” “Seorang laki-laki tidak akan ada bekas nya, bagaimana anda bisa mengerti ucapan saya?” kata Gita lalu pergi
"Ayo-ayo makan!, mumpung masih hangat," kata Bumi. "Wah! Wah! , ada acara apaan nih? Banyak banget makanannya!" ucap Lebbi. "Ya, anggap saja!, sebagai tanda terima kasih saya pada kalian," sahut Bumi. "Biasa, guru lebai ya begitu guys..!" ujar Gita. "Ya sudah, ayo-ayo di makan jangan di pandangi saja!" kata Bumi. Mereka pun makan bersama. Suasana hangat yang telah membaur di diri mereka terutama Gita dan Bumi. Mereka juga menonton film horor. Gita sangat takut akan film horor tersebut, sehingga membuatnya hanya berdiam diri sambil menutup matanya dengan bantal sofa. Sangking takut nya Gita tidak sadar bahwa tangan nya telah memegang tangan Bumi dengan kencangnya. Karena keisengan teman-temannya tidak ada duanya. Rui mengagetkan Gita dengan kostum hantu. Seketika kaki Gita bergerak dan badan nya loncat hingga melompati tubuh Bumi. Ia menangis memeluk Bumi di hadapan teman-tem
Seorang siswi SMA berusia 17 tahun bernama Langita, biasanya dipanggil Gita. Berparas cantik, berambut panjang dan hitam. Matanya sipit dan berkulit putih. Banyak orang beranggapan Gita keturunan Cina, padahal bukan. Ia sebenarnya cewek Jawa. Orang tuanya adalah asli orang jawa. Biasanya orang jawa identik berkulit sawo matang atau kuning langsat. Mereka pindah ke Jakarta saat Gita berusia lima tahun. Sejak itu, sesekali Gita dan keluarganya menyempatkan ke Jawa kampung halaman. Itu sebabnya, Gita bahkan lupa bahasa jawa. Orang tuanya memang kadang mengajarkannya bahasa jawa, tapi Gita lebih banyak bicara dengan teman-temannya dengan bahasa indonesia ala jakarta dengan elo dan gue. Dapat dikatakan Ia cewek Metropolis.Gita duduk dibangku SMA tepatnya Di kelas 11. Gita anak yang sangat rajin, rajin di marahi oleh guru akan sikapnya. Gita bisa dibilang anak yang kurang displin dalam pelajaran. Terkadang ia sering Bolos dengan teman-temannya. Ia juga sering mendapat surat
Sore berganti malam, malam itu hujan begitu deras. Anginnya sampai tidak terkendalikan. Orang tua Gita belum juga pulang dari kantor. Gita menghubungi orang tuanya namun tidak di jawab. Beberapa menit kemudian, chat dari mamanya muncul dan berkata”Git, mama dan papa pulang terlambat, karena terjebak banjir jadi mama sama papa di kantor dahulu sampai banjirnya surut.”Gita hanya berdua dengan pembantu rumah tangga. Tiba-tiba handphone berbunyi, panggilan dari Lebbi.“Hai,git, lagi ngapain lo?” kata Lebbi dengan senyum.“Biasa, begini-begini aja apalagi?”“Eh, sudah tanya nyokap lo gak soal yang tadi.”“Belum, nyokap sama bokap gue kejebak banjir jadi belum bisa pulang kantor.”“Oh gitu! Muka lo kenapa sih? Kok, kaya begitu.”“Gue lagi kesel aja, sama guru killer itu, terus juga sama ini, nih!”“Apa-apa....?”“Di IG gue, a
Bumi masuk ke dalam kelas, dia mengumumkan bakti sosial akan segera dilaksanakan. Siswa dan siswi mempersiapkan perlengkapan yang akan dibutuhkan. Bus sudah bersiap menyalakan mesin. Mereka keluar dengan wajah yang bahagia. Gita hanya duduk di dalam kelas, menunggu waktu rencana itu akan berhasil. Mereka semua naik ke dalam bus. Tidak perlu waktu lama tiba-tiba terjadi hal yang mengejutkan. Bus yang mereka naiki, tiba-tiba mengalami pengasapan mesin. Sehingga, mereka terhambat untuk pergi. Bus tersebut akan di perbaiki dalam jangka waktu yang sangat lama.Rencana mereka gagal dan di tunda. Gita di dalam kelas hanya tersenyum jahat. Mereka semua masuk kembali ke dalam kelas. Kemudian, belum sempat Bumi duduk terjadi kehebohan lagi, bahwa Laboratorium sekolah mengalami kebakaran. Semua panik dan keluar sekolah. Sementara, Bumi secepat mungkin menghubungi pemadam kebakaran. Gita dengan tenang, keluar kelas dan menuju ke kerumunan siswa siswi yang takut di lapangan sekolah.
Waktu istirahat telah berakhir. Semua Siswa dan Siswi kembali ke kelas mereka masing-masing. Gita tidak terlihat saat di kelas. Teman-temannya khawatir akan hal itu, mereka izin untuk mencari Gita. Sekian lama mencari Gita, mereka menemukan Gita tengah terbaring di lantai perpustakaan dengan tangan yang berdarah. Temannya panik dan memanggil guru untuk membantu. Gita dibawa ke rumah sakit untuk diperiksa. Bumi dan temannya mengantar Gita ke rumah sakit. Gita hampir saja meregang nyawa di perpustakaan.Sekian lama menunggu dokter keluar dari ruang UGD. Mereka semua menunggu hingga lupa memberitahu orang tua Gita. Bumi langsung menghubungi orang tuanya."Permisi bu! maaf saya harus memberitahu kabar buruk dari Gita, Gita sedang berada di rumah sakit, mohon ibu dan bapak bisa datang ke Rumah Sakit Asih."Sekitar beberapa menit orang tua Gita datang. mereka cemas, khawatir, panik dan sedih mendengar keadaan Gita. Selang sejam kemudian, dokter akhirnya keluar d
"Ayo-ayo makan!, mumpung masih hangat," kata Bumi. "Wah! Wah! , ada acara apaan nih? Banyak banget makanannya!" ucap Lebbi. "Ya, anggap saja!, sebagai tanda terima kasih saya pada kalian," sahut Bumi. "Biasa, guru lebai ya begitu guys..!" ujar Gita. "Ya sudah, ayo-ayo di makan jangan di pandangi saja!" kata Bumi. Mereka pun makan bersama. Suasana hangat yang telah membaur di diri mereka terutama Gita dan Bumi. Mereka juga menonton film horor. Gita sangat takut akan film horor tersebut, sehingga membuatnya hanya berdiam diri sambil menutup matanya dengan bantal sofa. Sangking takut nya Gita tidak sadar bahwa tangan nya telah memegang tangan Bumi dengan kencangnya. Karena keisengan teman-temannya tidak ada duanya. Rui mengagetkan Gita dengan kostum hantu. Seketika kaki Gita bergerak dan badan nya loncat hingga melompati tubuh Bumi. Ia menangis memeluk Bumi di hadapan teman-tem
"Leb..bi, apa di...a di...de..pan?" tanya Gita dengan terbatah-batah. “Ada di luar! Kenapa sih kalian ini seperti kucing dan tidur?” jawab Lebbi. “Di...a! ja...hat!” ucap Gita. Lebbi menghela napas panjang. Dia telah mengetahui perkara yang dialami Gita dan Bumi. Lebbi menyuapi Gita dengan makanan yang dibawa oleh Bumi. Setelah selesai Gita beristirahat dan Lebbi keluar dari ruangan. “Gimana Leb? Gita mau makan kan?” tanya Bumi. “Mau..! saya heran sama bapak! Kenapa sih bapak segitu pedulinya sama Gita? Padahal dulu bapak yang buat dia hancur!” kata Lebbi nyeletuk. “Iya itulah! Kesalahan terbesar saya pada dia.” “Bapak, pernah berpikir tidak! gimana ketika dia menikah? Apa yang dikatakan suaminya ke Gita? Seorang wanita yang di nikahi, namun telah menjadi seperti rongsokan.” “Ya, saya mengerti maksud mu!” “Seorang laki-laki tidak akan ada bekas nya, bagaimana anda bisa mengerti ucapan saya?” kata Gita lalu pergi
Kondisi keluarga Bumi tidak begitu baik. Sawah dan ladangnya tak berkembang. Hewan ternaknya pun banyak yang mati. Keluarganya bisa makan atas pemberian orang tua Gita. Kebun, sawah dan perternakan keluarga Gita percayakan pada Bumi sekeluarga. Mereka berbagi hasil untuk hasil panen. Namun apalah daya ayah Bumi memiliki sikap serakah. Dia ingin memiliki semua harta keluarga Gita. Sedemikian rupa ayah Bumi merencanakan kejadian itu. Sehingga harta keluarga Gita habis olehnya. Bumi yang masih berusia 14 tahun ikut perintah sang ayah.***Selang waktu tiga tahun berlalu. Keluarga Gita bangkit dari keterpurukan mereka. Gita tidak lagi bermain dengan Bumi. Karena Bumi telah pergi dari kampung halamannya. Orang tua Gita membangun semua pabrik roti. Perkebunan kembali mereka dirikan. Sedikit demi sedikit mereka menjadi orang terkaya di kampung halamannya.Usia Gita saat itu sudah menginjak 13 tahun. Suatu ketika Gita ke kebun disana dia bertemu dengan pak M
Keadaan Gita hari demi hari semakin memburuk. Makanan pun tak dapat masuk ke mulutnya. Dokter telah pesimis akan keadaan Gita yang tak kunjung berubah. Kedua orang tuanya belum juga datang. Bumi menyalakan televisi, berita nya sangat mengejutkan. Pesawat yang di naiki kedua orang tua Gita mengalami kecelakaan. Pesawat itu jatuh di laut lepas. Badan pesawat tidak tersisa. Banyak korban berjatuhan salah satunya kedua orang tua Gita. Bumi pergi ke kantor polisi untuk mendapatkan berita yang lebih akurat. Bahkan Bumi menanyakan nama-nama korban. Betapa terkejutnya nama kedua orang tua Gita ada di daftar korban. Korban yang di tulis adalah korban yang tidak selamat. Bumi mengurus pemakaman orang tua Gita. Selama pemakaman Bumi begitu gelisah. Dia bingung apa yang harus ia katakan pada Gita. Setelah Pemakanan selesai Bumi pergi ke rumah sakit. Betapa terkejutnya Bumi melihat Gita telah sadar dari kritisnya. Gita menanyakan keberadaan teman dan orang tuanya. Bum
Bumi memberikan sebuah hadiah pada Gita, saat semua murid tidak berada di dalam kelas. Bumi memberikan sebuah Boneka kesukaan Gita, Semua adegan itu di saksikan oleh Geng Cui. Namun, Gita menolak pemberian dari Bumi dan langsung pergi. Di kantin sambil memesan makanan Gita terus memikirkan Bumi. Tiba-tiba Bumi datang dengan membawa boneka dan kotak bekal untuk di berikan kepada Gita. Gita terkejut dan pergi meningglkan temannya. Bumi mengikuti Gita dari belakangKetika di kelas kekesalan Gita memuncak dengan Prilaku Bumi yang membuatnya malu."Pak, bapak tidak punya malu ya.. memberi begini dengan saya?" kata Gita kesal."Ini bukan dari saya, tadi ada orang yang datang ke saya membawa ini," kata Bumi berbohong."Siapa? terus orang nya mana?" kata Gita merasa heran."Sebelum masuk kelas dia datang dan memberikan pada saya, Mungkin saja ini dari orang tua mu yang menitipkan ke orang lain atau kurir," kata Bumi berusaha untuk menjelaskan."Ya s
Keesokan paginya Gita bangun dan turun dari tempat tidur. Dia berjalan mengelilingi rumah sakit dengan membawa infusan. Gita Merasa aneh dengan badannya. Tulang Belakangnya terasa sakit saat berjalan. Gita terjatuh dan kepalanya terbentur pinggiran keramik dan itu membuat kepalanya berdarah. Suster yang Melihat langsung menolong Gita yang tergeletak. kepala Gita harus segera dijahit karena luka yang cukup lebar. Orang tuanya segera datang dan melihat keadaan Gita. Bumi pun datang dengan tergesa-gesa. Kondisi yang belum begitu pulihlah yang membuat semua itu terjadi. Namun, setelah selesai dijahit Gita tetap ingin pergi dari rumah sakit. Gita merasa bosan hanya berdiam diri di dalam kamar tanpa melakukan kegiatan apapun.Dengan sangat terpaksa, orang tuanya membolehkan dirinya untuk beristirahat di rumah. Namun, harus tetap selalu kontrol kesehatan.Sesampainya di rumah Gita meminum obat dan beristirahat. Teman-temannya yang mengetahui kepulangan Gita, langsung me
Mereka berusaha membangunkan Gita dari komanya. mengajaknya berbicara, bermain bahkan melakukan hal konyol. Namun, Gita belumlah sadar dari komanya.Keesokan Paginya, Bumi mendatangi Gita kembali. Mengajaknya berbicara dan menggerakan tangannya."Git, dulu kamu strong! kenapa kamu sekarang begini? lemah! kamu sekarang tidak perlu membantu aku untuk menaklukkan anak brandalan, aku sudah jadi mahasiswa yang tangguh dan kuat, bahkan jadi guru killer. Git,bangun! kamu tidak Bosan tidur terus, kamu tidak mau ngerjain aku lagi? ngerusakin mobil ku, atau mungkin buat aku di pecat? Git, bangun! teman-teman mu sudah nunggu kamu di sekolah, mereka hari ini mau ujian sekolah, Astaga,Git! aku pergi dulu ya! nanti aku kesini lagi, bye!"Bumi segera pergi, karena dia sadar bahwa hari ini, adalah hari pertama ujian sekolah. Begitu sampai di sekolah, Dia langsung masuk ke kelas dan membagikan soal ujian. Setiap kertas Ujian dia sisihkan untuk Gita. Ketika Ujian pert
Waktu istirahat telah berakhir. Semua Siswa dan Siswi kembali ke kelas mereka masing-masing. Gita tidak terlihat saat di kelas. Teman-temannya khawatir akan hal itu, mereka izin untuk mencari Gita. Sekian lama mencari Gita, mereka menemukan Gita tengah terbaring di lantai perpustakaan dengan tangan yang berdarah. Temannya panik dan memanggil guru untuk membantu. Gita dibawa ke rumah sakit untuk diperiksa. Bumi dan temannya mengantar Gita ke rumah sakit. Gita hampir saja meregang nyawa di perpustakaan.Sekian lama menunggu dokter keluar dari ruang UGD. Mereka semua menunggu hingga lupa memberitahu orang tua Gita. Bumi langsung menghubungi orang tuanya."Permisi bu! maaf saya harus memberitahu kabar buruk dari Gita, Gita sedang berada di rumah sakit, mohon ibu dan bapak bisa datang ke Rumah Sakit Asih."Sekitar beberapa menit orang tua Gita datang. mereka cemas, khawatir, panik dan sedih mendengar keadaan Gita. Selang sejam kemudian, dokter akhirnya keluar d
Bumi masuk ke dalam kelas, dia mengumumkan bakti sosial akan segera dilaksanakan. Siswa dan siswi mempersiapkan perlengkapan yang akan dibutuhkan. Bus sudah bersiap menyalakan mesin. Mereka keluar dengan wajah yang bahagia. Gita hanya duduk di dalam kelas, menunggu waktu rencana itu akan berhasil. Mereka semua naik ke dalam bus. Tidak perlu waktu lama tiba-tiba terjadi hal yang mengejutkan. Bus yang mereka naiki, tiba-tiba mengalami pengasapan mesin. Sehingga, mereka terhambat untuk pergi. Bus tersebut akan di perbaiki dalam jangka waktu yang sangat lama.Rencana mereka gagal dan di tunda. Gita di dalam kelas hanya tersenyum jahat. Mereka semua masuk kembali ke dalam kelas. Kemudian, belum sempat Bumi duduk terjadi kehebohan lagi, bahwa Laboratorium sekolah mengalami kebakaran. Semua panik dan keluar sekolah. Sementara, Bumi secepat mungkin menghubungi pemadam kebakaran. Gita dengan tenang, keluar kelas dan menuju ke kerumunan siswa siswi yang takut di lapangan sekolah.