“Mas, lihat Ibu,” lirih Anin seraya menepuk lengan Harris, perempuan itu kemudian menunjuk ke arah Nyonya Besar itu. Harris menggerakkan kepalanya mengikuti arah petunjuk Anin. Sang Ibu yang berdiri tak jauh dari mereka sedang menatap ke sudut kanan.Entah apa dan siapa yang dilihat olehnya, nyatanya Harris tak menemukan hal menarik. Karena tak ingin penasaran, ia pun bertanya pada sang Ibu.“Ibu lihat apa di sana?” tanya Harris.“Tadi Ibu lihat ada mobil yang mirip dengan mobil ayahmu,” jawabnya.“Mobil seperti milik ayah banyak bu, aku yakin ayah tak akan menyusul ke mari.”“Agar meyakinkan lebih baik Ibu telpon ke rumah saja,” usulnya. Perempuan paruh baya itu lantas menghubungi telepon rumahnya, tak berselang lama terdengar suara sahutan di seberang. Nyonya Besar itu segera mengajukan pertanyaan pada asisten rumah tangganya.“Tuan masih di rumah Nyonya, mobilnya pun masih terparkir di depan,” jawab pembantu tersebut.“Yasudah kalau begitu,” sahutnya. Nyonya Setya lantas mematikan
“Bukannya tidak boleh Bu, hanya saja kami akan melakukannya berdua. Mengulang masa pacaran kami yang singkat,” kilah Harris, yang sebenarnya adalah lelaki itu takut latar belakang Anin diketahui oleh ibunya. Termasuk tentang mereka yang belum menikah.“Ibu mengerti hal itu, memang seharusnya kalian memiliki waktu berdua yabegng banyak. Tetapi sesekali boleh dong Ibu jalan bareng menantu Ibu,” ujar perempuan paruh baya itu.“Tentu saja Bu, Anin juga mau kok pergi bareng Ibu,” ujar Anin, akhirnya ia buka suara juga. Harris membulatkan matanya mendengar hal tersebut, sedangkan perempuan itu mencoba meyakinkan Harris lewat raut wajahnya.“Baiklah kalau begitu, nanti kita cari waktu yang tepat untuk belanja dan makan siang bersama ya,”Tak ada lagi percakapan di antara mereka, karena Anin, Bhima dan Ibu Harris sudah terlelap tidur padahal Bru setengah perjalanan. Sedangkan Harris tak bisa ikut tidur, ia terus memantau kondisi perusahaannya melalui ponselnya.Damar memberi tahu sang atasan
“Benar Nyonya, mobil sedan putih,” ulang sang asisten tersebut. Nyonya Besar tampak menganggukkan kepalanya beberapa kali“Bukankah kita tadi melihat mobil itu sewaktu mengisi bahan bakar,” celetuk Anin. Semua mata sekarang tertuju pada perempuan itu, Harris membuat sinyal dengan mengerutkan wajahnya. Seketika Anin merasa jika dirinya salah berbicara.“Bisa jadi, Nin. Bisa jadi mobil yang kita lihat tadi menjemput ayah untuk ikut bersamanya,” timpal Ibu Harris. “Kita anggap masalah sudah selesai, jangan membahas hal itu lagi. Mungkin saja ayah ingin jalan-jalan tanpa kita,” lanjutnya.“Mungkin juga ayah sedang merencanakan hal lain,” pikir Harris.Karena sang Nyonya sudah mengatakan hal tersebut, baik Anin dan Harris kemudian kembali naik menuju kamarnya. Masing-masing dari mereka menyimpan sebuah pemikiran yng hendak diutarakan.&nbs
“Saya menduga jika suami saya menjalin hubungan dengan perempuan lain, perempuan yang kami kenal dan dekat dengan keluargaku,” ujar Nyonya Setya kepada pengacaranya disambungan telepon.“Atas dasar apa anda menuduh Pak Setya berselingkuh?” tanya lelaki ahli hukum tersebut.“Saat ini memang tak ada bukti konkritnya tetapi asisten rumah saya bisa dijadikan saksi,” jawab Nyonya Besar itu. Sang pengacara merespon aduan kliennya dengan mengatakan bahwa mereka membutuhkan bukti yang kuat dan saksi kunci agar proses perceraian bisa diproses.“Baiklah Pak, saya akan mengumpulkan bukti dan saksi,” ujar Ibu Harris mengakhiri panggilan teleponnya. Meski sekarang ia tak memiliki semua yang diperlukan untuk mengajukan gugatan cerai namun Nyonya Setya yang memiliki nama asli Sekar Ranti itu tak berkecil hati. Ia dengan sabar menunggu waktu itu tiba.Lain sang Ibu lain pula dengan sang anak, Harris yang sudah selesai mandi dan berganti baju duduk di sofa. Ia sibuk melihat ke arah pacar barunya itu y
Karena penasaran, Anin pun segera turun ke bawah. Seketika perempuan itu lmendekati Harris dan bertanya tentang masakannya.“Enak kok sayang, jangan khawatir,” kata Harris menenangkan Anin.“Pasti kamu melihat ayah ya,” tanya Ibu Harris, Anin menganggukkan kepalanya, tebakan wanita paruh baya itu benar. “Jangan pikirkan tentang ayah, Nin. Lebih baik kamu segera duduk dan makan msakan buatanmu,” lanjutnya.“Baik Bu,” sahut Anin. Perempuan itu lantas mengambil piring dan nasi berserta lauk pauknya kemudian duduk di sebelah Harris. Ia mulai suapan pertamanya, lidahnya merasakan makanan tersebut dan ternyata benar, rasanya tak seburuk yang ia kira.Mereka menghabiskan makanannya sembari mengobrol tentang banyak hal, pembuka topik pembicaraan adalah Harris. Berbeda dengan anak dan istrinya, Tuan Setya duduk di ruang kerjanya dengan menahan lapar. Sebenarnya ia menyukai masakan Anin tetapi entah mengapa ia gengsi untuk makan bersama mereka.“Terpaksa menunggu sampai mereka selesai makan,” g
“Masih ada yang ingin mbak Anin katakan?” tanya sang perempuan tua itu pada Anin. “Jika tidak ada saya rasa mbak Anin segera kembali ke kamar, takut dicari mas Harris,” lanjutnya sembari menggoda Anin. Si Ibu muda itu tersenyum malu, ia meletakkan gelasnya kemudian pamit kembali tidur.Langkah Anin begitu cepat hingga dalam waktu sebentar ia sudah sampai di kamarnya. Harris terbangun arena mendengar bunyi pintu yang tertutup, lelaki lantas bertanya“Dari dapur karena aku haus, Mas,” jawab Anin sembari berjalan menuju ranjangnya.“Kamu tidak bisa tidur ya?” tanya Harris.“Aku? Aku bisa tidur kok, Mas. Kamu takut aku tidak bisa tidur ya?” kata Anin. “Atau jangan-jangan kamu yang tidak bisa tidur, Mas. Aku menganggu tidurmu ya,” cerocos Anin. Harris menggelengkan kepalanya, ia mengatakan jika dirinya sama sekali tak terganggu.
“Tentu saja boleh, Ayah,” kata Anin seraya melepaskan gendongan Bhima. “Ikut Kakek ya Nak,” ucapnya kepada sang putra. Anin menyerahkan bayi itu kepada ayah Harris dan pria itu menerimanya dengan sangat hati-hati. Ia tahu bagaimana memperlakukan bayi mungil itu.Ada perasaan haru ketika Tuan Setya memandang wajah Bhima tiba-tiba saja ia teringat saat Harris masih bayi. Wajah keduanya terlihat sangat mirip. Lelaki itu menatap bayi mungil dalam diam, Bhima tampak koperatif ketika digendong oleh Tuan Besar itu.“Bagaimana jika aku punya anak lagi,” ujar lelaki paruh baya membayangkan jika dirinya memiliki anak lagi dari wanita lain. “Aku rasa masih sanggup mengurus bayi,” batinnya.“Kenapa yah? Ayah ingin punya baby lagi?” celetuk Harris, sepertinya ia mampu membaca pikiran sang ayah. Apa yang dikatakan oleh Harris membuat pria itu terkejut. “Ayah tampak terkejut, apa tebakanku benar?” lanjut Harris.“Kamu mau punya adik lagi, Mas?” sambung Anin, ia menatap Harris dengan tatapan bingung.
“Menurutku mereka mirip, sayang. Jadi belum tentu mereka.”Harris menghela nafas panjang, memang benar bahwa foto tersebut tidak menampilkan wajah mereka dengan jelas. Tetapi kata Hatinya tak pernah salah, ia amat yakin jika orang di foto tersebut adalah ayahnya dan Clara.Hal yang sama juga dirasakan oleh Anin, perempuan itu yaki jika itu adalah Tuan Setya dan Clara. Tetapi ia justru mengatakan hal yang sebaliknya, bukan tanpa alasan Anin melakukan hal tersebut. Foto itu bisa saja salah.“Atau lebih baik aku tanya saja pada Damar,” ucap Harris. Lelaki itu kemudian menekan nomor telepon asistennya, terdengar suara menunggu dari seberang. Tak lama kemudian panggilan terjawab.“Selamat Pagi Pak,” sapa Damar.“Tak usah basa basi ya, Mar. Aku ingin menanyakan perihal foto tadi, apakah kamu bisa konfirmasi kebenarannya? Maksudku, apakah kamu benar-benr bertemu dengan mereka?”Belum sempat Harris mendengar jawaban dari Damar, sang ibu muncul dari balik pintu bahkan perempuan itu tak mengetu