“Masih ada yang ingin mbak Anin katakan?” tanya sang perempuan tua itu pada Anin. “Jika tidak ada saya rasa mbak Anin segera kembali ke kamar, takut dicari mas Harris,” lanjutnya sembari menggoda Anin. Si Ibu muda itu tersenyum malu, ia meletakkan gelasnya kemudian pamit kembali tidur.Langkah Anin begitu cepat hingga dalam waktu sebentar ia sudah sampai di kamarnya. Harris terbangun arena mendengar bunyi pintu yang tertutup, lelaki lantas bertanya“Dari dapur karena aku haus, Mas,” jawab Anin sembari berjalan menuju ranjangnya.“Kamu tidak bisa tidur ya?” tanya Harris.“Aku? Aku bisa tidur kok, Mas. Kamu takut aku tidak bisa tidur ya?” kata Anin. “Atau jangan-jangan kamu yang tidak bisa tidur, Mas. Aku menganggu tidurmu ya,” cerocos Anin. Harris menggelengkan kepalanya, ia mengatakan jika dirinya sama sekali tak terganggu.
“Tentu saja boleh, Ayah,” kata Anin seraya melepaskan gendongan Bhima. “Ikut Kakek ya Nak,” ucapnya kepada sang putra. Anin menyerahkan bayi itu kepada ayah Harris dan pria itu menerimanya dengan sangat hati-hati. Ia tahu bagaimana memperlakukan bayi mungil itu.Ada perasaan haru ketika Tuan Setya memandang wajah Bhima tiba-tiba saja ia teringat saat Harris masih bayi. Wajah keduanya terlihat sangat mirip. Lelaki itu menatap bayi mungil dalam diam, Bhima tampak koperatif ketika digendong oleh Tuan Besar itu.“Bagaimana jika aku punya anak lagi,” ujar lelaki paruh baya membayangkan jika dirinya memiliki anak lagi dari wanita lain. “Aku rasa masih sanggup mengurus bayi,” batinnya.“Kenapa yah? Ayah ingin punya baby lagi?” celetuk Harris, sepertinya ia mampu membaca pikiran sang ayah. Apa yang dikatakan oleh Harris membuat pria itu terkejut. “Ayah tampak terkejut, apa tebakanku benar?” lanjut Harris.“Kamu mau punya adik lagi, Mas?” sambung Anin, ia menatap Harris dengan tatapan bingung.
“Menurutku mereka mirip, sayang. Jadi belum tentu mereka.”Harris menghela nafas panjang, memang benar bahwa foto tersebut tidak menampilkan wajah mereka dengan jelas. Tetapi kata Hatinya tak pernah salah, ia amat yakin jika orang di foto tersebut adalah ayahnya dan Clara.Hal yang sama juga dirasakan oleh Anin, perempuan itu yaki jika itu adalah Tuan Setya dan Clara. Tetapi ia justru mengatakan hal yang sebaliknya, bukan tanpa alasan Anin melakukan hal tersebut. Foto itu bisa saja salah.“Atau lebih baik aku tanya saja pada Damar,” ucap Harris. Lelaki itu kemudian menekan nomor telepon asistennya, terdengar suara menunggu dari seberang. Tak lama kemudian panggilan terjawab.“Selamat Pagi Pak,” sapa Damar.“Tak usah basa basi ya, Mar. Aku ingin menanyakan perihal foto tadi, apakah kamu bisa konfirmasi kebenarannya? Maksudku, apakah kamu benar-benr bertemu dengan mereka?”Belum sempat Harris mendengar jawaban dari Damar, sang ibu muncul dari balik pintu bahkan perempuan itu tak mengetu
Anin segera mempercepat langkahnya saat netranya melihat kedua orang yang diduga Tuan Setya dan Clara. Ternyata mereka tak berhenti di lantai tiga melainkan lantai empat. Tepatnya di toko perhiasaan.“Ternyata benar itu ayah dan mbak Clara,” gumam Anin. Entah mengapa ia merasa sangat kesal dan kecewa. Anin ingin lebih lama berada di sana tetapi diriya sadar ada Ibu Harris yang menunggunya di bawah.Anin terus merutuki perbuatan tak terpuji kedua orang tersebut, ia berencana untuk melaporkan hal tersebut pada Harris nanti. Semakin lama langkahnya semakin cepat, ia tak ingin membuat sang Ibu mertua menunggu lebih lama.“Maaf lama ya Bu,” kata Anin meminta maaf.“Kamu ke kamar mandi ya mana sih, Nin?”“Kamar mandinya di lantai ini penuh, Bu. Jadi Anin pergi ke kamar mandi lantai atas, kebetulan tadi juga bertemu dengan teman Mas Harris, kami mengobrol sebentar. Maaf ya Bu,” ujar Anin berbohong. Ia terpaksa mengatakan hal tersebut. “Maaf ya Bu, Anin harus berbohong pada Ibu,’ batinnya.“T
Setelah melakukan pemikiran yang panjang, akhirnya Anin menuruti permintaan Ibu Harris. Ia tak akan mengatakan apa yang terjadi tadi pada Harris, Anin berusaha untuk menjaga rahasia ini rapat-rapat.Anin yang semula hanya menemani Bhima ternyata ikut tidur di samping anaknya. Perempuan muda itu tidur cukup nyenyak sampai tak tahu jika Harris sudah berada di kamarnya. Hari ini pemimpin perusahaan tersebut pulang cepat.Harris berdiri di samping ranjang, ia menatap wajah Anin ketika tidur. Menurutnya wajah Anin terlihat lebih cantik ketika tidur, Harris kemudian membuka jasnya. Ia melemparkan ke sembarang arah, kepalanya mendekat ke arah Anin. Lelaki itu mencium pipi Anin beberapa kali.Tentu saja hal tersebut membuat Anin terbangun, ia membuka matanya dan terkejut mendapati Harris ada di sampingnya. Anin yang terbangun karena ulah Harris, membuat ekspresi kesal namun hal tersebut membuat lelaki itu bertambah gemas.“Kamu harus dihukum karena terlihat cantik,” ujarnya. Lelaki itu dengan
Simbok yang semula berniat menemui Anin terpaksa mengurungkan niatnya setelah mendengar percakapan mereka berdua. Pegawai senior tersebut seketika membalikkan tubuhnya dan menjauh dari ruang kamar keduanya.Rupanya Nyonya Setya melihat pegawainya di tangga, ia pun segera memanggilnya. Ia ingin tahu tujuan simbok berada di lantai dua.“Dari mana mbok? Ada perlu denganku?” tanya perempuan paruh baya itu.“Tidak Bu, saya berniat ke kamar mbak Anin tadi tetapi tidak jadi,” jawab simbok terus terang.“Kenapa tidak jadi?”“Saya tidak mau menganggu mbak Anin dan Mas Harris, saya permisi ke bawah dulu, Bu,” ujarnya kemudian melanjutkan langkahnya menuju lantai bawah. Nyonya Besar tersebut mengerutkan keningnya, ia tak mengerti maksud ucapan asisten rumah tangganya itu.“Apa maksudnya tidak mau menganggu Anin dan Harris? Mereka melakukan hubungan di sore hari? Bukankah Harris baru saja pulang?” pikirnya.Karena tidak ingin penasaran, Nyonya Besar itu lantas berjalan ke kamar anaknya. Ia tak la
“Memangnya kenapa? Aku bertanya padamu, kamu maunya bagaimana?” ucap Nyonya Setya.“Kamu sepertinya ingin sekali berpisah denganku ya?” balas sang suami, lelaki itu mulai bersikap manipulatif. Nyonya Setya memutarbola matanya malas, ia menggelengkan kepalanya beberapa kali.“Aku rasa percuma ya kita bicara, kamu tidak paham topik pembahasan kita,” ujar Ibu Harris. Perempuan itu lantas berjalan menjauh suaminya.. Baru beberapa langkah Nyonya Setya berjalan nyatanya tangannya ditarik oleh lelaki paruh baya itu, refleks ia membalikkan tubuhnya. Kini pasangan yang sudah menikah selama 30 tahun itu saling berhadapan, wajah mereka sama tegangnya.“Aku mau kembali ke kamar, Mas,” kata Nyonya Setya seraya melepaskan cengkraman tangan suaminya.“Kita belum selesai bicara!”“Tidak ada lagi yang bisa kita bicarakan karena kamu bersikap seperti ini,” sahut perempuan paruh baya itu.“Aku? Bukannya kamu yang bersikap menjengkelkan?” sambung Tuan Setya, ia memulai pertengkaran lagi.“Kamu bilang aku
Lelaki paruh baya itu tampak bingung ketika data yang dilihatnya tadi tiba hilang dan website-nya tidak dapat diakses lagi.“Kenapa bisa begini,” gerutunya. Ia mencoba masuk ke database perusahaan lagi, ia mengulangi hingga beberapa kali. Namun hasilnya tetap nihil. “Ini pasti kerjaan Harris,” ujarnya, ia mendengus kesal.Tuan Besar itu lantas bangun dari kursinya dan berjalan menuju pintu, ia membukanya dengan kasar. Dengan langkah tegap ia berjalan menuju ke ruang kerja Harris yang ada di lantai dua. “Menganggu saja urusan orang tua,” gumamnya.Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, pria paruh baya itu membuka pintu kerja anaknya dan menghidupkan lampu. Nyatanya ruangan berukuran 4x4 meter itu kosong, tak ada Harris di sana. Semua perangkat komputer pun mati.“Pasti dia mengakses dari kamar tidurnya,” batin pria beruban itu. Tuan Besar itu kemudian berpindah tempat, ia menuju ke kamar Harris dan Anin. Padahal kenyataannya Harris sedang ada di luar, lelaki muda itu sedang bertanya kep
Di tempat yang sama Anin juga sedang menatap cincin yang melingkar di jari manis tangan kirinya. Ia kembali bersabar untuk meresmikan hubungannya dengan Harris. “Tenang saja sayang, aku masih bersabar menantikan hari bahagia kita,” batinnya. Seakan ia mendengar suara hati Harris di kantornya.Suara Bhima mengalihkan pandangan Anin, ia tersadar ada bayi mungil yang harus diurusnya sekarang. Ternyata diapers bayi laki-laki itu penuh, dengan telaten Anin menggantinya, menghilang ruam di kaki anaknya. Setelah itu ia kembali menyusui Bhima, anaknya itu terlihat masih mengantuk.Tak hanya Bhima saja yang mengantuk, sang kakek juga merasakan yang sama. Ia hampir menabrak kendaraan lain karena tiba-tiba merasakan kantuk yang hebat. Perjalanannya menuju rumah kekasihnya terpaksa terhenti, ia harus menepi di rest area sebentar.“Aku bisa kecelakaan jika diteruskan,” gumamnya. Lelaki paruh baya itu akhirnya mencari rest area terdekat di jalan tol tersebut. Untungnya lokasi tempat peristirahatan
“Sejak kapan Ibu ada di situ?” tanya Harris yang terkejut melihat Ibunya berdiri di depan kamarnya.“Baru saja, memangnya kenapa?” tanya wanita paruh baya itu balik padanya. Harris menggelengkan kepalanya cepat. Tak percaya dengan anaknya, Nyonya Besar itu merangsek masuk. Ia hendak bertanya pada Anin. Tetapi melihat Anin yang tertidur, wanita itu lantas membatalkannya.“Ibu mau bicara dengan Anin?” tanya Harris.“Tidak, biarkan dia tidur. Kasian Anin lelah mengurus Bhima,” ujarnya. Sebenarnya Anin terbangun karena mendengar percakapan Harris dan Ibunya. Ia ingin membalikkan tubuhnya tetapi diurungkan ketika mendengar Ibu Haris tak ingin berbicara dengannya. Anin lantas berpura-pura tidur.“Ada sesuatu yang ingin Ibu tanyakan padaku? Maksud Harris, ada apa ibu ke kamar kami,” tanya Harris pada ibunya.“Ibu hanya ingin melihat Bhima saja, soalnya tadi dia menangis begitu kencang. Ibu takut terjadi sesuatu padanya,” jawab sang Ibu.“Bhima baik-baik saja kok Bu, terima kasih ya sudah men
“Benar Bu. Karena kami belum menikah secara hukum,” jawab Harris, di dalam hatinya ia merasa bingung dengan nada bicara ibunya. Namun ia tak menunjukkannya di depan Anin, lelaki itu takut moment bahagia yang sedang mereka rasakan menjadi hilang. “Ada apa Bu?”“Pernikahan akan digelar dalam waktu dekat ini?”“Tentu tidak Bu, kami akan laksanakan setelah situasinya membaik,” ujar Harris, ia kini tahu kenapa sang Ibu bersikap demikian. Harris juga sadar akan situasi yang terjadi pada orangtuanya begitu pula pada Anin.Sang Ibu menyuruh mereka untuk segera pulang karena Bhima terus menangisi mencari ibunya. Anin menjadi khawatir, ia ingin cepat-cepat bertemu dengan anaknya. Beruntungnya Anin, karena Harris tahu jalan alternatif yang lebih dekat dan tidak terkena macet. Ditambah lagi dengan kemampuan mengendarai mobil lelaki itu yang baik.Tak ada percakapan diantara keduanya selama perjalanan tersebut, Harris fokus mengemudi karena jalur yang mereka lewati berbatu dan banyak belokan. Teta
“Kamu kenapa senyum-senyum sendiri, Mas?” tanya Anin, ia mencurigai Harris yang tersenyum sembari mengendarai mobilnya. “Mas ...”“Kenapa sih sayang?” tanya Harris pura-pura tak tahu.“Kamu yang kenapa, Mas? Dari tadi senyum-senyum sendiri,” jawab Anin, suara berubah. Harris merasa jik Anin sudah mulai kesal dengannya. Ia pun mencoba menjelaskan jika alasan tersenyum untuk menutupi rasa gugupnya.“Kamu merasa gugup ‘kan sayang? Tanpa alasan yang jelas,” sahut Harris. Anin mengiyakan apa kata lelaki itu, ia juga sempat merasakan gugup tadi. “Aku menutupi rasa gugupku dengan memikirkan hal-hal lucu, sayang.”Tak terasa mereka sampai di tempat tujuan, Harris mencari tempat parkir yang pas. Lelaki itu turun lebih dahulu untuk membuka pintu mobil untuk Anin. Kini kedua orang di mabuk cinta itu mulai masuk ke dalam restoran yang sudah Harris booking tersebutPramusaji mengarahkan keduanya menuju sebuah ruang privat, Anin terkejut karena mereka makan di ruangan yang tertutup. “Kita makan di
Anin beranjak dari tempat tidurnya lalu berjalan menuju pintu. Ia penasaran siapa yang mengetuk pintu kamarnya seperti itu. Tangan kurusnya memegang gagang pintu stainless tersebut lalu menariknya ke dalam. Perlahan pintu terbuka dan terlihat jelas siapa yang berdiri di depan Anin sekarang.“Ayah ...” gumam Anin, ia terkejut melihat lelaki paruh baya itu menemuinya. “Ada perlu apa ayah ke mari?” tanya Anin.“Aku ingin menanyakan sesuatu padamu,” jawab Tuan Besar. “Kau pernah melihatku pergi dengan seseorang bukan,” imbuhnya.Degh!Anin tercekat mendengar hal tersebut, ia tak menyangka jika ayah Harris ternyata melihat dirinya menguntit mereka. Namun Anin memilih untuk berbohong, ia bepura-pura tak mengetahui hal tersebut.“Kenapa diam saja? Jawab aku!”“Anin tak mengerti maksud ayah,” ujar Anin mulai menjalankan aktingnya. Tuan Besar itu memutar bola matanya malas, ia tahu jika Anin berbohong padanya.“Jangan bohong, katakan saja sejujurnya padaku,” titahnya. Ada penekanan di setiap k
“Mas Harris mendadak diam begini, pasti hatinya kembali sakit,” gumam Anin. Ia berniat untuk menghibur Harris lagi setelah lelaki itu keluar dari kamar mandi, Sembari menunggu Harris keluar, Anin mempersiapkan baju kerja untuknya. Pagi ini Anin akan mendadani Harris dengan pakaian serba cokelat.Tak butuh ama untuk Anin menemukan padu padan yang pas. Ia berharap lelaki yang dicintainya itu suka dengan baju pilihannya. Anin kembali lagi ke ranjangnya, ia mendengar suara shower sudah berhenti, tu artinya Harris sudah selesai mandi.“Kamu menyiapkan baju untukku, sayang?” tanya Harris.“Iya sayang, kamu tidak suka ya? Mau pakai warna lain?” ujar Anin, ia lega karena Haris melihat dan bereaksi atas baju pilihannya.“Tidak, aku suka kok. Terima kasih ya sayang,” kata Harris. Ia akan memakai apapun yang disediakan olehj perempuan yang dicintainya itu. Harris lantas beralih menuju cermin yang sangat besar, ia ingin mematsikan semua benda yang diberikan oleh Anin padanya.“Ternyata aku tampa
Tuan Setya mengembalikan kertas tersebut ke tempatnya semula. Pagi ini ia sudah memantapkan hatinya untuk memberikan sebuah pengumuman penting terkait rumah tangganya dengan sang istri. Ia pergi ke lantai bawah, ada istrinya dan Anin di meja makan.“Kamu dari kamar, Mas?” tanya sang istri. Harris yang baru masuk ke dalam rumah usai memeriksa mobilnya terkejut mendengar pertanyaan sang Ibu namun ia lebih kaget lagi ketika melihat ayahnya menganggukkan kepalanya.“Ayah sembunyi di mana? Kenapa aku tak melihatnya tadi,” batin Harris.Tuan Setya langsung duduk di kursi yang biasa ditempatinya itu, ia menyadari perubahan wajah Harris namun lelaki itu mencoba bersikap tenang. Anin merasakan ketegangan di meja makan tersebut, apalagi saat ia melihat ke arah Harris. Rasanya ada hal yang ingin dikatakn olehnya.“Mari sarapan meskipun tak ada dari kita yang mandi,” ajak Nyonya Besar itu, ia mencoba mencairkan suasana. Perempuan itu paling tak suka jika ada keributan di meja makan. Anin mencoba
Jika Harris sibuk memikirkan cara untuk menikahi Anin sedangkan ayahnya baru saja pulang dari kantor pengacara. Tekadnya sudah bulat untuk berpisah dengan istrinya. Alasannya sudah ia sampaikan pada ahli hukum tersebut.Malam ini ia akan pulang ke rumah untuk menyiapkan berkas-beras yang diperlukan. Sepanjang perjalanan pulang, Pria paruh baya itu mencari cara agar bisa mempersiapkan berkas yang dibutuhkan tanpa ketahuan oleh anggota keluarganya.Jawabannya belum berhasil ditemukan tetapi pintu gerbang rumahnya sudah terlihat . “Aku akan pikirkan lagi nanti,” katanya sembari memarkirkan mobil. Ia melirik ke arah mobil Harris yang bermasalah pagi tadi Pemilik mobil mewah tersebut sedang tidur di kamarnya. Selimut yang dipakainya tadi sudah tak lagi menempel di tubuhnya. Harris jatuh tertidur ketika memikirkan hal tersebut.Rumah mewahnya tampak sepi ketika sang Tuan Besar sampai di rumahnya. Bahkan untuk masuk ke dalam, ia harus melewati taman samping. Akses yang dibuka hanyaah pintu
Tuan Setya segera turun dari lantai dua kemudian berjalan cepat menuju pintu rumahnya. Ia membukanya lalu keluar begitu saja. Tuan Besar itu bergerak ke arah mobilnya yang terparkir di halaman depan. Mesin mobil mewah tersebut sudah menyala, tanda jika pemiliknya akan pergi. Tuan Besar sepertinya akan pergi ke suatu tempat, ia mengetikkan sebuah alamat di ponselnya dan petunjuk jalan pun mulai menuntunnya. Kendaraan roda empat tersebut mulai keluar gerbang rumahnya. Tak butuh lama baginya untuk bergabung dengan kendaraan lain menambah kemacetan jalan raya saat ini. Pria paruh baya itu meuju ke suatu arah yang tak pernah dilewatinya. Butuh waktu 1,5 jam perjalanan untuk sampai di tempat tujuannya. Jika Tuan Setya membutuhkan waktu selama itu untuk sampai ke tempat tersebut. Sebaliknya sang istri hanya memerlukan waktu selama satu jam untuk membuat makanan pengganti menu makan malam. Bahkan tanpa dibantu oleh Anin atau dua asistennya yang lain, hanya dirinya dan simbok saja. “Apa yan