Fritz, ialah seorang lelaki yang berasal dari kerajaan tetangga. Dirinya yang saat itu sedang diundang datang ke istana, justru menyaksikan pembantaian sadis sampai Raja tetangga pun kena imbasnya juga. Hari saat Fritz datang, benar-benar tidak tepat pada waktunya. Berpikir akan tewas di tempat, demi kelanjutan hidupnya, Fritz pun rela dibawa oleh Noah sebagai tawanan. Alih-alih tawanan, ia meminta agar jadi penduduk baru di wilayah ini.Tetapi, kenyataannya tak berjalan selancar yang dipikirkannya. Fritz kecewa berat, hingga akhirnya pundung di penjara gubuk ini. Adapun penjara gubuk adalah khusus untuk orang asing, semisal penyusup atau lainnya. Di sana bukan sembarang penjara lantaran tidak ada jeruji besi atau hal lain yang biasa digunakan untuk membatasi pergerakan tahanan. Sekilas mirip kandang kuda dengan jerami di dalamnya, tanpa ventilasi, hawa pengap dan gelap memang disengaja di tempat itu. “Fritz, aku ingin kau membantuku. Maksudku membantu kami. Tidak bisakah?” tanya
Di pedesaan, tempat tinggal para penduduk yang kehilangan kerajaan dan raja mereka. Di sana hanya tersisa satu penduduk dan satu pendatang. Ialah Rachel dan Halbert. Mereka berdua masih berada di bawah pepohonan yang rindang. Meski sempat takut karena melihat serta memcium bau darah, Rachel berhasil menahannya hanya demi menunggu Halbert terbangun nantinya. Setelah beberapa saat, akhirnya Halbert terbangun. “Oh!” Ia sangat terkejut, karena tiba-tiba saja memandangi langit gelap hari ini. “Tuan?”Rachel merasa senang, senyum terlukis begitu lebar, perasaan lega yang tergambarkan dengan jelas membuat Halbert justru merasa tidak enak.“Aku kehilangan kesadaranku lagi.”“Meski saya tidak tahu kapan itu terjadi, tapi syukurlah Anda dapat terbangun kembali.”“Ya. Terima kasih dan maaf. Aku merepotkan. Padahal aku ingin segera membawamu pergi dari tempat ini,” ucap Halbert. “Saya tidak begitu mempermasalahkannya. Asalkan Tuan selamat.” Meski senyum itu terlihat tulus, tapi tetap saja
“Sedang tidak bercanda ya?”Pria buta itu menganggukkan kepala sebagai tanda jawabannya. Rachel dan Halbert kemudian saling bertukar pandang dengan bingung. “Mungkinkah Anda dikira pahlawan? Yah, tapi itu tidak ada salahnya sih.”“Itu karena kau tidak tahu apa yang sedang dibicarakan oleh pria ini. Tapi biar aku katakan, titisan Valkriye itu merujuk pada sesuatu yang berkaitan dengan bencana.”“Sepertinya hanya orang-orang penting saja yang mengetahui cerita itu. Entah kenapa bagiku itu terdengar seperti dongeng.”“Awalnya aku juga begitu. Tapi setelah tahu, aku jadi semakin memahaminya.”Tak berselang lama kemudian, suara tak asing datang dari perut pria itu. “Sepertinya perutmu perlu diisi terlebih dahulu.”“Makan ini, pak,” ucap Rachel sembari memberikannya buah apel.“Oh, aku sangat berterima kasih pada kalian. Aku sungguh bersyukur karena memilih jalan ini, karena ada kalian yang mau memberikan makanan.”“Ya. Tidak perlu berterima kasih. Sudah sewajarnya saling membantu di saat
Raja di kerajaan bagian timur sedang berdebat dengan para menteri bahkan penasihatnya sendiri. Terlihat jelas, Raja itu terus mengamuk tanpa menginginkan ada seseorang yang menceramahi atas tindakan yang hendak ia lakukan. Sementara yang lainnya berusaha untuk menenangkan sang raja agar tidak bertindak gegabah, dengan cara apa pun mereka akan tetap untuk menghalangi raja mereka. “Yang Mulia!”“Sudah aku bilang, pergilah! Jangan ganggu aku!!” Kata demi kata dilontarkan, celaan demi celaan menggerayangi bagai serangga kecil-kecil. Halbert yang merasakannya langsung bergidik, seakan merasakan hawa sang raja itu. “Raja!” Entah kapan itu terjadi, lagi-lagi dalam memorinya, Andrew mengintip kejadian di mana sang raja di bagian kerajaan timur saat ini sedang menggambar sebuah lingkaran sihir dengan darah sang raja itu sendiri. Sembari menggambarnya, sang raja tertawa seolah puas dengan tindakannya tersebut. “Aku merasakan hal buruk tentang ini,” gumam Andrew bergegas pergi dari sana.
Memori Andrew terlalu cepat untuknya dicerna. Karena hal itu, Halbert menjadi sedikit tidak waras. Tapi beruntungnya ada Rachel di sisinya, sehingga ia pun dapat lebih tenang.“Apa kamu tidak apa?”“Berkatmu, Nona. Aku sungguh berterima kasih.”Karena memori itu melekat begitu kuat, Halbert menjadi sangat ingin tuk bergegas menuju ke reruntuhan. “Mari kita bergegas Nona. Aku sudah mengetahui sesuatu hal, dan aku ingin ke sana secepatnya untuk memastikan.”“Baiklah.”Tidak lama setelah mereka berjalan, fajar telah terbit kembali. Hingga matahari hampir pada puncaknya di atas, mereka berdua akhirnya sampai ke tempat tujuan.Di sinilah, istana kerajaan Timur berada. Begitu megah dan terasa masih hidup. Walau pagarnya sudah berkarat, rerumputan di halaman telah memanjang, istana itu masih berdiri kokoh. “Ini reruntuhan katamu?” Sekilas ia tidak percaya.“Ya. Ini adalah reruntuhannya. Meskipun istana masih utuh, bagian lain dari Kerajaan sudah menjadi puing-puing. Aku terakhir kali datan
Waktu berjalan cukup lambat mulai hari ini. Detik demi detik terasa begitu menyakitkan, semakin merogohnya ke dalam, akan semakin kuat hawa tidak enak ini terasa. Tak lama setelah Halbert menelusuri lantai tiga sendirian, Rachel berteriak cukup keras dari kejauhan.“KYAAAAA!!!!” Mendengarnya, sontak membuat Halbert berlari ke sumber suara. “Ha-Halbert!” panggilnya dengan suara terbata-bata. Rachel saat itu masih berada di anak tangga di antara lantai dua dan tiga, cukup mudah bagi Halbert untuk datang menuju ke tempatnya. “Ada apa?!”Seekor monster menyerang Rachel, ia sampai tersungkur di tengah-tengah dengan berpegangan pada tangga untuk bertahan agar tidak jatuh terseret. “Tunggu, bertahanlah!” Halbert terkejut dengan kedatangan monster. Sesaat setelah menebas bagian vital berupa kepala monster itu, ia pun terdiam sejenak dan bingung.“Monster itu datang dari mana? Seharusnya tidak ada tanda-tanda monster—!”Barusan ia hendak menyangkal, namun ia teringat akan Raja Timur yan
Halbert menunggu selama beberapa saat sebelum akhirnya ia hendak memutuskan untuk keluar dari ruangan sekali lagi. “Lucu juga mengetahui dirimu yang berpikir tidak bisa tidur padahal pernah tidak sadarkan diri,” celetuk Salamander yang muncul tiba-tiba.“Hei, kau membaca pikiranku?” tanya Halbert kesal, dengan tetap memegang knop pintu sebelum benar-benar tertutup.“Aku hanya memiliki insting, kau pikir sulit membaca pikiranmu yang mudah itu?”“Sudahlah, aku tidak mau berdebat dengan hewan peliharaan,” tukas Halbert menghela napas. “Dan, aku perlu kau untuk menjaga Nona itu,” lanjutnya.“Apa katamu? Siapa yang hewan peliharaan?!” amuk Salamander menggebu-gebu.“Hei, aku butuh kau untuk menjaga wanita ini. Bisa tidak?!” sahutnya dengan suara keras. “Kenapa aku harus menjaga yang bukan orang aku hormati! Hei, bocah! Kalau mau memberi perintah, jangan pakai kalimat tanya dan jangan setengah-setengah.”“Aku hanya meminta bantuanmu, bukan memberi perintah! Lagi pula kau yang mengikuti di
Terbukalah pintu kamar, tempat di mana Rachel terlelap. Rachel tersentak kaget, sebab Halbert ternyata sudah berada di depan pintu.“Bagaimana keadaanmu?” “Aku baik-baik saja, terima kasih dan maaf aku malah tertidur.”“Tidur itu lebih baik daripada harus terjaga. Setelah ini aku akan pergi, bagaimana denganmu?” Halbert bertanya selagi menundukkan kepalanya. Rachel kemudian keluar dari ruangan. Tak lupa ia menutup pintu sebelum berbicara, “Aku akan ikut denganmu.”“Sebelumnya ada sarang monster di bawah tanah, kebetulan aku menemukan lubang sebagai jalan pintas. Tetapi meskipun istana ini utuh, aku tidak melihat siapa pun bahkan Raja Timur juga tidak,” ungkapnya selagi melirik ke arah lain.“Itu tidak masalah. Lagi pula aku tidak mencarinya. Aku hanya ingin menemanimu berpergian,” ucap Rachel.“Aku senang ada yang menemani. Tapi mungkin entah hari ini atau besok, kita harus berpisah.”Rachel menundukkan kepala, ia tampak sangat sedih.“Jangan khawatir, kalau memang ada kesempatan ak
Aku Halbert Stanley. Sedari lahir, aku hidup sendiri. Entah siapa yang mengurusku saat masih bayi namun aku tahu siapa yang berada di sampingku sampai detik ini juga. Dia adalah Gaston Bruke. Kami berdua sama-sama tidak punya keluarga, hidup di antara tumpukan sampah di desa kecil yang sudah tak layak ditinggali manusia. Tetapi, kami berdua bisa hidup dengan bahagia. Saat perang kecil-kecilan datang, kami yang masih berusia belia justru merampas jatah perang. Beberapa pedang atau bahkan bahan makanan beku yang tertinggal akan kami ambil. Ketika ingat itu, aku jadi tersenyum dan merasa ingin kembali ke masa kecil meski dulu sangat buruk. Sekarang, aku di sini sebagai Halbert yang adalah mahluk undead. Aku adalah titisan Valkyrie, yang seharusnya bisa mengalahkan bencana dari awal. Tapi aku tidak bisa melakukan itu. Sementara yang kuingat hanyalah ingatan buruk saat Gaston membunuhku. Saat itu aku tidak menyangka itu akan terjadi padamu tapi sekarang aku mengerti. “Pemimpin Halber
Saat kepulan asap yang merupakan racun aktif, dan Halbert dibuat panik karenanya. Suara seorang dewi itu kembali didengarnya. Dewi itu berkata, “Janganlah takut. Baju perang akan menghalau segalanya, dan sayapnya dapat mengibaskan apa pun. Kau merasakan sakit karena aku membuatmu hidup sementara agar dapat menahan kekuatanku ini.” Dari kalimat itu ia akhirnya sadar, memang benar ia merasakan sakit tapi tidak lama setelah itu, racunnya menghilang sedikit demi sedikit. “Sayap? Kalau dipikir-pikir aku baru sadar kalau wujudku ini sangat berbeda,” tukas Halbert.Raja Dunia Bawah tertawa bahak-bahak, tampaknya ia berpikir bahwa titisan Valkyrie akan kalah. Tapi ia jelas salah. “Jangan tertawa sebelum tahu akhirnya akan bagaimana, hei, dasar bencana kurang ajar!” pekiknya selagi menunjuk ke arah Raja Dunia Bawah dengan tatapan kesal.Ia kemudian kembali berdiri tegak, mengenggam pedang besar namun terasa ringan di kedua tangan ini untuk menyerang sang bencana sekali lagi.“Hah? Dia masi
Pertarungan akhir telah dimulai! Halbert melancarkan sihir serangan yang berdampak cukup besar sampai membangunkan jiwa Gaston yang tertidur lelap. Dengan itu, Halbert mencoba untuk memperingatkan bahwa dirinya akan benar-benar membunuh Gaston. Di samping itu, sihir serangan yang dilapisi tekad kuat pun membumbung tinggi. Raja Dunia Bawah kesulitan bereaksi lantaran kecepatan Halbert hampir menyerupai cahaya sehingga sulit diprediksi akan menyerang di bagian mana. Dengan tombak bercahaya sekaligus berselimutkan elemen petir tertancap di tubuh Gaston, sang Raja Dunia Bawah lah yang paling terkena dampak besar dari sihir serangan tersebut. Ia sempat tak sadarkan diri, namun sayang hanya berlaku beberapa detik saja. Setelah itu ia kembali terbangun. “Aku tidak akan lemah hanya karena serangan ini saja. Seharusnya kau tahu itu,” tutur sang Raja Dunia Bawah.“Aku tahu. Aku bahkan tidak pernah berpikir akan menghabisimu dengan mudah begitu. Apalagi aku bukan orang yang suka berbelas ka
Raja Dunia Bawah lantas saling bertukar pandang. Kebencian dan amarah, saat itu Raja Dunia Bawah seakan sudah terdesak lebih awal. Ia merasa sesak saat melihat keberadaan Valkyrie di dalam dirinya. “Pria itu sampai ke tempat ini. Ck, apa yang sebenarnya mereka lakukan?!”amuknya dengan gelisah.Amarah yang jelas terlihat itu membuat Halbert semakin ingin mempercepat serangannya sebagai awal mula. Rose dan Salamander hanya diam dan memperhatikan pria itu, sementara Halbert, ia benar-benar fokus pada musuhnya saja.“Mr. Undead tidak boleh diganggu 'kan? Aku yakin para bawahan yang diciptakan oleh bencana akan segera datang.”“Mereka akan segera datang? Bukankah mereka pergi lebih awal dari kita?”“Ya, kalau menurut Mr. Undead, mereka pergi saat tahu bahwa titisan Valkyrie dalam bahaya. Jadi mungkin, mereka sedang menikmati waktunya selagi bisa, dilakukan sebelum kembali ke majikan?”“Aku tidak yakin bahwa mereka sedang bersenang-senang.”“Aku juga berpikir begitu.”Entah apa maksud Ros
Halbert melirik ke segala arah. Sedang memastikan apakah musuh lain masih mengintai atau tidak. Ternyata ia sadar bahwa selama pertarungannya, para bawahan lain telah memperhatikan dirinya. Meskipun sadar ia tak bisa berbuat apa-apa. Lagi pula di mata mereka, sekuat apa pun serangan fisik maupun sihir Halbert pada mereka, takkan pernah melukainya sama sekali. Mereka tidak tahu bahwa Penyihir Api Hitam telah benar-benar tewas di tangan Halbert dengan mudah. “Kenapa kau mau melawannya saja? Padahal dengan bertelportasi, kita bisa kabur,” ujar Salamander.“Jika aku kabur mereka akan mengejar. Jangan lupa kalau mereka termasuk ke dalam penyihir gelap tak peduli wujud aslinya seperti apa.”“Kau benar.”“Ngomong-ngomong kenapa kau tahu kalau intinya ada di dada?” tanya Rose penasaran. “Padahal aku tidak tahu di mana itu.”“Aku selalu memotong tubuhnya menjadi dua dari pinggang. Kadang juga di lehernya tapi tak merasa sudah membunuhnya. Begitu tahu dia hanyalah Batu magma api, maka satu ha
Penyihir Api Hitam ditinggal oleh semua rekannya yang sudah pergi menuju ke tempat Raja Dunia Bawah berada. Percakapan antara Rose dengan Penyihir Api Hitam, Rose berencana untuk menguak kelemahannya secara langsung namun tetap sulit rasanya.“Hei, bukankah kau adalah Penyihir gelap sama seperti diriku?” tanya si penyihir itu sembari mendekat.“Ya. Lalu kenapa?” sahutnya ketus.“Lalu kenapa? Bukankah sudah jelas Itu aneh? Kau yang adalah penyihir gelap malah jadi budaknya Valkyrie. Ini di luar dugaan.”“Kau mungkin benar. Rasanya aneh aku yang terkesan jahat ini justru bersanding dengan mahluk suci. Tapi aku tidak sama seperti kalian. Aku manusia sementara kalian bukan.” Rose mengatakannya sambil menunjuk ke arahnya dengan berani.Penyihir Api Hitam tersebut pun tersenyum. Ia mendekati Rose sampai tidak ada jarak di antara mereka. Sesaat penyihir ini mulai tertarik dengan wanita bernama Rose. “Kalau benar, kau mau apa?” Begitulah jawabannya, ia sengaja berbisik di dekat telinga.“Bi
“Kita terus memutarinya karena memang mustahil lari ya?” Rose bergumam.“Dia memang anak yang sulit diperhitungkan. Di samping dia kehabisan waktu, dia merasa ingin mengalahkan lawannya sebagai bahan uji coba,” sahut Salamander.Kecil menjadi kawan, besar menjadi lawan. Itu adalah makna dari sebuah api. Setiap api memiliki suhunya masing-masing. Api itu menakutkan dan sekalinya tersambar maka habis sudah. Mati dengan cara tersiksa begitu takkan membuat orang senang. Sihir api, sihir yang cocok untuk para bawahan Raja Dunia Bawah. Sihir api ini pun membuat Halbert kewalahan. Alhasil dirinya kembali disambar oleh api hitam yang terlihat begitu mengerikan. Namun di sana, dirinya sama sekali tidak berteriak justru berusaha untuk memadamkan, tapi tak perduli seberapa keras usahanya dalam mencoba untuk memadamkan api jahat ini, api ini tidak kunjung padam justru semakin membesar seiring waktu berjalan. Kenyataan yang mengerikan. Benar apa kata Halbert sendiri, ia sulit dilawan dan apa pun
Penyihir Api Hitam yang seharusnya takkan bisa bangkit kembali, justru ia kembali terbangun dengan keadaan tanpa luka. Semuanya pulih seakan ia tidak pernah terluka sebelum ini. Kejanggalan itu membuat Halbert tertegun, tanpa bisa mengatakan apa-apa. “Kenapa? Kaget ya?” Sementara ia seperti sedang mengejek dirinya. “Kau ...kenapa bisa bangun lagi? Seharusnya kau sudah tidak mampu.”“Coba tebak saja.”“Mana sudi aku menebak apalagi harus melawanmu. Aku sudah banyak dijahit, takkan aku merugikan diriku sendiri,“ tukas Halbert.“Ho, ternyata kau ingin secepatnya menyerah? Jangan harap!”Tidak hanya itu, kecepatannya semakin bertambah, sulit untuk mengikutinya dengan kedua mata. Halbert hanya bisa berfokus untuk bertahan sekalipun sampai harus terdorong mundur ke belakang akibat serangan barusan. “Sepertinya dia bukan manusia sungguhan. Tapi apa ya? Hm, aku merasa aneh dengan musuhnya Mr. Undead,” gumam Rose. Ia diam memperhatikan pertarungan antara Halbert dan Penyihir Api Hitam itu.
Rose berjalan dengan pelan, mendekati Halbert yang sedang beristirahat sekarang. Halbert menatapnya tajam, sebab ia merasa tak nyaman dengan keberadaan seorang wanita di dekatnya.“Kenapa dengan tatapanmu itu?” Rose bertanya selagi ia duduk di dekatnya dengan memeluk kedua kaki. Ia juga tersenyum. Halbert menyahut, “Kau baru dari mana saja? Aku sempat merasakan hal aneh.” Ia balas bertanya sembari menunjuk ke bawah leher. “Hal aneh? Hal aneh apa yang kau rasakan, Mr. Undead?” “Tandanya sempat tergores sesuatu. Tapi setelah itu tidak lagi. Kadangkala aku merasakan rasa sakit di tempat yang sama. Ini pasti berkaitan denganmu. Apa yang kau lakukan sampai nyawamu terancam?” Kembali Halbert bertanya. Rose mengalihkan pandangannya. Ia menatap langit seakan merindukan suatu hal yang besar. Lantas wanita itu pun menjawab, “Aku sempat mati.”“Apa?”“Iya. Sempat mati,” jawabnya sambil menghadap wajah Halbert. Rose menjelaskan kejadian yang telah terjadi padanya dan beberapa orang yang meng