Hanya menunggu saja, akan membuat mereka semua tewas di sana. Saat ketika Noah tak mampu bergerak sedikit saja, yang ia mampu lakukan saat ini hanyalah untuk merapalkan sihir penyembuh saja.Ia menggumamkan rapalan mantra berskala besar, meski hanya dapat membantu memulihkan tenaga serta luka pada Earl dan Alvaro. “Di mana Tuan Noah?” tanya Earl. Alvaro menjawab, “Sepertinya ada di dekat sana.” Awalnya yang sama sekali tidak bisa bergerak bahkan berbicara, kini tidak lagi setelah Noah menyembuhkan mereka semua. Lekas Earl dan Alvaro menghampiri Noah yang berada dekat dengan tumpukan mayat. “Tuan Noah, Anda bisa mendengarkan saya?”Noah terdiam dengan mata terbuka. Sedikitnya pandangan memudar namun ia jelas tahu bahwa Earl sedang mencoba mengatakan sesuatu. “Aku tidak bisa menyembuhkan diriku sendiri. Manaku sudah tekuras cukup banyak. Komandan Earl lalu Alvaro, saya ingin kalian berdua kembali mencari Tuan Halbert.”“Tapi bagaimana dengan Anda?”“Tolong cepatlah. Jika tidak kera
Fritz, ialah seorang lelaki yang berasal dari kerajaan tetangga. Dirinya yang saat itu sedang diundang datang ke istana, justru menyaksikan pembantaian sadis sampai Raja tetangga pun kena imbasnya juga. Hari saat Fritz datang, benar-benar tidak tepat pada waktunya. Berpikir akan tewas di tempat, demi kelanjutan hidupnya, Fritz pun rela dibawa oleh Noah sebagai tawanan. Alih-alih tawanan, ia meminta agar jadi penduduk baru di wilayah ini.Tetapi, kenyataannya tak berjalan selancar yang dipikirkannya. Fritz kecewa berat, hingga akhirnya pundung di penjara gubuk ini. Adapun penjara gubuk adalah khusus untuk orang asing, semisal penyusup atau lainnya. Di sana bukan sembarang penjara lantaran tidak ada jeruji besi atau hal lain yang biasa digunakan untuk membatasi pergerakan tahanan. Sekilas mirip kandang kuda dengan jerami di dalamnya, tanpa ventilasi, hawa pengap dan gelap memang disengaja di tempat itu. “Fritz, aku ingin kau membantuku. Maksudku membantu kami. Tidak bisakah?” tanya
Di pedesaan, tempat tinggal para penduduk yang kehilangan kerajaan dan raja mereka. Di sana hanya tersisa satu penduduk dan satu pendatang. Ialah Rachel dan Halbert. Mereka berdua masih berada di bawah pepohonan yang rindang. Meski sempat takut karena melihat serta memcium bau darah, Rachel berhasil menahannya hanya demi menunggu Halbert terbangun nantinya. Setelah beberapa saat, akhirnya Halbert terbangun. “Oh!” Ia sangat terkejut, karena tiba-tiba saja memandangi langit gelap hari ini. “Tuan?”Rachel merasa senang, senyum terlukis begitu lebar, perasaan lega yang tergambarkan dengan jelas membuat Halbert justru merasa tidak enak.“Aku kehilangan kesadaranku lagi.”“Meski saya tidak tahu kapan itu terjadi, tapi syukurlah Anda dapat terbangun kembali.”“Ya. Terima kasih dan maaf. Aku merepotkan. Padahal aku ingin segera membawamu pergi dari tempat ini,” ucap Halbert. “Saya tidak begitu mempermasalahkannya. Asalkan Tuan selamat.” Meski senyum itu terlihat tulus, tapi tetap saja
“Sedang tidak bercanda ya?”Pria buta itu menganggukkan kepala sebagai tanda jawabannya. Rachel dan Halbert kemudian saling bertukar pandang dengan bingung. “Mungkinkah Anda dikira pahlawan? Yah, tapi itu tidak ada salahnya sih.”“Itu karena kau tidak tahu apa yang sedang dibicarakan oleh pria ini. Tapi biar aku katakan, titisan Valkriye itu merujuk pada sesuatu yang berkaitan dengan bencana.”“Sepertinya hanya orang-orang penting saja yang mengetahui cerita itu. Entah kenapa bagiku itu terdengar seperti dongeng.”“Awalnya aku juga begitu. Tapi setelah tahu, aku jadi semakin memahaminya.”Tak berselang lama kemudian, suara tak asing datang dari perut pria itu. “Sepertinya perutmu perlu diisi terlebih dahulu.”“Makan ini, pak,” ucap Rachel sembari memberikannya buah apel.“Oh, aku sangat berterima kasih pada kalian. Aku sungguh bersyukur karena memilih jalan ini, karena ada kalian yang mau memberikan makanan.”“Ya. Tidak perlu berterima kasih. Sudah sewajarnya saling membantu di saat
Raja di kerajaan bagian timur sedang berdebat dengan para menteri bahkan penasihatnya sendiri. Terlihat jelas, Raja itu terus mengamuk tanpa menginginkan ada seseorang yang menceramahi atas tindakan yang hendak ia lakukan. Sementara yang lainnya berusaha untuk menenangkan sang raja agar tidak bertindak gegabah, dengan cara apa pun mereka akan tetap untuk menghalangi raja mereka. “Yang Mulia!”“Sudah aku bilang, pergilah! Jangan ganggu aku!!” Kata demi kata dilontarkan, celaan demi celaan menggerayangi bagai serangga kecil-kecil. Halbert yang merasakannya langsung bergidik, seakan merasakan hawa sang raja itu. “Raja!” Entah kapan itu terjadi, lagi-lagi dalam memorinya, Andrew mengintip kejadian di mana sang raja di bagian kerajaan timur saat ini sedang menggambar sebuah lingkaran sihir dengan darah sang raja itu sendiri. Sembari menggambarnya, sang raja tertawa seolah puas dengan tindakannya tersebut. “Aku merasakan hal buruk tentang ini,” gumam Andrew bergegas pergi dari sana.
Memori Andrew terlalu cepat untuknya dicerna. Karena hal itu, Halbert menjadi sedikit tidak waras. Tapi beruntungnya ada Rachel di sisinya, sehingga ia pun dapat lebih tenang.“Apa kamu tidak apa?”“Berkatmu, Nona. Aku sungguh berterima kasih.”Karena memori itu melekat begitu kuat, Halbert menjadi sangat ingin tuk bergegas menuju ke reruntuhan. “Mari kita bergegas Nona. Aku sudah mengetahui sesuatu hal, dan aku ingin ke sana secepatnya untuk memastikan.”“Baiklah.”Tidak lama setelah mereka berjalan, fajar telah terbit kembali. Hingga matahari hampir pada puncaknya di atas, mereka berdua akhirnya sampai ke tempat tujuan.Di sinilah, istana kerajaan Timur berada. Begitu megah dan terasa masih hidup. Walau pagarnya sudah berkarat, rerumputan di halaman telah memanjang, istana itu masih berdiri kokoh. “Ini reruntuhan katamu?” Sekilas ia tidak percaya.“Ya. Ini adalah reruntuhannya. Meskipun istana masih utuh, bagian lain dari Kerajaan sudah menjadi puing-puing. Aku terakhir kali datan
Waktu berjalan cukup lambat mulai hari ini. Detik demi detik terasa begitu menyakitkan, semakin merogohnya ke dalam, akan semakin kuat hawa tidak enak ini terasa. Tak lama setelah Halbert menelusuri lantai tiga sendirian, Rachel berteriak cukup keras dari kejauhan.“KYAAAAA!!!!” Mendengarnya, sontak membuat Halbert berlari ke sumber suara. “Ha-Halbert!” panggilnya dengan suara terbata-bata. Rachel saat itu masih berada di anak tangga di antara lantai dua dan tiga, cukup mudah bagi Halbert untuk datang menuju ke tempatnya. “Ada apa?!”Seekor monster menyerang Rachel, ia sampai tersungkur di tengah-tengah dengan berpegangan pada tangga untuk bertahan agar tidak jatuh terseret. “Tunggu, bertahanlah!” Halbert terkejut dengan kedatangan monster. Sesaat setelah menebas bagian vital berupa kepala monster itu, ia pun terdiam sejenak dan bingung.“Monster itu datang dari mana? Seharusnya tidak ada tanda-tanda monster—!”Barusan ia hendak menyangkal, namun ia teringat akan Raja Timur yan
Halbert menunggu selama beberapa saat sebelum akhirnya ia hendak memutuskan untuk keluar dari ruangan sekali lagi. “Lucu juga mengetahui dirimu yang berpikir tidak bisa tidur padahal pernah tidak sadarkan diri,” celetuk Salamander yang muncul tiba-tiba.“Hei, kau membaca pikiranku?” tanya Halbert kesal, dengan tetap memegang knop pintu sebelum benar-benar tertutup.“Aku hanya memiliki insting, kau pikir sulit membaca pikiranmu yang mudah itu?”“Sudahlah, aku tidak mau berdebat dengan hewan peliharaan,” tukas Halbert menghela napas. “Dan, aku perlu kau untuk menjaga Nona itu,” lanjutnya.“Apa katamu? Siapa yang hewan peliharaan?!” amuk Salamander menggebu-gebu.“Hei, aku butuh kau untuk menjaga wanita ini. Bisa tidak?!” sahutnya dengan suara keras. “Kenapa aku harus menjaga yang bukan orang aku hormati! Hei, bocah! Kalau mau memberi perintah, jangan pakai kalimat tanya dan jangan setengah-setengah.”“Aku hanya meminta bantuanmu, bukan memberi perintah! Lagi pula kau yang mengikuti di