Share

Modus

Author: Kim Miso
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Wisnu mengernyitkan alisnya, "Memangnya selama ini kamu tidak tahu kalau Topan sudah menikah lagi?"

"Tidak!" kata Rindu dengan suara bergetar dan terlihat syok. "Aku tidak pernah tahu soal itu. Memangnya, kapan dia menikah?" tanya Rindu sedikit kecewa.

"Dua Minggu yang lalu," kata Wisnu dengan cepat.

"Terus, kenapa kamu nggak ngasih tahu aku?" tanya Rindu lagi sedikit menyentak. Hatinya sudah remuk dan patah setelah mendengar Topan sudah menikah lagi.

"Aku juga tidak menyangka dia akan menikah lagi. Padahal, dulu bilangnya belum ada niat untuk menikah, tapi sekarang—"

Belum juga Wisnu selesai bicara, Rindu langsung menyelanya, "Sudahlah, aku pergi dulu!"

Rindu merasa marah dan sedih saat Wisnu memberitahunya bahwa Topan, telah menikah dua minggu yang lalu. Rindu merasa terluka karena tidak pernah mengetahui bahwa Topan telah memiliki kekasih dan memutuskan untuk menikah. Wisnu mencoba menjelaskan bahwa dia tidak bisa memberitahu Rindu karena saat itu dirinya sedang berada di luar kota untuk bertugas. Topan tidak pernah terlihat memiliki kekasih sebelumnya, jadi ini benar-benar mengejutkan bagi mereka berdua.

"Kau mau kemana? Jam istirahat masih belum selesai!" teriak Wisnu. Namun, Rindu tidak mendengarkan ucapan Wisnu, dia tetap melangkah pergi meninggalkan pria itu.

Rindu merasa semakin panas dan tidak bisa menahan air matanya. Dia merasa kecewa dan bertanya-tanya bagaimana dia bisa tidak mengetahui bahwa Topan telah menikah. Air mata mulai mengalir di pipinya karena perasaan kesal yang tidak bisa ditahan. Rindu merasa ingin melihat istri baru Topan dan mencari tahu lebih lanjut tentang pernikahan mereka. Hatinya sudah hancur, dia tidak bisa menerima kenyataan yang pahit ini. Dia tidak bisa melupakan perasaannya terhadap Topan. Apa yang ia inginkan harus ia dapatkan juga.

"Aku harus melihatnya, seperti apa istri barunya mas Topan itu. Tapi bagaimana caranya?" kata Rindu dalam hatinya.

Rindu merasa sangat tidak sabar untuk mengunjungi rumah laki-laki yang dicintainya. Hatinya berdebar-debar saat dia memikirkan perempuan yang telah berhasil merebut Topan dari dirinya. Dia tidak menyangka, ternyata Topan tidak memilihnya untuk dijadikan sebagai istri, malah perempuan lain yang belum pernah Rindu kenali. Namun, sebelum dia pergi, Rindu merasa perlu meminta izin kepada kepala staf untuk pulang lebih awal. Dia memberikan alasan bahwa ada urusan keluarga yang mendadak dan harus segera diselesaikan.

Setelah keluar dari kantor, Rindu segera mencari taksi. Mobil pribadinya sedang dalam perbaikan di bengkel, dan dia tidak ingin menunggu lebih lama lagi. Dia ingin segera sampai di rumah Topan. Saat dalam perjalanan, pikiran Rindu teralih pada kedua anak Topan. Dia teringat bahwa saat ini adalah waktu yang tepat untuk mereka pulang dari sekolahnya.

"Eh, ini kan waktunya anak-anak Topan pulang sekolah, aku bisa saja menjemput mereka. Setidaknya, aku memiliki alasan yang jelas untuk datang ke rumah mereka," gumam Rindu dalam hati.

Setelah beberapa saat, taksi yang ditumpangi Rindu tiba di depan sekolah anak-anak Topan. Rindu melihat kedua anak itu keluar dari pintu sekolah dengan senyum cerah di wajah mereka. Mereka terlihat sangat senang ketika Rindu datang menghampirinya. Mereka sudah akrab semenjak ibu mereka sudah tiada.

"Hai, Galih, Gina!" sapa Rindu sembari membukakan pintu mobil.

"Tante!" kata Galih senang. "Tante apa kabar?"

"Kabar Tante baik, kalian belum ada yang menjemput kan? Ayo Tante anterin kalian pulang," ajak Rindu penuh harap.

"Tapi ...."

"Udah, ayo naik! Sama Tante masa gak mau," kata Rindu sedikit memaksa.

"Ya udah deh, ayo Galih kita ikut pulang sama Tante Rindu aja," ajak Gina pada adiknya. Dan Galih hanya manggut-manggut saja karena setuju.

Rindu merasa hangat di hati melihat kebahagiaan anak-anak Topan yang tumbuh begitu cepat. Dia tahu bahwa meluluhkan hati seorang anak itu sangat susah. Tapi, demi mendapatkan hati Topan kembali, dia harus berpura-pura baik di depan anaknya agar dirinya semakin dekat dengan Topan. Tidak membutuhkan waktu yang lama, mereka semua pulang ke rumah bersama-sama.

"Tumben kamu pulang cepat, Gin. Biasanya agak sore," tanya Rindu saat mobil hendak melaju.

"Iya, hari ini para guru sedang mengadakan rapat, jadi semua murid pulang cepat."

Selama perjalanan, Rindu dan kedua anak Topan saling berbincang dengan penuh antusias. Rindu sangat ingin tahu tentang ibu baru mereka dan dengan penuh harap, ia mendengarkan apa yang dikatakan oleh kedua anak tersebut. Namun, yang terungkap dari mulut mereka adalah cerita tentang kejelekan ibu barunya. Rindu merasa ada titik harapan di sana untuk merebut kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya. Mungkin, dengan mengetahui kejelekan ibu baru tersebut, Rindu bisa menemukan cara untuk menyingkirkannya.

Setibanya di depan rumah, Rindu dan anak-anak Topan segera turun dari mobil dengan penuh semangat. Mereka melangkah menuju pintu rumah dengan antusiasme yang terpancar dari wajah mereka. Kebetulan, Topan masih berada di dalam rumah, belum kembali ke kantornya.

"Aku pulang!" teriak Galih dengan riang. Sementara itu, Gina dan Rindu hanya diam sambil berjalan menuju ruang tamu. Mereka tampak sedikit tegang, mungkin karena suasana yang agak canggung karena sebentar lagi pasti bertemu dengan ibu tirinya.

Dengan cepat, Revalina, menyambut mereka dengan senyuman hangat. "Loh, kalian pulang sama siapa? Kan papa kalian ada di sini," tanya Revalina dengan rasa penasaran.

"Kamu tidak lihat kita diantar pulang sama siapa?" cetus Gina dengan sedikit kesombongan dalam suaranya.

Revalina pun langsung melirik ke arah Rindu. Dia merasa sedikit tidak enak hati atas sikap anak tirinya saat berhadapan dengan Rindu. Namun, sebelum Revalina sempat mengatakan sesuatu, Topan tiba-tiba datang menghampiri mereka dengan ekspresi heran di wajahnya.

"Rindu? Kamu ngapain kesini?" tanya Topan dengan rasa penasaran yang terpancar dari matanya.

"Kita pulang diantar sama Tante Rindu, Yah!" sambung Galih dengan cepat, mencoba menjelaskan situasi kepada ayahnya.

"Apa!" tanya Topan dengan alis yang terangkat. "Kok bisa?"

"Iya, Mas. Kebetulan pas di jalan, aku bertemu mereka. Jadi aku sekalian antar mereka kesini," sambung Rindu dengan senyuman manis di wajahnya.

"Iya, Yah. Tante Rindu ini baik banget, cantik lagi, gak seperti dia!" kata Gina sembari mendelik ke arah Revalina dengan tajam.

"Gina! Jaga ucapanmu!" kata Topan yang tak kalah tajam dengan tatapannya. Namun, anak itu segera pergi dari hadapan mereka. Dia tidak peduli dengan amarah ayahnya, yang penting sudah puas membuat Revalina sakit hati.

"Sudah, Mas. Jangan dianggap serius, aku tidak apa-apa kok," kata Revalina lirih.

"Dia semakin kesini, semakin kurang ajar!" kata Topan penuh emosi.

"Duh, maaf ya, gara-gara aku kesini, suasananya jadi panas. Aku pulang dulu kalau begitu," kata Rindu sengaja dengan ekspresi sedih.

"Tante Rindu mau pulang sama siapa? Katanya mobilnya mogok?" tanya Galih. "Dianterin sama papa aja ya, kan papa juga mau ke kantor lagi, iya kan, Pa?"

Mendengar hal itu, membuat Revalina semakin tidak enak hati. Ada rasa cemburu dalam hatinya, tapi ia pertahankan agar tidak terlihat oleh mereka.

"Tidak, Galih. Tante mana mungkin dianterin sama papa kamu, nanti ibumu marah," kata Rindu pada Galih. Namun, tatapannya tidak lepas ke arah Revalina.

Related chapters

  • LUKA DI TEPI HATI IBU TIRI    Tidak Tahu Malu

    Rindu, memang wanita yang tidak tahu malu. Segala cara untuk mendapatkan hati Topan sudah ia lakukan, tapi ternyata Topan malah memilih Reva untuk dijadikan istrinya. Rasa iri dan cemburu semakin memuncak apalagi setelah melihat penampilan Reva yang biasa saja. Ya, Reva memang tidak secantik Rindu, tapi untuk soal perilaku, dia memiliki hati yang tulus nan suci, tidak seperti watak yang dimiliki Rindu. Sehingga, ini menjadi salah satu keinginan Topan untuk menikahinya. "Mas, pekerjaanmu kan belum selesai. Sekalian ajak mbak Rindu ke kantor, satu kantor ini kan," kata Reva sambil tersenyum. Dalam hatinya memang kesal pada wanita itu, tapi Reva harus bersikap seperti tidak terjadi apa-apa. Cemburu wajar, karena ini menyangkut masalah hati. "Tapi ...." Belum juga Topan selesai bicara, Gina langsung menyelanya, "Sudah, cepat berangkat, Pa. Nanti keburu hujan!" Topan mengangguk dan melirik ke arah Rindu, "Baiklah, ayo berangkat." Rindu merasa senang dalam situasi ini. Tapi dia b

  • LUKA DI TEPI HATI IBU TIRI    Kedatangan Mertua

    Rindu menatap wanita paruh baya itu dengan mata yang membelalak, hatinya dilanda kebingungan dan kecemasan. "Tante Siska? Apa yang dia lakukan di sini?" batinnya. Tentu saja, Rindu tahu siapa wanita itu. Bu Siska adalah ibu dari Topan, seorang wanita berusia sekitar 58 tahun yang selalu ingin dihormati banyak orang. Tapi entah kenapa dia terlihat begitu kerepotan sendirian. Biasanya, kalau mau berpergian, Bu Siska pasti menyuruh Topan untuk mengantarkannya. Atau jika dirinya ingin bertemu dengan sang cucu, Topan selalu menjemputnya. Mobil taksi yang Rindu tumpangi semakin mendekat ke arah Bu Siska, membuat Rindu merasakan kegelisahan dan tak sabar ingin segera menghampirinya. Tanpa pikir panjang, Rindu segera menyuruh sopir taksi untuk berhenti. Ia buru-buru keluar dari mobil untuk menghampiri Bu Siska yang berdiri di tepi jalan. “Tante! Apa yang terjadi? Kenapa Tante di sini sendirian?” tanya Rindu pura-pura merasa khawatir, padahal di dalam hatinya ada niat untuk mencari perh

  • LUKA DI TEPI HATI IBU TIRI    Selalu Salah

    Reva menelan ludah, berusaha menahan emosi yang mulai mendidih di dalam hatinya. Namun, dia tahu kalau melawan ibu mertuanya di depan Rindu hanya akan memperburuk keadaan. Sementara itu, Rindu tersenyum sinis, merasa puas melihat Reva dalam posisi serba salah. "Ma-maaf, saya hanya ...." “Kamu bahkan tidak tahu siapa aku! Sejak kamu muncul di rumah ini, Topan jadi makin jarang mengunjungiku,” ujar Bu Siska dengan nada kesal.“Maaf, Bu. Saya tidak tahu kalau Ibu adalah ibunya Topan,” jawab Reva lirih. Andai saja seluruh keluarga Topan hadir saat pernikahannya dulu, tentu ia bisa mengenal mereka dengan baik. Namun, hanya pamannya yang hadir, dan saat itu Reva tidak mempermasalahkan hal tersebut. Kini situasinya terasa begitu rumit baginya.“Jangan panggil aku ibu. Kau tidak pantas menjadi menantuku!” tegas Bu Siska dengan tatapan tajam.“Lucu sekali ya, menikah dengan anaknya, tapi tidak kenal dengan ibunya. Sudahlah, jangan berpura-pura. Lebih baik kamu minggir. Kami mau masuk,” sindi

  • LUKA DI TEPI HATI IBU TIRI    Ibu Baru

    Revalina berpikir bahwa pernikahannya akan menjadi sesuatu yang membahagiakan untuk hidup baru yang akan dia tempuh, tapi nyatanya sesuatu yang tidak pernah diduga olehnya telah menjadi mimpi buruk untuknya. Tatapan sinis dia dapatkan saat kakinya melangkah masuk ke dalam rumah baru di mana dia akan menempuh separuh hidupnya di rumah itu. "Sayang, ayo, salaman dulu ke ibu kalian," kata Topan saat dia dan istrinya, Revalina berada di bingkai pintu. Senyum manis ditunjukkan oleh Revalina, tetapi tidak di bibir kedua anaknya. "Kok istri baru Papa, tidak secantik Mama?" Ucapan itu muncul dari mulut putri sulung Topan. Seketika hati Revalina teriris, tetapi masih bisa dibalas dengan senyum tulus oleh dirinya. Revalina melangkah maju, dan dia meraih kedua tangan Gina Wardani, anak sulung Topan, dan Revalina berkata, "Aku memang tak secantik ibumu, dan tidak akan menggantikan posisi ibumu, tapi aku akan melakukan yang terbaik untuk kalian," ucapnya dengan senyum, mata Revalina m

  • LUKA DI TEPI HATI IBU TIRI    Kejutan Untuk Ibu Tiri

    "Mas Topan!" Reva menarik tangan suaminya yang telah memberikan tamparan pada sang anak sulung, kini Revalina berdiri diantara ayah dan anak itu. Tatapan Revalina tajam pada sang suami dan Topan yang tajam menatap ke arah putrinya Gina. "Kembali ke kamar kalian!" pinta Topan. Terlihat Gina menyentuh lembut pipinya, dan menatap ke arah Topan. Gina seolah tak percaya bahwa dia akan mendapatkan perlakuan seperti itu dari ayahnya. "Aku benci dengan Ayah!" Gina langsung mengibaskan rambutnya dan pergi dari sana meninggalkan ayah dan juga ibu tirinya. Galih tampak tidak terima dengan apa yang dilakukan sang ayah dan hanya menatap ayahnya dengan tatapan tajam tanpa mengatakan apapun, karena menatap ayahnya dengan kebencian itu sudah cukup mengatakan bahwa Galih juga benci pada ayahnya. Galih ikut di belakang sang kakak sedangkan Revalina, dia masih berada di hadapan suaminya yang baru saja menampar anak gadis itu. "Mas," kata Revalina pelan dan berusaha menenangkan suaminya. Tetapi sa

  • LUKA DI TEPI HATI IBU TIRI    Pengganggu

    Revalina diperlakukan layaknya pembantu di rumah itu oleh anak-anak Topan yang membawa teman-temannya masuk ke dalam rumah. Mereka melakukan kerusuhan, memerintah Revalina, menyuruh-nyuruh dan sesekali menghina Revalina. Dan dia harus keluar masuk kamar Gina dan Galih, serta membersihkan tiap ruangan hampir beberapa kali tanpa jeda. Meskipun usia mereka tidak sama dan beda kelas, tapi perlakuan terhadap Revalina sangat tidak pantas. "Pembantu yang lainnya mana, Gina? Dari tadi yang kulihat hanya dia saja," tanya salah satu teman Gina yang menaikkan kedua kakinya ke atas meja. Sementara di sana masih ada Revalina yang menaruh minuman dan kue-kue kering. "Pembantuku cuma satu. Tuh, kamu lihat sendiri, dia sudah ada di depan mata kita!" kata Gina sambil menunjuk ke arah ibu tirinya. Revalina hanya bisa diam dan cukup sabar untuk hal ini. "Oh, begitu rupanya." "Eits, tapi dia pembantu bukan sembarang pembantu. Dia ini Pembantu sekaligus ibu tiri kita. Iya kan, Galih?" Galih pun

  • LUKA DI TEPI HATI IBU TIRI    Salah Tingkah

    Ucapan Rindu membuat Topan tersadar bahwa dirinya tidak pantas memakaikan sabuk pengaman itu untuk wanita lain, selain istrinya sendiri. Dia merasa malu karena membuat Rindu salah paham atas sikapnya itu. Topan segera menghentikan aktivitasnya dan meminta maaf kepada Rindu."Maaf, seharusnya aku tidak melakukan ini. Nanti akan kuperbaiki sabuk pengamannya secepat mungkin," kata Topan dengan rasa penyesalan. Rindu tersenyum dan mengangguk. "Tidak apa-apa, Mas. Aku mengerti kok."Dia mencoba mengerti atas apa yang diucapkan Topan. Dia pikir, Topan salah tingkah terhadap dirinya. Namun, kenyataannya tidak seperti itu. Mereka berdua melanjutkan perjalanan dengan perasaan kaku dan hening. Tidak seperti layaknya teman kerja biasa. Setibanya di kantor, Rindu langsung keluar dari mobil dan mengucapkan rasa terima kasihnya pada Topan. Dia harus segera masuk karena acara rapat di kantor akan segera dilaksanakan. "Mas, aku masuk duluan, ya. Sepertinya rapat akan segera dimulai," kata Rindu de

Latest chapter

  • LUKA DI TEPI HATI IBU TIRI    Selalu Salah

    Reva menelan ludah, berusaha menahan emosi yang mulai mendidih di dalam hatinya. Namun, dia tahu kalau melawan ibu mertuanya di depan Rindu hanya akan memperburuk keadaan. Sementara itu, Rindu tersenyum sinis, merasa puas melihat Reva dalam posisi serba salah. "Ma-maaf, saya hanya ...." “Kamu bahkan tidak tahu siapa aku! Sejak kamu muncul di rumah ini, Topan jadi makin jarang mengunjungiku,” ujar Bu Siska dengan nada kesal.“Maaf, Bu. Saya tidak tahu kalau Ibu adalah ibunya Topan,” jawab Reva lirih. Andai saja seluruh keluarga Topan hadir saat pernikahannya dulu, tentu ia bisa mengenal mereka dengan baik. Namun, hanya pamannya yang hadir, dan saat itu Reva tidak mempermasalahkan hal tersebut. Kini situasinya terasa begitu rumit baginya.“Jangan panggil aku ibu. Kau tidak pantas menjadi menantuku!” tegas Bu Siska dengan tatapan tajam.“Lucu sekali ya, menikah dengan anaknya, tapi tidak kenal dengan ibunya. Sudahlah, jangan berpura-pura. Lebih baik kamu minggir. Kami mau masuk,” sindi

  • LUKA DI TEPI HATI IBU TIRI    Kedatangan Mertua

    Rindu menatap wanita paruh baya itu dengan mata yang membelalak, hatinya dilanda kebingungan dan kecemasan. "Tante Siska? Apa yang dia lakukan di sini?" batinnya. Tentu saja, Rindu tahu siapa wanita itu. Bu Siska adalah ibu dari Topan, seorang wanita berusia sekitar 58 tahun yang selalu ingin dihormati banyak orang. Tapi entah kenapa dia terlihat begitu kerepotan sendirian. Biasanya, kalau mau berpergian, Bu Siska pasti menyuruh Topan untuk mengantarkannya. Atau jika dirinya ingin bertemu dengan sang cucu, Topan selalu menjemputnya. Mobil taksi yang Rindu tumpangi semakin mendekat ke arah Bu Siska, membuat Rindu merasakan kegelisahan dan tak sabar ingin segera menghampirinya. Tanpa pikir panjang, Rindu segera menyuruh sopir taksi untuk berhenti. Ia buru-buru keluar dari mobil untuk menghampiri Bu Siska yang berdiri di tepi jalan. “Tante! Apa yang terjadi? Kenapa Tante di sini sendirian?” tanya Rindu pura-pura merasa khawatir, padahal di dalam hatinya ada niat untuk mencari perh

  • LUKA DI TEPI HATI IBU TIRI    Tidak Tahu Malu

    Rindu, memang wanita yang tidak tahu malu. Segala cara untuk mendapatkan hati Topan sudah ia lakukan, tapi ternyata Topan malah memilih Reva untuk dijadikan istrinya. Rasa iri dan cemburu semakin memuncak apalagi setelah melihat penampilan Reva yang biasa saja. Ya, Reva memang tidak secantik Rindu, tapi untuk soal perilaku, dia memiliki hati yang tulus nan suci, tidak seperti watak yang dimiliki Rindu. Sehingga, ini menjadi salah satu keinginan Topan untuk menikahinya. "Mas, pekerjaanmu kan belum selesai. Sekalian ajak mbak Rindu ke kantor, satu kantor ini kan," kata Reva sambil tersenyum. Dalam hatinya memang kesal pada wanita itu, tapi Reva harus bersikap seperti tidak terjadi apa-apa. Cemburu wajar, karena ini menyangkut masalah hati. "Tapi ...." Belum juga Topan selesai bicara, Gina langsung menyelanya, "Sudah, cepat berangkat, Pa. Nanti keburu hujan!" Topan mengangguk dan melirik ke arah Rindu, "Baiklah, ayo berangkat." Rindu merasa senang dalam situasi ini. Tapi dia b

  • LUKA DI TEPI HATI IBU TIRI    Modus

    Wisnu mengernyitkan alisnya, "Memangnya selama ini kamu tidak tahu kalau Topan sudah menikah lagi?" "Tidak!" kata Rindu dengan suara bergetar dan terlihat syok. "Aku tidak pernah tahu soal itu. Memangnya, kapan dia menikah?" tanya Rindu sedikit kecewa. "Dua Minggu yang lalu," kata Wisnu dengan cepat. "Terus, kenapa kamu nggak ngasih tahu aku?" tanya Rindu lagi sedikit menyentak. Hatinya sudah remuk dan patah setelah mendengar Topan sudah menikah lagi. "Aku juga tidak menyangka dia akan menikah lagi. Padahal, dulu bilangnya belum ada niat untuk menikah, tapi sekarang—" Belum juga Wisnu selesai bicara, Rindu langsung menyelanya, "Sudahlah, aku pergi dulu!" Rindu merasa marah dan sedih saat Wisnu memberitahunya bahwa Topan, telah menikah dua minggu yang lalu. Rindu merasa terluka karena tidak pernah mengetahui bahwa Topan telah memiliki kekasih dan memutuskan untuk menikah. Wisnu mencoba menjelaskan bahwa dia tidak bisa memberitahu Rindu karena saat itu dirinya sedang berada di

  • LUKA DI TEPI HATI IBU TIRI    Salah Tingkah

    Ucapan Rindu membuat Topan tersadar bahwa dirinya tidak pantas memakaikan sabuk pengaman itu untuk wanita lain, selain istrinya sendiri. Dia merasa malu karena membuat Rindu salah paham atas sikapnya itu. Topan segera menghentikan aktivitasnya dan meminta maaf kepada Rindu."Maaf, seharusnya aku tidak melakukan ini. Nanti akan kuperbaiki sabuk pengamannya secepat mungkin," kata Topan dengan rasa penyesalan. Rindu tersenyum dan mengangguk. "Tidak apa-apa, Mas. Aku mengerti kok."Dia mencoba mengerti atas apa yang diucapkan Topan. Dia pikir, Topan salah tingkah terhadap dirinya. Namun, kenyataannya tidak seperti itu. Mereka berdua melanjutkan perjalanan dengan perasaan kaku dan hening. Tidak seperti layaknya teman kerja biasa. Setibanya di kantor, Rindu langsung keluar dari mobil dan mengucapkan rasa terima kasihnya pada Topan. Dia harus segera masuk karena acara rapat di kantor akan segera dilaksanakan. "Mas, aku masuk duluan, ya. Sepertinya rapat akan segera dimulai," kata Rindu de

  • LUKA DI TEPI HATI IBU TIRI    Pengganggu

    Revalina diperlakukan layaknya pembantu di rumah itu oleh anak-anak Topan yang membawa teman-temannya masuk ke dalam rumah. Mereka melakukan kerusuhan, memerintah Revalina, menyuruh-nyuruh dan sesekali menghina Revalina. Dan dia harus keluar masuk kamar Gina dan Galih, serta membersihkan tiap ruangan hampir beberapa kali tanpa jeda. Meskipun usia mereka tidak sama dan beda kelas, tapi perlakuan terhadap Revalina sangat tidak pantas. "Pembantu yang lainnya mana, Gina? Dari tadi yang kulihat hanya dia saja," tanya salah satu teman Gina yang menaikkan kedua kakinya ke atas meja. Sementara di sana masih ada Revalina yang menaruh minuman dan kue-kue kering. "Pembantuku cuma satu. Tuh, kamu lihat sendiri, dia sudah ada di depan mata kita!" kata Gina sambil menunjuk ke arah ibu tirinya. Revalina hanya bisa diam dan cukup sabar untuk hal ini. "Oh, begitu rupanya." "Eits, tapi dia pembantu bukan sembarang pembantu. Dia ini Pembantu sekaligus ibu tiri kita. Iya kan, Galih?" Galih pun

  • LUKA DI TEPI HATI IBU TIRI    Kejutan Untuk Ibu Tiri

    "Mas Topan!" Reva menarik tangan suaminya yang telah memberikan tamparan pada sang anak sulung, kini Revalina berdiri diantara ayah dan anak itu. Tatapan Revalina tajam pada sang suami dan Topan yang tajam menatap ke arah putrinya Gina. "Kembali ke kamar kalian!" pinta Topan. Terlihat Gina menyentuh lembut pipinya, dan menatap ke arah Topan. Gina seolah tak percaya bahwa dia akan mendapatkan perlakuan seperti itu dari ayahnya. "Aku benci dengan Ayah!" Gina langsung mengibaskan rambutnya dan pergi dari sana meninggalkan ayah dan juga ibu tirinya. Galih tampak tidak terima dengan apa yang dilakukan sang ayah dan hanya menatap ayahnya dengan tatapan tajam tanpa mengatakan apapun, karena menatap ayahnya dengan kebencian itu sudah cukup mengatakan bahwa Galih juga benci pada ayahnya. Galih ikut di belakang sang kakak sedangkan Revalina, dia masih berada di hadapan suaminya yang baru saja menampar anak gadis itu. "Mas," kata Revalina pelan dan berusaha menenangkan suaminya. Tetapi sa

  • LUKA DI TEPI HATI IBU TIRI    Ibu Baru

    Revalina berpikir bahwa pernikahannya akan menjadi sesuatu yang membahagiakan untuk hidup baru yang akan dia tempuh, tapi nyatanya sesuatu yang tidak pernah diduga olehnya telah menjadi mimpi buruk untuknya. Tatapan sinis dia dapatkan saat kakinya melangkah masuk ke dalam rumah baru di mana dia akan menempuh separuh hidupnya di rumah itu. "Sayang, ayo, salaman dulu ke ibu kalian," kata Topan saat dia dan istrinya, Revalina berada di bingkai pintu. Senyum manis ditunjukkan oleh Revalina, tetapi tidak di bibir kedua anaknya. "Kok istri baru Papa, tidak secantik Mama?" Ucapan itu muncul dari mulut putri sulung Topan. Seketika hati Revalina teriris, tetapi masih bisa dibalas dengan senyum tulus oleh dirinya. Revalina melangkah maju, dan dia meraih kedua tangan Gina Wardani, anak sulung Topan, dan Revalina berkata, "Aku memang tak secantik ibumu, dan tidak akan menggantikan posisi ibumu, tapi aku akan melakukan yang terbaik untuk kalian," ucapnya dengan senyum, mata Revalina m

DMCA.com Protection Status