“Kenapa Paman Rangga harus menerimaku?” tanya Yuki.
“Sayang, sini.” Vivian menepuk sebelah ranjang yang kosong, meminta Yuki naik bersamanya. “Yuki, ada yang harus Mama lakukan sementara waktu dan tidak bisa membawamu serta. Jadi, selama aku tidak ada, kau akan tinggal bersama Paman Rangga.”
“Kenapa harus bersama pria dingin dan kaku itu? Bukankah saudaramu itu Paman Reno?”
Vivian mengernyit mendengar julukan Yuki untuk Rangga. “Dingin dan kaku?”
“Ya, aku dan Tante Maura memanggilnya begitu.” Yuki terkikik. “Tapi dia begitu lembut saat Tante Maura mulai kesal dan melotot ke arahnya. Sama seperti saat kau marah pada Daddy.”
Reno melirik Vivian yang sibuk menyembunyikan rasa tidak suka karena Yuki menggambarkan hubungan Maura dan Rangga. “Mereka saling mencintai, Eve. Urungkan niatmu untuk memisahkan mereka.”
Vivian menarik napas panjang. “Yuk
Kondisi Rangga makin parah, ia tak hanya mual dan demam. Sore ini, ia sudah dua kali muntah hingga mulutnya terasa pahit. Maura yang selalu berada di sampingnya merasa cemas dan memaksanya pergi ke dokter. “Sebaiknya kita ke Rumah Sakit. Kamu akan lemas dan kekurangan cairan bila terus begini, Kak.” “Aku masih bisa menahannya, Ra. Aku hanya ingin tidur sambil memelukmu,” pinta Rangga memelas. “Baiklah, aku akan memelukmu dan menemanimu tidur. Dengan syarat, kita akan segera ke dokter bila –.” Rangga meletakkan telunjuknya di bibir Maura agar wanita itu berhenti bicara. “Pening kepalaku mendengar kau terus bicara dan mengomel.” Maura diam, hanya bernapas dan mengusap punggung Rangga perlahan. Berusaha memberikan kehangatan seperti yang biasa mamanya lakukan saat Maura merasa tidak enak badan. “Apa kamu mencemaskan kondisi Vivian, Kak?” “Kenapa kau bilang begitu?” tanya Rangga sambil tetap terpejam dan menggeser kepalanya makin m
Maura bangun karena terkejut merasakan tubuhnya basah oleh keringat dan merasa gerah. Diliriknya jam analog di atas nakas dengan malas. ‘Dua satu tiga puluh,’ batin Maura.“Astaga, sudah malam.” Maura menarik tubuhnya seraya mengangkat kepala Rangga agar pindah dari atas tubuhnya. “Lho, kamu menggigil, Kak!” paniknya segera bangkit. “Kak, Kak!” Maura menepuk pipi Rangga pelan.“Engh, engh.”“Panas banget ini, mana keringatnya banyak yang keluar.” Maura bergegas turun dari ranjang, membuka lemari pakaian dan mengambil baju ganti.“Kak, kita harus ke Rumah Sakit sekarang.” Sekuat tenaga di tariknya tubuh Rangga agar bersandar pada kepala ranjang. “Kak, dorong badanmu. Akuh, ehk, gak bisa. Hufth, berat banget.”Tubuh Rangga tidak bergeser dari tempatnya semula.“Oke, kita ganti baju dulu, basah banget ini kaosnya. Kamu bisa masuk angin nanti.&r
“Selamat pagi, Pak. Bagaimana kabarnya, sudah lebih enak?” seorang dokter masuk ke kamar Rangga diikuti seorang suster paruh baya.“Pagi, Dok. Masih sama, mualnya bahkan makin parah.”Pria berkacamata bulat berbingkai emas itu melipat bibirnya seraya membaca hasil laboratorium. “Hasil laboratnya semua normal, hanya ada sedikit kenaikan pada fungsi hati. Memang menimbulkan rasa tidak nyaman di daerah perut. Untuk sementara, hindari makanan berlemak dan asam.”“Apa terlalu lelah juga berpengaruh, Dok?”“Bisa juga, ditambah telat makan dan kurang tidur. Bisa menyebabkan demam dan asam lambung naik.” Dokter itu mengernyit melihat suster di sebelahnya mengulum senyuman. “Kenapa, Sus?”“Saya teringat suami saya, Dok. Dia juga pernah mengalami sakit seperti ini saat saya hamil anak pertama.”“Oh, ya? Lalu?” tanya dokter penyakit dalam itu penasaran.
“Hei, Anak Pintar. Kenapa duduk sendiri di sini?”Yuki mendongak mendengar seseorang menyapanya. “Tante!” Yuki menghambur memeluk pinggang ramping Maura. “Mama,” ucapnya diikuti isak tangis.“Kita duduk dulu, yuk.” Maura membantu Yuki duduk dan berjongkok di depannya. “Sekarang, ceritakan apa yang membuat wajah cantikmu cemberut, hmm?”Yuki mengusap matanya yang basah. “Mama bilang, dia harus pergi ke Singapura untuk berobat. Apa dia akan meninggal?”“Stt, tidak separah itu, Sayang. Mama hanya pergi berobat untuk menyembuhkan sakitnya. Makin cepat dia pergi, makin cepat sembuh dan berkumpul lagi denganmu.”“Kenapa dia tidak membawaku? Kenapa dia ingin aku tinggal bersama Paman Reno? Apa aku terlalu merepotkan?”Maura berpindah duduk di samping Yuki. “Mana ada merepotkan? Dia hanya tidak ingin kau mengorbankan sekolahmu untuk menemaninya. Di
“Tunggu, kalian akan bertunangan minggu depan? Lalu, bagaimana dengan Singapura? Kenapa kau bahkan tidak mengatakannya padaku?”“Dengan sangat terpaksa harus ditunda untuk sementara, paling tidak sampai acara pertunangan selesai.” Reno memasang wajah penuh penyesalan.“Sudah, Kak. Jangan mengganggu hari bahagia mereka. Menunda dua-tiga hari tidak akan jauh berbeda. Tapi, Alina sungguh keterlaluan, dia tidak mengatakan apapun tentang rencana kalian.”“Kita kembali saja ke kamar, kepalaku tiba-tiba pening.” Rangga menggerakkan roda kursinya menjauhi Reno.“Kalian memang sesuatu, Ren.” Maura menggeleng kesal kemudian bersiap menyusul Rangga“Kak, bisa kita bicara sebentar?”“Apa?” tanya Maura kembali berpaling menatap Reno.“Ini tentang Pak Galih. Ada saran, bagaimana aku harus menghadapi Alina kalau sampai dia dengar tentang Vivian?”M
“Kenapa tampangmu kusut begitu, Kak?”“Pak Galih sudah tahu kalau kita bersaudara. Dia ingin aku menjauhkanmu dari keluarganya. Jadi, aku harap kau bisa mengikuti pengaturanku kali ini.”Vivian diam.“Minggu depan, aku akan bertunangan. Dua hari setelahnya, aku akan mengantarmu berobat ke Singapura. Aku sudah mengatur segalanya untukmu. Selama kau tidak ada, Yuki akan tinggal bersamaku. Ada lagi yang harus aku siapkan untukmu?”Vivian mencibir. “Rupanya kalian sudah memikirkan semuanya dengan rapi. Baiklah, selama kau menjaga Yuki dengan baik, aku akan mengikuti semua pengaturanmu.”Reno mendesah lega sembari mengusap wajahnya. “Aku tidak akan membuatmu terlantar. Setelah kau sembuh dan selesai mengurus perceraianmu, kau bisa terbang ke Perth untuk memulai kembali hidupmu. Seorang teman kuliahku memiliki sebuah toko kue dan dia bersedia memperkerjakanmu sebagai salah satu koki di sana.”
“Maura, ini serius?!” Rangga mendongak lagi dan mendapati wajah cantik istrinya sudah basah oleh airmata. “Kemarilah.” Rangga merentangkan dua lengannya lebar-lebar, menaymbut tubuh mungil Maura yang merapat padanya.“I love you, Ra. Thankyou!” bisik Rangga di telinga Maura seraya mendaratkan ciuman bertubi-tubi di pipi.“Tunggu, kenapa tiba-tiba kamu berinisiatif untuk memeriksakan diri?”Maura dengan berani duduk di atas pangkuan Rangga. “Kamu ingat saat kita pergi ke swalayan bersama Yuki?” Rangga mengangguk, “Saat itu aku bilang kalau tingkahmu mirip wanita yang sedang datang bulan. Dan seketika aku teringat bahwa periodeku belum datang.”“Lalu ketika suster berkata bahwa suaminya bertingkah aneh sepertimu saat dia hamil anak pertama, aku rasa, aku perlu memastikan semua dugaanku dan memberimu kejutan. Apa kamu bahagia, Kak?”“Sangat, hingga tak b
Kediaman DanutirtaTiga hari menjelang pertunangan.Rangga turun pertama kali, kemudian berbalik dan mengulurkan tangan kirinya membantu Maura turun dari mobil sedang tangan kanannya melindungi kepala istrinya agar tidak terantuk kap mobil diiringi senyuman Asep dari kaca spion. Jajang yang kebetulan sedang membantu menurunkan berbagai macam bunga dari truk besar, sengaja menghentikan aktivitasnya hanya untuk melihat kejadian langka itu.“Hati-hati. Perhatikan langkahmu,” ucap Rangga memperingatkan.“Kak, aku bukan anak kecil yang ceroboh, bukan juga wanita renta hingga perlu kamu bantu dan lindungi sedemikian rupa. Aku hanya sedang hamil. H-A-M-I-L.”“Andai kamu anak kecil atau wanita renta, aku akan lebih leluasa menggendongmu masuk tanpa harus berdebat lebih dulu,” bantah Rangga. “Atau kamu memang memintaku menggendongmu masuk? Sini.”“Tidak. Aku masih sanggup berjalan,” ujar Mau