“Hei, Anak Pintar. Kenapa duduk sendiri di sini?”
Yuki mendongak mendengar seseorang menyapanya. “Tante!” Yuki menghambur memeluk pinggang ramping Maura. “Mama,” ucapnya diikuti isak tangis.
“Kita duduk dulu, yuk.” Maura membantu Yuki duduk dan berjongkok di depannya. “Sekarang, ceritakan apa yang membuat wajah cantikmu cemberut, hmm?”
Yuki mengusap matanya yang basah. “Mama bilang, dia harus pergi ke Singapura untuk berobat. Apa dia akan meninggal?”
“Stt, tidak separah itu, Sayang. Mama hanya pergi berobat untuk menyembuhkan sakitnya. Makin cepat dia pergi, makin cepat sembuh dan berkumpul lagi denganmu.”
“Kenapa dia tidak membawaku? Kenapa dia ingin aku tinggal bersama Paman Reno? Apa aku terlalu merepotkan?”
Maura berpindah duduk di samping Yuki. “Mana ada merepotkan? Dia hanya tidak ingin kau mengorbankan sekolahmu untuk menemaninya. Di
“Tunggu, kalian akan bertunangan minggu depan? Lalu, bagaimana dengan Singapura? Kenapa kau bahkan tidak mengatakannya padaku?”“Dengan sangat terpaksa harus ditunda untuk sementara, paling tidak sampai acara pertunangan selesai.” Reno memasang wajah penuh penyesalan.“Sudah, Kak. Jangan mengganggu hari bahagia mereka. Menunda dua-tiga hari tidak akan jauh berbeda. Tapi, Alina sungguh keterlaluan, dia tidak mengatakan apapun tentang rencana kalian.”“Kita kembali saja ke kamar, kepalaku tiba-tiba pening.” Rangga menggerakkan roda kursinya menjauhi Reno.“Kalian memang sesuatu, Ren.” Maura menggeleng kesal kemudian bersiap menyusul Rangga“Kak, bisa kita bicara sebentar?”“Apa?” tanya Maura kembali berpaling menatap Reno.“Ini tentang Pak Galih. Ada saran, bagaimana aku harus menghadapi Alina kalau sampai dia dengar tentang Vivian?”M
“Kenapa tampangmu kusut begitu, Kak?”“Pak Galih sudah tahu kalau kita bersaudara. Dia ingin aku menjauhkanmu dari keluarganya. Jadi, aku harap kau bisa mengikuti pengaturanku kali ini.”Vivian diam.“Minggu depan, aku akan bertunangan. Dua hari setelahnya, aku akan mengantarmu berobat ke Singapura. Aku sudah mengatur segalanya untukmu. Selama kau tidak ada, Yuki akan tinggal bersamaku. Ada lagi yang harus aku siapkan untukmu?”Vivian mencibir. “Rupanya kalian sudah memikirkan semuanya dengan rapi. Baiklah, selama kau menjaga Yuki dengan baik, aku akan mengikuti semua pengaturanmu.”Reno mendesah lega sembari mengusap wajahnya. “Aku tidak akan membuatmu terlantar. Setelah kau sembuh dan selesai mengurus perceraianmu, kau bisa terbang ke Perth untuk memulai kembali hidupmu. Seorang teman kuliahku memiliki sebuah toko kue dan dia bersedia memperkerjakanmu sebagai salah satu koki di sana.”
“Maura, ini serius?!” Rangga mendongak lagi dan mendapati wajah cantik istrinya sudah basah oleh airmata. “Kemarilah.” Rangga merentangkan dua lengannya lebar-lebar, menaymbut tubuh mungil Maura yang merapat padanya.“I love you, Ra. Thankyou!” bisik Rangga di telinga Maura seraya mendaratkan ciuman bertubi-tubi di pipi.“Tunggu, kenapa tiba-tiba kamu berinisiatif untuk memeriksakan diri?”Maura dengan berani duduk di atas pangkuan Rangga. “Kamu ingat saat kita pergi ke swalayan bersama Yuki?” Rangga mengangguk, “Saat itu aku bilang kalau tingkahmu mirip wanita yang sedang datang bulan. Dan seketika aku teringat bahwa periodeku belum datang.”“Lalu ketika suster berkata bahwa suaminya bertingkah aneh sepertimu saat dia hamil anak pertama, aku rasa, aku perlu memastikan semua dugaanku dan memberimu kejutan. Apa kamu bahagia, Kak?”“Sangat, hingga tak b
Kediaman DanutirtaTiga hari menjelang pertunangan.Rangga turun pertama kali, kemudian berbalik dan mengulurkan tangan kirinya membantu Maura turun dari mobil sedang tangan kanannya melindungi kepala istrinya agar tidak terantuk kap mobil diiringi senyuman Asep dari kaca spion. Jajang yang kebetulan sedang membantu menurunkan berbagai macam bunga dari truk besar, sengaja menghentikan aktivitasnya hanya untuk melihat kejadian langka itu.“Hati-hati. Perhatikan langkahmu,” ucap Rangga memperingatkan.“Kak, aku bukan anak kecil yang ceroboh, bukan juga wanita renta hingga perlu kamu bantu dan lindungi sedemikian rupa. Aku hanya sedang hamil. H-A-M-I-L.”“Andai kamu anak kecil atau wanita renta, aku akan lebih leluasa menggendongmu masuk tanpa harus berdebat lebih dulu,” bantah Rangga. “Atau kamu memang memintaku menggendongmu masuk? Sini.”“Tidak. Aku masih sanggup berjalan,” ujar Mau
Sejak bertemu dan bersalaman dengan Maura, Anggita Sandra Danutirta yakin betul bahwa tebakannya selama ini tepat. Wanita yang beberapa bulan belakangan menjadi bahan obrolan keluarganya di waktu senggang karena pernikahannya dengan Rangga yang terkesan mendadak adalah wanita yang sama yang telah membuatnya gagal mempertahankan cinta Evander.Anggi sengaja menyembunyikan diri di balik punggung paman dan ayahnya agar Maura tidak bisa mengenalinya. Melihatnya lagi, membuat Anggi merasakan kembali sakit hati dicampakkan Evander dengan alasan bahwa hati dokter tampan itu hanya milik Maura, gadis muda sahabat adiknya.Mendengar akhirnya gadis itu berhasil mendapatkan Rangga karena mengandung anak pewaris GD Grup, Anggi merasa, gadis bernama Maura itu begitu pandai menggunakan potensinya. Ketika akhirnya Maura meninggalkan meja makan, Anggi merasa ini saat yang tepat untuk membalas sakit hatinya.“Di sini rupanya,” ujar Anggi seraya berjalan mendekat.
Ketika keluar dari kamar mandi, Rangga celingukan mencari istrinya. Sekilas tadi dilihatnya Maura berjalan keluar menuju halaman belakang. Namun, ketika ia mencari keberadaan Maura di taman belakang, tempat itu kosong. “Cari siapa, Den?” Jajang yang sedang membereskan sisa makanan menyapa. “Mang Jajang lihat Maura?” “Tadi saya lihat jalan keluar, Den. Mungkin jalan-jalan sekitaran rumah.” Rangga bergegas keluar setelah mendengar keterangan Jajang. Instingnya mengatakan, terjadi sesuatu yang tidak diketahuinya. Panik menyerangnya saat Rangga tidak bisa menemukan Maura di sekitaran rumah dan panggilan yang tak kunjung dijawab. “Kamu ke mana, sih?!” geram Rangga. Rangga kembali ke dalam rumah untuk mengambil kunci mobilnya ketika berpapasan dengan Anggi dan tidak sengaja melihat seringai di bibir merah sepupunya itu. “Kamu lihat Maura?” “Ya, aku melihatnya keluar rumah dan masuk ke dalam sebuah mobil SUV warna putih. Coba
Café CemmanaMaura menatap bingung pada Evan dan bangunan di depannya. “Kenapa membawaku kemari, Kak? Ini sudah terlalu malam untuk makan dessert. Tolong antarkan aku pulang!” tegas Maura.“Ada yang perlu kita bicarakan, Ra. Kita turun dulu, ini tidak akan lama.” Evan mematikan mesin mobilnya dan mencabut kunci dari tempatnya. “Aku akan menunggumu di dalam.” Evan turun dari mobil dan meninggalkan Maura yang masih duduk tegak di atas kursi.“Apa maunya coba? Mana gak bawa HP. Rangga bisa kebingungan mencariku nanti.” Maura mendengus keras, membuang kesalnya. “Sebaiknya aku segera turun agar semua segera selesai,” putusnya seraya melepas sabuk pengaman dan turun dari mobil.Maura melangkah masuk ke dalam café, walau dengan berat hati karena trauma masa lalu dan waktu yang tidak tepat. Evan duduk di pojok café sambil membolak-balik buku menu.“Akhirnya mau
Rangga membawa Maura yang pingsan dalam dekapannya menyelinap masuk ke dalam kamar. Kebetulan, sebagian besar keluarga Danutirta yang hadir saat makan malam tadi sudah kembali ke hotel. Siska sudah menunggunya di kamar, lengkap dengan tas kerja warna hitam yang selalu dia bawa saat mengunjungi pasien.“Ada apa dengannya?”“Dia hamil, Tan. Barusan ada sedikit kejadian yang memicu emosinya dan membuatnya hilang kesadaran.”“Kamu?” tuduh Siska menatap Rangga tajam.“Jelas bukan lah!” sergah Rangga cepat. “Apa ada yang melihat Tante naik ke sini?”Siska menggeleng sambil terus memeriksa dada Maura dengan teliti. “Dia baik-baik saja. Ini bawaan kehamilannya. Sudah berapa minggu usia kehamilannya?”“Kami belum sempat periksa. Dia hanya melakukan tes darah saat menemaniku dirawat di Bandung.”“Oke, setelah acara pertunangan Alina, bawa dia ke tempatku.