Pukul 10.00
Moonlight hotel, Tokyo
Bina terbangun dengan kepalanya yang sedikit kesakitan. Bagaimana tidak, setelah acara fashion week selesai mereka langsung mengikuti pesta perayaan yang diadakan oleh panitia dan baru selesai pukul 3 dini hari. Padahal tadinya ia berencana untuk langsung pulang ke hotel dan beristirahat, tapi Rini terus-terusan memaksa-nya untuk ikut.
Bagaimana dengan Yurina?
Ah beruntungnya, Rini masih mengingat jam malam anak SMA dan menyuruh sopirnya untuk mengantar Yurina pulang tepat pukul 9 malam.
Bina turun dari tempat tidur dengan rasa malas. Seluruh tubuhnya baru terasa sakit sekarang setelah bekerja keras selama satu minggu penuh mempersiapkan acara dadakan yang diajukan bos tercintanya ini.
Bina menyikat gigi-nya sambil menatap pantulan diri pada cermin di depan-nya. Dirinya terlihat cukup kacau! Bina bertekad untuk berkencan dengan kasur-nya seharian ini. Menikmati snack yang dibelinya sejak kemarin, tapi tidak
The university of Tokyo Hospital Pukul 08.00 Suasana pagi di rumah sakit terlihat cukup tenang. Beberapa perawat dari shift malam mulai bergantian dengan perawat dari shift pagi yang satu persatu mulai berdatangan. Kamar-kamar pasien terlihat hanya diisi oleh anggota keluarga yang bertugas untuk menjaga anggota keluarga mereka yang harus dirawat di sana. Salah satu kamar pasien bertuliskan nomor 706 di depan pintunya terlihat sepi. Hanya ada pasien di ruangan itu. Air purifier di atas meja baru saja menyemprotkan isinya untuk menjaga agar ruangan tetap higienis, Di samping air purifier, ada sebuah vas kaca berisi bunga krisan berwarna ungu yang menyegarkan mata. Juga, suara tetesan infus menggema di ruangan yang sepi itu. Oh, itu BINA! Wanita itu tengah terbaring tenang di atas ranjang pasien sejak semalam. Selang infus terjulur panjang ke bawah dan menempel di tangan kirinya. Cahaya pagi yang perlahan mulai masuk ke dalam ruangan dar
Bandara Soekarno-HattaPukul 12.30 WIBSuasana bandara terpantau sangat ramai. Maklum saja, bulan Desember adalah musimnya warga Indonesia untuk pergi liburan. Entah untuk menyenangkan anak-anak yang libur sekolah dengan bepergian ke luar kota atau pun sekedar merayakan tahun baru di tempat pilihan. Sekelompok orang terlihat keluardari tempat pengambilan koper dengan lesu.Itu rombongan Bina.Mereka baru saja menginjakkan kaki di tanah air setelah berada di Jepang selama hampir dua minggu. Yah, waktu mereka di Jepang harus diperpanjang untuk memastikan kalau Bina sudah benar-benar sembuh saat kembali ke Indonesia. Setidaknya, itulah salah satu tuntutan Rini kepada designer favoritnya.“Baiklah, semuanya dengarkan!” Rini berdiri di tengah lingkaran yang dibuat oleh karyawan-nya untuk memberikan penggumuman. Semuanya terlihat menurut dan berusaha untuk tidak membuat suara sama sekali.“Sebentar lagi bus
Bina povPukul 14.50 WIBAku berjaan keluar toko dengan santai. Berpura-pura kalau aku tidak menyadari apapun. Aku berjalan sambil bersenandung kecil dan diam-diam melirik ke sisi kiriku, mencari sebuah gang kecil untuk kabur atau bersembunyi. Tapi hasilnya nihil. Baiklah, aku harus memutar otak lebih keras!TING!Sebuah lampu bohlam muncul di atas kepalaku. Aku dapat ide! Aku memutuskan untuk masuk ke sembarang toko yang aku temui. Bau kertas tua langsung tercium, ketika aku memasuki toko itu. Ah, ini toko buku tua. Aku pura-pura memandang sekeliling, seolah sedang mencari buku.Sial! Wanita itu masih saja mengikutiku masuk sampai ke toko buku tua ini! Aku kira wanita stylish sepertinya tidak akan mau masuk ke dalam sini. Baiklah, rencana cadangan dijalankan!Aku berjalan menghampiri pemilik toko yang merupakan seorang kakek tua berbadan kurus kering yang hanya memakai celana pendek dengan kaos tanpa lengan dan kacamata plu
Still Bina povAku berjalan dengan lesu di jalan setapak. Jalanan yang aku lewati terlihat sepi. Ah, sepertinya sekarang sudah larut malam. Aku meminta wanita bernama Evelyn Lee itu mengantarku ke tempat semula kami bertemu yaitu toko buku tua itu. Ia menurunkanku di sana dan aku nekat berjalan kaki dari sana. Terlalu banyak hal yang memenuhi kepalaku sampai aku tidak sadar sudah sampai di depan rumah.Aku melirik jam tanganku dan waktu menunjukkan pukul 22.00 WIB. Aku tidak menyangka kalau waktu berlalu dengan sangat cepat, ketika aku kembali terjebak pada rasa dendam masa lalu.Aku memutuskan untuk masuk ke dalam rumah dan mendapati keadaan rumah yang kosong. Apa mungkin paman Jo dan Awan masih sibuk di luar? Tapi rasanya tidak mungkin mengingat malam yang sudah larut ini.Tiba-tiba, aku mendengar suara beberapa orang yang mengobrol dari ruang kerja paman Jo. Aku memutuskan untuk turun ke basement dan mendapati tiga manusia terlihat sed
Still Bina povLima hari kemudian, aku menyelesaikan semua pesanan yang masuk. Total ada dua puluh pakaian yang dipesan oleh customer dan semuanya adalah model pakaian yang sama saat acara fashion week. Aku menghembuskan napas lega melihat tumpukan paket kardus berisi pesanan customer. Ah, aku harus mengirimkan pesanan mereka besok. Setelah beres dengan pesanan customer, aku masih harus memikirkan cara yang tepat untuk membicarakan hal yang penting dengan Rini.Aku melirik jam tangan di pergelangan tanganku dan mendapati waktu sudah menunjukkan pukul enam sore. Aku harus bergegas pulang, karena aku sudah memiliki janji akan makan malam bersama Awan dan paman Jo. Aku menyambar tas-ku dari atas meja dan berjalan keluar toko.***Pukul 19.00 WIBAku bergegas turun dari mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah setelah memastikan kalau aku sudah menutup kembali pintu rumah. Aku langsung berjalan menuju ke dapur dan mendapati tiga orang manusia tenga
Bina pov Tiga hari kemudian, aku benar-benar pergi dari rumah. Paman Jo, Awan, dokter Je dan Rini terlihat berat melepaskan aku yang hendak pergi. Aku sengaja memberikan izin kepada mereka untuk mengantarkan kepergianku hanya dari depan rumah. Selebihnya adalah batas merah. Artinya, mereka tidak diperbolehkan melewati batas itu atau aku tidak akan kembali lagi ke sini. Aku memutuskan untuk tidak mau repot, jadi aku hanya memasukkan barang-barang yang penting ke dalam koper-ku. "Hiks jaga dirimu baik-baik, Bina." Ucap Rini sambil memelukku. Aku membalas pelukannya sambil berusaha menenangkannya yang terus sesenggukan menangis. "Kami akan sangat merindukanmu." Itu kata-kata yang dilontarkan dokter Je kepadaku sambil tersenyum. Ia berpura-pura terlihat tegar, padahal sorot matanya terlihat sedih. Jadi aku memberinya pelukan perpisahan yang singkat. Aku beralih kepada paman Jo yang menatapku dengan mata yang berkaca-kaca, "Kembalilah dengan selamat, Bina." Paman Jo memeluk-ku dengan er
Pukul 15.30 WIBAwan terlihat keluar dari dalam salah satu kamar yang ada di sana. Dia baru saja terbangun dari tidur siangnya yang hanya memiliki durasi lebih sebentar dari pada biasanya. Laki-laki itu menggaruk belakang kepalanya ketika mengedarkan pandangan ke segala penjuru ruangan dan tidak mendapati siapapun di sana. Awan mengembuskan napas kesal. Rumah ini seperti pemakaman, pikirnya.Kedua kakinya kini melangkah maju ke arah dapur. Kerongkongannya terasa kering setelahbangun tidur. Beruntung, kulkas di dapur rumah ini terisi penuh dengan makanan. Saking penuhnya, Awan sampai sempat kebingungan harus memilih merk minum yang mana yangharus ia minum.“Akhh! Air mineral memang selalu jadi yang terbaik!” Puji Awan setelah dirinya selesaimenenggak habis satu botol air mineral dingin.Laki-laki itu terlihat tengah memamerkansenyum sumringah miliknya, ketika tiba-tiba ia mendeng
Pukul 03.00 CHNEvelyn Lee dan rombongannya tiba di Beijing Capital International Airport dini hari. Keadaan bandara terlihat ramai untuk ukuran waktu dini hari. Maklum saja, bandara ini merupakan bandara tersibuk di China.Sebuah limousin berwarna putih terlihat sudah menunggu mereka di depan pintu keluar bandara. Seorang pria berpakaian jas hitam dan kacamata dengan warna senada yang semula berdiri di samping mobil langsung berjalan menghampiri Evelyn Lee. Menyapa wanita itu sambil melaporkan sesuatu menggunakan bahasa lokal. Evelyn Lee menganggukkan kepalanya, pertanda kalau ia menerima dengan baik laporan dari pria tersebut. Setelah itu, pria dengan setelan jas hitam tadi membukakan pintu belakang seolah mempersilakan Evelyn Lee dan para rombongannya untuk masuk ke dalam.Jesselyn terlihat melemparkan pandangannya kepada Bina. Wanita itu seolah meminta persetujuan darinya untuk naik ke dalam limousin di depan mereka. Keraguannya langsung terjawab denga