Bandara Soekarno-Hatta
Pukul 12.30 WIB
Suasana bandara terpantau sangat ramai. Maklum saja, bulan Desember adalah musimnya warga Indonesia untuk pergi liburan. Entah untuk menyenangkan anak-anak yang libur sekolah dengan bepergian ke luar kota atau pun sekedar merayakan tahun baru di tempat pilihan. Sekelompok orang terlihat keluar dari tempat pengambilan koper dengan lesu.
Itu rombongan Bina.
Mereka baru saja menginjakkan kaki di tanah air setelah berada di Jepang selama hampir dua minggu. Yah, waktu mereka di Jepang harus diperpanjang untuk memastikan kalau Bina sudah benar-benar sembuh saat kembali ke Indonesia. Setidaknya, itulah salah satu tuntutan Rini kepada designer favoritnya.
“Baiklah, semuanya dengarkan!” Rini berdiri di tengah lingkaran yang dibuat oleh karyawan-nya untuk memberikan penggumuman. Semuanya terlihat menurut dan berusaha untuk tidak membuat suara sama sekali.
“Sebentar lagi bus
Bina povPukul 14.50 WIBAku berjaan keluar toko dengan santai. Berpura-pura kalau aku tidak menyadari apapun. Aku berjalan sambil bersenandung kecil dan diam-diam melirik ke sisi kiriku, mencari sebuah gang kecil untuk kabur atau bersembunyi. Tapi hasilnya nihil. Baiklah, aku harus memutar otak lebih keras!TING!Sebuah lampu bohlam muncul di atas kepalaku. Aku dapat ide! Aku memutuskan untuk masuk ke sembarang toko yang aku temui. Bau kertas tua langsung tercium, ketika aku memasuki toko itu. Ah, ini toko buku tua. Aku pura-pura memandang sekeliling, seolah sedang mencari buku.Sial! Wanita itu masih saja mengikutiku masuk sampai ke toko buku tua ini! Aku kira wanita stylish sepertinya tidak akan mau masuk ke dalam sini. Baiklah, rencana cadangan dijalankan!Aku berjalan menghampiri pemilik toko yang merupakan seorang kakek tua berbadan kurus kering yang hanya memakai celana pendek dengan kaos tanpa lengan dan kacamata plu
Still Bina povAku berjalan dengan lesu di jalan setapak. Jalanan yang aku lewati terlihat sepi. Ah, sepertinya sekarang sudah larut malam. Aku meminta wanita bernama Evelyn Lee itu mengantarku ke tempat semula kami bertemu yaitu toko buku tua itu. Ia menurunkanku di sana dan aku nekat berjalan kaki dari sana. Terlalu banyak hal yang memenuhi kepalaku sampai aku tidak sadar sudah sampai di depan rumah.Aku melirik jam tanganku dan waktu menunjukkan pukul 22.00 WIB. Aku tidak menyangka kalau waktu berlalu dengan sangat cepat, ketika aku kembali terjebak pada rasa dendam masa lalu.Aku memutuskan untuk masuk ke dalam rumah dan mendapati keadaan rumah yang kosong. Apa mungkin paman Jo dan Awan masih sibuk di luar? Tapi rasanya tidak mungkin mengingat malam yang sudah larut ini.Tiba-tiba, aku mendengar suara beberapa orang yang mengobrol dari ruang kerja paman Jo. Aku memutuskan untuk turun ke basement dan mendapati tiga manusia terlihat sed
Still Bina povLima hari kemudian, aku menyelesaikan semua pesanan yang masuk. Total ada dua puluh pakaian yang dipesan oleh customer dan semuanya adalah model pakaian yang sama saat acara fashion week. Aku menghembuskan napas lega melihat tumpukan paket kardus berisi pesanan customer. Ah, aku harus mengirimkan pesanan mereka besok. Setelah beres dengan pesanan customer, aku masih harus memikirkan cara yang tepat untuk membicarakan hal yang penting dengan Rini.Aku melirik jam tangan di pergelangan tanganku dan mendapati waktu sudah menunjukkan pukul enam sore. Aku harus bergegas pulang, karena aku sudah memiliki janji akan makan malam bersama Awan dan paman Jo. Aku menyambar tas-ku dari atas meja dan berjalan keluar toko.***Pukul 19.00 WIBAku bergegas turun dari mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah setelah memastikan kalau aku sudah menutup kembali pintu rumah. Aku langsung berjalan menuju ke dapur dan mendapati tiga orang manusia tenga
Bina pov Tiga hari kemudian, aku benar-benar pergi dari rumah. Paman Jo, Awan, dokter Je dan Rini terlihat berat melepaskan aku yang hendak pergi. Aku sengaja memberikan izin kepada mereka untuk mengantarkan kepergianku hanya dari depan rumah. Selebihnya adalah batas merah. Artinya, mereka tidak diperbolehkan melewati batas itu atau aku tidak akan kembali lagi ke sini. Aku memutuskan untuk tidak mau repot, jadi aku hanya memasukkan barang-barang yang penting ke dalam koper-ku. "Hiks jaga dirimu baik-baik, Bina." Ucap Rini sambil memelukku. Aku membalas pelukannya sambil berusaha menenangkannya yang terus sesenggukan menangis. "Kami akan sangat merindukanmu." Itu kata-kata yang dilontarkan dokter Je kepadaku sambil tersenyum. Ia berpura-pura terlihat tegar, padahal sorot matanya terlihat sedih. Jadi aku memberinya pelukan perpisahan yang singkat. Aku beralih kepada paman Jo yang menatapku dengan mata yang berkaca-kaca, "Kembalilah dengan selamat, Bina." Paman Jo memeluk-ku dengan er
Pukul 15.30 WIBAwan terlihat keluar dari dalam salah satu kamar yang ada di sana. Dia baru saja terbangun dari tidur siangnya yang hanya memiliki durasi lebih sebentar dari pada biasanya. Laki-laki itu menggaruk belakang kepalanya ketika mengedarkan pandangan ke segala penjuru ruangan dan tidak mendapati siapapun di sana. Awan mengembuskan napas kesal. Rumah ini seperti pemakaman, pikirnya.Kedua kakinya kini melangkah maju ke arah dapur. Kerongkongannya terasa kering setelahbangun tidur. Beruntung, kulkas di dapur rumah ini terisi penuh dengan makanan. Saking penuhnya, Awan sampai sempat kebingungan harus memilih merk minum yang mana yangharus ia minum.“Akhh! Air mineral memang selalu jadi yang terbaik!” Puji Awan setelah dirinya selesaimenenggak habis satu botol air mineral dingin.Laki-laki itu terlihat tengah memamerkansenyum sumringah miliknya, ketika tiba-tiba ia mendeng
Pukul 03.00 CHNEvelyn Lee dan rombongannya tiba di Beijing Capital International Airport dini hari. Keadaan bandara terlihat ramai untuk ukuran waktu dini hari. Maklum saja, bandara ini merupakan bandara tersibuk di China.Sebuah limousin berwarna putih terlihat sudah menunggu mereka di depan pintu keluar bandara. Seorang pria berpakaian jas hitam dan kacamata dengan warna senada yang semula berdiri di samping mobil langsung berjalan menghampiri Evelyn Lee. Menyapa wanita itu sambil melaporkan sesuatu menggunakan bahasa lokal. Evelyn Lee menganggukkan kepalanya, pertanda kalau ia menerima dengan baik laporan dari pria tersebut. Setelah itu, pria dengan setelan jas hitam tadi membukakan pintu belakang seolah mempersilakan Evelyn Lee dan para rombongannya untuk masuk ke dalam.Jesselyn terlihat melemparkan pandangannya kepada Bina. Wanita itu seolah meminta persetujuan darinya untuk naik ke dalam limousin di depan mereka. Keraguannya langsung terjawab denga
Pukul 19.00 CHNDe Lune KasinoSuasana kasino dimalam hari terlihat ramai oleh para pengunjung. Banyak orang terlihat saling mempertaruhkan chip yang mereka miliki di atas meja judi. Semua orang terlihat berkumpul di dalam gedung kasino dengan banyak lantai nan megah itu. Interior di dalam kasino juga dibuat se-artistik mungkin. Membuat siapapun yang masuk ke dalam sana akan betah untuk berlama-lama.Di antara ramainya pengunjung kasino malam itu, Bina dan Jesselyn terlihat ikut membaur bersama mereka. Kedua wanita itu terlihat berjalan di antara banyaknya kerumunan di dalam kasino sambil mendorong troli berisi alat-alat kebersihan. Benar, kedua wanita itu kini sedang menyamar sebagai anggota kebersihan di sana.Ide ini berasal dari Evelyn dan atas dasar keputusan dari Bina selaku pemimpin dalam tim mereka. Sekarang, ia dan Jesselyn sudah masuk ke dalam lift sambil menekan angka 12 di antara banyaknya tombol angka di sana. Pintu lift perlahan menutup dan
***Pukul 20.10 CHNDi dalam auditorium “Tunggu! Apakah itu kau, Je? Yang menyamar sebagai Madam Lim?!” Tiba-tiba Evelyn Lee langsung bertanya dengan nada sedikit meninggi.Bina dan Jesselyn langsung melebarkan kedua mata. Kedua wanita itu hanya bisa saling melempar pandang satu sama lain sambil menunjukkan senyum kecut mereka.Gawat, mereka ketahuan!Helaan napas Evelyn Lee terdengar dengan jelas dari balik earpiece berukuran nano yang dipakai oleh kedua agen wanita tersebut. Kelihatan jelas kalau wanita di seberang sana mencoba menahan kekesalannya kepada Jesselyn dan Bina yang tidak menuruti rencananya sejak awal. “Tadi kami merasa sedikit bosan, jadi kami mencoba bertaruh sedikit dan sialnya, aku yang kalah dan harus memakai topeng jelek ini,” Jesselyn mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.Helaan napas Evelyn Lee kembali terdengar dari seberang earpiece.“Baiklah. Aku me-maklumi hal ini, karena kalian sudah terlanjur menyamar. Tapi, aku tidak akan me-maklumi satu pun k