The university of Tokyo Hospital
Pukul 08.00
Suasana pagi di rumah sakit terlihat cukup tenang. Beberapa perawat dari shift malam mulai bergantian dengan perawat dari shift pagi yang satu persatu mulai berdatangan. Kamar-kamar pasien terlihat hanya diisi oleh anggota keluarga yang bertugas untuk menjaga anggota keluarga mereka yang harus dirawat di sana.
Salah satu kamar pasien bertuliskan nomor 706 di depan pintunya terlihat sepi. Hanya ada pasien di ruangan itu. Air purifier di atas meja baru saja menyemprotkan isinya untuk menjaga agar ruangan tetap higienis, Di samping air purifier, ada sebuah vas kaca berisi bunga krisan berwarna ungu yang menyegarkan mata. Juga, suara tetesan infus menggema di ruangan yang sepi itu.
Oh, itu BINA!
Wanita itu tengah terbaring tenang di atas ranjang pasien sejak semalam. Selang infus terjulur panjang ke bawah dan menempel di tangan kirinya. Cahaya pagi yang perlahan mulai masuk ke dalam ruangan dar
Bandara Soekarno-HattaPukul 12.30 WIBSuasana bandara terpantau sangat ramai. Maklum saja, bulan Desember adalah musimnya warga Indonesia untuk pergi liburan. Entah untuk menyenangkan anak-anak yang libur sekolah dengan bepergian ke luar kota atau pun sekedar merayakan tahun baru di tempat pilihan. Sekelompok orang terlihat keluardari tempat pengambilan koper dengan lesu.Itu rombongan Bina.Mereka baru saja menginjakkan kaki di tanah air setelah berada di Jepang selama hampir dua minggu. Yah, waktu mereka di Jepang harus diperpanjang untuk memastikan kalau Bina sudah benar-benar sembuh saat kembali ke Indonesia. Setidaknya, itulah salah satu tuntutan Rini kepada designer favoritnya.“Baiklah, semuanya dengarkan!” Rini berdiri di tengah lingkaran yang dibuat oleh karyawan-nya untuk memberikan penggumuman. Semuanya terlihat menurut dan berusaha untuk tidak membuat suara sama sekali.“Sebentar lagi bus
Bina povPukul 14.50 WIBAku berjaan keluar toko dengan santai. Berpura-pura kalau aku tidak menyadari apapun. Aku berjalan sambil bersenandung kecil dan diam-diam melirik ke sisi kiriku, mencari sebuah gang kecil untuk kabur atau bersembunyi. Tapi hasilnya nihil. Baiklah, aku harus memutar otak lebih keras!TING!Sebuah lampu bohlam muncul di atas kepalaku. Aku dapat ide! Aku memutuskan untuk masuk ke sembarang toko yang aku temui. Bau kertas tua langsung tercium, ketika aku memasuki toko itu. Ah, ini toko buku tua. Aku pura-pura memandang sekeliling, seolah sedang mencari buku.Sial! Wanita itu masih saja mengikutiku masuk sampai ke toko buku tua ini! Aku kira wanita stylish sepertinya tidak akan mau masuk ke dalam sini. Baiklah, rencana cadangan dijalankan!Aku berjalan menghampiri pemilik toko yang merupakan seorang kakek tua berbadan kurus kering yang hanya memakai celana pendek dengan kaos tanpa lengan dan kacamata plu
Still Bina povAku berjalan dengan lesu di jalan setapak. Jalanan yang aku lewati terlihat sepi. Ah, sepertinya sekarang sudah larut malam. Aku meminta wanita bernama Evelyn Lee itu mengantarku ke tempat semula kami bertemu yaitu toko buku tua itu. Ia menurunkanku di sana dan aku nekat berjalan kaki dari sana. Terlalu banyak hal yang memenuhi kepalaku sampai aku tidak sadar sudah sampai di depan rumah.Aku melirik jam tanganku dan waktu menunjukkan pukul 22.00 WIB. Aku tidak menyangka kalau waktu berlalu dengan sangat cepat, ketika aku kembali terjebak pada rasa dendam masa lalu.Aku memutuskan untuk masuk ke dalam rumah dan mendapati keadaan rumah yang kosong. Apa mungkin paman Jo dan Awan masih sibuk di luar? Tapi rasanya tidak mungkin mengingat malam yang sudah larut ini.Tiba-tiba, aku mendengar suara beberapa orang yang mengobrol dari ruang kerja paman Jo. Aku memutuskan untuk turun ke basement dan mendapati tiga manusia terlihat sed
Still Bina povLima hari kemudian, aku menyelesaikan semua pesanan yang masuk. Total ada dua puluh pakaian yang dipesan oleh customer dan semuanya adalah model pakaian yang sama saat acara fashion week. Aku menghembuskan napas lega melihat tumpukan paket kardus berisi pesanan customer. Ah, aku harus mengirimkan pesanan mereka besok. Setelah beres dengan pesanan customer, aku masih harus memikirkan cara yang tepat untuk membicarakan hal yang penting dengan Rini.Aku melirik jam tangan di pergelangan tanganku dan mendapati waktu sudah menunjukkan pukul enam sore. Aku harus bergegas pulang, karena aku sudah memiliki janji akan makan malam bersama Awan dan paman Jo. Aku menyambar tas-ku dari atas meja dan berjalan keluar toko.***Pukul 19.00 WIBAku bergegas turun dari mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah setelah memastikan kalau aku sudah menutup kembali pintu rumah. Aku langsung berjalan menuju ke dapur dan mendapati tiga orang manusia tenga
Bina pov Tiga hari kemudian, aku benar-benar pergi dari rumah. Paman Jo, Awan, dokter Je dan Rini terlihat berat melepaskan aku yang hendak pergi. Aku sengaja memberikan izin kepada mereka untuk mengantarkan kepergianku hanya dari depan rumah. Selebihnya adalah batas merah. Artinya, mereka tidak diperbolehkan melewati batas itu atau aku tidak akan kembali lagi ke sini. Aku memutuskan untuk tidak mau repot, jadi aku hanya memasukkan barang-barang yang penting ke dalam koper-ku. "Hiks jaga dirimu baik-baik, Bina." Ucap Rini sambil memelukku. Aku membalas pelukannya sambil berusaha menenangkannya yang terus sesenggukan menangis. "Kami akan sangat merindukanmu." Itu kata-kata yang dilontarkan dokter Je kepadaku sambil tersenyum. Ia berpura-pura terlihat tegar, padahal sorot matanya terlihat sedih. Jadi aku memberinya pelukan perpisahan yang singkat. Aku beralih kepada paman Jo yang menatapku dengan mata yang berkaca-kaca, "Kembalilah dengan selamat, Bina." Paman Jo memeluk-ku dengan er
Pukul 15.30 WIBAwan terlihat keluar dari dalam salah satu kamar yang ada di sana. Dia baru saja terbangun dari tidur siangnya yang hanya memiliki durasi lebih sebentar dari pada biasanya. Laki-laki itu menggaruk belakang kepalanya ketika mengedarkan pandangan ke segala penjuru ruangan dan tidak mendapati siapapun di sana. Awan mengembuskan napas kesal. Rumah ini seperti pemakaman, pikirnya.Kedua kakinya kini melangkah maju ke arah dapur. Kerongkongannya terasa kering setelahbangun tidur. Beruntung, kulkas di dapur rumah ini terisi penuh dengan makanan. Saking penuhnya, Awan sampai sempat kebingungan harus memilih merk minum yang mana yangharus ia minum.“Akhh! Air mineral memang selalu jadi yang terbaik!” Puji Awan setelah dirinya selesaimenenggak habis satu botol air mineral dingin.Laki-laki itu terlihat tengah memamerkansenyum sumringah miliknya, ketika tiba-tiba ia mendeng
Pukul 03.00 CHNEvelyn Lee dan rombongannya tiba di Beijing Capital International Airport dini hari. Keadaan bandara terlihat ramai untuk ukuran waktu dini hari. Maklum saja, bandara ini merupakan bandara tersibuk di China.Sebuah limousin berwarna putih terlihat sudah menunggu mereka di depan pintu keluar bandara. Seorang pria berpakaian jas hitam dan kacamata dengan warna senada yang semula berdiri di samping mobil langsung berjalan menghampiri Evelyn Lee. Menyapa wanita itu sambil melaporkan sesuatu menggunakan bahasa lokal. Evelyn Lee menganggukkan kepalanya, pertanda kalau ia menerima dengan baik laporan dari pria tersebut. Setelah itu, pria dengan setelan jas hitam tadi membukakan pintu belakang seolah mempersilakan Evelyn Lee dan para rombongannya untuk masuk ke dalam.Jesselyn terlihat melemparkan pandangannya kepada Bina. Wanita itu seolah meminta persetujuan darinya untuk naik ke dalam limousin di depan mereka. Keraguannya langsung terjawab denga
Pukul 19.00 CHNDe Lune KasinoSuasana kasino dimalam hari terlihat ramai oleh para pengunjung. Banyak orang terlihat saling mempertaruhkan chip yang mereka miliki di atas meja judi. Semua orang terlihat berkumpul di dalam gedung kasino dengan banyak lantai nan megah itu. Interior di dalam kasino juga dibuat se-artistik mungkin. Membuat siapapun yang masuk ke dalam sana akan betah untuk berlama-lama.Di antara ramainya pengunjung kasino malam itu, Bina dan Jesselyn terlihat ikut membaur bersama mereka. Kedua wanita itu terlihat berjalan di antara banyaknya kerumunan di dalam kasino sambil mendorong troli berisi alat-alat kebersihan. Benar, kedua wanita itu kini sedang menyamar sebagai anggota kebersihan di sana.Ide ini berasal dari Evelyn dan atas dasar keputusan dari Bina selaku pemimpin dalam tim mereka. Sekarang, ia dan Jesselyn sudah masuk ke dalam lift sambil menekan angka 12 di antara banyaknya tombol angka di sana. Pintu lift perlahan menutup dan
*** Matahari pagi terlihat masuk menembus kaca jendela pesawat dan menimpa wajah seorang wanita. Membuat dahi wanita tersebut sedikit berkerut karena merasa risih dengan cahaya itu. Perlahan tapi pasti, kedua matanya mulai mengintip meski masih sedikit terasa mengantuk. "Pagi, putri tidur!" Sapa seorang pria yang duduk di seberangnya dengan senyuman jahil. "Sial! Mood-ku langsung hancur begitu disapa oleh orang sepertimu!" Omel wanita itu dengan tatapan yang sinis. "Ini sarapanmu, Bina." Tiba-tiba Jonathan memberikan sepiring nasi goreng hangat buatannya sendiri. "Terima kasih, paman." Balas Bina sambil menyunggingkan senyum manis. "Tch! Lihatlah keharmonisan antara paman dan keponakan di depanku ini." Leo Park berdecih sambil memasang ekspresi seolah-olah merasa jijik pada sikap Bina yang sok manis kepada pamannya, Jonathan. "Apa kau bilang?!" Bina kini mengeluarkan nada tingginya.
*** Bina kini masih berjalan mondar-mandir di ruang tengah sambil menggigiti kuku jari tangannya dengan cemas. Sedangkan anggota tim yang lain nampak sedang memandangi ukiran Budha asli yang berhasil mereka ambil dari tempat penyimpanan rahasia keluarga Rothschild dengan takjub. "Bina, kenapa kau terlihat cemas begitu?" Tanya Awan yang akhirnya menyadari kegelisahan rekannya. Bina menghentikan langkahnya. "Bagaimana tidak, meskipun misi pertama kita sukses dengan lancar, tapi aku tidak tahu bagaimana caranya mengakhiri hubunganku dengan si anak konglomerat, Nathaniel Rothschild. Ditambah lagi, aku tidak memiliki pengalaman dalam sebuah hubungan sama sekali! Bagaimana bisa aku bertemu dengan ibunya? Sedangkan kita mendekati anaknya hanya untuk kelancaran misi saja! Apa yang harus aku katakan nanti?!
***Dua hari setelah makan malam Bina dengan Nathaniel Rothschild, wanita itu kembali diajak bertemu oleh si anak konglomerat. Bukan tanpa alasan pria kaya raya itu mengajaknya bertemu kembali. Ternyata, Nathaniel Rothschild menyanggupi syarat yang diberikan oleh Bina untuk membuktikan keseriusannya atas hubungan mereka.Maka dari itu, seluruh anggota tim terlihat sangat sibuk mempersiapkan segalanya. Bahkan Awan saja ikut sibuk membantu Jonathan untuk membuat sebuah alat yang akan dipakai oleh Bina nanti."Ini," ucap Awan sambil menyerahkan koin perak yang sama persis dengan koin perak tempo hari Bina dapatkan sebelum makan malam dengan Nathaniel.Bina mengerutkan keningnya. "Apa ini? Aku kan sudah mendapatkan alat pelacak yang sama beberapa hari yang lalu." Bina menunjukkan koin perak yang diberikan kepadanya beberapa hari yang lalu."Koin yang baru saja kuberikan berbeda. Koin perak baru itu bisa melacak keberadaanmu sekaligus memetaka
***Bina sedang berdiri di balkon seorang diri. Setelah celotehan Leo Park tadi, wanita itu tiba-tiba saja teringat pada tragedi yang menimpa orang tuanya dan berhasil merenggut nyawa mereka. Bina mengembuskan napas berat untuk kesekian kalinya. Bayangan kejadian itu selalu membuatnya merasa frustasi setiap kali ia mengingatnya."Maaf, aku tidak bermaksud membuka luka lama-mu itu." Tiba-tiba saja Leo Park muncul di belakangnya."Tak apa. Lagipula kau juga tidak tahu akan kejadian itu," jawab Bina dengan nada suara yang dingin.Leo Park kini mulai melangkah maju dan menyejajarkan tubuhnya di samping Bina. "Aku memang tidak tahu akan kejadian itu. Tapi aku tahu bagaimana rasanya kehilangan orang-orang yang sangat disayangi."Ucapan Leo Park membuat Bina langsung mengalihkan pandangannya kepada pria itu. Kedua alisnya kini saling bertaut saking penasarannya pada ucapan pria itu barusan. Raut wajah Bina yang berubah penasaran sukses membuat Leo Park menarik sudut bibir kanannya ke atas."
***Bina terbangun di pagi harinya dengan keadaan yang cukup kacau. Rambutnya berantakan dan wajahnya masih dipenuhi dengan make up yang tidak sempat ia hapus sebelum jatuh tertidur di atas tempat tidurnya. Ditambah lagi dengan kepalanya yang berdenyut sakit, pusing dan perutnya yang mual dengan hebat. Bina buru-buru pergi ke toilet dan memuntahkan isi perutnya ke westafel.Wanita itu lalu menyalakan keran air dan membersihkan mulutnya. Bina keluar dari toilet sambil memegangi perutnya yang masih terasa mual. Kakinya perlahan melangkah menuju ke dapur. Indera penciumannya tanpa sengaja menangkap bau masakan dari arah dapur. Ia mendapati ada Evelyn di sana yang sedang sibuk mengaduk sesuatu di dalam panci di atas kompor."Kukira kau hanya pandai memimpin tim saja," ucap Bina sebagai sapaan kepada atasannya. Ia berjalan menuju ke kulkas, membukanya dan mengambil sebotol air mineral dari dalam sana."Ah, ya aku juga cukup pandai memasak. Aku buatkan
***Perjalanan tim itu dimulai hari ini. Sejak dini hari sekali, ke-enam orang itu sudah berkumpul di bandara China yang terlihat sudah cukup padat dengan jadwal penerbangan. Bina baru saja kembali dari mesin kopi otomatis sambil membawa lima cup kecil kopi pesanan anggota timnya. Masing-masing dari mereka mengambil satu gelas dan mulai menyesapnya secara perlahan sebagai penghilang kantuk sekaligus sebagai penghangat dari udara dingin China di pagi hari."Wleekkkk! Kopinya tidak se-enak kopi yang biasa aku minum di kafe!" Keluh Leo Park sambil menjulurkan lidahnya keluar."Kalau mau kopi se-enak itu, silakan beli sendiri dengan kakimu." Sahut Bina ketus."Ayolah, teman-teman. Kita satu tim. Ingat, satu tim tidak boleh bertengkar apalagi sampai berkelahi," ucap Evelyn mengingatkan."Dia yang mulai duluan." Bina mempautkan bibirnya ke depan.Setelah pertengkaran kecil itu, semua anggota tim kembali terdiam di kursi tungg
***Suasana pagi yang cerah di daratan China. Jalan-jalan kota terlihat dipadati oleh lautan manusia yang hendak mencari rezeki demi keluarga mereka. Tepat di salah satu rumah di negara tempat berdirinya tembok China itu, enam orang manusia tengah duduk berkumpul di meja makan dengan tatapan mata yang keheranan."Bina, apa kau yakin kalau dia adalah Leo Park?" Jesselyn tidak bisa menahan rasa penasarannya lagi dan mulai berbisik di telinga Bina yang masih duduk terdiam menatap lurus ke arah pria yang duduk di seberangnya.Bina hanya menganggukkan kepalanya dengan mantap untuk menjawab pertanyaan dari Jesselyn. "Bukannya aku tidak percaya padamu. Tapi, dilihat dari sisi manapun, wajahnya benar-benar tidak pantas untuk disebut sebagai 'pencuri bertangan kidal.' Bagaimana menyebutnya ya? Ah, wajahnya terlalu tampan! Dia juga terlalu muda untuk usia yang sedang kita cari." Jesselyn masih saja sibuk berbisik di telinga Bina."Jadi, bagaimana
***Pukul 20.10 CHNDi dalam auditorium “Tunggu! Apakah itu kau, Je? Yang menyamar sebagai Madam Lim?!” Tiba-tiba Evelyn Lee langsung bertanya dengan nada sedikit meninggi.Bina dan Jesselyn langsung melebarkan kedua mata. Kedua wanita itu hanya bisa saling melempar pandang satu sama lain sambil menunjukkan senyum kecut mereka.Gawat, mereka ketahuan!Helaan napas Evelyn Lee terdengar dengan jelas dari balik earpiece berukuran nano yang dipakai oleh kedua agen wanita tersebut. Kelihatan jelas kalau wanita di seberang sana mencoba menahan kekesalannya kepada Jesselyn dan Bina yang tidak menuruti rencananya sejak awal. “Tadi kami merasa sedikit bosan, jadi kami mencoba bertaruh sedikit dan sialnya, aku yang kalah dan harus memakai topeng jelek ini,” Jesselyn mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.Helaan napas Evelyn Lee kembali terdengar dari seberang earpiece.“Baiklah. Aku me-maklumi hal ini, karena kalian sudah terlanjur menyamar. Tapi, aku tidak akan me-maklumi satu pun k
Pukul 19.00 CHNDe Lune KasinoSuasana kasino dimalam hari terlihat ramai oleh para pengunjung. Banyak orang terlihat saling mempertaruhkan chip yang mereka miliki di atas meja judi. Semua orang terlihat berkumpul di dalam gedung kasino dengan banyak lantai nan megah itu. Interior di dalam kasino juga dibuat se-artistik mungkin. Membuat siapapun yang masuk ke dalam sana akan betah untuk berlama-lama.Di antara ramainya pengunjung kasino malam itu, Bina dan Jesselyn terlihat ikut membaur bersama mereka. Kedua wanita itu terlihat berjalan di antara banyaknya kerumunan di dalam kasino sambil mendorong troli berisi alat-alat kebersihan. Benar, kedua wanita itu kini sedang menyamar sebagai anggota kebersihan di sana.Ide ini berasal dari Evelyn dan atas dasar keputusan dari Bina selaku pemimpin dalam tim mereka. Sekarang, ia dan Jesselyn sudah masuk ke dalam lift sambil menekan angka 12 di antara banyaknya tombol angka di sana. Pintu lift perlahan menutup dan