Pukul 19.00 WIBSebuah mobil terlihat berhenti di depan pekarangan rumah Bina. Di dalamnya terlihat Bina duduk di samping kemudi mobil, sedangkan Rini tentu saja berada dibalik kemudi. Kejadian tadi siang membuat bos besarnya merasa khawatir dengan keadaan Bina. Rini punya firasat kalau sudah terjadi sesuatu kepada sahabatnya tercintanya.Pasalnya semenjak Bina membuka paket ‘mengerikan’ (sebutan Rini untuk paket yang diterima oleh Bina) itu, tingkah lakunya menjadi sedikit aneh. Wanita itu sempat beberapa kali terlihat melamun dengan dahi yang berkerut seperti sedang menmikirkan sesuatu. Karena khawatir, ia akhirnya memutuskan untuk mengantar Bina pulang ke rumah secara langsung.“Kamu yakin nggak apa-apa, Bin?” Tanya Rini khawatir.Bina tersenyum menatap wajah sahabatnya yang khawatir dengan lembut dan menganggukkan kepalanya dengan pelan. “Aku baik-baik saja. Kepala-k
Binamasuk ke dalam rumah dengan lesu. Keadaan rumah terlihat sepi dan gelap seperti tidak ada kehidupan sama sekali. Bina menarik napas dan mulai berjalan mengendap-endap setelah berusaha menutup pintu sepelan mungkin. Ketika ia baru lima kali melangkah dari pintu masuk, tiba-tiba saja lampu menyala di seluruh ruangan. Tubuh wanita itu membeku di tempat dengan posisi setengah membungkuk dan kaki yang berjinjit.“Kau pulang terlambat, Bina.” Itu suara paman Jo yang berasal dari belakangnya.Ia hampir melupakan keberadaan paman Jo. Lelaki itu baru saja pulang tadi pagi setelah hampir satu bulan menghabiskan hidupnya di luar kota, karena masalah kantor cabang yang tiba-tiba sistem keamanannya diretas. Bina menegapkan kembali tubuhnya dan memutar tubuh menghadap ke belakang. Kedua matanya menangkap sosok paman Jo yang tengah bersandar di pintu masuk sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada dan menatapnya dengan tajam.
Pukul 07.00 WIBAlarm telepon berbunyi dari atas nakas. Bina menjulurkan tangan kirinya untuk meraih telepon dan mematikan alarm dengan mata yang masih terpejam. Tubuh wanita itu bangun dari tidurnya dan terduduk diam di atas kasur. Perlahan, kedua matanya terbuka dengan sayup-sayup.Sinar matahari pagi yang masuk dari celah-celah jendela menerangi seisi penjuru kamar. Bina berdiri dari duduknya dan mulai merapikan tempat tidurnya dengan malas. Setelah memandang tempat tidurnya yang sudah rapi dengan bangga, Bina bergegas masuk ke dalam kamar mandi.Pukul 07.30 WIBBina terlihat sudah rapi dan cantik dengan pakaian kerja khas miliknya. Blouse putih lengan panjang yang dipadukan dengan celana bahan berwarna hitam dan rambutnya yang dibiarkan tergerai bebas begitu saja. Wanita itu menatap pantulan dirinya di kaca selama beberapa saat, memastikan kalau riasan tipis di wajahnya sudah cukup. Setelah itu,
Beberapa wanita terlihat sedang berkumpul mengelilingi sebuah manekin sambil mendiskusikan suatu hal dengan serius di dalam sebuah toko. Beberapa dari mereka terlihat memegang sebuah papan dengan selembar kertas bergambar skesta desain pakaian.“Kita bisa membuat korsetnya sangat tipis dan menggunakan kain tulle di bagian bawah untuk memperlebar dan memberi sedikit bentuk,” jelas Bina kepada beberapa wanita yang berdiri mengelilingi-nya.TRINGGGGGTiba-tiba, bel yang terpasang di atas pintu masuk toko berbunyi. Menandakan kalau ada seseorang yang mendorong pintu toko dan masuk ke dalam. Bina sedikit berjinjit dan mengintip siapa tamu yang baru saja masuk ke dalam toko.Seorang wanita dengan mini dress berwarna peach dan mantel dengan warna senada terlihat tengah berjalan ke arahnya sambil mengibaskan tangan kirinya ke wajah. Itu adalah Rini, sahabat sekaligus bos tercintanya
Rumah sakit MirantiPukul 15.30 WIBBina terlihat sedang berdiri di balkon lantai dua rumah sakit sambil memandangi taman rumah sakit yang terlihat asri di sore hari. Dari sini, ia bisa melihat acara kecil yan sedang berlangsung di taman dengan cukup jelas. Acara dua minggu sekali yang sempat berhenti beberapa waktu yang lalu dan baru bisa diadakan lagi hari ini.“Sepertinya hubungan kalian sudah sangat membaik, ya.”Bina mengalihkan perhatiannya pada seseorang yang baru saja datang dan berdiri di sampingnya. Itu dokter Je, sahabat pamannya sekaligus dokter yang menangani Awan selama ini. Dokter muda itu menyeruput segelas kopi dari dalam cup berukuran kecil di tangannya. Bina memperhatikan tatapan dokter Je yang mengarah ke taman.“Mata Anda terlihat membengkak seperti habis menangis,” komentar Bina.Dokter wanita di sampingnya langsung terhenyak kaget. Bina tersenyum miring mendapati ucapannya langsung mengena tepat
Bina povKeesokan paginya, aku mulai bekerja keras untuk persiapan acara fashion week. Aku berangkat bekerja pagi-pagi sekali. Mulai menjahit dan merapikan desain-desain yang kemarin belum terselesaikan, karena aku yang kabur di tengah-tengah jam kerja. Ya, tentu saja Rini tidak akan mau melanjutkan pekerjaanku. Ia selalu merasa tidak memiliki bakat sepertiku.“Pagi nona Bina.”Memasuki jam 08.00, karyawan butik mulai berdatangan satu persatu dan menyapaku yang masih terlihat sibuk di ruang jahit yang berada di lantai dua bangunan ini. Aku terus disibukkan dengan desain pakaian yang aku buat sendiri dibantu dengan ke-lima penjahit butik.Pukul 12.00 WIBAku memberi izin kepada yang lainnya untuk beristirahat, sedangkan aku masih sibuk menjahit manik-manik berbentuk lonjong berwarna ke-emasan pada sebuah gaun berwarna hijau tosca. Gaun ini adalah desain utama yang aku buat dan aku memutuskan untuk menanganinya seorang diri. Tidak s
Still Bina pov Kami berangkat dari bandara Soekarno-Hatta tepat pukul 19.30 WIB. Pesawat take off dengan lancar dan tanpa mengalami kendala apapun. Aku memakai penutup mata yang sengaja aku bawa agar langsung tertidur begitu pesawat take off. Sebenarnya, ini adalah salah satu siasat agar Rini tidak mengajukan pertanyaan yang aneh-aneh seputar Awan kepada-ku. Aku membuka mata ketika seseorang mengguncangkan bahu-ku entah untuk yang ke berapa kalinya. Aku langsung melepas penutup mataku dan melihat salah seorang karyawan toko berdiri di sampingku. Aku menatapnya dengan polos, karena nyawa-ku belum sepenuhnya terkumpul setelah dibangunkan secara tiba-tiba. CTAKK CTAKK Seseorang menjentikkan jarinya sebanyak dua kali di depan wajahku untuk menyadarkan aku yang masih duduk terpaku menatap karyawan yang membangunkan aku barusan. “Ya ampun, Bina! Ayo, bangun! Pesawat udah mendarat lima menit yang lalu, tau!” Omel Rini. “Hah?
Keesok-an paginyaPukul 06.30 pagiTokyo, JepangBina terlihat sudah mengenakan pakaian rapi. Sebuah t-shirt polos berwarna putih yang dipadukan dengan outer jacket jeans dan flare jeans sebagai bawahan. Tampilan trendi yang ala-ala girl crush dengan make up yang terlihat tetap natural.. Rambutnya sendiri ia tata dengan gaya cepol dan sneakers putih yang sudah terpasang di kaki manisnya.Setelah merapikan sedikit tampilannya di depan cermin, Bina menyambar mini backpack-nya yang berwarna putih dari atas tempat tidur dan berjalan keluar kamar hotel. Wanita itu masuk ke dalam lift dan menekan tombol di sana menuju ke lantai dasar sambil bersenandung kecil.Istirahat seharian kemarin ternyata berhasil memulihkan tubuhnya dari rasa lelah.Bina berjalan keluar, begitu pintu lift terbuka. Ia berjalan menuju ke meja resepsionis dan terlihat mengedarkan pandangannya ke segala penjuru, seolah sedang mencari sesuatu di sana. Seorang wanita yang