Jalanan terpantau ramai lancar di pagi hari ini. Sebuah mobil SUV berwarna putih melaju di jalanan dengan kecepatan sedang. Ikut berbaur dengan kendaraan lain di jalanan kota. Seorang wanita muda terlihat duduk tenang di belakang kemudi mobil SUV putih tersebut. Kemeja motif kotak-kotak berwarna biru dengan lengan pendek dipadukan dengan jeans hitam dan sneakers putih melekat di tubuhnya. Rambutnya ia biarkan tergerai bebas.Di sampingnya, seorang laki-laki duduk dengan tenang menatap pemandangan jalanan di luar mobil. Laki-laki itu mengenakan kemeja putih polos berlengan panjang yang sengaja ia lipat sampai ke sikut. Celana dengan warna senada dan sepatu tali berwarna hitam juga ikut ia kenakan di tubuhnya yang cukup tinggi menjulang.Wanita di belakang kemudi melirik pria di sampingnya dari ekor matanya sembari tersenyum simpul. “Jadi, apa bunga itu untuk kekasih tercinta-mu?” Tanya wanita itu lebih dulu. Laki-laki di sampingnya menundukkan kepalanya. Di pangkuannya ada sebuket keci
Seorang wanita berpakaian dress merah yang dipadukan dengan U Neck Colorful Knit dari Diagonal sebagai outer terlihat memasuki sebuah butik dengan langkah kaki yang sedikit dihentak-kan ke tanah. Seolah memberitahukan kepada orang-orang di sekitarnya, bahwa dia sedang dalam suasana hati yang tidak baik.BRAKKKWanita itu membuka pintu salah satu ruangan di dalam butik tersebut dengan kasar. Membuat seseorang di dalam ruangan tersebut terlihat sangat terkejut. Tatapan wanita itu yang terlihat seolah menyala bagai api yang membara membuat orang di dalam ruangan tersebut menatapnya ketakutan.“Ya! Mau berapa lama lagi kamu menginap di sini, Bina?!” Tanya wanita itu sembari mencengkram kerah kemeja yang dipakai Bina.Bina menunjukkan deretan giginya dengan sedikit kaku. “Y-ya… Kalau kamu tidak mengizinkan aku tinggal di sini, aku akan mencari hotel terdekat.” Bina menjawab hal itu sambil membuang pandangan ke arah lain. Ia paling tidak mau menatap wajah sahabatnya -Rini- yang sedang marah
Suasana di sebuah makam di dekat rumah sakit Miranti terlihat cukup ramai. Rupanya, orang-orang tersebut sedang ikut mengantar jenazah salah satu pasien yang meninggal kemarin sore akibat gagal jantung. Setelah orang-orang selesai menaburkan bunga ke atas makam itu, mereka satu persatu mulai meninggalkan daerah pemakaman.Tersisa tiga orang yang masih setia berada di dekat makam. Dua orang wanita dan seorang laki-laki. Ketiga-nya sama-sama menatap sendu ke arah makam di depan mereka. Tubuh sang laki-laki perlahan mulai merosot ke bawah. Ia terduduk di atas tanah kuburan sambil memegang batu nisan yang tertancap di ujung makam itu.“Awan, ayo kita pulang.” Ajak salah satu dari wanita di sana.“Tolong tinggalkan aku sendirian,” pinta laki-laki itu dengan suara yang serak khas orang yang menangis.Wanita yang tadi mengajak laki-laki itu hendak berucap kembali, namun wanita di samping-nya meraih bahunya dan menggelengkan kepalanya dengan pelan. Seolah memberi isyarat untuk tidak menggangg
Satu minggu kemudianAktivitas Bina kembali berjalan seperti biasanya setelah masa berkabung atas kematian Rifka. Sejujurnya ia bahkan tidak bisa menikmati masa berkabung lama-lama, karena bos tercintanya terus mengganggu-nya lewat telepon. Baru 24 jam tidak meng-aktifkan teleponnya saja, wanita gila yang kebetulan menjadi bos-nya itu sudah menelepon-nya puluhan kali diiringi ratusan pesan masuk. Karena ulah Rini, teleponnya sampai harus menginap untuk diperbaiki.Bina memandang keluar toko. Ia sedang duduk di dekat dinding toko yang terbuat dari kaca. Melihat orang yang sibuk berlalu lalang di samping toko tempatnya bekerja. Tiba-tiba perasaan rindu menyeruak di dalam hatinya sambil membayangkan wajah Awan. Sudah satu minggu ini ia jarang bertemu dengan laki-laki itu.Sejak kepergian Rifka minggu lalu, Awan terlihat terus murung. Laki-laki itu lebih sering mengurung dirinya di dalam kamar. Awan yang biasanya selalu ceria dengan banyak kata di depannya, kini berubah menjadi Awan yang
Pukul 19.00 WIBSebuah mobil terlihat berhenti di depan pekarangan rumah Bina. Di dalamnya terlihat Bina duduk di samping kemudi mobil, sedangkan Rini tentu saja berada dibalik kemudi. Kejadian tadi siang membuat bos besarnya merasa khawatir dengan keadaan Bina. Rini punya firasat kalau sudah terjadi sesuatu kepada sahabatnya tercintanya.Pasalnya semenjak Bina membuka paket ‘mengerikan’ (sebutan Rini untuk paket yang diterima oleh Bina) itu, tingkah lakunya menjadi sedikit aneh. Wanita itu sempat beberapa kali terlihat melamun dengan dahi yang berkerut seperti sedang menmikirkan sesuatu. Karena khawatir, ia akhirnya memutuskan untuk mengantar Bina pulang ke rumah secara langsung.“Kamu yakin nggak apa-apa, Bin?” Tanya Rini khawatir.Bina tersenyum menatap wajah sahabatnya yang khawatir dengan lembut dan menganggukkan kepalanya dengan pelan. “Aku baik-baik saja. Kepala-k
Binamasuk ke dalam rumah dengan lesu. Keadaan rumah terlihat sepi dan gelap seperti tidak ada kehidupan sama sekali. Bina menarik napas dan mulai berjalan mengendap-endap setelah berusaha menutup pintu sepelan mungkin. Ketika ia baru lima kali melangkah dari pintu masuk, tiba-tiba saja lampu menyala di seluruh ruangan. Tubuh wanita itu membeku di tempat dengan posisi setengah membungkuk dan kaki yang berjinjit.“Kau pulang terlambat, Bina.” Itu suara paman Jo yang berasal dari belakangnya.Ia hampir melupakan keberadaan paman Jo. Lelaki itu baru saja pulang tadi pagi setelah hampir satu bulan menghabiskan hidupnya di luar kota, karena masalah kantor cabang yang tiba-tiba sistem keamanannya diretas. Bina menegapkan kembali tubuhnya dan memutar tubuh menghadap ke belakang. Kedua matanya menangkap sosok paman Jo yang tengah bersandar di pintu masuk sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada dan menatapnya dengan tajam.
Pukul 07.00 WIBAlarm telepon berbunyi dari atas nakas. Bina menjulurkan tangan kirinya untuk meraih telepon dan mematikan alarm dengan mata yang masih terpejam. Tubuh wanita itu bangun dari tidurnya dan terduduk diam di atas kasur. Perlahan, kedua matanya terbuka dengan sayup-sayup.Sinar matahari pagi yang masuk dari celah-celah jendela menerangi seisi penjuru kamar. Bina berdiri dari duduknya dan mulai merapikan tempat tidurnya dengan malas. Setelah memandang tempat tidurnya yang sudah rapi dengan bangga, Bina bergegas masuk ke dalam kamar mandi.Pukul 07.30 WIBBina terlihat sudah rapi dan cantik dengan pakaian kerja khas miliknya. Blouse putih lengan panjang yang dipadukan dengan celana bahan berwarna hitam dan rambutnya yang dibiarkan tergerai bebas begitu saja. Wanita itu menatap pantulan dirinya di kaca selama beberapa saat, memastikan kalau riasan tipis di wajahnya sudah cukup. Setelah itu,
Beberapa wanita terlihat sedang berkumpul mengelilingi sebuah manekin sambil mendiskusikan suatu hal dengan serius di dalam sebuah toko. Beberapa dari mereka terlihat memegang sebuah papan dengan selembar kertas bergambar skesta desain pakaian.“Kita bisa membuat korsetnya sangat tipis dan menggunakan kain tulle di bagian bawah untuk memperlebar dan memberi sedikit bentuk,” jelas Bina kepada beberapa wanita yang berdiri mengelilingi-nya.TRINGGGGGTiba-tiba, bel yang terpasang di atas pintu masuk toko berbunyi. Menandakan kalau ada seseorang yang mendorong pintu toko dan masuk ke dalam. Bina sedikit berjinjit dan mengintip siapa tamu yang baru saja masuk ke dalam toko.Seorang wanita dengan mini dress berwarna peach dan mantel dengan warna senada terlihat tengah berjalan ke arahnya sambil mengibaskan tangan kirinya ke wajah. Itu adalah Rini, sahabat sekaligus bos tercintanya