***Bina terlihat sedang berdiri di dekat etalase toko tempat-nya bekerja sambil melamun. Ucapan dokter Je dua minggu yang lalu masih terngiang jelas di dalam kepala-nya. Flashback onDokter Je menutup pintu ruang kerja-nya dengan cepat dan mengunci-nya. Lalu menarik Bina ke dekat jendela sambil menarik napas dalam-dalam.“Aku menemukan beberapa jenis racun yang mengalir di dalam tubuh Awan,” bisik dokter Je.Bina menarik alis kiri-nya ke atas, “Racun? Maksud Anda, Awan diracuni oleh seseorang?” Dokter Je hanya mengangguk singkat untuk menjawab pertanyaan Bina.“Sebenarnya, aku mengetahui ini sejak pertama kali Awan dibawa ke sini. Tapi, aku sengaja tidak memberitahu-mu dan melakukan penelitian kepada tubuh anak itu,” jelas dokter Je sambil menundukkan kepala-nya.“Penelitian? Dokter Je, Awan adalah seorang MANUSIA.” Bina sengaja mengucapkan kata terakhir dengan penuh penekanan sebagai tanda kalau ia merasa marah atas perlakuan dokter Je.“Baiklah. A-aku minta maaf, karena melakukan
***Rabu, pukul 15.00 WIBRumah sakit MirantiSebuah taksi berhenti tepat di depan pintu gerbang rumah sakit. Seorang wanita terlihat turun dari dalam taksi setelah membayar ongkos yang tertera di argometer. Wanita itu lalu berjelan masuk ke dalam rumah sakit sambil menempelkan smartphone miliknya ke telinga. Suara nada dering dari seberang telepon terdengar, tanda kalau ia sedang menelepon seseorang.Aku melihatmu berjalan menuju lift. Kita bertemu di depan pintu lift, lantai dua,Seseorang dari seberang telepon berbicara dengan tegas. Setelah itu, sambungan telepon diputus. Wanita yang tadi memulai panggilan telepon lebih dulu terlihat memasuki lift rumah sakit dan menekan tombol bernomor dua. Pintu lift perlahan menutup dan lift mulai bergerak menuju lantai dua.TING!Bunyi lift yang sampai di lantai dua berbunyi. Wanita itu melang
***Rabu, pukul 17.30 WIBBina terlihat duduk dibalik kemudi sambil memegang setir mobil dengan cukup erat. Kedua matanya terlihat menatap lurus ke depan tanpa minat. Di sampingnya, seorang wanita berpakaian mini dress bermotif bunga matahari dengan kacamata hitam bertengger di kepalanya diam-diam melirik wanita di belakang kemudi.“Kamu pergi kemana? Kenapa telat menjemputku?” Tanya wanita berpakaian mini dress itu sambil memajukan sedikit bibirnya, bertingkah seolah sedang merajuk.“Siapa yang memberi kabar secara mendadak seperti itu, padahal aku sudah bertanya jauh-jauh hari?” Bukannya menjawab, Bina justru melemparkan pertanyaan lain kepada wanita yang sekaligus menjadi bosnya tersebut.“Aku udah kirim sms ke kamu,” Bantah wanita itu, tak mau kalah.“Kirim sms sepuluh menit sebelum mendarat dan berharap aku datang tepat waktu, ya. Kamu benar-benar sahabat yang baik banget ya, Rin.” Ucap Bina dengan sarkasme sambil tersenyum manis.“E-ee.. Maaf.” Wanita yang kerap dipanggil Rini
Empat hari kemudian.Minggu, Pukul 15.00 WIBSebuah mobil Convertible berwarna merah berhenti di depan rumah sakit Miranti. Seorang wanita dengan sleeveless dress navy, handbag biru, dan flat shoes hitam terlihat turun dari dalam mobil itu. Rambut hitamnya sedikit berantakan terkena angin begitu ia keluar dari dalam mobil. Setelah menutup pintu mobil, wanita itu sedikit membungkukkan tubuhnya dan melihat ke dalam mobil.“Apa kamu serius nggak butuh bantuanku, Rin?” Tanya wanita itu pada wanita lain yang duduk dibalik kemudi mobil.Wanita yang ditanya malah tersenyum. “Kamu meremehkan kemampuanku, Bina? Kalau hanya merapikan peralatan setelah acara, aku bisa melakukannya sendiri, Bina.” Bina hanya menganggukkan kepalanya. Tanda kalau ia mengerti ucapan bos kesayangannya.“Baiklah, kalau begitu hati-hati di jalan. Kabari aku kalau sudah sampai di toko,” pesan Bina. Setelah Rini meng’iya’kan, mobil wanita itu kembali melaju di jalanan. Bina menatap mobil Rini sampai menghilang diujung ja
Pukul 21.30 WIBBina melihat arloji coklat yang bertengger manis di pergelangan tangan kirinya sebentar. Wanita itu menyandarkan punggung-nya ke belakang, mencoba me-rileks-kan bagian belakang tubuhnya yang terasa cukup pegal. Kertas-kertas berisi sketsa pakaian yang ia gambar terlihat berceceran sampai ke lantai.Bina mengembuskan napas. Mencoba melepaskan rasa penatnya, meskipun hanya lewat hembusan napas. Wanita itu menyandarkan kepalanya di sofa. Mencoba memejamkan kedua matanya selama beberapa saat. Kedua matanya kembali terbuka dan mulai menatap langit-langit ruangannya yang berwarna kecoklatan.Mata wanita itu menyipit sambil mencoba mengingat sesuatu. Ah, sudah hampir dua minggu pamannya menerima tugas dari ayah Rini untuk menangani masalah di salah satu anak perusahaan yang berada di luar kota. Dan selama itu juga ia memutuskan untuk tidak terlalu sering berada di rumah.Sebagai gantinya, Bina memilih untuk menginap di butik tempatnya bekerja dan mengurusi pekerjaannya dengan
Den n Dev CaffeSuasana kafe terpantau sedikit senggang. Beberapa pengunjung terlihat sedang sibuk dengan kesibukannya masing-masing. Ada yang mengobrol dengan temannya, membaca buku sendirian, fokus dengan layar komputer atau hanya sekedar menikmati udara sore sambil menyeruput secangkir kopi yang mereka pesan. Bina menjadi salah satu pengunjung kafe yang melakukan kegiatan terakhir.“Dia mengajak-ku bertemu, tapi dia juga yang datang terlambat,” ucap Bina sambil memasang ekspresi sebal.Wanita itu melihat arloji hitam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Menunjukkan pukul 16.15. Sudah lewat lima belas menit dari waktu yang dijanjikan. Sekali lagi, ia menghela napas. Tangan kanannya mengambil secangkir kopi dari atas meja di depannya. Menyeruput pelan isi cangkir sambil menghirup aromanya yang menenangkan, menurut Bina.BRUKKTiba-tiba, seseorang menjatuhkan dirinya di kursi yang berada di seberang Bina. Bina menyipitkan kedua matanya. Memandang tajam ke arah orang tersebut
Rumah sakit MirantiPukul 09.00 WIBBina melirik jam tangan-nya lagi. Wanita itu menarik napas perlahan untuk menenangkan dirinya sendiri. Di sinilah ia sekarang. Berdiri di depan pintu rumah sakit sambil melihat orang yang berlalu lalang keluar masuk gedung besar ini.DRRTTTelepon miliknya bergetar. Bina segera meraihnya dari dalam tas. Sebuah notifikasi pesan masuk muncul di layar teleponnya. Bina menggeser layar teleponnya dan pesan masuk langsung otomatis terbaca.Awan baru saja keluar dari ruanganku. Aku serahkan sisanya padamu. Good luck!Bina menyunggingkan senyum ketika membaca pesan dari Dokter Je. Sahabat pamannya itu memang selalu bisa menyemangatinya untuk melakukan sesuatu. Bina kembali memasukkan telepon-nya dan mulai berjalan menuju ke lift. Masuk ke dalam sana dan memencet tombol bernomor dua. Perlahan, pintu lift menutup dan bergerak ke atas.Begitu lift sampai di lantai dua, Bina segera melangkah keluar lift. Wanita itu bersenandung kecil sambil terus berjalan menuj
Jalanan terpantau ramai lancar di pagi hari ini. Sebuah mobil SUV berwarna putih melaju di jalanan dengan kecepatan sedang. Ikut berbaur dengan kendaraan lain di jalanan kota. Seorang wanita muda terlihat duduk tenang di belakang kemudi mobil SUV putih tersebut. Kemeja motif kotak-kotak berwarna biru dengan lengan pendek dipadukan dengan jeans hitam dan sneakers putih melekat di tubuhnya. Rambutnya ia biarkan tergerai bebas.Di sampingnya, seorang laki-laki duduk dengan tenang menatap pemandangan jalanan di luar mobil. Laki-laki itu mengenakan kemeja putih polos berlengan panjang yang sengaja ia lipat sampai ke sikut. Celana dengan warna senada dan sepatu tali berwarna hitam juga ikut ia kenakan di tubuhnya yang cukup tinggi menjulang.Wanita di belakang kemudi melirik pria di sampingnya dari ekor matanya sembari tersenyum simpul. “Jadi, apa bunga itu untuk kekasih tercinta-mu?” Tanya wanita itu lebih dulu. Laki-laki di sampingnya menundukkan kepalanya. Di pangkuannya ada sebuket keci