Pagi yang sangat cerah, di depan gerbang sebuah sekolah bertuliskan Highscope Indonesia, salah satu sekolah menengah atas yang elit di Ibukota.
Sudah lumayan banyak siswa-siswi yang mulai berdatangan memasuki area persekolahan itu, sama seperti mobil sport berwarna putih yang juga sedang membelok dari arah kanan memasuki area sekolah.
Mobil itu membelok ke tempat parkir khusus kendaraan beroda empat dan berhenti di sana, beberapa mobil lainnya tampak sudah terparkir dengan rapi. Seorang pria keluar dari mobil itu, menutup pintu mobilnya sedikit kasar, lalu memasang kacamata hitam yang ada di tangannya.
Pria itu Yejun. Pria bernama lengkap Yejun Adley Maheswara, cucu tunggal dari Mahendra Maheswara, pemilik perusahaan MW Grup yang sangat terkenal di Jakarta.
Yejun mulai berjalan keluar dari parkiran, menuju ke salah satu gazebo kosong terdekatnya, ia memutuskan menunggu Ibunya yang akan menyusul mendaftarkannya di sekolah ini.
Sebenarnya, Kirana tadi meminta berangkat bersama-sama dengan Yejun, tetapi putranya itu menolak dengan keras dan malah pergi tanpa pamit. Yejun juga lebih ingin mendaftar sendiri jika bisa, tetapi peraturan sekolah tetaplah peraturan, calon siswa baru atau pindahan harus mendaftar bersama wali atau orangtuanya.
Seluruh pasang mata yang ada di sekitarnya, langsung menyorot ke Yejun dengan berbagai macam tatapan, ada yang merasa penasaran karena baru pertama kali melihat pria ini, dan tentu saja lebih banyak yang terkagum-kagum melihat ketampanan paripurna seorang Yejun.
"OMG guys... ada oppa-oppa!"
"Gila ganteng banget!" seru seorang gadis.
Ia menutup mulutnya yang menganga karena histeris, matanya membulat sempurna seraya menunjuk ke arah Yejun, menunjukkan kepada 3 temannya yang juga sedang duduk di gazebo bersamanya.
Ketiga temannya itu spontan menengok ke arah yang ditunjuk, tentu saja ekspresi mereka tak kalah heboh dengan gadis sebelumnya.
"DEMI APA?! Abang Jungkook sekarang jadi anak SMA?!" celetuk salah seorang gadis lainnya, melebih-lebihkan.
"Hey Salsa...! Mata lo buta apa?! Itu bukan Jungkook keles! Itu jelas-jelas Bang Jimin!!" protes gadis bernama Hani yang pertama melihat Yejun.
"Wah... saraf lo, gue dibilang buta! Mata lo tuh yang perlu digosok pake Sunlight!" tantang gadis bernama Salsa itu, tak terima diejek begitu saja.
"HANI... SALSA...!"
"Apa-apaan sih kalian berdua?!"
"Ribut terus kayak Tom and Jerry, tapi giliran nge-halu kompaknya kayak kehabisan obat, nggak ada yang nandingin!" berondong gadis bernama Mona ikut nimbrung, gemas dengan pertengkaran manja kedua temannya.
Sementara satu gadis lainnya sejak tadi senyum-senyum sendiri, matanya hanya fokus melamun melihati Yejun, entah sudah di negara mana angan-angannya terbang menari-nari. Gadis itu bernama Maura Anandita Abraham, ketua geng kelompok mereka.
"Sini...!" lanjut Mona menunjuk kembali ke Yejun yang masih duduk memainkan hp di gazebo sebelah barat.
"Kalian berdua, perhatiin baik-baik itu cowok!"
"Masa kalian nggak tau sih?!"
"Itu sangat amat jelas adalah...."
"Bang Sehun!" seru Mona histeris di akhir kalimatnya, tidak kalah alay dari Hani dan Salsa sebelumnya.
Hani dan Salsa, keduanya memutar bola matanya syok, mereka saling bertatapan.
"WOY...LO JUGA HALU KELES!" teriak Hani dan Salsa serempak, tak habis pikir dengan kelakuan temannya itu, fix otak Mona lebih gesrek dari mereka berdua.
Teriakan Hani dan Salsa mengagetkan Maura, membuyarkan lamunan indah gadis itu. Matanya memejam dan tangannya yang berpangku di atas meja mulai mengepal, siap meledakkan kekesalannya.
"Iya iya udah!! Gue tau, gue ini paling pinter, cerdas, jenius tak tertandingi sejagat raya! Hahahaha!" balas Mona ngeles.
"LO GILA!!" tambah Hani dan Salsa lagi.
Mona hanya manggut-manggut tak berdosa.
Braakk
Suara gebrakan meja mengagetkan Mona, Hani dan Salsa, membuat ketiganya spontan mematung, menatap ke si pembuat ulah. Mereka bergidik ngeri dengan tatapan tajam Maura yang seakan segara menelan mereka bulat-bulat.
"L-Lo kenapa Maura?" tanya Hani hati-hati.
Maura menghembuskan napas kasar.
"Lo tau nggak?! Teriakan lo itu bikin kuping gue hampir copot!" sembur Maura emosi.
"Tapi bukan cuma gue! Dia juga!" tunjuk Hani mengarahkan tangannya ke Salsa.
Salsa menghalau tangan Hani tak terima.
"Udah deh! Kalian kalo mau teriak-teriak ke pasar aja sana! Jangan di sini! Gangguin mood gue aja!" gerutu Maura.
"Padahal tadi khayalan gue udah manis banget, dia udah hampir... hampir..." lanjut Maura, memasang wajah sedih mengingat-ingat khayalannya.
"Hampir?" tanya Mona bingung.
Maura melemas tak mau menjawab Mona.
"Hampir apa, Maura?!" desak Hani penasaran dengan jawaban Maura.
"Aaakkhh! Tau ah! Bu-yar semuanya!" kesal Maura, lalu berdiri meninggalkan ketiga temannya.
"Buyar? Apaan sih?! Apanya yang buyar?!" bingung Salsa menatap Mona dan Hani.
"Maura...!" panggil Hani setengah berteriak.
Maura tak mempedulikan panggilan Hani, ia terus berjalan, memberanikan diri mendekati Yejun di sebelah sana.
Hani, Mona dan Salsa menyadari arah jalan ketua gengnya itu, mereka dengan segera berlari kecil, mengekor di belakang Maura penuh semangat.
***
Maura kini sudah berdiri di hadapan Yejun, matanya benar-benar tak berkedip sejak menatap pria itu secara dekat, sedang yang ditatap juga tak menyadari kehadiran gadis itu, Yejun sibuk menutup matanya mendengarkan lagu dari earphone yang digunakan, sembari menggoyangkan kepalanya sedikit menikmati irama lagu yang ia dengarkan.
Maura mencoba berdeham kecil, tapi tidak ada tanda-tanda cowok dihadapannya menyadari kehadirannya, ia paham mungkin karena cowok itu mengenakan earphone, Maura kembali berdeham dengan suara sedikit lebih keras.
Kali ini Yejun tidak mungkin tak mendengar suara Maura, ia membuka matanya mencoba memastikan apa benar ada orang di dekatnya sekarang, apa Ibunya sudah datang?
Yejun mengerutkan dahi heran, siapa cewek di hadapannya ini dan mau apa dia?
Sudahlah! Yejun tak ingin penasaran, ia bukan laki-laki seperti itu, ia kembali memejamkan kedua matanya dan menikmati alunan lagu, sembari melipat tangan di bawah dadanya dengan santai.
Tentu saja, reaksi Yejun yang sangat cuek itu membuat Maura merasa seperti baru saja ditolak, bahkan sebelum menyatakan perasaannya, benar-benar sangat memalukan dan menyebalkan. Tapi, bukan Maura si gadis terpopuler namanya kalo ia menyerah begitu saja, ia semakin ingin memiliki pria di hadapannya itu.
Ini pertama kalinya ada cowok yang menolak pesona kecantikan seorang Maura, gadis itu kembali mencari perhatian cowok incarannya itu, ia mengetuk-ngetuk meja gazebo di depannya beberapa kali.
Yejun tentu mendengarnya, ia merasa kesal dan kembali membuka matanya.
"Hai...Where are you from?" tanya Maura langsung saat Yejun membuka matanya, ia tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu sebelum cowok itu kembali mengabaikannya.
Yejun tau gadis di hadapannya itu sedang mengatakan sesuatu, tapi ia sama sekali tidak mendengarnya jelas. Yejun menoleh ke kiri dan kanan, memastikan apa cewek itu berbicara kepadanya atau kepada orang lain di sekitarnya. Tapi pria itu tak menemukan siapa pun di dekatnya, ia kembali menatap cewek di hadapannya dengan datar, alisnya sedikit terangkat seperti bertanya pada cewek itu.
"Yes, you...." balas Maura mengerti maksud Yejun, ia menunjukkan jarinya ke Yejun.
Yejun melepas earphone di telinganya dengan malas. Jika itu berhubungan dengan perempuan, ia sangat benci dan sudah hatam dengan kelakuan mereka.
"Apa?" tanya Yejun datar.
"OMG...dia bisa bahasa Indonesia!" celetuk Hani sedikit menganga.
Maura lagi-lagi sedikit kesal, temannya Hani benar-benar tidak tau situasi sama sekali, Maura menatap ke Salsa memberi kode.
"Huust... lo diem, biar Maura yang ngomong," bisik Salsa di samping Hani.
Hani memanyun mengiyakan.
"Ekhem... kamu fasih bahasa Indonesia?" tanya Maura sembari tersenyum.
Yejun hanya mengangguk, menatap lawan bicaranya datar.
"Boleh kenalan?" lanjut Maura.
Yejun mengerutkan dahinya tak suka, ia sama sekali tak sudi berkenalan dengan cewek mana pun. Yejun kembali mengarahkan earphone ke telinganya, berniat memasang kembali.
"Ekhem, kenalin nama aku Maura Anandita Abraham, kelas 2 jurusan bisnis dan teknologi informasi, masih single dan cewek yang paling famous di sekolah ini," papar Maura sambil tersenyum.
"Kalau kamu namanya siapa?" tambah Maura masih setia dengan senyumannya.
Maura sudah melihat tanda-tanda, cowok di hadapannya itu berniat mengabaikannya lagi, sehingga ia mau tak mau mengambil langkah cepat.
Memang benar, Yejun tak jadi memasang earphone-nya kembali karena celetukan gadis tak jelas di hadapannya, ia menatap gadis itu sedikit sinis dan dingin lalu berdiri dari duduknya tiba-tiba.
Yejun berjalan sedikit mendekat ke arah Maura dan berdiri di dekatnya.
"Gue nggak minat kenalan sama lo," ucap Yejun sangat dingin dan segera beranjak mencari tempat yang lebih tenang.
***
Yejun memutuskan memasuki sebuah gedung yang sepertinya kantor khusus staf, ia berniat akan langsung menunggu Ibunya di depan ruang kepala sekolah, tetapi masalahnya ia sekarang berjalan kebingungan karena tak tau di mana kantor kepala sekolah di sini.
Yejun sudah mengelilingi seluruh lantai 1 dan tidak menemukannya, ia bergegas menuju lift yang ada di lantai itu, berniat langsung ke lantai 5 yang paling atas, Yejun yakin jika bukan lantai paling bawah, maka pasti kantor kepala sekolah ada di paling atas.
***
Pria dingin itu kini sudah berada di lantai 5, ia kembali berjalan menyusuri setiap lorong dengan tembok putih yang bisa ditangkap oleh matanya.
Sesekali Yejun melirik ke atas untuk melihat name tag ruangan, ia masih belum menemukan ruangan kepala sekolah, ini benar-benar menghabiskan energinya, kenapa juga kantor ini terlalu luas, apakah guru dan staf-nya memang sangat banyak?
Terlebih lagi, setiap guru punya ruang kerjanya masing-masing, dan keliahatannya cukup luas. Benar-benar sekolah elit, bahkan sekolahnya di Korea hanya memiliki satu ruangan staf yang luas untuk seluruh guru.
Ini parah! Bahkan Yejun tidak bisa bertanya karena tidak satu orang pun bisa ditanyainya di tempat itu. Yejun mulai menggerutu dalam hati, ia berbelok ke lorong sebelah kanan dan tiba-tiba matanya menangkap kehadiran seseorang.
Masalah baru lagi untuk pikiran seorang Yejun, ia sangat ingin bertanya pada seseorang sekarang ini, tetapi orang yang muncul di sana adalah seorang perempuan. Tentu saja Yejun sangat malas jika berkaitan dengan kaum yang satu itu, andai saja yang muncul adalah laki-laki.
Pria dingin itu terus bertengkar dengan pikirannya sendiri, apakah ia harus bertanya atau tidak? Ia sangat benci pada perempuan sampai-sampai rasanya tidak ingin berbicara dengan mereka, ia terus menimbang-nimbangnya dalam pikiran.
"Nggak, ah! Udah nanggung juga!" batinnya.
Yejun terus berjalan, jaraknya dengan gadis itu semakin dekat, membuatnya mampu melihat jelas wajah gadis itu. Gadis yang berjalan dengan sebuah pot di tangannya, gadis itu menunduk mengamati bunga anggrek sambil tersenyum bahagia, sepertinya ia sangat suka dengan bunga sampai-sampai tak menyadari seseorang yang berjalan di depan sana.
Yejun masih belum melepas tatapannya. Tiba-tiba gadis itu menengok ke depan sekilas, menyeimbangkan jalannya agar tak menabrak sesuatu, ia baru menyadari kehadiran seseorang di sana. Mata mereka saling bertaut beberapa detik, bersamaan dengan senyum gadis itu yang masih merekah.
"Cantik!" batin Yejun tak sadar, sembari tersenyum tipis.
Lalu detik selanjutnya, gadis itu mengembalikan tatapannya ke bunga yang dipegangnya.
"Eeh...gue mikir apa sih? Udah gila apa?!" gerutu Yejun dalam hati.
Ini pertama kalinya, seorang perempuan melihat Yejun hanya seperti angin lalu. Hanya sepersekian detik, sekedar meliriknya saja. Inilah yang disebut 'biasa-biasa saja'!
Yejun menghembuskan napasnya perlahan, ia terus melangkah fokus mencari keberadaan kantor kepala sekolah.
Tiba-tiba gadis itu menghentikan langkahnya sedikit bingung. Hampir saja dirinya menabrak pria yang berhenti di hadapannya.
Apa yang diinginkan cowok ini? Kenapa menghalangi jalan dan berhenti di depan saya? Mungkin begitu pikiran gadis itu.
"Mampus! Kaki gue kenapa sih?! Kenapa gue malah cegat dia?!" decak Yejun di dalam hati.
"A-ada apa ya?" tanya gadis itu bingung.
Yejun mengatur ekspresi wajahnya tetap datar.
"Ekhem...ruangan kepsek di mana ya?" tanyanya sok santai.
"Oh... kamu lurus dari sini, trus mentok belok kiri. Nanti ruang kepsek paling ujung, pas mentok lagi," jawab gadis itu memberi arahan apa adanya.
Yejun hanya membalas dengan anggukan, lalu bergegas pergi dari hadapan gadis itu tanpa terima kasih. Yejun memang sudah tidak terbiasa mengucapkan kata itu kepada perempuan, sebab saat ia mengatakan hal yang sesimpel itu saja, perempuan pasti menganggapnya berlebihan. Setidaknya seperti itulah perempuan-perempuan yang pernah ditemuinya. Tapi apa kali ini Yejun yakin alasannya karena itu? Sepertinya ini sedikit berbeda, tetapi ia tak mau mengakuinya.
Gadis itu merasa heran sendiri, pria tadi langsung pergi begitu saja tanpa mengucapkan setidaknya terima kasih sebagai sopan santun. Gadis itu mendengus sebal.
"Dasar gak tau sopan santun! Sudahlah, sebentar lagi kelas bakal mulai, lebih baik gue cepet-cepet ke perpus minjem buku dan nitip bunga ini," batinnya dan berjalan cepat ke tempat yang dituju.
Sama seperti suasana kelas di sekolah pada umumnya, seperti biasa keadaan kelas pasti akan ramai dan berisik dengan suara perbincangan siswa dengan teman-temannya satu sama lain.Ada yang duduk berkumpul, entah itu membahas pelajaran, bercanda gurau, atau sekedar bergosip, dan ada pula yang sampai berlari-lari saling berkejaran dengan temannya karena bercanda kelewatan. Bahkan ada yang sampai melakukan konser raya luar biasa, memporak-porandakan kelas dengan teriakan nyanyian yang sumbang dan fales. Benar-benar masa SMA yang normal, meski bikin geleng-geleng kepala.Meski terbilang sekolah elit yang dihuni anak-anak cerdas dan tekun belajar, tetapi jiwa muda tetaplah jiwa muda. Keadaan kelas 2 jurusan bisnis dan teknologi informasi pagi ini juga tak jauh beda dengan itu, hanya saja tak ada yang sampai membuat aksi konser di depan kelas, mungkin karena masih pagi atau belum mood.Maura dan teman-teman gengnya baru
Masih ada sekitar 10 menit sebelum jam istirahat selesai. Ruang kelas sudah kembali ramai dengan siswa-siswa yang menunggu jam pelajaran selanjutnya. Meskipun sepertinya beberapa masih ada yang stay di kantin karena keasyikan makan dan mengobrol. Salah satunya Bastian yang sudah ditinggal ke kelas oleh Yejun. Yejun kini sudah berjalan di koridor kelasnya, beberapa langkah lagi ia akan segera memasuki pintu kelas di depannya. Sikap dingin dan cueknya membuat Yejun tidak peka dengan keadaan sekitarnya, ia dengan santainya berjalan masuk ke dalam kelas. Bugh. Seseorang menabrak tubuh Yejun begitu keras, membuat orang yang menabraknya itu sedikit terpental dan hampir saja terdorong jatuh ke lantai. Bagaimana tidak, orang yang bertubrukan dengannya adalah seorang perempuan, sehingga Yejun jelas menang dalam hal ketahanan. Untung saja, Yejun refleks menarik tangannya dan membawanya ke dalam dekapannya.
Dua orang siswa mengangkat tangannya secara bersamaan setelah seorang guru menyebutkan sebuah nomor. Keduanya lantas saling memandang satu sama lain, kaget dengan kebetulan yang cukup mengerikan bagi mereka. Mereka sudah cukup memanas hanya dengan saling berpapasan saja, apa kabar jika harus mengerjakan tugas bersama-sama?"Pak, saya boleh ganti pasangan gak?" protes Arumi langsung.Yejun yang mendengar itu lantas menyeringai dan menatap Arumi sinis."Tidak bisa Arumi. Salah satu poin penilaian tugas ini adalah kalian harus bisa bekerja sama dengan siapa saja, makanya bapak meminta kalian memilih nomor acak," jelas Pak Irfan.Arumi hanya bisa mengangguk lemas. Mungkin mata pelajaran inilah yang akan menjadi mata pelajaran pertama dalam hidupnya yang akan tidak lulus. Sungguh, Arumi berharap hal itu tidak akan terjadi karena akan mengancam beasiswanya sebagai siswa berprestasi.Bisa-bisa, i
Pria itu lantas menaruh secarik kertas di atas meja Arumi dengan gerakan cepat saat ia melewati meja gadis itu. Tidak satu pun siswa di kelas itu yang menyadari apa yang dilakukan Yejun, karena siswa lain juga sedang sibuk membereskan barang-barang di atas mejanya ke dalam tas atau laci, dan satu persatu segera mengacir ke kantin.Namun, tentu saja si empunya meja tidak akan luput dari hal itu. Arumi tercengang saat pria itu tiba-tiba menaruh kertas kecil di atas mejanya, netranya terus mengikuti langkah Yejun menuju pintu hingga hilang dari pandangannya.Arumi langsung meraih kertas kecil itu, sebelum ada siswa lain yang melihatnya. Bahkan Citra sahabatnya yang duduk di sampingnya juga tidak menyadarinya."Arumi, yok lah ke kantin!" ajak Citra."Eh, iya Cit. Lo ke kantin duluan aja, gue mau ke toilet dulu bentar," balas Arumi sedikit gugup.Citra sahabatnya tentu saja tidak menyadari kegu
Sesuai rencana, siang ini sepulang sekolah Yejun akan bertandang ke rumah Arumi untuk mendiskusikan tugas akhir dari mata pelajaran Pak Irfan. Yejun kini sudah sampai di depan sebuah rumah minimalis bercat biru putih. Dua puluh menit yang lalu, ia mendapat kiriman shareloc dari Arumi dan langsung meluncurkan motor ninja miliknya ke tempat itu.Yejun lantas segera membuka pagar berwarna putih di depannya dan langsung masuk ke sana. Dari luar, sebenarnya Yejun sudah menangkap kehadiran seorang pria paruh baya yang sedang duduk di teras rumah."Assalaamu'alaikum. Permisi, Pak!" sapa Yejun.Pria yang sudah memasuki usia kepala 4 itu, lantas menghentikan aktifitasnya yang tengah serius membaca koran, ia mengangkat kepalanya menatap orang yang menyapanya."Wa'alaikumussalaam. Iya, Nak. Ada perlu apa, ya?" balas pria itu."Saya Yejun, teman sekelasnya Arumi. Saya ke sin
Suasana langit sore tampak mendung di tutupi oleh awan yang mulai menghitam. Mungkin sebentar lagi akan segera turun hujan. Sudah sekitar 2 jam lebih Yejun berada di rumah Arumi. Diskusi mereka baru saja selesai, setelah beberapa drama panjang antara keduanya, di mana Yejun terus-menerus bertingkah ini itu. Awalnya Yejun hanya diam menatap Arumi sok mendengarkan penjelasannya, tapi ujung-ujungnya meminta pikir ulang tentang temanya, lalu banyak menyanggah dan tidak menyetujui beberapa teknis dalam rencana Arumi, saat Arumi meminta sarannya, Yejun malah dengan santai bilang tidak tau apa-apa. Benar-benar membuat Arumi jengah. "Assalaamu'alaikum." "W*'alaikumussalaam," jawab Arumi. Arumi dan Yejun menoleh ke asal suara. Seorang pria bertubuh tinggi, berkulit putih dengan hoodie abu-abu dan celana jeans hitam, menggendong tas di punggungnya, tengah ber
Yejun baru saja pulang dan Arumi masih berdiri tercengang di depan rumah mengingat kejadian beberapa menit lalu. Ia menepuk-nepuk lembut kedua pipinya yang terasa panas sambil menyunggingkan senyum tipis. Sepertinya kedua pipinya yang cubby itu sudah memerah sejak tadi."Yejun nyadar pipi gue merah, gak ya? Duh, malu banget gue!" batin Arumi, menutup wajahnya dengan kedua tangan."Marmut! Ngapain nutup mata malam-malam di depan rumah? Main petak umpet? Sama siapa?" berondong Ali, yang baru saja masuk pekarangan rumah."Iih, Mas Ali suka banget sih manggil Arumi Marmut?! Arumi nggak suka!"Arumi mengerutkan keningnya dan menatap sok tajam pada Ali. Lebih tepatnya, ia hanya ingin mengalihkan pembicaraan dari serbuan pertanyaan kakaknya barusan."Udah terima aja! Itu panggilan sayang dari Mas Ali," goda Ali mengedipkan satu matanya."Apaan? Nggak ma
Sejak beberapa hari lalu, Arumi sudah berencana akan pergi ke toko buku untuk mencari beberapa materi penunjang tugas. Kini gadis itu baru saja melangkahkan kakinya memasuki sebuah Mall besar yang ada di Jakarta seorang diri. Beberapa menit lalu, Arumi menumpang pada kakaknya Ali sampai di depan Mall, lantas Ali langsung pergi lagi karena hari ini ada rapat di organisasinya.Tak memakan waktu lama, Arumi sudah masuk ke dalam spot yang dipenuhi dengan buku tertata rapi di rak-rak dan meja. Arumi berjalan mencari buku-buku yang berkaitan dengan tugas yang sedang dikerjakannya, matanya menangkap buku novel yang sangat ingin dibelinya, lantas ia berhenti di meja itu lebih dulu.Tangan Arumi terulur berusaha mengambil novel itu, namun tiba-tiba saja tangan seseorang berhasil mendahuluinya. Membuat Arumi refleks menatap ke wajah pemilik tangan."Eh, sorry. Lo mau beli ini?" tanya orang itu."Iy
Sejak beberapa hari lalu, Arumi sudah berencana akan pergi ke toko buku untuk mencari beberapa materi penunjang tugas. Kini gadis itu baru saja melangkahkan kakinya memasuki sebuah Mall besar yang ada di Jakarta seorang diri. Beberapa menit lalu, Arumi menumpang pada kakaknya Ali sampai di depan Mall, lantas Ali langsung pergi lagi karena hari ini ada rapat di organisasinya.Tak memakan waktu lama, Arumi sudah masuk ke dalam spot yang dipenuhi dengan buku tertata rapi di rak-rak dan meja. Arumi berjalan mencari buku-buku yang berkaitan dengan tugas yang sedang dikerjakannya, matanya menangkap buku novel yang sangat ingin dibelinya, lantas ia berhenti di meja itu lebih dulu.Tangan Arumi terulur berusaha mengambil novel itu, namun tiba-tiba saja tangan seseorang berhasil mendahuluinya. Membuat Arumi refleks menatap ke wajah pemilik tangan."Eh, sorry. Lo mau beli ini?" tanya orang itu."Iy
Yejun baru saja pulang dan Arumi masih berdiri tercengang di depan rumah mengingat kejadian beberapa menit lalu. Ia menepuk-nepuk lembut kedua pipinya yang terasa panas sambil menyunggingkan senyum tipis. Sepertinya kedua pipinya yang cubby itu sudah memerah sejak tadi."Yejun nyadar pipi gue merah, gak ya? Duh, malu banget gue!" batin Arumi, menutup wajahnya dengan kedua tangan."Marmut! Ngapain nutup mata malam-malam di depan rumah? Main petak umpet? Sama siapa?" berondong Ali, yang baru saja masuk pekarangan rumah."Iih, Mas Ali suka banget sih manggil Arumi Marmut?! Arumi nggak suka!"Arumi mengerutkan keningnya dan menatap sok tajam pada Ali. Lebih tepatnya, ia hanya ingin mengalihkan pembicaraan dari serbuan pertanyaan kakaknya barusan."Udah terima aja! Itu panggilan sayang dari Mas Ali," goda Ali mengedipkan satu matanya."Apaan? Nggak ma
Suasana langit sore tampak mendung di tutupi oleh awan yang mulai menghitam. Mungkin sebentar lagi akan segera turun hujan. Sudah sekitar 2 jam lebih Yejun berada di rumah Arumi. Diskusi mereka baru saja selesai, setelah beberapa drama panjang antara keduanya, di mana Yejun terus-menerus bertingkah ini itu. Awalnya Yejun hanya diam menatap Arumi sok mendengarkan penjelasannya, tapi ujung-ujungnya meminta pikir ulang tentang temanya, lalu banyak menyanggah dan tidak menyetujui beberapa teknis dalam rencana Arumi, saat Arumi meminta sarannya, Yejun malah dengan santai bilang tidak tau apa-apa. Benar-benar membuat Arumi jengah. "Assalaamu'alaikum." "W*'alaikumussalaam," jawab Arumi. Arumi dan Yejun menoleh ke asal suara. Seorang pria bertubuh tinggi, berkulit putih dengan hoodie abu-abu dan celana jeans hitam, menggendong tas di punggungnya, tengah ber
Sesuai rencana, siang ini sepulang sekolah Yejun akan bertandang ke rumah Arumi untuk mendiskusikan tugas akhir dari mata pelajaran Pak Irfan. Yejun kini sudah sampai di depan sebuah rumah minimalis bercat biru putih. Dua puluh menit yang lalu, ia mendapat kiriman shareloc dari Arumi dan langsung meluncurkan motor ninja miliknya ke tempat itu.Yejun lantas segera membuka pagar berwarna putih di depannya dan langsung masuk ke sana. Dari luar, sebenarnya Yejun sudah menangkap kehadiran seorang pria paruh baya yang sedang duduk di teras rumah."Assalaamu'alaikum. Permisi, Pak!" sapa Yejun.Pria yang sudah memasuki usia kepala 4 itu, lantas menghentikan aktifitasnya yang tengah serius membaca koran, ia mengangkat kepalanya menatap orang yang menyapanya."Wa'alaikumussalaam. Iya, Nak. Ada perlu apa, ya?" balas pria itu."Saya Yejun, teman sekelasnya Arumi. Saya ke sin
Pria itu lantas menaruh secarik kertas di atas meja Arumi dengan gerakan cepat saat ia melewati meja gadis itu. Tidak satu pun siswa di kelas itu yang menyadari apa yang dilakukan Yejun, karena siswa lain juga sedang sibuk membereskan barang-barang di atas mejanya ke dalam tas atau laci, dan satu persatu segera mengacir ke kantin.Namun, tentu saja si empunya meja tidak akan luput dari hal itu. Arumi tercengang saat pria itu tiba-tiba menaruh kertas kecil di atas mejanya, netranya terus mengikuti langkah Yejun menuju pintu hingga hilang dari pandangannya.Arumi langsung meraih kertas kecil itu, sebelum ada siswa lain yang melihatnya. Bahkan Citra sahabatnya yang duduk di sampingnya juga tidak menyadarinya."Arumi, yok lah ke kantin!" ajak Citra."Eh, iya Cit. Lo ke kantin duluan aja, gue mau ke toilet dulu bentar," balas Arumi sedikit gugup.Citra sahabatnya tentu saja tidak menyadari kegu
Dua orang siswa mengangkat tangannya secara bersamaan setelah seorang guru menyebutkan sebuah nomor. Keduanya lantas saling memandang satu sama lain, kaget dengan kebetulan yang cukup mengerikan bagi mereka. Mereka sudah cukup memanas hanya dengan saling berpapasan saja, apa kabar jika harus mengerjakan tugas bersama-sama?"Pak, saya boleh ganti pasangan gak?" protes Arumi langsung.Yejun yang mendengar itu lantas menyeringai dan menatap Arumi sinis."Tidak bisa Arumi. Salah satu poin penilaian tugas ini adalah kalian harus bisa bekerja sama dengan siapa saja, makanya bapak meminta kalian memilih nomor acak," jelas Pak Irfan.Arumi hanya bisa mengangguk lemas. Mungkin mata pelajaran inilah yang akan menjadi mata pelajaran pertama dalam hidupnya yang akan tidak lulus. Sungguh, Arumi berharap hal itu tidak akan terjadi karena akan mengancam beasiswanya sebagai siswa berprestasi.Bisa-bisa, i
Masih ada sekitar 10 menit sebelum jam istirahat selesai. Ruang kelas sudah kembali ramai dengan siswa-siswa yang menunggu jam pelajaran selanjutnya. Meskipun sepertinya beberapa masih ada yang stay di kantin karena keasyikan makan dan mengobrol. Salah satunya Bastian yang sudah ditinggal ke kelas oleh Yejun. Yejun kini sudah berjalan di koridor kelasnya, beberapa langkah lagi ia akan segera memasuki pintu kelas di depannya. Sikap dingin dan cueknya membuat Yejun tidak peka dengan keadaan sekitarnya, ia dengan santainya berjalan masuk ke dalam kelas. Bugh. Seseorang menabrak tubuh Yejun begitu keras, membuat orang yang menabraknya itu sedikit terpental dan hampir saja terdorong jatuh ke lantai. Bagaimana tidak, orang yang bertubrukan dengannya adalah seorang perempuan, sehingga Yejun jelas menang dalam hal ketahanan. Untung saja, Yejun refleks menarik tangannya dan membawanya ke dalam dekapannya.
Sama seperti suasana kelas di sekolah pada umumnya, seperti biasa keadaan kelas pasti akan ramai dan berisik dengan suara perbincangan siswa dengan teman-temannya satu sama lain.Ada yang duduk berkumpul, entah itu membahas pelajaran, bercanda gurau, atau sekedar bergosip, dan ada pula yang sampai berlari-lari saling berkejaran dengan temannya karena bercanda kelewatan. Bahkan ada yang sampai melakukan konser raya luar biasa, memporak-porandakan kelas dengan teriakan nyanyian yang sumbang dan fales. Benar-benar masa SMA yang normal, meski bikin geleng-geleng kepala.Meski terbilang sekolah elit yang dihuni anak-anak cerdas dan tekun belajar, tetapi jiwa muda tetaplah jiwa muda. Keadaan kelas 2 jurusan bisnis dan teknologi informasi pagi ini juga tak jauh beda dengan itu, hanya saja tak ada yang sampai membuat aksi konser di depan kelas, mungkin karena masih pagi atau belum mood.Maura dan teman-teman gengnya baru
Pagi yang sangat cerah, di depan gerbang sebuah sekolah bertuliskan Highscope Indonesia, salah satu sekolah menengah atas yang elit di Ibukota.Sudah lumayan banyak siswa-siswi yang mulai berdatangan memasuki area persekolahan itu, sama seperti mobil sport berwarna putih yang juga sedang membelok dari arah kanan memasuki area sekolah.Mobil itu membelok ke tempat parkir khusus kendaraan beroda empat dan berhenti di sana, beberapa mobil lainnya tampak sudah terparkir dengan rapi. Seorang pria keluar dari mobil itu, menutup pintu mobilnya sedikit kasar, lalu memasang kacamata hitam yang ada di tangannya.Pria itu Yejun. Pria bernama lengkap Yejun Adley Maheswara, cucu tunggal dari Mahendra Maheswara, pemilik perusahaan MW Grup yang sangat terkenal di Jakarta.Yejun mulai berjalan keluar dari parkiran, menuju ke salah satu gazebo kosong terdekatnya, ia memutuskan menunggu Ibunya yang akan me