Pria itu lantas menaruh secarik kertas di atas meja Arumi dengan gerakan cepat saat ia melewati meja gadis itu. Tidak satu pun siswa di kelas itu yang menyadari apa yang dilakukan Yejun, karena siswa lain juga sedang sibuk membereskan barang-barang di atas mejanya ke dalam tas atau laci, dan satu persatu segera mengacir ke kantin.
Namun, tentu saja si empunya meja tidak akan luput dari hal itu. Arumi tercengang saat pria itu tiba-tiba menaruh kertas kecil di atas mejanya, netranya terus mengikuti langkah Yejun menuju pintu hingga hilang dari pandangannya.
Arumi langsung meraih kertas kecil itu, sebelum ada siswa lain yang melihatnya. Bahkan Citra sahabatnya yang duduk di sampingnya juga tidak menyadarinya.
"Arumi, yok lah ke kantin!" ajak Citra.
"Eh, iya Cit. Lo ke kantin duluan aja, gue mau ke toilet dulu bentar," balas Arumi sedikit gugup.
Citra sahabatnya tentu saja tidak menyadari kegugupan Arumi. Gadis ini memang sangat ahli menyembunyikan ekspresi wajahnya, tapi jika ia sedikit saja mengucapkan sesuatu yang berkaitan dengan perasaannya, Citra pasti akan langsung menyadarinya.
"Yaudah gue temenin aja!" tawar Citra.
"Eh, nggak usah Citra. Gue sendiri aja, kayaknya gue bakal agak lama. Gue malah mau minta dipesenin sekalian!" jawab Arumi sedikit nyegir kuda, lagi-lagi ia merepotkan sahabatnya itu.
"Yaudah! Gue duluan ya!" pamit Citra dan segera bergegas pergi.
Masih ada beberapa barang milik Arumi di atas meja yang belum sempat ia bereskan. Setelah beres, gadis itu lantas membuka kertas kecil yang sejak tadi digenggamnya.
Isinya:
KE ROOFTOP SEKARANG!
***
Yejun tidak ingin mengundang gosip murahan dan tatapan aneh dari penghuni sekolah ini. Ia merasa harus menjaga image-nya sebagai cowok dingin dan cuek agar tetap terjaga. Itu adalah hal yang baik menurut Yejun, karena dengan begitu ia tidak perlu berusaha keras menghindari dan menjauhi siswi yang ingin mendekatinya, mereka akan langsung menarik diri dan akan puas hanya dengan mengamati Yejun dari kejauhan.
Ada untungnya juga Bastian menemukan kunci rooftop dan menggandakannya, sehingga Yejun tidak harus mengendap-endap di suatu tempat untuk menemui Arumi, meskipun Yejun harus mengakui kelakuan temannya itu benar-benar tak ada akhlak.
Suara pintu dibuka dan menampakkan seorang gadis berhijab di depan sana. Yejun tengah berdiri bersandar pada tembok setinggi lengannya, menatap lekat kepada Arumi yang sedang berjalan ke arahnya.
"Ada apa?" tanya gadis itu langsung, setelah langkahnya terhenti tepat di hadapan Yejun.
Pria itu lantas menyodorkan benda pipih berwarna hitam kepada Arumi.
"Masukin nomer lo!" perintah Yejun sedikit malas, wajahnya ia palingkan ke arah lain.
Arumi seketika mengernyit, mencoba memahami maksud Yejun. Ia sedikit bingung, ada angin apa pria ini tiba-tiba meminta nomor ponselnya?
"Siang ini gue ke rumah lo, gue butuh shareloc alamat lo," lanjut Yejun judes, yang menyadari ekspresi yang ditunjukkan Arumi.
"Jalan Bango II, blok C nomer 27," balas Arumi malas.
Jelas, gadis itu menolak memberikan nomor ponselnya, ia langsung menyebutkan alamat rumahnya saja.
"Gue nggak ngerti jalan di sini!" sanggah Yejun, kembali menggerakkan ponselnya yang sudah sejak tadi tersodor di depan Arumi.
Gadis itu tampak masih berpikir-pikir.
"Nanti juga gue atau lo butuh nge-chat, kalo ada yang mau ditanyain tentang tugas kita," lirih Yejun, yang tentu saja bisa tetap didengar oleh Arumi.
Entah mengapa, ada sesuatu yang menggelitik di hati Yejun, saat ia menyebut kata 'tugas kita', rasanya mereka tidak sesantai itu untuk menyebut sesuatu sebagai 'kita'. Ingat sendiri, kemarin mereka masih berapi-api satu sama lain seperti orang kesetanan.
Yejun memalingkan tatapannya ke arah lain setelah mengakhiri ucapannya tadi. Ia merasa sedikit gugup. Kenapa ia harus merasa seperti ini? Kan memang benar, itu adalah tugas bersama mereka.
Arumi mengangguk kecil, ia setuju dengan ucapan Yejun yang terakhir. Tangan Arumi meraih ponsel di depannya dan segera mengetikkan nomor ponselnya ke dalam benda pipih itu.
Sepertinya Arumi juga baru sadar akan hal itu. Tentu saja mau tidak mau, cepat atau lambat, ia juga memang membutuhkan nomor kontak pria itu, untuk memudahkan komunikasi mereka dalam menyelesaikan tugas bersama.
Gadis itu kembali menyodorkan ponsel di tangannya kepada pemiliknya. Yejun menerimanya dan langsung memasukkannya ke dalam saku celananya, lantas pria itu menatap Arumi yang masih setia berdiri di hadapannya, menunduk seperti menunggu atau memikirkan sesuatu.
"Mau ngomong sesuatu?" tanya Yejun.
Arumi refleks mengangkat kepalanya menatap Yejun bingung. Sebenarnya Arumi masih menunggu, apa yang kira-kira ingin di sampaikan Yejun sehingga pria itu mengajaknya ke tempat ini.
Arumi pikir, mungkin ada sesuatu yang penting yang ingin dikatakan pria itu kepadanya, mungkin mengenai tugas? Tidak mungkin kan, ia sampai harus diajak ke tempat di mana hanya ada mereka berdua di sana, hanya untuk meminta nomor kontak saja?
"Maksud lo?" tanya Arumi balik, keningnya berkerut.
Yejun dibuat jengah dengan respon Arumi yang tampak bingung dengan pertanyaannya. Memangnya pertanyaan tadi kurang jelas?
"Lo ada yang mau diomongin ke gue?" ulang Yejun jelas.
"Nggak ada. Bukannya lo yang mau ngomong sesuatu?" bingung Arumi.
"Nggak!"
Kali ini wajah Yejun yang terlihat bingung.
"Kan, lo yang ngajak ke sini?" tambah Arumi.
Yejun menghela pelan. Sekarang ia sudah mengerti, sepertinya gadis ini salah paham dengan maksudnya.
"Gue cuman minta kontak," jelas Yejun.
Arumi lantas melongo dengan jawaban itu.
"What? Jadi bener, dia cuman mau minta nomer kontak? Gila apa! Kan bisa di kelas aja?!" desis Arumi dalam hati.
"Udah sana! Lo balik!" suruh Yejun.
"I-iya," jawab Arumi terbata, lantas segera memutar tubuhnya meninggalkan tempat itu. Alisnya mengernyit bingung, kepalanya menggeleng pelan, tidak paham dengan ini semua, sebelum akhirnya ia benar-benar keluar dari pintu di depan sana. Setelah melewati pintu itu, ia baru sadar kenapa dirinya mau-mau saja didikte seperti tadi. Dasar Arumi bodoh! Ia merutuki dirinya sendiri.
Tanpa sadar, Yejun lagi-lagi membuat senyum tipis di bibirnya sembari menatap kepergian Arumi. Mengapa gadis itu selalu sukses membuatnya merasa gemas dengan ekspresinya yang bingung?
Namun, ia masih Yejun si hati dingin. Kebekuan di hatinya masih sangat luas untuk mengakui perasaan itu sebagai rasa suka apalagi cinta.
***
Sesuai rencana, siang ini sepulang sekolah Yejun akan bertandang ke rumah Arumi untuk mendiskusikan tugas akhir dari mata pelajaran Pak Irfan. Yejun kini sudah sampai di depan sebuah rumah minimalis bercat biru putih. Dua puluh menit yang lalu, ia mendapat kiriman shareloc dari Arumi dan langsung meluncurkan motor ninja miliknya ke tempat itu.Yejun lantas segera membuka pagar berwarna putih di depannya dan langsung masuk ke sana. Dari luar, sebenarnya Yejun sudah menangkap kehadiran seorang pria paruh baya yang sedang duduk di teras rumah."Assalaamu'alaikum. Permisi, Pak!" sapa Yejun.Pria yang sudah memasuki usia kepala 4 itu, lantas menghentikan aktifitasnya yang tengah serius membaca koran, ia mengangkat kepalanya menatap orang yang menyapanya."Wa'alaikumussalaam. Iya, Nak. Ada perlu apa, ya?" balas pria itu."Saya Yejun, teman sekelasnya Arumi. Saya ke sin
Suasana langit sore tampak mendung di tutupi oleh awan yang mulai menghitam. Mungkin sebentar lagi akan segera turun hujan. Sudah sekitar 2 jam lebih Yejun berada di rumah Arumi. Diskusi mereka baru saja selesai, setelah beberapa drama panjang antara keduanya, di mana Yejun terus-menerus bertingkah ini itu. Awalnya Yejun hanya diam menatap Arumi sok mendengarkan penjelasannya, tapi ujung-ujungnya meminta pikir ulang tentang temanya, lalu banyak menyanggah dan tidak menyetujui beberapa teknis dalam rencana Arumi, saat Arumi meminta sarannya, Yejun malah dengan santai bilang tidak tau apa-apa. Benar-benar membuat Arumi jengah. "Assalaamu'alaikum." "W*'alaikumussalaam," jawab Arumi. Arumi dan Yejun menoleh ke asal suara. Seorang pria bertubuh tinggi, berkulit putih dengan hoodie abu-abu dan celana jeans hitam, menggendong tas di punggungnya, tengah ber
Yejun baru saja pulang dan Arumi masih berdiri tercengang di depan rumah mengingat kejadian beberapa menit lalu. Ia menepuk-nepuk lembut kedua pipinya yang terasa panas sambil menyunggingkan senyum tipis. Sepertinya kedua pipinya yang cubby itu sudah memerah sejak tadi."Yejun nyadar pipi gue merah, gak ya? Duh, malu banget gue!" batin Arumi, menutup wajahnya dengan kedua tangan."Marmut! Ngapain nutup mata malam-malam di depan rumah? Main petak umpet? Sama siapa?" berondong Ali, yang baru saja masuk pekarangan rumah."Iih, Mas Ali suka banget sih manggil Arumi Marmut?! Arumi nggak suka!"Arumi mengerutkan keningnya dan menatap sok tajam pada Ali. Lebih tepatnya, ia hanya ingin mengalihkan pembicaraan dari serbuan pertanyaan kakaknya barusan."Udah terima aja! Itu panggilan sayang dari Mas Ali," goda Ali mengedipkan satu matanya."Apaan? Nggak ma
Sejak beberapa hari lalu, Arumi sudah berencana akan pergi ke toko buku untuk mencari beberapa materi penunjang tugas. Kini gadis itu baru saja melangkahkan kakinya memasuki sebuah Mall besar yang ada di Jakarta seorang diri. Beberapa menit lalu, Arumi menumpang pada kakaknya Ali sampai di depan Mall, lantas Ali langsung pergi lagi karena hari ini ada rapat di organisasinya.Tak memakan waktu lama, Arumi sudah masuk ke dalam spot yang dipenuhi dengan buku tertata rapi di rak-rak dan meja. Arumi berjalan mencari buku-buku yang berkaitan dengan tugas yang sedang dikerjakannya, matanya menangkap buku novel yang sangat ingin dibelinya, lantas ia berhenti di meja itu lebih dulu.Tangan Arumi terulur berusaha mengambil novel itu, namun tiba-tiba saja tangan seseorang berhasil mendahuluinya. Membuat Arumi refleks menatap ke wajah pemilik tangan."Eh, sorry. Lo mau beli ini?" tanya orang itu."Iy
2021, in AmerikaSeorang pria keluar dari lift lantai 7 sebuah hotel, ia berjalan santai melewati satu persatu pintu hotel yang ada di sana, sampai ia akhirnya berhenti di depan sebuah pintu bernomor 709, ia mengeluarkan sebuah kartu dari jasnya, orang itu menggunakannya membuka pintu.Pintu terbuka, pria itu masuk ke sana, berjalan menuju sebuah ruangan di dalam sana, ia mengetuk pintu."Masuk!"Samar-samar terdengar perintah dari dalam, pria itu membuka pintu, ia berdiri di hadapan seorang pria paruh baya dan menunduk memberi salam."Selamat malam, CEO Daehyun!" sapa pria itu."Ini hasil pengintaian kami selama seminggu terakhir."Pria itu menyerahkan sebuah amplop berwarna coklat kepada pria yang ia sebut sebagai direktur."Bagus! Pembayaran segera ditransfer, kembalilah!" sahut direktur itu.
Cuaca siang ini sangat panas seakan mampu membakar habis lapisan bumi. Begitu juga mungkin gambaran hati seorang pria yang baru saja keluar dari pintu kedatangan penumpang pesawat asal Korea Selatan. Wajahnya tampan sebagaimana pria muda Korea yang saat ini sangat digandrungi.Pria itu bertubuh jangkung, berkulit putih pucat, memakai kaos putih, luaran kemeja hitam dan jeans warna coklat, lengkap dengan kacamata berwarna senada dengan celananya dan tas kecil yang ia kenakan. Di sisinya terdapat sebuah koper berukuran jumbo yang ia seret dengan santai sembari berjalan keluar bandara.Pria itu berhenti sejenak, melepas kacamata yang ia kenakan. Pandangannya menyapu area bandara dengan tatapan nanar."Gue benar-benar balik!" batin pria itu tak suka.Ia menghela berat, mencoba menerima situasinya saat ini."Den Yejun?!"Seseorang mengagetkan pria itu, matanya menatap
Pagi yang sangat cerah, di depan gerbang sebuah sekolah bertuliskan Highscope Indonesia, salah satu sekolah menengah atas yang elit di Ibukota.Sudah lumayan banyak siswa-siswi yang mulai berdatangan memasuki area persekolahan itu, sama seperti mobil sport berwarna putih yang juga sedang membelok dari arah kanan memasuki area sekolah.Mobil itu membelok ke tempat parkir khusus kendaraan beroda empat dan berhenti di sana, beberapa mobil lainnya tampak sudah terparkir dengan rapi. Seorang pria keluar dari mobil itu, menutup pintu mobilnya sedikit kasar, lalu memasang kacamata hitam yang ada di tangannya.Pria itu Yejun. Pria bernama lengkap Yejun Adley Maheswara, cucu tunggal dari Mahendra Maheswara, pemilik perusahaan MW Grup yang sangat terkenal di Jakarta.Yejun mulai berjalan keluar dari parkiran, menuju ke salah satu gazebo kosong terdekatnya, ia memutuskan menunggu Ibunya yang akan me
Sama seperti suasana kelas di sekolah pada umumnya, seperti biasa keadaan kelas pasti akan ramai dan berisik dengan suara perbincangan siswa dengan teman-temannya satu sama lain.Ada yang duduk berkumpul, entah itu membahas pelajaran, bercanda gurau, atau sekedar bergosip, dan ada pula yang sampai berlari-lari saling berkejaran dengan temannya karena bercanda kelewatan. Bahkan ada yang sampai melakukan konser raya luar biasa, memporak-porandakan kelas dengan teriakan nyanyian yang sumbang dan fales. Benar-benar masa SMA yang normal, meski bikin geleng-geleng kepala.Meski terbilang sekolah elit yang dihuni anak-anak cerdas dan tekun belajar, tetapi jiwa muda tetaplah jiwa muda. Keadaan kelas 2 jurusan bisnis dan teknologi informasi pagi ini juga tak jauh beda dengan itu, hanya saja tak ada yang sampai membuat aksi konser di depan kelas, mungkin karena masih pagi atau belum mood.Maura dan teman-teman gengnya baru
Sejak beberapa hari lalu, Arumi sudah berencana akan pergi ke toko buku untuk mencari beberapa materi penunjang tugas. Kini gadis itu baru saja melangkahkan kakinya memasuki sebuah Mall besar yang ada di Jakarta seorang diri. Beberapa menit lalu, Arumi menumpang pada kakaknya Ali sampai di depan Mall, lantas Ali langsung pergi lagi karena hari ini ada rapat di organisasinya.Tak memakan waktu lama, Arumi sudah masuk ke dalam spot yang dipenuhi dengan buku tertata rapi di rak-rak dan meja. Arumi berjalan mencari buku-buku yang berkaitan dengan tugas yang sedang dikerjakannya, matanya menangkap buku novel yang sangat ingin dibelinya, lantas ia berhenti di meja itu lebih dulu.Tangan Arumi terulur berusaha mengambil novel itu, namun tiba-tiba saja tangan seseorang berhasil mendahuluinya. Membuat Arumi refleks menatap ke wajah pemilik tangan."Eh, sorry. Lo mau beli ini?" tanya orang itu."Iy
Yejun baru saja pulang dan Arumi masih berdiri tercengang di depan rumah mengingat kejadian beberapa menit lalu. Ia menepuk-nepuk lembut kedua pipinya yang terasa panas sambil menyunggingkan senyum tipis. Sepertinya kedua pipinya yang cubby itu sudah memerah sejak tadi."Yejun nyadar pipi gue merah, gak ya? Duh, malu banget gue!" batin Arumi, menutup wajahnya dengan kedua tangan."Marmut! Ngapain nutup mata malam-malam di depan rumah? Main petak umpet? Sama siapa?" berondong Ali, yang baru saja masuk pekarangan rumah."Iih, Mas Ali suka banget sih manggil Arumi Marmut?! Arumi nggak suka!"Arumi mengerutkan keningnya dan menatap sok tajam pada Ali. Lebih tepatnya, ia hanya ingin mengalihkan pembicaraan dari serbuan pertanyaan kakaknya barusan."Udah terima aja! Itu panggilan sayang dari Mas Ali," goda Ali mengedipkan satu matanya."Apaan? Nggak ma
Suasana langit sore tampak mendung di tutupi oleh awan yang mulai menghitam. Mungkin sebentar lagi akan segera turun hujan. Sudah sekitar 2 jam lebih Yejun berada di rumah Arumi. Diskusi mereka baru saja selesai, setelah beberapa drama panjang antara keduanya, di mana Yejun terus-menerus bertingkah ini itu. Awalnya Yejun hanya diam menatap Arumi sok mendengarkan penjelasannya, tapi ujung-ujungnya meminta pikir ulang tentang temanya, lalu banyak menyanggah dan tidak menyetujui beberapa teknis dalam rencana Arumi, saat Arumi meminta sarannya, Yejun malah dengan santai bilang tidak tau apa-apa. Benar-benar membuat Arumi jengah. "Assalaamu'alaikum." "W*'alaikumussalaam," jawab Arumi. Arumi dan Yejun menoleh ke asal suara. Seorang pria bertubuh tinggi, berkulit putih dengan hoodie abu-abu dan celana jeans hitam, menggendong tas di punggungnya, tengah ber
Sesuai rencana, siang ini sepulang sekolah Yejun akan bertandang ke rumah Arumi untuk mendiskusikan tugas akhir dari mata pelajaran Pak Irfan. Yejun kini sudah sampai di depan sebuah rumah minimalis bercat biru putih. Dua puluh menit yang lalu, ia mendapat kiriman shareloc dari Arumi dan langsung meluncurkan motor ninja miliknya ke tempat itu.Yejun lantas segera membuka pagar berwarna putih di depannya dan langsung masuk ke sana. Dari luar, sebenarnya Yejun sudah menangkap kehadiran seorang pria paruh baya yang sedang duduk di teras rumah."Assalaamu'alaikum. Permisi, Pak!" sapa Yejun.Pria yang sudah memasuki usia kepala 4 itu, lantas menghentikan aktifitasnya yang tengah serius membaca koran, ia mengangkat kepalanya menatap orang yang menyapanya."Wa'alaikumussalaam. Iya, Nak. Ada perlu apa, ya?" balas pria itu."Saya Yejun, teman sekelasnya Arumi. Saya ke sin
Pria itu lantas menaruh secarik kertas di atas meja Arumi dengan gerakan cepat saat ia melewati meja gadis itu. Tidak satu pun siswa di kelas itu yang menyadari apa yang dilakukan Yejun, karena siswa lain juga sedang sibuk membereskan barang-barang di atas mejanya ke dalam tas atau laci, dan satu persatu segera mengacir ke kantin.Namun, tentu saja si empunya meja tidak akan luput dari hal itu. Arumi tercengang saat pria itu tiba-tiba menaruh kertas kecil di atas mejanya, netranya terus mengikuti langkah Yejun menuju pintu hingga hilang dari pandangannya.Arumi langsung meraih kertas kecil itu, sebelum ada siswa lain yang melihatnya. Bahkan Citra sahabatnya yang duduk di sampingnya juga tidak menyadarinya."Arumi, yok lah ke kantin!" ajak Citra."Eh, iya Cit. Lo ke kantin duluan aja, gue mau ke toilet dulu bentar," balas Arumi sedikit gugup.Citra sahabatnya tentu saja tidak menyadari kegu
Dua orang siswa mengangkat tangannya secara bersamaan setelah seorang guru menyebutkan sebuah nomor. Keduanya lantas saling memandang satu sama lain, kaget dengan kebetulan yang cukup mengerikan bagi mereka. Mereka sudah cukup memanas hanya dengan saling berpapasan saja, apa kabar jika harus mengerjakan tugas bersama-sama?"Pak, saya boleh ganti pasangan gak?" protes Arumi langsung.Yejun yang mendengar itu lantas menyeringai dan menatap Arumi sinis."Tidak bisa Arumi. Salah satu poin penilaian tugas ini adalah kalian harus bisa bekerja sama dengan siapa saja, makanya bapak meminta kalian memilih nomor acak," jelas Pak Irfan.Arumi hanya bisa mengangguk lemas. Mungkin mata pelajaran inilah yang akan menjadi mata pelajaran pertama dalam hidupnya yang akan tidak lulus. Sungguh, Arumi berharap hal itu tidak akan terjadi karena akan mengancam beasiswanya sebagai siswa berprestasi.Bisa-bisa, i
Masih ada sekitar 10 menit sebelum jam istirahat selesai. Ruang kelas sudah kembali ramai dengan siswa-siswa yang menunggu jam pelajaran selanjutnya. Meskipun sepertinya beberapa masih ada yang stay di kantin karena keasyikan makan dan mengobrol. Salah satunya Bastian yang sudah ditinggal ke kelas oleh Yejun. Yejun kini sudah berjalan di koridor kelasnya, beberapa langkah lagi ia akan segera memasuki pintu kelas di depannya. Sikap dingin dan cueknya membuat Yejun tidak peka dengan keadaan sekitarnya, ia dengan santainya berjalan masuk ke dalam kelas. Bugh. Seseorang menabrak tubuh Yejun begitu keras, membuat orang yang menabraknya itu sedikit terpental dan hampir saja terdorong jatuh ke lantai. Bagaimana tidak, orang yang bertubrukan dengannya adalah seorang perempuan, sehingga Yejun jelas menang dalam hal ketahanan. Untung saja, Yejun refleks menarik tangannya dan membawanya ke dalam dekapannya.
Sama seperti suasana kelas di sekolah pada umumnya, seperti biasa keadaan kelas pasti akan ramai dan berisik dengan suara perbincangan siswa dengan teman-temannya satu sama lain.Ada yang duduk berkumpul, entah itu membahas pelajaran, bercanda gurau, atau sekedar bergosip, dan ada pula yang sampai berlari-lari saling berkejaran dengan temannya karena bercanda kelewatan. Bahkan ada yang sampai melakukan konser raya luar biasa, memporak-porandakan kelas dengan teriakan nyanyian yang sumbang dan fales. Benar-benar masa SMA yang normal, meski bikin geleng-geleng kepala.Meski terbilang sekolah elit yang dihuni anak-anak cerdas dan tekun belajar, tetapi jiwa muda tetaplah jiwa muda. Keadaan kelas 2 jurusan bisnis dan teknologi informasi pagi ini juga tak jauh beda dengan itu, hanya saja tak ada yang sampai membuat aksi konser di depan kelas, mungkin karena masih pagi atau belum mood.Maura dan teman-teman gengnya baru
Pagi yang sangat cerah, di depan gerbang sebuah sekolah bertuliskan Highscope Indonesia, salah satu sekolah menengah atas yang elit di Ibukota.Sudah lumayan banyak siswa-siswi yang mulai berdatangan memasuki area persekolahan itu, sama seperti mobil sport berwarna putih yang juga sedang membelok dari arah kanan memasuki area sekolah.Mobil itu membelok ke tempat parkir khusus kendaraan beroda empat dan berhenti di sana, beberapa mobil lainnya tampak sudah terparkir dengan rapi. Seorang pria keluar dari mobil itu, menutup pintu mobilnya sedikit kasar, lalu memasang kacamata hitam yang ada di tangannya.Pria itu Yejun. Pria bernama lengkap Yejun Adley Maheswara, cucu tunggal dari Mahendra Maheswara, pemilik perusahaan MW Grup yang sangat terkenal di Jakarta.Yejun mulai berjalan keluar dari parkiran, menuju ke salah satu gazebo kosong terdekatnya, ia memutuskan menunggu Ibunya yang akan me