Malam semakin larut, bertaburkan bintang dan juga rembulan yang bersinar tampak begitu terang, menemani acara makan malam di kediaman Agam.
Terlihat Agam, duduk bersebrangan dengan Inez yang terdiam, hanya menikmati makanan, memperhatikan Aura dengan lirikannya.Yang tampak ramah melayani calon Mama Mertuanya.
"Tante bisa ambil sendiri Ra, kamu ini tamu, kok malah kamu yang melayani Tante," kata Mama Ratih, sedang duduk di samping Aura dan juga Andien, melebarkan senyum Aura.
"Nggak papa Tante, tiap di rumah juga Saya yang melayani Papa dan Mama," jawab Aura, seraya mengangsurkan sepiring nasi yang telah di isinya.
"Terimakasih ya?" jawab Mama Ratih mengambil alih.
Memperburuk rasa dongkol dan tak suka di hati Inez, mungkin karena kalimat Andien sebelumnya yang terus saja terngiang di kepalanya.
Hingga mengontaminasi hati dan juga pikirannya, membuatnya sama sekali tak meny
Jalanan kota yang terlihat lenggang, karena waktu yang masih begitu pagi, belum menunjukkan hangatnya sinar dari sang mentari secara sempurna.Tepat di saat pukul 05:30, terlihat Agam, sedang mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, memakai earphone di telinga kirinya menunggu panggilannya tersambung."Halo...," suara Fahmi, terdengar lirih dan juga parau."Jam berapa ini Fa? masih tidur aja kamu, dasar pemalas!""Belum waktunya jam kerja Gam! jangan resek!"Menciptakan tawa di bibir Agam membenarkan earphonenya."Hari ini aku telat, selepas makan siang juga nggak bisa balik kantor, mau jalan sama Inez cari cincin lamaran," kata Agam.Semakin tergelak mendengar pekikan Fahmi yang terkejut tak percaya."Ngimpi ya kamu! atau nglindur?" seru Fahmi."Kamu itu yang ngimpi,""
Sinar mentari yang tadinya mengintip, kini telah menampakkan cahaya yang begitu hangat mencerahkan suasana taman yang terlihat tak begitu ramai oleh beberapa pengunjung.Salah satunya Agam dan juga Inez, yang sama sama sudah tersenggal, baru menyelesaikan dua putaran larinya mengitari taman.Saling melempar senyum, bersiap untuk mengakhiri lari paginya beradu pandang."Capek?" tanya Agam.Menganggukkan kepala Inez mengiyakan."Di sana ada tukang bubur, mau makan itu?" lanjut Agam, menunjuk gerobak bubur yang ada di tepi taman, tak jauh dari parkiran ikut mengalihkan pandangan Inez."Kita istirahat disana, minum yang banyak sekalian makan,""Boleh," sahut Inez.Segera mengayunkan langkahnya, mengikuti langkah Agam yang telah menggandeng tangannya berjalan beriringan."Bang makan sini dua ya? teh hangatnya empat," kata Agam,
Pagi berganti siang, Menambah teriknya sang Surya, tak lagi bersahabat menyengat kulit.Tepat di pukul 12:30, terlihat Inez dan juga Agam, baru saja menghabiskan menu makan siang yang telah mereka pesan, di salah satu restoran yang ada di dalam mall tempat mereka hendak mencari cincin dan juga perhiasan yang lainnya."Beli cincin saja ya Yang? nggak usah satu set," Kata Inez, duduk di seberang kekasihnya yang sedang menenggak minuman, menyeka sudut bibirnya dengan tisu."Kenapa?" tanya agam."Aku nggak suka,""Kamu sukanya apa?""Sukanya kamu," goda Inez, menciptakan tawa di bibir Agam dan tergelak."Aku nggak suka sama segala macam jenis perhiasan, ini aja cuma pakai anting." lanjut Inez, menunjukkan anting simpel yang di pakainya, mencondongkan kepala Agam memperhatikan."Mama yang memaksanya, sebagai tanda kalau ak
"Ada pesan atas nama Haikal. Aku nggak sengaja membacanya," jawab Inez, mempercepat degup jantung Agam, segera menggeser layar ponselnya membaca pesan dari psikiaternya."Ada janji apa jam tiga? ini sudah jam setengah tiga," tanya Inez akhirnya, sama sekali tak bisa bersabar, ingin segera mengetahui maksud dari pesan Haikal, menatap dalam Agam yang terdiam, menggosok kening perlahan tak kunjung memberikan jawaban."Nggak ada janji apa-apa," bohong Agam, menyipitkan kedua mata Inez tak percaya."Hanya untuk ngobrol,""Jawab jujur Yang, kasih aku jawaban yang masuk akal,""Aku nggak bohong,""Apa? dusta?" sahut Inez mengintimidasi."Apa dokter yang lagi sibuk dan banyak pasien akan membuat janji hanya untuk mengobrol? ayolah, kasih aku alasan yang bisa di terima oleh nalar," kata Inez, sama sekali tak bisa mempercayai jawaban kekasihnya, me
Drrrtt drrrtt Suara getar ponsel di saku jas kerja Agam, menghentikan langkah si empunya yang baru masuk ke dalam klinik, hendak menuju ke arah meja pendaftaran."Siapa?" tanya Inez."Mama, sebentar ya," jawab Agam, segera menggeser layar ponselnya menerima panggilan telepon dari Mamanya."Halo Ma,""Dimana Gam? kenapa jam tiga belum juga pulang?" suara Mama Ratih, mengerutkan kening Agam, beradu pandang dengan Inez yang terdiam."Kan memang belum waktunya pulang Ma?""Anak ini ya! kamu lupa ya nanti mau ada acara apa?""Ingat Ma,""Terus kenapa nggak pulang lebih awal? banyak persiapan yang harus kamu lakukan Gam""Persiapan apa sih Ma...," keluh Agam, menghela nafasnya panjang."Aku juga sudah beli ci
"Satu minggu setelah wisuda Inez, kita bisa melakukan acara lamaran kalian," kata Papa Raimon, tak ingin berbasa basi.Mengalihkan pandangan Agam, saling beradu pandang dengan Mamanya yang mengangguk samar."Baik Om,""Semua persiapan sudah siap, hotel, catering dan lainnya juga sudah beres. Hanya tinggal mengganti nama calon pengantin laki-lakinya saja, dan itu nanti biar Om yang mengurusnya,""Sudah mengetahui masalah batalnya pertunangan Andre dan juga Inez kan?""Sudah,""Jadi nggak ada masalah. Kamu hanya perlu bersiap untuk menjadi pasangan dan calon suami yang baik untuk Inez,"Dan tak membuat Agam bersuara, lagi lagi menganggukkan kepalanya mantap menyetujui.Kembali mengingat kalimat kekasihnya, saat menceritakan perihal persiapan pertunangan yang telah selesai 100% namun harus di batalkan.Hingga bisa membuatnya mengerti, mengenai keinginan calon Papa mertua
"Halo Yang, Yang!" suara Agam, tak lagi mendengar suara Inez dari dalam ponselnya yang telah dimatikan sepihak.Hanya bisa menghela nafasnya kasar, seraya menurunkan ponselnya dari telinga mendengus sesal.Sedang duduk di kursi penumpang belakang taksi, mencoba untuk menghubungi kembali kekasihnya namun tak bisa."Kenapa? Inez marah ya Kak?" suara Aura, mengalihkan pandangan Agam, hanya terdiam tak ingin menjawab.FlashbackDi kediaman rumah Agam di pagi hari tepat di pukul enam pagi, terlihat Agam, sudah begitu rapi dengan kemeja kerja yang di pakainya, menuruni anak tangga mencari keberadaan Mamanya.Hendak mengayunkan langkahnya menuju kamar mamanya, sebelum berhenti, mendengar suara tawa di dapur mengalihkan pandangannya."Kamu ini ya Ra, haha kok bisa seperti itu," tawa Mama Ratih, sedang menyeduh dua gelas teh hanga
CklekPintu mobil terbuka, bersamaan dengan Agam yang masuk ke dalam mobil mengulurkan sekantong plastik kecil ke depan Aura."Air putih,""Terimakasih," jawab Aura mengambil alih.Namun tak lagi membuat Agam bersuara, hanya membisu, menyalakan kembali mesin mobilnya hendak menuju ke alamat Aura, untuk mengambil barang yang ketinggalan."Kak," panggil Aura, sesaat setelah mobil berjalan mengalihkan pandangan Agam.Masih dingin, sama sekali tak ada sorot kehangatan membuatnya takut untuk berbicara."Anu, tadi ada telepon dari Inez," lanjut Aura, menyentakkan hati Agam, segera menepikan mobilnya, hendak meraih ponselnya yang bertengger tenang di dalam rak.Untuk di gesernya, sebelum membulatkan matanya, melihat panggilan masuk dari nomor kekasihnya, bukan panggilan tak terjawab seperti perkiraa