Sinar mentari yang tadinya mengintip, kini telah menampakkan cahaya yang begitu hangat mencerahkan suasana taman yang terlihat tak begitu ramai oleh beberapa pengunjung.
Salah satunya Agam dan juga Inez, yang sama sama sudah tersenggal, baru menyelesaikan dua putaran larinya mengitari taman.
Saling melempar senyum, bersiap untuk mengakhiri lari paginya beradu pandang.
"Capek?" tanya Agam.
Menganggukkan kepala Inez mengiyakan.
"Di sana ada tukang bubur, mau makan itu?" lanjut Agam, menunjuk gerobak bubur yang ada di tepi taman, tak jauh dari parkiran ikut mengalihkan pandangan Inez.
"Kita istirahat disana, minum yang banyak sekalian makan,"
"Boleh," sahut Inez.
Segera mengayunkan langkahnya, mengikuti langkah Agam yang telah menggandeng tangannya berjalan beriringan.
"Bang makan sini dua ya? teh hangatnya empat," kata Agam,
Pagi berganti siang, Menambah teriknya sang Surya, tak lagi bersahabat menyengat kulit.Tepat di pukul 12:30, terlihat Inez dan juga Agam, baru saja menghabiskan menu makan siang yang telah mereka pesan, di salah satu restoran yang ada di dalam mall tempat mereka hendak mencari cincin dan juga perhiasan yang lainnya."Beli cincin saja ya Yang? nggak usah satu set," Kata Inez, duduk di seberang kekasihnya yang sedang menenggak minuman, menyeka sudut bibirnya dengan tisu."Kenapa?" tanya agam."Aku nggak suka,""Kamu sukanya apa?""Sukanya kamu," goda Inez, menciptakan tawa di bibir Agam dan tergelak."Aku nggak suka sama segala macam jenis perhiasan, ini aja cuma pakai anting." lanjut Inez, menunjukkan anting simpel yang di pakainya, mencondongkan kepala Agam memperhatikan."Mama yang memaksanya, sebagai tanda kalau ak
"Ada pesan atas nama Haikal. Aku nggak sengaja membacanya," jawab Inez, mempercepat degup jantung Agam, segera menggeser layar ponselnya membaca pesan dari psikiaternya."Ada janji apa jam tiga? ini sudah jam setengah tiga," tanya Inez akhirnya, sama sekali tak bisa bersabar, ingin segera mengetahui maksud dari pesan Haikal, menatap dalam Agam yang terdiam, menggosok kening perlahan tak kunjung memberikan jawaban."Nggak ada janji apa-apa," bohong Agam, menyipitkan kedua mata Inez tak percaya."Hanya untuk ngobrol,""Jawab jujur Yang, kasih aku jawaban yang masuk akal,""Aku nggak bohong,""Apa? dusta?" sahut Inez mengintimidasi."Apa dokter yang lagi sibuk dan banyak pasien akan membuat janji hanya untuk mengobrol? ayolah, kasih aku alasan yang bisa di terima oleh nalar," kata Inez, sama sekali tak bisa mempercayai jawaban kekasihnya, me
Drrrtt drrrtt Suara getar ponsel di saku jas kerja Agam, menghentikan langkah si empunya yang baru masuk ke dalam klinik, hendak menuju ke arah meja pendaftaran."Siapa?" tanya Inez."Mama, sebentar ya," jawab Agam, segera menggeser layar ponselnya menerima panggilan telepon dari Mamanya."Halo Ma,""Dimana Gam? kenapa jam tiga belum juga pulang?" suara Mama Ratih, mengerutkan kening Agam, beradu pandang dengan Inez yang terdiam."Kan memang belum waktunya pulang Ma?""Anak ini ya! kamu lupa ya nanti mau ada acara apa?""Ingat Ma,""Terus kenapa nggak pulang lebih awal? banyak persiapan yang harus kamu lakukan Gam""Persiapan apa sih Ma...," keluh Agam, menghela nafasnya panjang."Aku juga sudah beli ci
"Satu minggu setelah wisuda Inez, kita bisa melakukan acara lamaran kalian," kata Papa Raimon, tak ingin berbasa basi.Mengalihkan pandangan Agam, saling beradu pandang dengan Mamanya yang mengangguk samar."Baik Om,""Semua persiapan sudah siap, hotel, catering dan lainnya juga sudah beres. Hanya tinggal mengganti nama calon pengantin laki-lakinya saja, dan itu nanti biar Om yang mengurusnya,""Sudah mengetahui masalah batalnya pertunangan Andre dan juga Inez kan?""Sudah,""Jadi nggak ada masalah. Kamu hanya perlu bersiap untuk menjadi pasangan dan calon suami yang baik untuk Inez,"Dan tak membuat Agam bersuara, lagi lagi menganggukkan kepalanya mantap menyetujui.Kembali mengingat kalimat kekasihnya, saat menceritakan perihal persiapan pertunangan yang telah selesai 100% namun harus di batalkan.Hingga bisa membuatnya mengerti, mengenai keinginan calon Papa mertua
"Halo Yang, Yang!" suara Agam, tak lagi mendengar suara Inez dari dalam ponselnya yang telah dimatikan sepihak.Hanya bisa menghela nafasnya kasar, seraya menurunkan ponselnya dari telinga mendengus sesal.Sedang duduk di kursi penumpang belakang taksi, mencoba untuk menghubungi kembali kekasihnya namun tak bisa."Kenapa? Inez marah ya Kak?" suara Aura, mengalihkan pandangan Agam, hanya terdiam tak ingin menjawab.FlashbackDi kediaman rumah Agam di pagi hari tepat di pukul enam pagi, terlihat Agam, sudah begitu rapi dengan kemeja kerja yang di pakainya, menuruni anak tangga mencari keberadaan Mamanya.Hendak mengayunkan langkahnya menuju kamar mamanya, sebelum berhenti, mendengar suara tawa di dapur mengalihkan pandangannya."Kamu ini ya Ra, haha kok bisa seperti itu," tawa Mama Ratih, sedang menyeduh dua gelas teh hanga
CklekPintu mobil terbuka, bersamaan dengan Agam yang masuk ke dalam mobil mengulurkan sekantong plastik kecil ke depan Aura."Air putih,""Terimakasih," jawab Aura mengambil alih.Namun tak lagi membuat Agam bersuara, hanya membisu, menyalakan kembali mesin mobilnya hendak menuju ke alamat Aura, untuk mengambil barang yang ketinggalan."Kak," panggil Aura, sesaat setelah mobil berjalan mengalihkan pandangan Agam.Masih dingin, sama sekali tak ada sorot kehangatan membuatnya takut untuk berbicara."Anu, tadi ada telepon dari Inez," lanjut Aura, menyentakkan hati Agam, segera menepikan mobilnya, hendak meraih ponselnya yang bertengger tenang di dalam rak.Untuk di gesernya, sebelum membulatkan matanya, melihat panggilan masuk dari nomor kekasihnya, bukan panggilan tak terjawab seperti perkiraa
Waktu berganti dengan begitu cepatnya, membuat Inez semakin tak sabar menunggu hari H acara lamarannya yang kurang beberapa hari lagi.Tepatnya tiga hari, setelah dua hari kebelakang dia habiskan waktunya bersama dengan Mama Ratih dan juga Andien. Untuk mencari barang seserahan yang akan di berikan Agam untuk dirinya.Menikmati waktu bersama dengan calon mertua dan juga calon adik iparnya tanpa Agam yang menemani. Karena calon suaminya itu, harus mengurus dan menyelesaikan masalah proyek yang ada di Surabaya.Berbeda dengan hari ini, tak ada lagi acara belanja karena semuanya sudah di beli dengan lengkap, lebih memilih untuk menghabiskan waktunya di rumah Agam.Sedang belajar membuat kue kesukaan calon suaminya, bersama dengan Mama Ratih sebagai mentornya, membuatnya sedikit bingung menerima penjelasan."Nanti, kalau kamu buat nastar sendiri di rumah, jangan lupa Nez, tepungnya h
"Wah ... sepertinya aku kenal sama bau parfum ini," goda Agam, baru memasuki pintu mobilnya selepas acara, mengenduskan hidungnya ke arah Inez yang tersenyum."Harum ya?" sahut Inez.Sama sekali tak bisa menyembunyikan gurat kebahagiaannya, menganggukkan kepala Agam ."Banget,""Hahaha," tawa Inez mencebikkan bibirnya.Lebih memilih untuk pulang bersama Agam, daripada pulang bersama dengan orang tua maupun kakaknya, Abian.Yang sudah di perjalanan, mengantarkan calon kakak iparnya pulang, baru saja memastikan kepulangan Andien dan juga Mama Ratih, bersama dengan anggota keluarga yang lainnya."Suka nggak sama parfumnya? tanya Agam, sudah menjalankan mobilnya perlahan, semakin menjauhi loby keluar dari hotel."Suka, terimakasih ya atas kado wisudanya,"Menciptakan seulas senyum di bibir Agam, kembali fokus dengan pandangannya lurus ke depan."Mengenai pern