Waktu telah beranjak siang, mentaripun semakin terik tak lagi bersahabat dengan sinarnya yang menyengat kulit.
Tepat di pukul 12:00, masih di ruangan kerja Agam di Dirgantara Property, terlihat Inez, tak lagi duduk memperhatikan kekasihnya bekerja, melainkan telah tertidur di atas sofa panjang di seberang Agam dan juga Fahmi.
Berselimutkan jas kerja Agam, akibat tak bisa menahan rasa kantuknya yang menyerang merasa bosan.
"Bangunin Gam, ajak makan siang," suara Fahmi, mengedikkan dagunya ke arah Inez, sesaat setelah menutup layar laptopnya di atas meja menganggukkan kepala Agam.
"Iya," jawab Agam.
"Aku mau ke kantin dulu," lanjut Fahmi.
"Nggak barengan sama kami?"
"Nggak, habiskan saja waktu kalian berdua, ambil kesempatan biar bisa lebih dekat lagi." Tolak Fahmi, segera mencondongkan kepalanya, mendekatkan bibirnya untuk berbisik ke teli
"Kita sudah ada hubungan spesial bukan? jadi aku berharap, kamu bisa menjawab pertanyaanku ini Pak, sebagai langkah pertama kita untuk bisa saling mengenal," lanjut Inez.Ingin kekasihnya bisa terbuka, menceritakan segala rasa yang ada di hati, demi untuk mempererat hubungan yang baru saja di mulai.Termasuk masa lalu Agam yang sedikit di ketahuinya dari Abian, membuatnya begitu penasaran, ingin mengetahui cerita mengenai Cintia, nama wanita yang pernah di dengarnya dari bibir Agam dan juga kakaknya, Abian."Pak? hei...," panggil Inez, mencondongkan kepalnya, mendekati wajah tampan kekasihnya yang membisu tak kunjung bersuara menjawab pertanyaannya."Sekarang?" tanya Agam, yang di sambut dengan anggukan mantap kepala Inez mengiyakan."Apa kamu masih ingat? foto prewedding yang pernah kamu lihat di layar laptopku dulu, sewaktu kamu masih menjadi sekretarisku?"
"Assalamualaikum," ucap Inez, baru masuk ke dalam rumah, mengedarkan pandangannya."Kok sepi ya Pak?" tanya Inez, beradu pandang dengan Agam yang mengedikkan bahu tak mengerti."Kamu duduk dulu deh Pak, aku panggilkan Kak Abian dulu," lanjut Inez, menunjuk sofa yang tersedia.Tak membuat kekasihnya bersuara, hanya menganggukkan kepala pelan mengiyakan."Aku masuk dulu,""Hemmm," jawab Agam, hendak duduk di atas sofa, seraya merogoh saku jas kerjanya, untuk mengambil ponsel yang ada di dalamnya.Tak lagi memperhatikan Inez, yang sedang mengayunkan langkah masuk ke dalam rumah meninggalkannya."Bi, tolong buatkan tamuku minuman ya?" titah Inez, kepada asisten rumah tangga yang ada di rumahnya, yang tak sengaja di temuinya di dekat tangga."Iya Mbak, ada berapa tamunya?""Buatin dua aja, nanti satu u
Sore telah berganti senja, bertemankan semilirnya angin yang terasa begitu sepoi, membelai lembut dedaunan yang ada di depan halaman gedung Dirgantara Property yang sedang di penuhi oleh banyaknya pegawai.Baru keluar dari pintu utama loby menuju parkiran secara bergantian, tepat di pukul lima sore, waktu dimana para pegawai harus pulang setelah seharian ini berkutat dengan banyaknya pekerjaan."Ayo Gam!" ajak Fahmi, sudah mencangklong tas kerjanya, mengalihkan sesaat pandangan Agam yang sedang duduk di atas kursi kebesaran tak kunjung berdiri dan bersiap untuk pulang."Sebentar Fa," jawab Agam, terlihat sibuk dengan layar ponselnya yang menyala, masih berkirim pesan dengan kekasihnya.("Aku pulang dulu, nanti jam setengah tujuh malam siap-siap ya? aku jemput kamu. Kita ke rumah ketemu sama Mama,")Pesan teks yang di ketik Agam, segera di kirimnya ke nomor ponsel Inez, s
"Mau kemana kamu Nez? kok sudah cantik begini?" tanya Mama Desi yang sedang duduk di atas sofa di ruang keluarga bersama dengan Papa Raimon.Beradu pandang dengan Inez yang tersenyum, masuk ke dalam ruangan mendekatinya."Mau keluar sama Pak Agam Ma," jawab Inez, seraya mendudukkan dirinya di samping Mamanya mengalihkan pandangan Papa Raimon."Agam?" kata Mama Desi."Iya,""Kok tumben?""Apanya yang tumben?""Itu keluar sama Agam, kalian dekat?" tebak Mama Desi, menciptakan seulas senyum di bibir Inez mengangguk pelan."Iya, aku sama Pak Agam sekarang kan... hahaha," jawab Inez tertawa, merasa malu sendiri, mengerutkan kening Mama Desi."Mereka pacaran Ma," sahut Abian, tiba tiba saja masuk ke dalam ruang keluarga, mengalihkan pandangan semua orang.Termasuk Papa Raimon yang s
"Kenapa Nez? kok nggak mau?" tanya Agam, dengan degup jantungnya yang tak karuan menuntut jawaban.Dari Inez yang terdiam, menundukkan kepala memejamkan matanya dalam."Inez? bisa jawab pertanyaanku? kamu nggak benar benar menyukaiku? atau... kamu nggak punya keyakinan sama aku? karena penyakitku?" tanya Agam, menelan salivanya pelan, masih menanti jawaban.Sebelum membuang pandangannya, menyandarkan kepalanya mencoba menerka apa yang ada di dalam hati dan pikiran kekasihnya, kembali menatap Inez yang bersuara."Aku yakin sama kamu Pak, aku suka sama kamu, aku juga nggak mempermasalahkan gangguan kecemasan yang kamu derita, aku hanya... ah sialan!" jawab Inez, merasa bingung sendiri dengan jawabannya menarik nafasnya panjang.Semakin membuat Agam penasaran, kembali menegakkan duduknya menyipitkan mata."Kamu kenapa?""Aku benci sama cara
"Terimakasih ya Bi," kata Aura, sudah membawa secangkir teh madu di tangan kanannya di dalam dapur, beradu pandang dengan asisten rumah tangga Agam yang tersenyum dan mengangguk ramah."Sama sama Mbak, kalau perlu apa apa langsung bilang saja ke saya,""Iya Bi makasih ya, saya ke kamar dulu, gerah mau mandi.""Silahkan Mbak," jawab asisten rumah tangga sopan.Kembali melakukan pekerjaannya, tak lagi memperhatikan Aura yang sudah mengayunkan langkah keluar dari dapur meninggalkannya.Hendak masuk ke dalam kamar tamu yang telah di persiapkan Mama Ratih untuknya, sebelum meletakkan segelas teh madunya di atas nakas.Segera bersiap untuk mandi, melepaskan baju yang di pakainya hingga meninggalkan tank top hitam ketat di tubuh langsingnya, hendak melepaskan tank topnya juga hingga ke bawah dada, sebelum mengalihkan pandangannya ke arah pintu kamar mandi yang tiba tiba saj
Malam semakin larut, bertaburkan bintang dan juga rembulan yang bersinar tampak begitu terang, menemani acara makan malam di kediaman Agam.Terlihat Agam, duduk bersebrangan dengan Inez yang terdiam, hanya menikmati makanan, memperhatikan Aura dengan lirikannya.Yang tampak ramah melayani calon Mama Mertuanya."Tante bisa ambil sendiri Ra, kamu ini tamu, kok malah kamu yang melayani Tante," kata Mama Ratih, sedang duduk di samping Aura dan juga Andien, melebarkan senyum Aura."Nggak papa Tante, tiap di rumah juga Saya yang melayani Papa dan Mama," jawab Aura, seraya mengangsurkan sepiring nasi yang telah di isinya."Terimakasih ya?" jawab Mama Ratih mengambil alih.Memperburuk rasa dongkol dan tak suka di hati Inez, mungkin karena kalimat Andien sebelumnya yang terus saja terngiang di kepalanya.Hingga mengontaminasi hati dan juga pikirannya, membuatnya sama sekali tak meny
Jalanan kota yang terlihat lenggang, karena waktu yang masih begitu pagi, belum menunjukkan hangatnya sinar dari sang mentari secara sempurna.Tepat di saat pukul 05:30, terlihat Agam, sedang mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, memakai earphone di telinga kirinya menunggu panggilannya tersambung."Halo...," suara Fahmi, terdengar lirih dan juga parau."Jam berapa ini Fa? masih tidur aja kamu, dasar pemalas!""Belum waktunya jam kerja Gam! jangan resek!"Menciptakan tawa di bibir Agam membenarkan earphonenya."Hari ini aku telat, selepas makan siang juga nggak bisa balik kantor, mau jalan sama Inez cari cincin lamaran," kata Agam.Semakin tergelak mendengar pekikan Fahmi yang terkejut tak percaya."Ngimpi ya kamu! atau nglindur?" seru Fahmi."Kamu itu yang ngimpi,""