Disebuah pedesaan yang jauh dari kemewahan perkotaan, terlihat seorang pria yang sedang berjalan menuju rumahnya. Dia berjalan dengan wajah yang sulit diartikan. Sesampainya dirumah, dia langsung tersenyum bahagia melihat istrinya yang langsung menyambutnya dengan senyuman indah.
“Selamat datang,” sambut istrinya dengan senyuman sambil menyiapkan makanan di meja makan.
“Wah, masak apa nih? Harumnya enak,” jawab sang suami dengan pujian kepada istrinya.
“Aku masak makanan kesukaanmu.” balas istrinya. Dan merekapun makan malam bersama.
Ya, beginilah keseharian pasangan muda yang menikah sejak 3 tahun yang lalu. Mereka hidup dengan amat sederhana di desa yang jauh dari perkotaan. Jauh dari kemewahan dan keluarga mereka. Karena terkadang kemewahan dan harta belum tentu menjamin kebahagiaan yang sebenarnya. Mereka memilih hidup bersama dengan segala kesederhanaan dan penuh cinta disini.
“Apa tante Carla mengganggumu, hm?” istrinya memulai topic pembicaraan.
“Biasalah, ya tapi mau bagaimana lagi? Hanya disitu tempat bekerja di sini kan. Tapi tenang saja, setelah aku mengumpulkan uang, aku akan buka usaha sendiri dan keluar,”jelas suaminya dengan raut ajah kesal teringat sang majikan yang tak henti-hentinya mencoba menggodanya. Sebenanrnya sih bukan dia saja, anak-anak lajang yang bekerja disitu juga menjadi sasaran perawan tua itu. Salahkan juga wajah pria ini yang bisa dibilang tampan dibandingkan dengan pria-pria di desa ini.
“Hahahaha, sudah jangan kesal gitu, mas. Aku maklum.” goda sang istri.
“Senang ya lihat suaminya kesal?” balasnya.
“Ah, bukan. Aku hanya terus berpikir kenapa mas rela bekerja seperti ini bertahun-tahun, padahal kau berasal dari keluarga kaya raya.” jelas istrinya.
“Kamu tahu jelas kalau aku sangat mencintaimu. Aku rela meninggalkan segalanya untukmu. Lagipula, cinta kita tidak salah. Jadi tidak perlu memikirkannya lagi.” ujar suaminya sambil mengelus rambut istrinya.
JDERR!!
ZRASSSHH!!
“Astaga hujan! Aku lupa angkat jemuran!” istrinya panik dan beranjak dari duduknya berlari mengangkat jemuran.
“Mas bantu,” suaminya menyusul istrinya. Merekapun mengankat jemuran bersama sambil sedikit bermain hujan dengan romantis. Setelah mengangkat jemuran, mereka meletakkannya ke keranjang kain dan istrinya membuatkan kopi untuk suaminya.
“ Ini kopinya dan cepat ganji bajunya. Nanti masuk angin.” ucap sang istri menyodorkan kopi kepada suaminya. Tapi suaminya dengan santainya membuka bajunya di depan istrinya membuat mata sang istri terbelalak.
“Kenapa?” tanya suaminya tanpa rasa bersalah.
“Gak apa,” jawab istrinya sambil mengalihkan pandangannya. Oh, jangan lupakan pipinya yang memerah karena melihat tubuh atas suaminya. Ya, walaupun suaminya, tentu saja dia malu dengan tindakan tiba-tiba seperti itu.
“Duduklah!” ajak suaminya. Diapun duduk sambil bersandar di bahu sang suami.
“Aku ingin kita punya anak, mas.” ucap sang istri dibalas senyuman lembut dan kecupan di dahi oleh suaminya.
“Mas juga, maaf ya karena keadaan kita jadi menunda bertahun-tahun untuk memiliki anak. Sekarang, aku sudah mengumpulkan sedikit uang untuk kedepannya untuk anak kita.” jawab sang suami membuat istrinya tersenyum bahagia.
“Mas yang terbaik. Aku bahagia ah bukan! Sangat bahagia tentunya,” ujar sang istri dengan raut bahagia. Tanpa sadar, tiba-tiba suara ketukan pintu mengganggu momen keromantisan mereka. Sang istri pun beranjak untuk membukakan pintu. Tanpa sadar, ketukan pintu itu adalah akhir dari mimpi indah mereka.
“Michelle,” ucap seorang wanita paruh baya yang kehujanan di depan pintu rumah mereka. Wanita itu basah kuyup dan matanya bengkak karena menangis. Otomatis, Michelle membiarkan wanita paruh baya yang tak lain adalah ibu dari suaminya masuk.
“I-ibu?!” pria itu terkejut dan langsung mengambil bajunya. Michelle membuatkan teh dan handuk untuk untuk sang mertua.
“Bagaimana kabarmu Marcel?” tanya sang ibu kepada anaknya.
“Seperti yang ibu lihat.” jawab pria yang bernama Marcel kepada ibunya.
“Kau tidak pernah berkunjung, kau tidak merindukan kami?" tanya ibunya sambil menyesap teh dengan elegan. Marcel hanya diam dan menunduk. Jujur, dia merindukan keluarganya. Tapi jika dia kembali, dia akan kehilangan Michelle selamanya, wanita yang sangat dicintainya.
“Ah, kau pasti tidak merindukan kami. Tapi bagaimana dengan Michael? Kau tidak ingin tahu bagaimana kabarnya?” tanya sang ibu lagi. Marcel langsung terdiam ketika mendengar nama adiknya. Sejak menikah hingga saat ini, dia masih belum tahu bagaimana kabar adik kesayangannya itu.
“Michael mengalami depresi berat selama setahun belakangan ini. Dan disaat tersulitnya hikss…kau sebagai kakaknya tidak ada di sisinya,” lanjut sang ibu sambil terisak mengingat keadaan putra bungsunya.
“Depresi? Maksud ibu apa?” Marcel terkejut mendengar keadaan adiknya.
“Dia kembali dari London satu setengah tahun yang lalu. Dia meninggalkan tunangannya demi mencari-cari wanita ini!” jawabnya sambil menunjuk Michelle yang dari tadi diam. Marcel menoleh dan menatap Michelle sang istri. Marcel memang tahu kalau istrinya adalah mantan pacar dari adiknya, tapi hubungan mereka sudah berakhir karena adiknya memilih bertunangan dengan wanita lain.
“Michael terus mencari-carimu tapi tidak menemukanmu. Kami tidak mungkin mengatakan bahwa kakaknya menikahi wanita yang sangat dicintainya hiks…!” lanjut sang ibu sambil terisak. Marcel hanya diam tak mengerti keadaan yang sebenarnya.
“Ayahmu sudah melarang ibu kesini tapi ibu tidak sanggup melihat Michael terus menerus seperti itu. Ibu merendahkan harga diri ibu dan memohon padamu dan Michelle. Tolong kembali ke Jakarta. Tolong adikmu hikss!! Tolong putraku!” wanita paruh baya itu berlutut kepada putra dan menantunya sambil menangis.
“Ibu, jangan begini bu.” Marcel langsung mengangkat tubuh ibunya yang berlutut sambil memeluknya. Tanpa sadar, Marcel mengeluarkan air mata membayangkan keadaan adiknya yang sangat dia sayangi dan keluarganya menghadapi hal ini.
“Michael juga anak ibu. Kau juga! Mana ada ibu yang sanggup jauh dari anaknya dan melihat anaknya terpuruk. Ibu ingin Michael dirawat di Rumah Sakit tapi ayahmu malu akan apa kata orang nanti. Dia mengurung Michael dan hanya menyuruh dokter memeriknya. Kau tahu hiks…dia selalu mengamuk pada dokter dan berteriak sampai dokter selalu menyuntiknya untuk tidur. Ibu tidak sanggup Marcel hiks…! Ibu tidak tahu sampai kapan adikmu akan bertahan seperti itu hiks…!” sang ibu berbicara panjang lebar sambil menangisi keadaan sang bungsu. Diapun melirik Michelle dan dan meraih wanita itu.
“Kumohon!! Tolong Michael hiks…Dia selalu memanggil-manggil namamu. Tolonglah hiks!`” mohon sang ibu.
“Nyonya Ribka, tolong jangan begini.” Michelle menjawab dengan nada sendu ikut sedih dan prihatin dengan keadaan yang sedang terjadi.
“Marcel tolong jelaskan padanya hiks…Ibu..sudah putus asa. Rasanya lebih baik mati daripada menghadapi keadaan yang menyakitkan seperti ini. Ayahmu juga hiks…sebenarnya kondisi kesehatannya menurun tapi dia tetap mengeraskan tengkuknya dan meninggikan egonya. Perusahaan bisa hancur kalau sampai ada saingan bisnis yang tahu keadaan ayahmu. Marcel, hanya kamu harapan keluarga Buana nak. Kalaupun Michelle tidak mau membantu Michael, tolonglah kamu ada disampingnya sebagai kakaknya hiks…!” Ribka terus menangis memohon kepada putranya itu.
Marcel masih diam mencerna semua yang terjadi. Dia memikirkan keadaan yang seakan menjepitnya. Di satu sisi, kehidupan bahagia dan penuh cintanya bersama istrinya, Michelle dan di sisi lain keluarganya. Dia seakan merasa keputusannya 3 tahun yang lalu meninggalkan keluarganya demi Michelle adalah kesalahan yang menorehkan banyak luka. Apalagi ketika mengingat adiknya, Michael yang keadaannya terpuruk saat ini. Membayangkannya saja sudah membuat Marcel sesak nafas. Marcelpun menatap ibunya dan berkata,"Aku akan pulang bu. Ini demi Michael”.
Mendengar itu, Ribkapun memeluk erat putra sulungnya bahagia. Michelle hanya bingung tak mengerti. Dia berharap keputusan Marcel memang yang terbaik dan tidak merugikan siapapun. Setelah mendengar kepastian kepulangan sang putra, Ribka pamit kembali ke Jakarta.
Setelah itu, Marcel hanya diam tak bicara sampai tengah malam. Michelle enggan membuka percakapan karena merasa suaminya memang membutuhkan waktu untuk sendiri. Tapi dalam hati, Michelle sangat takut seandainya Marcel memilih untuk meninggalkannya seperti yang dulu dilakukan sang adik padanya. Ya, sebelum mengenal Marcel, Michelle menjalin hubungan asmara dengan Michael. Semuanya baik-baik saja sebelum keluarga Buana menentang habis hubungan mereka dan memisahkan mereka. Sejujurnya, Michelle sangat trauma ditinggalkan oleh orang yang dia cintai.
“Michelle,” Marcel mulai bicara.
“Ya, mas?” jawab Michelle dengan perasaan tak karuan memenuhi pikirannya.
“Dibanding diriku, mungkin Michael lebih membutuhkanmu saat ini. Aku akan pulang dan sangat tidak mungkin aku mengenalkan dirimu sebagai istriku kepada adikku. Itu akan membuat Michael semakin sedih. Bisakah kau membantu adikku?” tanya Marcel dengan nada sendu sekaligus sedih tak berani menantap Michelle. Saat bertanya demikian, Marcel sadar dia telah bersikap egois kepada Michelle. Dan memang tak seharusnya dia meminta hal demikian kepada Michelle yang adalah istrinya.
“Apa maksudmu? Mas…ingin aku kembali kepada adikmu. Mas…jahat! Hiks…!” Michelle benar-benar tidak terima dengan permintaan Marcel. Rasanya seperti Marcel mempermainkan kehidupannya. Dia seakan-akan seperti barang yang dioper kesana kemari dan dipermainkan oleh kakak-beradik itu.
“Aku tahu aku salah hiks…tapi aku sangat menyayangi Michael. Sudah hampir 5 tahun kami tidak bertemu. Selama di Amerika, aku tidak sempat melihat adikku itu dan saat menikahimu, aku sudah tak tahu kabar apapun tentang keluargaku. Aku sangat menyayangi Michael lebih dari nyawaku sendiri hiks…A-aku selalu melakukan apapun yang membuat Michael bahagia. Michelle…posisiku sangat sulit.” jelas Marcel sambil terisak. Dia benar-benar merasa sedih dan tertekan.
“Pantaskah seorang suami meminta istrinya untuk menjadi milik orang lain? Apalagi menjadi kekasih adiknya sendiri? Suami macam apa kau ini Marcel? Mas orang berpendidikan kan? Apa begini caramu menghargai istrimu? Hiks…! Aku tidak akan pernah melakukannya!” Michelle tak terima dengan permintaan Marcel. Dua benar-benar sudah tak bisa memaafkan Marcel. Hatinya benar-benar hancur.
“Aku minta maaf. Hiks…Aku tahu, kalau aku bukan suami yang baik. Tapi, tak bisakah kau anggap ini sebagai permintaan seorang kakak? Ah, tapi itu keputusanmu Michelle.” Marcel memohon bahkan berlutut kepada istrinya. Michelle merasa sedih ketika melihat suaminya sampai seperti ini. Tapi disisi lain dia juga punya kehormatan yang dijunjungnya tinggi. Apa mungkin dia ingin menjatuhkannya demi cintanya.
“Mas tahu, bertahun-tahun aku berusaha melupakan Michael. Bahkan setelah kita menikah, aku masih belum bisa benar-benar melupakannya. Tapi, disaat aku sudah bisa berdamai dengan masa laluku, kenapa mas malah minta aku untuk kembali? Ini sama saja mas mau menghancurkan aku untuk kedua kalinya. Enggak mas, aku gak akan kembali sama Michael. Kalau mas mau datang kesana tanpa aku, tidak apa. Tapi mas, jangan tinggalkan aku hiks…! Aku tidak sanggup jatuh kedua kalinya.” balas Michelle dengan penih kesedihan.
Marcel memeluk erat Michelle. Mereka berdua menangis dan Marcel mengecup dahi istrinya itu. Dia menatap Michelle dengan penuh kesedihan dan pergi ke kamar untuk mengepak barang-barangnya. Ya, keputusan Marcel sudah bulat. Dia pulang ke Jakarta demi adiknya dan juga keluarganya. Pada akhirnya, cintanya kalah dengan kenyataan yang sangat pahit. Rumah tangga yang mereka bangun dari nol mungkin akan berakhir sampai disini.
“Mas, aku harap kamu pulang dan jemput aku. Aku ingin kamu memperkenalkan aku sebagai istrimu saat keadaannya memungkinkan.” pinta Michelle saat Marcel hendak pergi di pagi-pagi buta.
“Mas sangat sayang sama kamu. Tapi mas gak tahu apa yang akan terjadi. Mas gak bisa jamin apakah keadaan memungkinkan untuk membuat kita kembali. Mas ingin kita bersama dan berdamai dengan masa lalu. Tolong doakan yang terbaik ya.” Marcel berusaha menguatkan Michelle. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya. Tapi satu hal yang pasti, ketika Marcel melangkahkan kaki keluar dari rumah kecil mereka, dia tidak akan pernah kembali. Ada hal besar yang menunggunya di Jakarta yang akan terus mengikatnya disana.
Michelle terus memandang kosong jendela rumahnya. Dia bertanya-tanya apakah Marcel sudah sampai Jakarta atau belum. Setidaknya butuh waktu seharian dari Jogja ke Jakarta. Apalagi, perjalanan dari Desa mereka yang terpencil membutuhkan waktu setengah hari ke kota. Dia terus mengingat kenangan manis mereka sambil meneteskan air mata berharap semuanya bisa kembali seperti semula.
‘Aku berharap Tuhan memang menakdirkan kami bersama,’ harapnya dalam hati sambil melihat cincin yang diberikan Marcel padanya sebagai tanda lahiriah bahwa dia adalah milik pria itu.
Flashback
“Mas, kenapa mataku ditutup?” Michelle bertanya saat Marcel dari tadi menutu matanya dan menuntunnya ke suatu tempat. Tiba-tiba, langkah pria itu terhenti membuat Michelle kebingungan. Marcel pun membuka penutup mata istrinya.
“Woah…kunang-kunang! Indah sekali mas!” ujar Michelle senang saat Marcel membawanya ke tempat indah da nada kunang-kunang indah bercahaya disitu.
“Kamu tahu? Saat lembur, mas sempat perhatikan tempat ini dan langsung teringa untuk bawa kamu kesini,” ucap Marcel dibalas senyum indah oleh istrinya.
“Ini indah sekali! Dulu waktu kecil, aku sangat ingin melihat kunang-kunang yang nyata dan kamu membuatnya nyata mas,” jawab Michelle senang sambil berputar-putar diantara kunang-kunang itu.
“Berbeda dengan di kota ya mas. Kita sulit mencari pemandangan alam yang seindah ini,” sambung Michelle lagi.
“Aku senang kalau kamu suka. Melihatmu bahagia, aku seakan lupa dengan semua yang terjadi,” kata Marcel seketika dan membuat Michelle terdiam. Michelle langsung meraih suaminya dan memeluknya erat.
“Mas menyesal memilihku daripada keluarga mas?Apa mas berpikir untuk kembali?” tanya Michelle dengan sendu. Marcel membalas pelukan istrinya dan menjawab,"Kita suami dan istri, tidak akan ada yang memisahkan kita kecuali kematian . Ketika aku memutuskan untuk memilihmu, aku tidak akan pernah menyesalinya. Aku bahkan sangat bahagia disini. Tidak ada dokumen-dokumen kantor, tidak ada proyek ataupun kontrak yang menguras tenaga dan emosi. Yang ada hanya kebahagiaan.”
Jawaban Marcel benar-benar semakin memantapkan Michelle akan cinta pria itu. Dia merasa bahwa Marcel adalah satu-satunya orang yang akan terus berada disisinya selamanya. Dia yakin bahwa pria itu tak akan meninggalkan dirinya dalam kondisi apapun.
“Terima kasih atas cintamu! Kamu memang pria yang terbaik di dunia ini! Semua wanita di dunia pasti iri padaku karena memiliki suami yang tampan dan baik hati sepertimu,” puji Michelle.
“Dan juga semua pria di dunia ini akan iri padaku karena aku memiliki istri yang baik dan cantik sepertimu Michelle. Ah, bukan itu saja, Kamu itu cerdas dan ramah juga. Kamu adalah wanita paling sempurna Michelle.” balas Marcel memuji Michelle.
“Gombal ih!” Michelle berkata sambil memalingkan wajahnya yang memerah karena pujian Marcel.
“Aku serius! Kamu memang wanita terbaik di dunia. Wajar dong aku bangga dengan istri terbaik dan tercantik di dunia ini.” puji Marcel lagi.
“Berlebihan ih! Pasti banyak wanita yang lebih sempurna di luar sana!” Michelle menyangkal pujian Marcel.
“Baiklah, tapi bagiku kamu yang terbaik!” ucap Marcel lalu mengecup dahi Michelle dengan penuh kasih sayang.
End of Flashback
“Aku yakin kamu pasti pulang mas.” Michelle berkata terus meyakinkan dirinya sendiri.
…
Marcel POV
Aku terus menatap jalanan yang dilalui menuju Jakarta. Mungkin beberapa jam lagi sampai di terminal. Aku terus merasa bersalah pada keluargaku dan juga Michelle. Aku ragu apakah keputusan yang kuambil saat ini sudah benar? Meninggalkan istri demi keluargaku. Apalagi Michael, dia adalah yang terpenting buatku. Dari kecil aku selalu memberikan apapun yang dia minta dariku, bahkan sebelum dia memintanya.
Hubungan kami sangat dekat, aku masih ingat saat dia menangis ketika aku akan pergi ke Amerika untuk kuliah. Aku selalu membawakan buah tangan untuknya saat pulang tiap tahun. Dia akan menjadi orang yang paling merindukanku. Terlebih lagi, dari kecil akulah yang paling memberi perhatian padanya. Karena ayah dan ibu cukup sibuk dan hanya akulah yang ada disisinya.
Mendengar keadaannya sekarang, jujur membuat hatiku tersiksa. Aku terus berpikir apakah mungkin aku mengabaikan adikku yang dalam keadaan menyedihkan dan memikirkan kebahagaiaanku sendiri? Kami juga sudah bertahun-tahun tidak berjumpa karena kesibukan dan sekarang malah mendengar keadaannya seperti ini. Demi Tuhan! Aku tidak sanggup terus membiarkan adikku itu. Aku menyesal tidak tahu kalau sebenarnya adikku sangat mencintai Michelle. Seandainya aku tahu, aku pasti akan membantunya dan bukannya malah menjadikan Michelle sebagai istriku.
‘Maafkan kakakmu ini Michael.’ batinku penuh sesal.
‘PENGHENTIAN BERIKUTNYA, TERMINAL GROGOL’
“Sudah sampai.” gumamku sambil mengangkat ranselku. Akupun turun lalu mencari taksi menuju perumahan Puri Indah. Saat melihat sekeliling, terkadang aku juga rindu dengan keadaan kota. Memang sangat berbeda dengan desa yang tenang dan sejuk, kota begitu padat dan sibuk. Tapi, di lingkungan seperti inilah aku dibesarkan. Ah, aku memang pengecut! Aku mengorbankan cintaku yang sudah kuperjuangkan mati-matian. Tapi, tidak mungkin juga aku kembali pada Michelle. Karena aku pasti tidak akan pernah merasa tenang seumur hidupku dan merasa berdosa kepada adikku selamanya.
‘Maafkan aku, Michelle.’ aku menyesal.
End Of Marcel POV
***
Penyesalan selalu hadir belakangan
Perumahan Puri Indah, Jakarta Barat‘TING-TONG,’ Marcel menekan bel rumahnya dan keluarlah seorang pria tegap berseragam satpam menghampirinya dari Pos Satpam.“Pak Marcel? Ya Tuhan! Akhirnya Bapak pulang, saya buka pagarnya ya pak.” sambut pak satpam terkejut sekaligus senang melihat kepulangan majikannya. Marcel hanya mengangguk dan masuk setelah sang satpam membukakan pagar besar rumah itu.“Makasih ya, Pak Sudir.” Marcel berucap pada Pak Sudir yang adalah satpam di rumahnya. Bisa dibilang, rumah keluarga Buana adalah yang terbesar dan termewah di perumahan elit ini.Marcel juga terkenal sebagai pria yang ramah dan mudah didekati oleh sekitarnya. Dia juga tidak sombong dan bicara dengan sangat santun kepada siapapun.“Marcelll!!!” Sang ibu langsung menyambut kedatangan putranya itu. Dia berlari ketika melihat siluet putranya di depan rumahnya. Sejujurnya, Marcel sangat merind
Mikaela terus menatap dirinya sendiri dicermin kamarnya. Kedatangan Marcel menimbulkan luka lama yang tak ingin dia ingat sama sekali. Sekelebatan ingatan-ingatan yang adalah sisi terendah kehidupannya muncul seketika. Mikaela tak dapat menahan air matanya yang mengalir begitu saja. “Aku sangat membencimu Marcel Arya Buana!” gumamnya pada dirinya sendiri. Flashback Pesta besar di ballroom gedung terbesar dan terelit di Jakarta digelar meriah. Banyak undangan penting sudah berkumpul dan datang. Mikaela sedang berada diruang rias dengan wajah datarnya. Tiba-tiba suara ketukan pintu mengalihakan atensinya. “Bilang kalau saya tak mau bertemu siapapun sampai acara ini selesai!” ujar Mikaela diangguki oleh salah seorang ajudan wanitanya. Ajudannyapun membuka pintu kamar rias pengantin dan menemui orang yang mengetuk. “Saya perlu bicara dengan Mikaela,” kata pria itu yang tak lain adalah Ma
Paginya, keluarga Buana berkumpul dimeja makan untuk sarapan. Jujur, Marcel merindukan suasana makan di meja makan bersama keluarganya. Sejak kecil, inilah yang selalu dilakukan bersama keluarga. Sarapan dan makan malam bersama sambil bercerita. Tapi seraya waktu berlalu, Marcel dan Michael bertambah dewasa dan memilih tinggal diapartemen saat genap berusia 20 tahun. “Ma, kenapa kita tidak ajak Michael sarapan?” saran Marcel langsung membuat mata Ribka berbinar-binar. “Anak tidak berguna itu tidak perlu diajak!” balas Elmand dingin. “Pa, tolong bersikaplah lebih baik lagi. Michael itu butuh kita, bukannya obat ataupun dokter.” Marcel tak habis pikir dengan jalan pikiran ayahnya itu. “Aku setuju dengan Marcel,mas. Aku akan bawa Michael.” Ribka berdiri dan berjalan menuju kamar putra bungsunya itu supaya mereka bisa sarapan bersama. “Pagi ayah, dimana ibu?” Mikaela baru selesai bersiap dan duduk dimeja makan untuk sarapan. Tapi, Mikaela duduk be
Mansion Keluarga Buana “Mikaela, hari ini saya yang akan jaga Selena.” Marcel meminta izin untuk menjaga anaknya sementara Mikaela bekerja. “Marcel, ayah rasa kamu harus kembali menjalankan Perusahaan kita.” Elmand berbicara sebagai perintah buat putranya. “Iya nak, sudah waktunya bagi kamu ambil kendali Perusahaan Keluarga Buana.” tambah Ribka menyetujui perkataan suaminya. “Bukan masalah bu. Aku akan bawa Selena ke kantor sekalian menjaganya,” jawab Marcel. “Ah, tapi Selena akan bosan dikantormu.” Mikaela merasa kalau tidak cocok seorang balita dibawa ke kantor. “Saya akan bawa dia ke taman saat jam istirahat. Tenang saja.” Marcel masih berusaha supaya bisa bersama Selena hari ini. “Eumm…baiklah. Jaga dia baik-baik ya.” pesan Mikaela pada Marcel. “Oh iya, aku mau antar sarapan buat Michael dulu ya,” Marcel berdiri membawakan sepotong roti buat adiknya itu. Tadi dia sudah mengajaknya sarapan bersama, t
Mansion Buana “Mikaela, malam ini ada acara kantor untuk penyambutan saya sebagai direktur baru Perusahaan. Saya ingin mengajakmu jika kamu mau.” ajak Marcel pada Mikaela yang baru saja selesai menidurkan Selena. “Kenapa kau tiba-tiba begini? Ada apa?” Mikaela heran Marcel tiba-tiba mengajaknya ke acara resmi. Lagipula, mereka baru bersama beberapa hari belakangan ini. Dan juga, Marcel bisa dibilang tidak banyak bicara pada Mikaela. “Akan ada reporter disana. Banyak gosip tentang pernikahan kita, jadi dengan kedatangan dan penjelasanmu kita bisa membersihkan nama kita di depan publik." jawab Marcel jujur. “Eum…baiklah, aku akan bersiap dikamarku.” Mikaela beranjak ke kamarnya untuk berganti baju dan mempoleskan sedikit make up ke wajahnya. Memang tanpa make up wajahnya sudah sangat cantik, dia hanya sedikit mempertegas dibagian mata, hidung dan bibirnya. Mikaela juga memilih gaun malam berwarna hitam panjang tanpa lengan yang berkilau
Marcel mengajak Michelle ke mansion keluarga Buana. Saat masuk, Ribka dan Elmand melihat Michelle dan wajah mereka langsung berubah tegang. Tetapi, Ribka mengesampingkan egonya dan menyamperin Michelle. “Michelle, akhirnya kamu datang juga! Saya sangat senang akhirnya kamu bisa mengerti bagaimana keadaan Michael saat ini.” sambut Ribka membuat Michelle diam. Dia tidak datang untuk Michael tetapi untuk Marcel. “Apa kamu mau lihat keadaan Michael?” tanya Marcel lembut diangguki pelan oleh Michelle. Ribka ingin ikut dengan mereka tetapi Elmand menahan istrinya. “Aku diam bukan berarti aku menerima wanita itu! Kalau Michael sembuh, akan kusingkirkan wanita itu bahkan melenyapkannya.” ucap Elmand dengan nada sombongnya. “Mas, kamu gak pernah berubah. Kesombongan masih menjadi sifat utama kamu. Maaf mas, aku menyesal sudah mendukung kamu dulu. Tapi sekarang, kebahagiaan anak-anakku lebih penting.” balas Ribka lalu menyusul Marcel dan Michael.
Di sebuah taman Mikaela tengah mengawasi Selena yang sedang bermain di bak pasir sambil membuat karya dari pasir tersebut. Dia memutuskan untuk tidak ke kampus karena hari ini kepalanya sakit memikirkan masalahnya. Ya, tentu saja memikirkan tentang kembalinya Michelle. Dia bukan mencintai Marcel, tapi dia memikirkan Selena. ‘Apa mungkin Selena bisa hidup berjauhan dari pria itu? Melihat kedekatan mereka beberapa hari ini saja, aku sudah tidak tega memisahkannya. Ya Tuhan, apa yang harus kulakukan?’ pikir Mikaela. “Sendirian aja, mbak?” seorang pria paruh baya membuyarkan lamunan Mikaela. “Kok melamun? Suaminya selingkuh ya,mbak? Sini, sama saya aja, kalo saya sih gak bakalan nyakitin cewek secantik kamu.” ucap preman itu lagi. “Pergi, saya tidak mau diganggu.” ucap Michelle tak acuh. “Cantik-cantik sombong banget sih!” pria itu dengan kurang ajarnya mul
Mansion Keluarga Buana“Marcel, jangan terlalu lama melamun. Ibu sudah suruh turun untuk makan malam.” panggil Mikael menyuruh Marcel yang sedari tadi terdiam untuk makam malam. Pria itu masih diam tetapi dia segera beranjak dari duduknya. Mereka pun berjalan menuju meja makan.“Selena sudah kamu bangunin?” tanya Marcel dijawab anggukan oleh Mikaela.“Marcel, ayo makan malam.” ucap Ribka sambil tersenyum. Wanita paruh baya itu sangat senang hari ini.“Kak, kenapa wajah kakak lesu sekali?”itu suara Michael! Mendengar itu, Marcel langsung mengalihkan perhatiannya pada adiknya itu karena agak terkejut melihat Michael mau ikut makan malam dengan mereka.“Papa! Cuapin Celena ya.” kata Selena dengan nada celatnya. Marcel langsung tersenyum pada putrinya itu dan duduk disebelahnya. Mikaela ingin duduk, tapi dia enggan duduk disebelah Marcel. Tapi ketika melihat Michelle, dia langsung duduk disebelah pria itu.“Nyonya, saya sudah buatkan makanan untuk semuanya.” ujar Miche
Beberapa bulan kemudian… Mikaela kini berdiri di sebuah tempat pemakaman umum sambil membawakan sebuket bunga lily. Dia kini berada tepat di makam William Simon. Dan hari ini, dia memang sengaja datang sendiri kesini. “Hari ini harusnya kamu berusia genap 28 tahun, Willy. Tapi kamu pergi terlalu cepat meninggalkan semuanya,” gumam Mikaela sambil meletakkan bunga itu di makam Willy. Wanita itu lalu menyentuh foto Willy yang ada di makam itu lalu tersenyum. Tanpa sadar, air matanya mengalir begitu saja. Mikaela masih ingat semuanya! Bahkan sampai akhir hidupnya, Mikaela ada disisinya tanpa melepas genggaman tangannya. Mikaela sangat sedih setelah tahu kebenarannya bahwa selama ini Willy mengidap penyakit kronis. “Kamu tidak berkata apapun agar aku tidak khawatir. Kamu selalu begitu! Tapi sekarang kamu sudah tenan
Mansion Keluarga Buana“Apa ini, Pa?” tanya Marcel ketika sang ayah memberikannya sebuah amplop berisikan tiket ke Venesia.“Untuk bulan madu. Kalian itu sudah menikah dan secara hukum kalian sudah menjalani hubungan sampai 3 tahun. Kenapa kisah kalian tidak diwarnai dengan bulan madu? Benar gak, sayang?” jawab Elmand sambil mengerling pada Ribka istrinya. Marcel hanya memijit pelipisnya karena terkejut dengan kelakuan kedua orang tuanya itu. Dia senang sih, tapi dia gak tahu gimana menyampaikannya pada Mikaela. “Kapan Papa memesan ini? Malah penerbangan besok lagi. Kita belum ada pembicaraan soal itu! Gimana dengan Selena?” tanya Marcel lagi.“Selena sama kami aja!” Michelle keluar bersama Selena dan langsung menjawab Marcel.“Tapi kan-“ Marcel masih belum menyelesaikan kalimatnya tetapi Selena langsung memotongnya,” Kata aunty Michie, papa dan mama pelgi untuk buat adik! Jadi Sele
“Makasih, Mbak! Saya bersyukur mbak mau maafin saya!” Michelle benar-benar berterima kasih pada Mikaela. Wanita itu membalas pelukan Michelle sambil menepuk-nepuk punggungya.“Memaafkan adalah obat rasa sakit yang terbaik. Willy selalu mengatakan itu padaku. Dia juga pasti sudah memaafkanmu! Kamu jangan merasa bersalah lagi ya, Michelle.” Mikaela menjawab.“Kak, aku juga minta maaf ya. Aku sangat menyesali segalanya.” Michael juga minta maaf pada Mikaela dan Marcel.“Tak masalah, yang penting kamu sadar dan mau minta maaf. Bagi kami, itu yang terpenting. Iya kan, sayang?” Mikaela menerima permintaan maaf adik iparnya itu. Marcel mengangguk sebagai jawaban dan tersenyum kepada istrinya. Dia sangat senang karena istrinya adalah wanita yang berhati lembut dan mau memaafkan orang lain. Mikaela bukan tipikal orang yang berpikiran sempit tetapi wan
Apartemen Marcel, Podomoro City Seminggu berlalu tanpa terasa. Semuanya terasa lebih baik saat ini. Mikaela sudah bisa menjalani hidup normalnya meski terkadang, dia sering mimpi buruk. Ya, tentu saja Marcel akan selalu menenangkannya jika sudah begitu. Wanita itu selalu teringat bagaimana sampai akhirnya Willy terbunuh. Tapi untunglah, kejadian itu tidak membuat mental Mikaela jadi terganggu, malahan, dia semakin kuat. Dan kedepannya, dia bertekad untuk semakin kuat lagi.‘TING-TONG’ Bel apartemen berbunyi, mengalihkan atensi mereka bertiga yang sedang sarapan bersama. Marcel dengan cepat melangkah dan membukakan pintu apartemen. Dan ternyata, yang datang adalah polisi.“Selamat pagi, pak!” kata sang polisi.“Ya, pagi. Ada apa ya?” tanya Marcel perihal kedatangan mereka ke apartem
Mikaela POV Aku ingat kalau saat SMA dulu, aku tidak punya teman akrab. Tidak ada teman perempuan yang dekat denganku karena menganggap aku berbeda. Penampilanku yang seperti anak laki-laki dan juga sikapku, membuat mereka malas berteman denganku. Dulu rambutku itu pendek, dan sikapku sangat buruk. Aku sangat egois dan sombong seperti yang pernah Marcel katakan sebelum kami menikah. Saat di Amerika, aku ingin diterima. Aku melakukan segala cara untuk bisa diterima oleh mereka. Mulai dari ikutan hangout seharian, pesta pora sampai tengah malam, bahkan minuman keras. Aku ingin punya teman karena merasa sendirian disana. Tapi memang, aku berhati-hati soal laki-laki karena papa selalu mewanti-wanti dari Indonesia. Aku juga takut terjebak. Disisi lain, aku memang sangat penasaran bagaimana rasanya pacaran. Semua temanku, sudah pacaran. Mau teman SMA, kuliah, bahkan s
Di Pemakaman Mikaela masih saja terduduk disamping makam Willy dan tidak mau bergerak dari nisannya. Semua orang sudah pergi, tapi dia masih disitu bersama Marcel. Suaminya tak lelah terus menemaninya disini. Wanita itu jelas masih berduka karena kepergian sosok yang sangat penting dalam hidupnya.“Mikaela, kita pulang dulu, ya! Kamu belum makan dua hari ini. Sejak di rumah sakit sampai saat ini kamu hanya meminum air. Kamu bisa sakit.” Bujuk Marcel pada Mikaela. Wanita itu malah menggeleng dengan wajahnya yang masih pucat. Dia masih bersandar sambil memandangi wajah Willy yang tersenyum di foto.“Selena juga sangat merindukanmu, ini juga sudah mau hujan, kita pulang dan besok kemari lagi.” Marcel masih belum menyerah.“Kamu pulang saja dulu Marcel. Sampaikan permintaan maafku pada Selena. Aku masih mau disini. Aku tidak peduli jika hujan, aku masih ingin disi
Rumah Sakit Mikaela kini langsung berlari ke arah IGD dimana Willy dibawa oleh para dokter. Dia ingin masuk, tetapi tak diperbolehkan karena dokter tengah melakukan operasi. Mikaela terus-menerus melihat Willy dari pintu kaca sambil menangis. Perasaannya begitu hancur saat melihat Willy badi begini karena menyelamatkan dirinya. Marcel benar-benar terluka melihat istrinya terpuruk saat ini. Dia langsung meraih Mikaela dan memeluk wanita itu. Wanita itu masih terus menangis dalam pelukannya. Marcel tahu kalau Mikaela memang pasti akan sangat terluka jika melihat Willy jadi tak berdaya, apalagi kemungkinan wanita itu melihat semua kejadiannya di depan matanya.“Mikaela, kumohon tenanglah!” Marcel berusaha menenangkan Mikaela sambil mengelus-elus punggung wanita itu.“Hiks! A-aku yang menyebabkannya hiks
Mikaela terus menatap nanar pada Willy yang sudah tak berdaya dihadapannya. Dia tidak menyangka bahwa Willy harus terluka bahkan dihabisi di depan matanya. Perlahan, Mikaela menyentuh wajah pria itu yang penuh dengan darah. Tatapannya masih tak percaya dengan apa yang dia lihat. Pria itu memang sudah tidak sadar sama sekali.“Dia sudah mati! Sial sekali ya, dia berusaha melindungi istri orang dan malah mati.” Ejek Raymond sambil berjalan mendekati Mikaela. Sedangkan wanita itu menghapus air matanya tanpa peduli jika tangannya kini berlumuran darah Willy. Wajahnya pun jadi ikut terkena darah pria itu.“Sekarang hanya tinggal kita disini. Masih berharap Marcel datang?” tanya Raymond dengan kini sudah berjongkok tepat dihadapan Mikaela.‘Willy? Benarkah kau sudah pergi?’ batin Mikaela bertanya-tanya lalu mendongak untuk membalas tatapan Raymond. Saat melihat wajah Mikaela yang sudah pucat dan berlumuran darah, otomatis pria itu a
Di gudang penyekapan…‘Buaghhh!!’“Arrgghh!” teriak preman itu ketika Willy menghajarnya.“Dimana bu Michelle, ya?” gumam salah seorang preman ketika sadar tidak ada Michelle disini.“Jangan melamun!” ucap Willy langsung menendang keras perut preman itu. Mereka ternyata tidak sedikit. Ada sekitar delapan orang, yang bermunculan hingga saat ini.‘Ajaib sekali aku bisa menggerakkan tubuhku dengan ringan seperti ini? Apa ini mukjizat-Mu? Kalau pun aku mati setelah ini, aku ikhlas ya Tuhan! Karena aku bisa melindungi Cassie-ku.’ Batin Willy sambil konsenterasi menghajar para preman itu dengan heroik. Setelah beberapa belas menit menghajar mereka, Willy meregangkan otot-ototnya karena erasa agak bugar. Dengan cepat, dia langsung membuka pintu tempat dimana Mikaela disekap. Dia agak kesulitan karena tidak ada kuncinya.“Dimana kalian menaruh kuncinya?” tanya Willy pada para