Manik cokelat itu perlahan membuka matanya, rasa sakit masih menghiasi tubuhnya terlebih hatinya. Setelah mendengar kenyataan tentang kematian kedua orang tuanya, Arumi, hampir tidak bisa memejamkan mata, dia terus saja memaksa dirinya untuk menerima semuanya dengan ikhlas. Namun, ternyata cukup sulit untuknya mendapati kenyataan bahwa Evanya adalah penyebab kematian kedua orang tuanya dan pria yang sangat dia cintai terlibat dalam kejadian itu.
Entah siapa yang harus dia benci, dan kenapa tidak dari awal kenyataan ini di ungkapkan. Apakah karena Randika adalah anak sahabat mendiang ayahnya? atau kah karena tidak ingin Arumi membenci anak dari sahabat ayahnya, atau kah? Ah sudahlah, keadaan ini semakin membuat rumit hati gadis pemilik manik cokelat itu.
Dari rasa benci menjadi cinta, kemudian berubah menjadi canggung. Sungguh kehidupan ini sangat tidak adil di rasanya. Namun, tetap harus dia lalui.
Arumi berusaha untuk duduk, dia menatap jam yang menunjukHal pertama yang di rasakan Randika adalah pegal, tidur dengan posisi Arumi yang berada pada lengannya membuat dia sesaat tidak bisa bergerak. Randika menarik napas dalam, perlahan dia menarik tangannya dari Arumi dan menggantikannya dengan bantal. Dia mencium kening Arumi sebelum beranjak keluar dari sana.Ketika membuka pintu dia terkaget dengan dua sosok pria yang menatapnya denga datar. Pria itu terkekeh, lalu mendekat. "Ada apa dengan wajah kalian?"Rilan menatap datar. "Apa kau menikmatinya Tuan muda Randika Garret?""Ya." Randika tertawa sambil berjalan pergi. "Dimana wanita itu?""Di ruang pengobatan," jawab Rilan mengikuti langkah Tuannya."Aku akan pulang, kalian membuat ku tidak bisa tidur dua hari ini.""Itu adalah hukumanmu karena menabrak kekasihku.""Aku menerimanya dengan senang hati," ujar Brian berlalu pergi.***Untuk kesekian kalianya Evanya mendapat tatapan sinis dari Randika, seakan mengisaratkan un
Randika mengangkat pandangan melihat ke ara wanita yang masih terlihat. Pria itu menatapnya khawatir seakan mengatakan jangan melakukan apapun. Sebagai jawaban Arumi menggeleng membuat Randika membuang napas kasar.Mata Arumi mengarah pada gadis dengan perban di tangannya, tatapan Arumi begitu tajam hingga membuat wanita itu kesal dan meronta ingin mendekatinya."Beraninya kau menatapku seperti itu wanita pungut.""Wanita gila.""Sial, beraninya kau mengatakan ku seperti itu. Kau pikir kau bisa lebih baik dariku? kau hanya anak pungut yang akan di buang saat tidak di butuhkan.""Jika bukan karena kegilaanmu aku tidak akan menjadi anak pungut, dan sekarang kau harus membayar mahal untuk itu."Evanya tertawa hambar. "Kau pikir bisa memenjarakan ku? Ak--""Cukup Evanya!""Ran?""Bawa dia dari sini.""Non, lepaskan aku!""Aku akan menemaninya agar dia tidak membuat ulah di kantor polisi.""Non! Rilan, ak
Senyuman menghiasi wajah Arumi saat Aurela menghampirinya. "Kau terlihat sangat bahagia pagi ini Arumi, bisa aku tebak?""Katakan.""Randika melamarmu?"Wanita berwajah pucat itu mengangguk. "Tapi kurasa dia hanya bercanda.""Kau bahagia saat dia mengatakannya?""Ya, aku sangat bahagia," ucapnya dengan mata berbinar."Kalau begitu itu adalah benar, kau akan segera menjadi Nyonya Randika Garret."Arumi memasang wajah datar. "Dia tidak akan melakukannya.""Pourquoi? (Kenapa?) Kau beruntung memiliki Randika, Rumi. Dia sangat mencintaimu."Arumi tidak menjawab, dia memilih fokus pada perban yang sedang di lepaskan Aurela. "Kau tidak tahu bagaimana dia memperlakukanku sebelum ini.""Bukankah semua sudah terbayarkan, kau punya orang tua dan kekasih yang sangat menyayangimu. Randika
"Apa kau ingin makan sesuatu sebelum pulang Sayang?""Tidak, aku ingin makan masakan Claudia, sudah dua hari kau memberi ku bubur yang tidak ada rasanya."Randika terkekeh. "Itu karena mulutmu yang tidak enak, jangan salahkan buburnya."Arumi tersenyum dia berjalan ke kamar mandi dengan pelan, menatap pantulan kaca yang menampak-kan dirinya. Wajahnya terlihat tirus entah karena kurang tidur dua hari ini atau karena mimpi buruk tentang Randika yang akan meninggalkan-nya selalu datang."Apa yang kau lihat?" ucapnya saat bayangan Randika muncul di dalam cermin."Kekasihku, dia tampak cantik meski dengan wajah pucat."Randika mendekat lalu memberikan ciuman pada pipi wanita yang kini membuatnya jatuh cinta. Dan bukannya marah Arumi malah tertawa. "Kau mulai lagi."Randika memeluk Arumi dari samping dan mencium bahunya yang masih di selimuti k
"Apa kakak bisa membantuku?""Tentu saja, katakan apa yang kau inginkan."Terdengar suara deheman Randika, dia menatap Arumi dengan menahan rasa kesalnya. Dan sekali lagi kedua orang itu mengabaikannya."Bisakah kau membawakan seikat bunga untuk Aurela? aku ingin mengucapkan terima kasih karena sudah merawatku dua hari ini."Rilan terdiam dan berfikir sejenak, lalu mengangguk tanda mengerti."Apa kau sedang mendekatkan Rilan dengan dokter hewan itu?""Kenapa kau berfikir begitu, aku kau ingin aku memintamu untuk mencintainya?""Arumi!""Apa?""Kau sedang membalasku?""Rumi.""Dia membuatku kesal berulang kali kak.""Kau memang harus mendapatkannya," ucap Rilan membenarkan."Apa katamu?""Kau pantas mendapatkannya karena mencintai dua wanita Randika.""Berhenti membicarakan-nya," ucap Randika tidak suka, dia melangkah menaiki tangga meninggalkan dua orang yang saling menatap bingu
Satu kata yang bisa menggambarkan perasaan Arumi saat ini, yaitu cemas. Dia tengah merasa antara gugup dan gelisah. Pasalnya dari saat dia tiba di Mansion sampai malam menjelang, Randika belum juga keluar dari kamarnya. Padahal gadis itu berharap pria dengan manik hitam itu akan melamarnya sekali lagi dengan lebih serius. "Apa dia tertidur? ini sudah malam dan dia belum menyapa ku kembali." Arumi merasa sedikit kesal, karena sepertinya Randika lagi-lagi memberi harapan palsu. Arumi sudah tidak tahan lagi, dia segera beranjak keluar dari kamarnya menuju pintu berwarna hitam yang terbuat dari kaca tebal yang berada persis di ujung lorong lantai dua. Jujur saja, Arumi selalu merasa tidak nyaman jika berada di kamar tunangannya yang serba hitam itu. Bagaimana bisa, seluruh barang hingga tempat tidur bahkan horden yang ada di sana semuanya berwarna hitam. Dia merasa seakan berada di dalam dunia kegelapan, kamar itu bergaya seperti kamar-kamar
"Apa kau bersedia menjadi istriku Arumi Chaska?"Arumi yang mendengarnya tentu saja menatap Randika dengan mulut yang terbuka. Sungguh dia terkaget kembali, padahal ini yang kedua kalinya pria itu mengatakan ingin menikahinya."Kau tidak bercanda bukan?"Melihat wanitanya yang masih tidak percaya, Randika berubah posisi menjadi di atas Arumi, dia mensejajarkan kepala mereka. Keningnya berkerut mendapati Arumi yang terlalu fokus memandangnya hingga indra pendengarannya tidak di jalankan dengan baik. Sekali lagi Randika bertanya. "Apa kau bersedia menjadi istriku Nona Arumi Chaska?"Tanpa di duga, Arumi memeluknya hingga membuat tubuh kekar itu jatuh menimpah tubuh munggilnya dan menempel hingga tidak meninggalkan jarak. Hatinya tidak pernah sehangat ini, bergetar merasakan detak jantung Randika yang begitu kencang. Ini cinta, dia tahu itu.Harapan Arumi saat ini hanya satu, dia ingin bersama orang yang dia cintai dan bahagia untuk sisa hidupny
"Kapan Mom dan Dady kembali?"'Entahla sayang, Dady belum ingin kembali.'Randika mengerutkan kening. "Whay? Bukankah keadaannya sudah membaik?"'Dady akan kembali jika kau bersedia menikahi Arumi,' teriak Amirta."Dady! Kau mendengarku? Pulanglah aku akan segerah menikah."'What?'"Aku akan menikahi Arumi Dady."'Sayang, apa kau tidak bercanda?'"Non, Mom, aku serius akan menikahi Arumi."Jenny dan Amirta sangat kaget, padahal baru saja Rilan memberi kabar kalau hubungan mereka sudah lebih baik, kini putra tampannya itu sudah memberi siknal bahwa dia akan menikah.Dan sebenarnya, Claudia dan Rilan selalu memberi kabar tentang keadaan Mansion dan hubungan kedua anaknya. Yang membuat mereka enggan kembali adalah ingin membiarkan kedua anak yang sedang kasmaran itu lebih mempererat hubungan m
Randika mengerutkan keningnya melihat tingkah Arumi yang sedari tadi terus gelisah. "Nikmati sarapanmu dengan benar kenapa kau terus bergerak. Apa kursinya tidak nyaman.""Ti-tidak!""Lalu?"Randika mendorong pelan kursinya mendekat pada Arumi yang sepertinya tidak nyaman dengan dudukannya. "Ada apa Sayang? Apa tempat dudukmu tidak nyaman?""I-itu. Aku ...."Randika mengerutkan dahinya mencoba mengerti dengan ucapan istrinya. Sedangkan Amirta dan Jenny hanya tersenyum kecil melihat bagaimana Arumi malu-malu mengatakan akibat dari ulah anaknya. Untuk itu dia mengambil inisiatif untuk menyudahinya, agar Randika tidak terus bertanya dan membuat Arumi terus merasa malu."Sayang, istrimu hanya merasa tidak nyaman karena ulahmu semalam. Nukan begitu Sayang." Jenny menatap ke arah Arumi yang mulai tertunduk malu."Maksud mommy aku?" Randika menu
Fajar belum menunjukan dirinya, tetapi Randika sudah terjaga. Tatapannya terpaku pada wanita yang tidur di sampinganya. Punggung putih mulus Arumi membuat Randika tidak tahan untuk mengelusnya, yang kemudian membuat Arumi bergerak dengan mata yang masih terpejam."Sayang ...."Arumi terjaga, dia mengucak kedua matanya pelan agar penglihatannya tidak kabur. Perempuan yang baru saja melewatkan malam pertama bersama suaminya itu berusaha duduk. Namun, karena tubuh mungilnya tidak berbalutkan apapun, dia kembali ke posinya dengan kebih manikan selimutnya."Kau sudah bangun?" tanya Arumi saat mendapati pria yang baru saja resmi menjadi suaminya itu menatapnya dengan ternyum."Aku tidak bisa tidur jika keadaanmu seperti ini Sayang."Arumi mengerutkan kening, tidak mengerti dengan apa yang di bicarakan Randika. "Apa maksudmu dengan jeadaan sepert,i ini, Sayang. Memangnya apa yang terjad
"Kau sudah selesai membuka bajumu Sayang?"Randika keluar dari kaca pembatas antara bagian shower dan buthup dengan handuk yang melilit di pinggangnya, dada kekarnya membuat dia terlihat jantan dengan kulit yang basah.Cukup lama wanita itu mengagumi suaminya hingga tidak sadar pria itu kini sudah berdiri tetap di hadapannya. "Sayang?""Huh?"Randika tergelak melihat ekspresi istrinya yang malu-malu. "Berhenti merada malu, dan singkirkan tanganmu itu. Apa yang ingin kau tutupi, bukankah kita sudah sah."Arumi tidak bisa apa-apa, dia membiarkan Randika membersihkan dirinya, dan membuka sisa pakian dari tubuhnya. Sambil mandi, dia melihat bayangan Randika pada cermin besar yang sedang serius membersihkan bagian belakang tubuhnya. Tanpa sadar dia tersenyum dan bergumam. "Suami ku ternyata sangat tampan."Setelah selesai membersihkan tubuh, dan memakai handuk Ran
Meninggalkan keramaian pada Ballroom hotel, Randika dan Arumi memilih untuk lebih dulu beristirahat. Perempuan itu kelelahan karena lama berdansa bergantian dengan 3 pria. Randika, lalu Amirta, kemudian saudara laki-laki semata wayangnya, Mr Cool, Rilan Harrper. Dan Brian, dia sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk berdansa dengan Arumi, karena sibuk menenangkan Aurela yang sedang merajuk.Randika menggendong Istri tercintanya ala-ala bridal. ( Biar kaya pengantin yang lain gengs 😆.)Arumi menyembunyikan kepalanya di dada Randika karena malu, beberapa orang yang berada di lobi memperhatikan keduanya karena Arumi yang masih memakai gaun pengantin."Sayang, turunkan aku. Banyak orang di sini.""Memangnya kenapa kalau banyak orang.""Aku malu," bisik Arumi."Tidak perlu malu, kita sudah sah.""Tetap saja, ini memalukan Randika." Arumi sedikit meront
Ballroom hotel di penuhi dengan orang-orang berdansa. Dan Evanya, dia hanya bisa menahan kesalnya melihat dari jauh bagaimana Randika begitu lembut memperlakukan Arumi. Adegan ciuman keduanya bahkan membuat perempuan berdarah Jepang itu merasa jijik hingga meninggalkan titik di mana dia dan Damian bersembunyi untuk memantau keadaan.Kalimat janji suci yang di ucapkan Randika bahkan masih terngiang-ngiang di telinganya. Bagaimana pria itu kini menjadi milik orang lain, mengucapkan janji dengan sempurnah tanpa ada keraguan. Sedangkan dia, kini harus hancur dengan pata hati yang luar biasa. Kehancurannya itu semakin menjadi saat Damian mengatakan semua rencana mereka untuk menghancurkan pernikahan Randika dan Arumi telah gagal.Semua ranjau yang mereka siapkan ternyata sudah di bersihkan tetapi Evanya dan Damian tidak sadar akan hal itu, Detik setelah Arumi memasuki gedung, seharusnya perempuan itu jatuh pingsan karena terkena gas beracun di da
Cantiknya Arumi membisukan dunia Randika, wanita itu muncul dengan begitu anggun. Gaun putih yang melekat pada tubuh rampingnya, membuat dia semakin terlihat cantik. Gaun yang di gunakan Arumi memang terlihat polos. Namun, sangat memukau. Bagian dadanya terlihat sedikit terbuka, tetapi itu yang membuat Arumi terlihat mempesona karena terdapat beberapa swaroski yang menempel di bagian itu.Arumi datang di temani Daddy Amirtha sebagai pendampingnya. Mereka mendekat dan Daddy Amirta menyetahkan Arumi kepada Randika. Hal pertama yang di lakukan wanita itu adalahpp menatap manik Randika yang seperti kebingungan, lalu menggenggam jemarinya erat, agar pria yang memiliki manik mata hitam itu bisa meredahkan ketegangannya.Randika mulai tersadar ketika terdengar seseorang memberikan pertanyaan. "Apa kalian siap?"Keduanya pun menjawab secara bersamaan. "Ya, kami siap.""Baiklah! ... Randika Garrett, ête
Malam itu berakhir begitu kelam untuk Aurela dan Rilan. Gelapnya malam menemani kekecewaan Keduanya dengan angin dingin yang berhembus halus masuk ke dalam sela-sela jendela. Aurela menaikan selimutnya menghirup dalam-dalam aroma tubuh Rilan yang melekat di sana. Membayangkan jika sekarang dia sedang berada di pelukan pria itu, menghabiskan malam bersama hingga matahari terbit."I really miss you, my cold man." Dokter hewan itu menarik dalam-dalam napasnya, lalu membuangnya dengan pelan. "Aku tidak ingin hubungan kita kembali seperti dulu lagi. Please, mengertilah. Aku hanya takut kau melupakanku."Sedang di sisi lain, Rilan tengah gelisah dalam tidurnya, membalikan badan ke kiri lalu ke kanan. Sesekali, dia akan mendesah kemudian duduk lalu kembali mencoba menutup mata lagi. Namun, sekuat apapun usaha nya untuk bisa tertidur, tetap tidak bisa. Pikirannya melayang memikirkan permintaan Aurela untuk menjauhi Arumi.
"Apa kau sudah makan?"Aurela menengada, menggeleng menatap kekasihnya dengan wajah cemberut. "Bisakah kau tidak terlalu lama bekerja, aku tidak bisa terus menunggumu seperti ini, itu membosankan.""Maaf," ujar Rilan lalu mencium pada puncak kepala kekasihnya."Kau tidak ingin berhenti bekerja pada Randika?""Aku tidak bisa," jawab Rilan."Karena Arumi?"Rilan hanya diam, tidak ada satu katapun yang ia keluarkan saat mendengar ucapan Aurela."Jawablah!"Pria bermata elang itu mengeles dagu wanita di depannya. "Kau sangat tahu untuk apa aku tetap berada di dekat Randika, Aurela.""Aku tahu, karena ingin tetap menjaga Arumi.""Jadi untuk apa aku harus menjawab jika kau tahu alasannya.""Randika, bisa menjaganya, dia kekasih yang sebentar lagi akan menjadi su
"Berapa tamu yang akan hadir Tuan?""Entahlah, aku lupa. Bukankah semua undangan kau yang sebarkan?""Semua undangan di atur oleh Nyonya Jenny, Tuan.""Begitukah.""Oui monsieur."Randika mengangguk-ngangguk, dia duduk di salah satu kursi tamu yang di sediakan. "Aku sangat gelisah.""Evanya?""Aku takut Arumi akan tahu jika wanita itu masih berkeliaran, entah apa yang harus aku katakan padanya jika Evanya tiba-tiba muncul besok.""Apa aku perlu melakukan sesuatu padanya?""Jangan! Biarkan saja. Bukankah dia hanya ingin mengatakan selamat tinggal. Jika kita mengusiknya sekarang, dia akan kabur dan bersembunyi lagi.""Tapi Tuan, dia bersama Damian. Apa kau tidak takut jika mereka melukai Arumi atau menghancurkan acara pernikahanmu?""Itu bagianmu."&n