Satu kata yang bisa menggambarkan perasaan Arumi saat ini, yaitu cemas. Dia tengah merasa antara gugup dan gelisah. Pasalnya dari saat dia tiba di Mansion sampai malam menjelang, Randika belum juga keluar dari kamarnya. Padahal gadis itu berharap pria dengan manik hitam itu akan melamarnya sekali lagi dengan lebih serius.
"Apa dia tertidur? ini sudah malam dan dia belum menyapa ku kembali."
Arumi merasa sedikit kesal, karena sepertinya Randika lagi-lagi memberi harapan palsu. Arumi sudah tidak tahan lagi, dia segera beranjak keluar dari kamarnya menuju pintu berwarna hitam yang terbuat dari kaca tebal yang berada persis di ujung lorong lantai dua. Jujur saja, Arumi selalu merasa tidak nyaman jika berada di kamar tunangannya yang serba hitam itu. Bagaimana bisa, seluruh barang hingga tempat tidur bahkan horden yang ada di sana semuanya berwarna hitam. Dia merasa seakan berada di dalam dunia kegelapan, kamar itu bergaya seperti kamar-kamar
"Apa kau bersedia menjadi istriku Arumi Chaska?"Arumi yang mendengarnya tentu saja menatap Randika dengan mulut yang terbuka. Sungguh dia terkaget kembali, padahal ini yang kedua kalinya pria itu mengatakan ingin menikahinya."Kau tidak bercanda bukan?"Melihat wanitanya yang masih tidak percaya, Randika berubah posisi menjadi di atas Arumi, dia mensejajarkan kepala mereka. Keningnya berkerut mendapati Arumi yang terlalu fokus memandangnya hingga indra pendengarannya tidak di jalankan dengan baik. Sekali lagi Randika bertanya. "Apa kau bersedia menjadi istriku Nona Arumi Chaska?"Tanpa di duga, Arumi memeluknya hingga membuat tubuh kekar itu jatuh menimpah tubuh munggilnya dan menempel hingga tidak meninggalkan jarak. Hatinya tidak pernah sehangat ini, bergetar merasakan detak jantung Randika yang begitu kencang. Ini cinta, dia tahu itu.Harapan Arumi saat ini hanya satu, dia ingin bersama orang yang dia cintai dan bahagia untuk sisa hidupny
"Kapan Mom dan Dady kembali?"'Entahla sayang, Dady belum ingin kembali.'Randika mengerutkan kening. "Whay? Bukankah keadaannya sudah membaik?"'Dady akan kembali jika kau bersedia menikahi Arumi,' teriak Amirta."Dady! Kau mendengarku? Pulanglah aku akan segerah menikah."'What?'"Aku akan menikahi Arumi Dady."'Sayang, apa kau tidak bercanda?'"Non, Mom, aku serius akan menikahi Arumi."Jenny dan Amirta sangat kaget, padahal baru saja Rilan memberi kabar kalau hubungan mereka sudah lebih baik, kini putra tampannya itu sudah memberi siknal bahwa dia akan menikah.Dan sebenarnya, Claudia dan Rilan selalu memberi kabar tentang keadaan Mansion dan hubungan kedua anaknya. Yang membuat mereka enggan kembali adalah ingin membiarkan kedua anak yang sedang kasmaran itu lebih mempererat hubungan m
Randika tidak berhenti menatap wajah Arumi, sesekali dia mencubit pipi nya karena tidak tahan ingin mencium gadis itu. Jika saja tidak ada Claudia dan Minora, mungkin dia sudah menciumnya berkali-kali."Apa yang kau lakukan?"Senyum Randika mengembang mengarah ke wajah Arumi yang terlihat bingung, sarapannya benar-benar terganggu karena tangan pria yang memiliki manik hitam itu terus saja berada di pipinya."Apa kau baik-baik saja Sayang?"Pria itu tetap diam dengan senyumnya, matanya berkedip seolah meminta sesuatu yang mana malah membuat Arumi memutar kedua matanya.Perempuan itu berdecak, dia melangkah dan mencubit kedua telinga tunangan-nya hingga membuat pria berkaos putih itu memekik kesakitan."Kau selalu saja mesum Randika.""Aaaaah ah ... ah ... Sayang, itu sakit lepaskan!""Jangan menatapku dengan tatapan penuh nafsu sepe
"Hmphh."Pria dengan manik hitam itu menciumnya secara tiba-tiba, kali ini lebih dalam. Hingga membuat Arumi untuk susah mengatur napasnya. Randika melakukannya dengan perlahan. Namun, dia sama sekali tidak membiarkan ciumannya terlepas.Kini bibirnya berpindah pada leher Arumi, menciumnya secara pelan hingga membuat wanita itu menggigit bibir bawahnya, menyalurkan rasa yang sama sekali tidak bisa di jelaskan. Arumi memejamkan matanya sambil mengadah karena merasakan kenikmatan."Ran ... i-ini di tempat terbuka."Pria itu tidak fokus dengan apa yang di ucapkan kekasihnya. Dan kini dia semakin menurunkan ciumannya."Randika, jangan di sini, no!""Aaah ... Tu-tuan muda!" Dengan cepat kepala pelayan itu berbalik badan padahal dia baru saja akan mendekat karena berfikir keadaan sudah normal kembali.Randika menghentikan gerakannya, lalu
Seorang penjaga menghampiri ruang jeruji yang berada di paling ujung sel wanita. Dentuman bunyi kunci yang saling beradu dengan jeruji membuat sang penghuni terbangun dengan kebingungan."Ada seseorang yang ingin bertemu denganmu.""Siapa?""Aku tidak tahu, mungkin saja kekasihmu.""Seorang pria?""Yah, dan dia sangat tampan," goda sang penjaga."Apa Randika?" batin-nya. Evanya menyeringai mengingat pria itu. "Aku tahu cepat atau lambat kau akan merindukanku."Sang penjaga lalu membuka pintu dan mempersilahkan Evanya untuk mengikutinya, menyusuri ruang yang di dominasi beton dan besi itu. Wanita itu melangkah beriringan menuju ruang besuk tahanan dengan rasa penasaran untuk siapa pria yang datang membesuknya."Bagaimana kabarmu?"Kalimat itu mampu membuat Evanya mengalihkan perhatiannya. "Apa kau
"Apa kau ingin keluar dengan bayang-bayang jeruji lagi karena berteriak ingin membalas dendam?""Kau pria gila, aku akan membongkar niat busukmu jika keluar dari sini."Brian menatap bingung lagi ke arah Rilan."Apa kau percaya pada wanita ini, dia hampir membuat kau di penjara."Ucapan Rilan membuat wajah Brian kembali datar, dia menelan luda kasar membayangkan dirinya berada di posisi yang sama dengan wanita di depannya. Berbeda dengan Brian, Evanya malah tertawa."Hahaha, aku suka melihat kalian seperti ini, saling mencurigai satu sama lain," ucap Evanya menyeka sisa air matanya, kini dia beralih menatap Brian yang masih ragu. "Kenapa? kau tidak percaya perkataanku?" Evanya Menyeringai saat tatapannya beralih pada Rilan."Randika akan membunuhmu saat tahu kau mencintai kekasihnya yang yang kau tutupi ddngan perasaan saudara.Brian sema
Randika tidak fokus, sedari tadi dia menatap dengan ekspresi yang tidak menyenangkan ke arah Rilan, yang membuat Brian menyerutkan keningnya karena dia bahkan sama sekali tidak berkedip."Kau seharusnya menjelaskan sesuatu padaku Rilan?"Rilan hampir sama tersedak rokok yang sedang dia nikmati, asap kepul yang hendak dia buang masuk memenuhi rongga dadanya hingga pria dengan manik coklat itu terbatuk."Uhuk ... uhuk ... uhuk ....""Aku tidak ikut campur," ucap Brian berlalu pergi."Hei, dasar pengecut mau kemana kau!" Rilan berbalik menatap Randika, gerak tubuhnya terlihat kalau dia salah tingkah."Apa?""Tidak.""Lalu?""Ah ... itu hanya salah paham Tuan tidak ada perasaan yang seperti itu.""Lalu?""Aarumi hanya adik bagiku i-itu saja."
"Apa alasannya?""Huh?""Katakan alasannya, kenapa kau menyukaiku, dan sejak kapan?"Rilan terdiam, dia menatap Randika dengan wajah datar. "Seharusnya kita tidak pernah membahasnya.""Itu tidak akan merubah sebuah perasaan Rilan Harper."Sontak kaget, Rilan menatap Arumi dengan heran karena ini pertama kalinya wanita itu memanggil nama lengkapnya. Randika yang merasa keadaan sudah mulai canggung meminta ijin agar Rilan dan Arumi bisa bucara berdua saja."Sebaiknya aku pergi, kalian mungkin tidak akan nyaman jika ada aku di sini.""Non!" Wanita itu menoleh dengan tatapan tajam. " Bukankah ini kemauanmu? jadi tetaplah di situ," ucapnya dengan wajah tanpa ekspresi.Randika Menelan ludah kasar, tatapan Arumi benar-benar tajam. Dia tahu dirinya sudah gila karena mengijinkan Rilan untuk mengungkapkan perasaannya meski tahu