"Bisa-bisanya, udah sebulan tapi tak berhasil juga." Jovan menghisap rokoknya karena kesal. Pemburuannya tak membuahkan hasil. Si perek kecil itu susah sekali ditemukan. Ayden yang bersama rombongan memilih diam, karena ia yang selalu menyelamatkan gadis itu dari rencana busuk Jovan dan kawan-kawan.
Apa Ayden tulus? Kita lihat saja nanti. Ayden memilih pura-pura menggigit roti. Selama ini Jovan dan kawan-kawan tak tahu, jika ia sengaja tak berkumpul atau pura-pura izin karena ingin terus bersama Delisha. Bersama gadis itu seperti menjadi candunya. Saat melihat tatapan polos, tapi menyimpan banyak luka di dalam. Ayden bisa melihatnya, bukan berarti ia cenayang atau seorang psikolog handal, Ayden hanya bisa melihat melalui mata itu, mata itu mengatakan segalanya.
Ayden merenggakan jari-jarinya, diam-diam ia merindukan gadis itu. Ayden senang saat melihat bagaimana Delisha melotot padanya, bagaimana ekspresi Delisha yang membuatnya selalu gemas. Masih kecil, tapi kecantikannya bikin geleng-geleng. Bukan mau lebay, terkadang Ayden merasa Delisha seperti bidadari, bukan manusia sungguhan.
Cowok itu menyesap minumannya dan tak fokus pada temannya yang mulai mengatur rencana, walau ia punya rencana sendiri.
"Loe punya ide nggak, jebak."
"Hm?" Ayden pura-pura tak tahu, karena tahu urusannya akan ribet, jika mencoba mengikuti ide gila Jovan. Temannya memang nekat, dan juga tidak akan menyerah.
"Cara lain?"
"Ngikut aja bro. Kalian yang lebih banyak ide." Ayden menyugar rambutnya. Otaknya harus lebih cepat dari teman-temannya, jika tidak perkataan Jovan dan teman-temannya benar dilaksanakan. Ayden tahu, temannya ini nekat, dan ya bisa saja gadis manis itu jatuh di tangan orang yang salah. Lebih baik ia membuat ide gila yang terdengar konyol atau mungkin tak masuk akal.
"Kita buat taruhan. Siapa yang berhasil ambil perawannya, maka dia jadi pacarnya. Jadi, yang lain nggak boleh ganggu lagi." Sontak ke empat manusia yang duduk dalam meja bundar menatap tak percaya pada Ayden yang bisa punya ide segila itu. Otak Ayden lebih jahat dari mereka.
"Anjim, bisa-bisanya mikir kayak gitu." Ayden mengedihkan bahunya cuek. Lagian ini cara yang ampuh, agar Jovan tak lagi menganggu Delisha. Karena, Jovan nekat dan walau masih kecil tapi mulut Delisha sangat tajam. Gadis kecil itu tak takut pada apapun.
"Berapa lama waktunya?" Varda, Rian, Ayden anggota gang Abstrak langsung menoleh tak percaya pada si ketua geng yang setuju ide konyol ini. Ini adalah ide yang sudah umum terjadi di dalam novel-novel dan rasanya seperti mustahil untuk dilaksanakan Ayden tahu dirinya pasti berhasil.
"Seminggu." Ayden menaikan kakiknya di atas kursi, mengambil rokok dan menyulutnya. Sepertinya ini akan menarik, karena ke tiga temannya akan ikut dalam taruhan bodoh ini. Tak ada uang, karena harga perawan seorang wanita itu tak bisa dibeli, tapi dengan konyolnya Ayden memberi saran itu. Ia laki-laki yang bebas, dan juga nakal. Seks bebas adalah hal yang biasa, Delisha sudah dekat padanya, dan ciuman menjadi hal yang lumrah di antara keduanya, jadi memgambil keperawanan gadis polos dan bodoh itu tentu hal mudah.
"Apa itu nggak kecepatan?" tanya Rian membuka bungkus roti yang masih tersisa satu bungkus. Di antara gang Abstrak, hanya Varda yang sedikit baik dan polos. Tapi ia senang bergabung, karena gang Abstrak anaknya solid dan saling mendukung. Tapi sekarang, mereka harus berjuang sendirian. Varda akui, gadis yang mereka bicarakan dan sedang mereka incar memang memiliki kecantikan seperti Ratu Cleopatra konon katanya menjadi ratu tercantik di Mesir.
"Cukup bro." jawab Jovan sambil menggaruk rambutnya, dan mematikan puntung rokok yang sudah habis. Laki-laki itu menghembuskan napas kasar, sepertinya pencarian mereka akan menarik kali ini. Gadis itu akan masuk dalam pelukannya, dan ia telah berjanji, takkan bermain dengan gadis manapun, saat ia mendapati Delisha. Semua bukan karena dendam semata-mata, tapi Jovan ternyata harus mengakui kebodohannya, jika ia terpikat dengan pesona Delisha. Cleopatra versi mereka.
Varda memandangi Jovan dan Ayden bergantian, ia tahu di antara dua laki-laki salah satu pasti berhasil. Jika bukan Jovan maka Ayden yang akan mendapatkan. Memangnya dia tidak ingin? Tentu saja mau, tapi ia tahu ia selalu kalah pesona. Jovan adalah tipe badboy yang disukai para wanita jaman sekarang, Ayden tipe laki-laki yang membuat perempuan jatuh cinta sendiri dengan karisma yang ia miliki, dan ia juga tampan. Delisha itu sangat cantik, demi apa otak kotor Varda membayangkan jika mereka punya anak. Jika bukan barbie maka, bidadari yang bisa disebut.
Varda mungkin cukup berpuas diri dengan mengangumi dari jauh, dan melihat bagaimana salah satu temannya bahagia.
"Misi dimulai!"
___________________________Hal pertama yang Jovan lakukan tentu saja bertemu Meisha. Meisha sangat suka Jovan, jadi permintaan apapun, Jovan yakin Meisha akan menyanggupi.
"Nomor Lisha dan kamu dapat satu ciuman." kata Jovan tanpa tedeng aling-aling bersandar di tembok belakang sekolah. Meisha meremas tangannya, setiap malam ia selalu mengkhayal Jovan menciumnya dan sekarang ia tak menyangka semuanya jadi kenyataan. Apa ini disebut mencium pangeran kodok? Tapi, Jovan bukan kodok. Jovan tampan, dan crush Meisha saat ia sudah memasuki sekolah ini. Saat desas-desus kakak kelas ganteng, dan Jovan dan Ayden adalah daftar teratas. Tapi, melihat Jovan yang lebih bad, Meisha merasa he's the one.
Meisha masih menunduk, tak berani menatap lawannya. Jika ia harus berpuas melihat Jovan dari kejauhan, sekarang cowok itu berdiri di hadapannya, dan ia bisa mencium dengan jelas wangi tubuh Jovan. Bau khas cowok aroma kayu yang kuat bercampur rokok, tapi Meisha suka.
"Gimana? Atau kasih DP dulu, nanti malam udah dikirim." Jantung Meisha rasanya mau copot. Belum sempat ia memproses semuanya, tubuhnya sudah ditarik dengan kasar, punggung Meisha menabrak tembok. Ouh, tulangnya bisa remuk.
Saat ini posisi keduanya, kelas 7 yang sudah tak dipakai lagi dan berada di gedung paling belakang sekolah, membuat yang lain tak bisa melihat posisi mereka dan apa yang mereka lakukan sekarang. Dan jikapun tertangkap, Jovan mana peduli, ia sudah terbiasa bermasalah dengan sekolah dan para guru.
Meisha mengepalkan tangannya, dan mengatupkan bibirnya, saat merasakan tubuh tinggi Jovan sudah menunduk, dan sekarang aroma nikotin lebih terasa di antara mereka. Meisha bisa mencium bau rokok, dari napas Jovan. Dan saat sebuah benda yang kenyal dan lembut menempel di bibirnya membuat Meisha tak percaya, jika ciuman pertamanya hilang oleh crush sendiri. Bukankah ini yang diinginkan oleh para gadis?
Perlahan, bibir tebal Jovan membimbing dan mulai menjilat, menyesap dan melumat bibir manis itu. Jovan sudah mencium ratusan gadis, tapi bibir amatir ini lebih menggairahkan dan lebih menggoda. Jovan sudah membayangkan bagaimana bibir Delisha nanti. Baru membayangkan saja, milik Jovan sudah berdiri tegak, tak sabar miliknya ditancapkan dalam liang Delisha yang sempit.
Membayangkan wajah cantik Delisha dan tubuhnya yang menghiraukan, Jovan mencium Meisha semakin buas, membuat Meisha kewalahan bahkan hampir meninggal. Ia tak tahu, jika ciuman rasanya mengerikan begini. Padahal yang ia tonton dalam TV lembut, penuh cinta, penuh gairah. Tapi ini seperti terburu-buru dan seperti orang kesetanan.
Saat merasakan, gadis itu hampir pingsan karena kehabisan napas Jovan melepaskan ciumannya.
"Kutunggu malam ini." tanpa melihat ekspresi lawan, Jovan berbalik. Gadis perek kecil kesayangannya, akan jatuh di tangannya. Dan Jovan berjanji, akan berhenti main-main. Sepertinya ingin makin seru dan menengangkan.
Game baru saja dimulai, dan kita akan melihat siapa pemenang sejatinya.
ππππππππππ
πDelisha's POVπ
In your eyes, there's a heavy blue
One to love and one to loseSweet divide, a heavy truthWater or wine, don't make me chooseI wanna feel the way that we did that summer night (night)
Drunk on a feeling, alone with the stars in the sky.Aku memutar bola mataku malas saat melihat si norak bernyanyi di hadapanku. Ia tersenyum begitu manis hari ini. Jika boleh jujur, aku suka dengan senyumannya. Senyum itu menjanjikan dan menenangkan.
Walau kau menghapus, menghempas diriku
Semua tak mampu hilangkan cinta yang tlah kuberi.
"Uweeekkk." Aku membuat gaya seolah-olah muntah, saat cowok itu bernyanyi lagi. Seperti suasana hatinya begitu senang hari ini.
Cowok itu mendekat ke arahku, dan mengacak-acak rambutku seperti kebiasannya. Ia mengurai rambutku dan menciumnya. Syukur, ia tidak komen atau bertanya sudah berapa lama aku tidak keramas.
"Wangi." punjinya masih dengan menghirup rambutku.
"Nih makan." Ia memberiku sebatang coklat, dia tidak pelit. Itu yang aku suka dari dirinya. Sejak berteman bersamanya, ia sering membeliku makanan dan aku dengan senang hati menerimanya.
Aku membuka bungkusan itu dan mulai makan. Nikmat sekali, aku sampai menutup mataku menikmati coklat batangan tersebut.
"Kamu mau jadi pacarku?" Aku berhenti mengunyah dan memandang cowok itu.
"Aku bahkan nggak ingat nama kamu." Cowok itu mendekat ke arahku, dengan merapatkan tubuhku ke tembok dan mencubit pipiku dengan gemas. Ia sangat gemas padaku seperti aku anak kecil umur 5 tahun. Aku memandangnya, ia tersenyum dan mengecup bibirku.
Aku memilih melanjutkan menggigit coklat, cowok itu mencuri menggigit coklat dalam mulutku yang belum sempat kutelan. Huh dasar, padahal jika maka coklat aku tak ingin berbagi dengan yang lain.
"Manis." Cowok itu melepaskan dirinya.
"Serius aku lupa nama kamu." kataku tanpa dosa.
"Panggil Ayden, sayang atau bee. Atau kamu punya nama panggilan kesayangan."
"Kalau ular berbisa?" tanyaku lagi. Cowok itu terkekeh.
"Jangan dong manis. Aku merasa seperti kobra." Aku tertawa mendengar jawaban polosnya. Atau aku yang polos.
"Oh iya aku punya ini." Bibirku langsung manyun jelek, cowok itu memberiku setangkai bunga mawar merah. Apa ia sedang merayuku? Apa ia seperti seekor kumbang yang mendatangi bunga cantik seperti diriku.
"Aku panggil kamu kumbang."
"Panggil Ayden aja." Cowok itu mengelus pipiku. Kami berdua sudah dekat dan akrab, jadi memang tak ada lagi rasa canggung.
"Okay." Ayden mendekat ke arahku, sambil memeluk diriku dengan sayang. Aku bisa merasakan kenyaman yang ia tunjukan padaku.
"Mau nggak?" tanyanya lagi dengan lembut. Jika boleh jujur, aku nyaman bersamanya, aku suka berada di sekitarnya. Apa bisa disebut aku jatuh cinta? Karena bicara cinta terlalu dini buatku. Aku tak percaya cinta, karena orang-orang di sekitarku selalu menunjukan kebengisan mereka padaku.
Aku mendongak melihatnya. Ayden masih memelukku, aku suka saat dia memelukku, aku suka saat mencium aroma tubuhnya, aku suka mendengar suaranya ketika berbicara, aku suka mendengar suara tawanya, aku suka melihat senyumannya, aku suka saat ia menciumku, terutama saat ia perhatian padaku. Aku suka semua yang ada pada diri Ayden. Tapi menjalin hubungan aku sendiri tak yakin.
"Mau nggak?" tanyanya lagi, dengan terus mengecup kepalaku berkali-kali. Aku hanya diam, dengan memakan terus coklat tersebut walau sedikit kesusahan karena pelukannya, Ayden seperti enggan melepaskanku.
"Aku nggak tahu pacaran itu apa." Cowok itu menggeleng.
"Biar ada status, dan tak ada yang bisa ganggu kamu lagi. Ada aku okey? Kalau ada apa-apa bilang sama aku." Hatiku menghangat, perhatiannya terlihat seperti perhatian orang tua pada anaknya, padahal usianya masih muda. Aku bisa merasakan ketulusan dalam dirinya, aku membalas pelukannya menyandarkan kepalaku di dadanya sambil tersenyum. Semoga dia adalah malaikat yang Tuhan utus untuk menjagaku.
____________________________Ayden mengajak ke rumahnya. Aku senang berada di rumahnya, terasa nyaman.
"Kamu suka nyanyi?" Aku pernah bilang aku suka musik, karena mungkin dengan petikan senar gitar bisa membuat sedihku berkurang atau kesepian yang kurasakan berkurang.
"Nggak suka bangat. Suaraku juga nggak bagus."
"Aku ada gitar di kamar. Ayo kita duduk di balkon." Aku mengikuti Ayden dari belakang. Aku suka rumahnya, nyaman, cantik, luas dan membuatku bahagia berada disini. Dan orang tua Ayden selalu tak pernah ada di rumah.
Ayden membuka pintu bercat putih gading dan membuatku terpan di dalam kamar tersebut. Kamarnya berserakan. Huh, kukira ia orang yang rapi. Di mana baju, di mana selimut, di mana jajanan ringan. Bahkan aku curiga, ini kamar tak pernah disapu selama satu tahun. Tapi aku suka, wanginya Ayden sekali.
"Nyanyi disini aja." Ayden menurunkan gitar berwarna coklat dan mulai memainkan senar tersebutm aku paling suka melijat cowok main gitar, membuatku merasa nyaman dan jatuh cinta. Melihat laki-laki bisa bermain musik adalah salah satu kelemahanku.
Ayden mulai menyanyikan lagu Perfect dari Ed Sheeran.
I found a love for me
Oh darling, just dive right in and follow my leadWell, I found a girl, beautiful and sweetOh, I never knew you were the someone waiting for me'Cause we were just kids when we fell in love
Not knowing what it wasI will not give you up this timeBut darling, just kiss me slow, your heart is all I ownAnd in your eyes, you're holding mineBaby, I'm dancing in the dark with you between my arms
Barefoot on the grass, listening to our favourite song
When you said you looked a mess, I whispered underneath my breathBut you heard it, darling, you look perfect tonight."Tapi ini bukan malam." Aku memprotes dirinya. Ayden berdiri dan mendekat ke arahku yang duduk di kursi. Laki-laki itu langsung memelukku, aku langsung merasa nyaman dan tersenyum. Akhir-akhir ini aku jarang merasa sedih dan kesepian, karena adalah si norak—dia malaikat bagiku.
"Kamu perfect." Ayden langsung mengangkat tubuhku. Dia suka sekali mengangkat tubuhku, mentang-mentang tubuhku kecil dan tidak berat.
Ayden menurunkan di atas ranjang, aku tersenyum padanya. Ia juga tersenyum padaku, senyum kali ini terlihat lebih lembut dari biasanya.
"Aku sayang kamu."
"Oh ya?" Ayden mengangguk. Ia masih mengukung tubuhku, dan menahan bobot tubuhnya sendiri. Ia sering mencium ciuman dariku, jadi aku sudah terbiasa berciuaman dengannya. Kali ini, aku langsung menarik wajahnya dan menenggelamkan wajahku. Bibir kamu bertemu dan kembali menyapa. Kali ini ciumannya terasa sangat lembut tapi sangat menuntun.
Tiba-tiba tanganku terulur untuk mengangkat kaos Ayden yang berwarna ungu hari ini. Ayden mengangkat tangannya dengan menjeda sedikit ciuman kami.
Aku langsung terpana sambil menelan ludahku. Aku suka melihata tubuhnya.
"Badan kamu bagus." Aku memujinya, sambil menjalarkan tanganku ke dada Ayden bahkan turun ke perutnya. Biasanya aku gadis pemalu, tapi kali ini aku tak malu untuk memegang tubuh telanjang Ayden.
"Buka celananya." Aku menatap Ayden. Tapi ia mengode lewat matanya, melihat rambutnya yang berantakan dan bibirnya berserta dada telanjangnya, membuat gairah yang berbeda dari dalam diriku. Aku menginginkan lebih.
Dengan perlahan, aku membuka zipper seragam tersebut secara perlahan. Ayden memakai boxer berwarna hitam. Tapi aku bisa melihat gundukan itu.
"Mau lihat?" Aku memalingkan wajahku. Tiba-tiba Ayden membawa tanganku tepat berada dalam gundukan tersebut, rasanya takut dan penasaran. Jantung terus berdetak lebih cepat.
Ayden langsung menarik celananya, dan terbebas benda tadi. Aku menahan napasku, belum pernah melihat senjata laki-laki dan sekarang berada di hadapanku.
Aku pandangi wajah tampan Ayden, gila nih.
"Buka baju kamu." Aku menggeleng. Ayden mencium bibirku. Aku bisa merasakan miliknya yang keras menusuk-nusuk perutku. Entah kenapa aku juga penasaran.
Tanpa sadar, aku memeluk belakang Ayden yang telanjang dan mengelusnya. Saat berdua kami memang sangat intim, tapi Ayden tak pernah sampai telanjang, tapi hari ini?
Tanganku turun lagi, menuju bokognya. Bokong Ayden lembut.
"Buka bajunya?" bisik Ayden lembut, entah kenapa aku juga mengangguk. Ayden langsung membuka semua pakaian yang melekat di tubuhku, dan sekarang aku hanya memakai panties berwarna pink. Aku hanya bergerak gelisah, saat Ayden meremas dan mengemut payudaraku. Rasanya begitu menyenangkan. Ternyata, selain melukai diri sendiri, bermain telanjang rasanya lebih nikmat. Besok-besok saat aku merasakan ingin bersenang, lebih baik aku bermain begini saja, karena tak perlu mencelakai diriku sendiri.
Ayden merenggakan kedua pahaku, tangannya masuk ke dalam pantiesku. Rasanya mau meledak. Kenapa rasanya begitu menyenangkan dan dibawa terbang ke awan.
Awalnya hanya mengelus-elus, tapi kemudian tantan Ayden turun sedikit dan mencari milikku yang terasa perih dan becek. Awalnya hanya satu jari, dua jari dan aku tak kuasa dengan semua rasa asing yang aku rasakan.
"Eungh...." Aku mengeluh.
Napasku terdengar berat, pandangan mataku saya dan tak bisa melihat keadaan dengan jelas kecuali berfokus pada rasa nikmat asing yang baru saja kurasakan.
"Enak kan?" tanya Ayden. Aku mengangguk, aku tidak munafik ini rasanya luar biasa dan aku menginginkan hal ini lebih lama lagi.
"Mau lebih enak?" Aku mengangguk.
"Aku masukin punya aku. Kalau sakit bilang ya, pelan-pelan aja. Sakit awalnya aja, nanti enak." Aku mengangguk, menanti dengan was-was, sambil memegang seprai berwarna biru. Kakiku semakin dilebarkan, Ayden naik ke atas tubuhku. Aku bisa melihat wajah tampannya bertambah berkali lipat saat ia telanjang begini.
"Sakit bilang." Aku menggigit bibirku, menanti dengan gugup. Saat merasakan sesuatu yang keras rasanya aku ingin meledak. Awalnya digesekan dan aku bisa merasa geli. Saat Ayden menekan sedikit, ouh sakitnya tak dapat dilukiskan.
"Sakit?" Aku hanya menggeleng, sakit sebenarnya, tapi aku lebih penasaran bagaimana rasanya saat sudah masuk semuanya. Dengan lembut, Ayden kembali masuk saat beberapa kali gagal dan mungkin juga takut aku kesakitan, saat itu seperti satu barikade baru diterobos. Oh Tuhan, ini disebut apa?
Aku menahan napasku, begitu juga Ayden, saat merasakan sesuatu yang terasa sangat sesak di bawah. Kupu-kupu dalam perutku terus bertebrangan, aku suka perasaan ini.
"Aku gerak ya. Nanti kalau udah biasa, imbangi." Saat Ayden memompa tubuhnya, suara yang keluar dari tubuhku bukan seperti aku. Terdengar seperti suara kambing kejepit pintu.
Aku memeluk Ayden, bahkan sekarang kakiku bergantung di belakang tubuhnya. Apa bisa aku sebut ini surga dan kenikmatan hakiki? Tahu rasanya enak begini, aku akan melakukan sedari dulu.
Aku akan terus mengajak Ayden untuk bermain seperti ini.
_______________________Perlu diingat, si Delisha polos parah dia nggak tahu seks bebas itu seperti apa. Bahkan dia nggak tahu, kalau dia udah nggak perawan lagi, bahkan dia having sex bisa jadi hamil tapi Delisha polosnya kebangatan. Gatau having sex dan dia bisa hamil.
Dunia nyata banyak kok yg gatau.
Ini tentang sex edu diambil. Jangan pula ditiru mereka na-inaππ.
See youπππππ
Aku menutup mataku, menggigit bibirku menikmati rasa asing yang nikmat menyerangku dari berbagai arah. Kenapa aku baru tahu, kalau bermain seperti ini rasanya luar biasa? Ya Tuhan, biasakah aku merasakan ini untuk selamanya?"Enak?" tanya Ayden. Aku hanya mengeluh, tak berani membuka mataku. Ini rasanya seperti surga. Diibaratkan makanan juga, makanan kalah enaknya karena ini seperti makanan paling lezat sedunia. Aku memeluk belakang Ayden, mencium aroma tubuhnya yang lama-lama berubah bercampur dengan keringatnya, tapi masih menjadi bau yang enak dicium."Nggak sakit 'kan?" Aku menggeleng, dan tak bisa bicara lagi, saat Ayden dengan brutal mencium bibirku dan juga miliknya di bawah sana semakin dalam memompa miliku, aku merasa sesak dan penuh. Kupu-kupu semakin berterbangan dan aku merasa seperti ingin meledak ke awan. Ini bukan tentang rasa asin, manis atau gurih, ini tentang bagaimana semua rasa nikmat disatukan dan membuat kita tak bisa mengatasi semua
"Lisha." Aku menoleh pada Meisha yang mengintip di balik pintu. Kenapa dia? Aku memalingkan wajahku lagi malas berhubungan dengan orang-orang ini. Entah kenapa, aku ingin sepenuhnya bergantung hidup pada Ayden. Tapi dia saja masih remaja sepertiku. Coba saja dia sudah bekerja, aku dengan senang hati tinggal di rumahnya."Woi setan! Dipanggil." teriak Meisha dengan gondok. Tapi aku tetap mengabaikan dirinya. Memangnya dia siapa?"Woi sial!"Aku mengurat dadaku, saat Meisha langsung menendang pintu. Dia memang tak pernah tahu sopan santun! Meisha juga sangat kurang ajar padaku, padahal aku lebih tua darinya. Semua karena para iblis itu mengajarkan untuk anak kesayangan mereka jadi kurang ajar dan tidak tahu cara menghargai orang lain. Mereka bahkan menganggaapku binatang. Aku meremas bajuku, betapa hidupku tak berguna seperti ini. Bahkan, hidup nyamuk lebih bermartabat dariku."Woi sial! Minta nomor HP." Aku mengangkat wajahku dan menata
"Makan?" Aku menggeleng. Sudah seminggu aku terkurung dalam sangkar emas Oma. Harusnya aku merayakan bisa terbebas dari para iblis, tapi aku mengkhawatirkan sekolahku. Sedari dulu, walau bukan orang yang berprestasi aku selalu mengutamakan pendidikan. Aku ingin menjadi orang yang terpelajar dan terdidik agar bisa dihargai orang ketika menginjak usia dewasa."Oma ... Lisha mau sekolah.""Pulihkan diri dulu. Kamu tak bisa terus bersama para iblis itu. Atau mau pindah sekolah." Aku tahu, Oma sangat mengkhawatirkan kesehatan mentalku. Tapi aku sebenarnya ingin meyakinkan Oma bahwa aku baik-baik saja."Oma ... Lisha sebentar lulus sekolah. Saat masuk SMA, Lisha bisa pindah kesini. Sekarang mau pindah nanggung, Lisha hitungan bulan sudah tamat.""Bagaimana kalau mereka masih jahat sama kamu?" Aku terdiam, aku tahu tak ada jaminan untukku selamat dari Mama. Mama pasti akan menyimpan dendam lebih padaku, tapi aku juga harus sekolah. Sekolah ta
Masa remaja adalah masa untuk mengenal jati diri. Dan adalah masa percobaan. Banyak hal di sekitar yang membuat para remaja penasaran dan coba-coba. Jika, tidak dibekali dengan ilmu yang cukup atau diberi edukasi yang baik tentu mereka akan terjerumus dan masa remaja yang seharusnya disiapkan demi masa depan seolah tergerus dan tak ada masa depan yang menjanjikan di sana.Seks edukasi itu sangat penting. Dan para orang tua sebisa mungkin mendengarkan anak-anak mereka saat mereka mengadu menjalani pelecehan seksual. Bukan malah tutup mulut, karena pelaku adalah keluarga dan akhirnya membuat anak trauma hingga dewasa.Delisha benar-benar tak tahu, jika masa depannya telah direnggut paksa. Bagaimana ia tak tahu, jika masa depannya bisa hancur hanya karena semua kepolosannya. Ketika dengan suka cita Delisha menyerahkan dirinya pada Ayden. Padahal Ayden juga begitu muda, belum mengerti apa itu bertanggung jawab jika seandainya ia hamil. Bahkan Delisha tak mengerti
Dari kecil Delisha meragukan Tuhan. Dan sekarang, Delisha masih mempertanyakan Yang Maha Kuasa. Bagaimana mungkin ia diberi cobaan bertubi-tubi yang seolah tak ada habisnya. Menangis juga rasanya percuma, semuanya sudah terjadi.Delisha diam! Lebih baik malaikat maut mencabut nyawanya sekarang. Gadis itu hanya bisa terdiam dalam waktu yang tak bisa ia katakan. Terdiam dalam waktu yang lama. Walau langkah pertama yang Delisha lakukan adalah ingin pergi ke toko buku. Delisha ingin membeli buku tentang kehamilan, entah kenapa gara-gara perkataan manusia laknat itu Delisha langsung sadar dan membuka matanya tentang apa yang terjadi padanya selama ini. Menyesal, kata itu seolah tak layak untuk dirinya, ia juga yang bodoh jadi memang Delisha harus menghapus kata menyesal dalam kamus hidupnya.Delisha berjalan kaki siang ini ke toko buku yang berjarak satu kilo. Walau tubuhnya belum begitu sehat, tapi Delisha terus berjalan karena ujian dalam hidupnya lebih berat se
Aku merasa seperti banyak kegelapan menyelimuti hidupku. Suara-suara asing yang berlari dalam kepalaku membuatku pusing, aku takut, aku ingin berlari sejauh mungkin dari sini. Aku tak tahu, apa yang menimpa hidupku sebenarnya.Aku bisa menetralkan napasku, ketika membuka mata dan melihat Ayden berhenti di sebuah rumah besar walau dari luar terlihat menyeramkan. Selama perjalanan aku sudah menduga ada yang tak beres di sini."Aku nggak mau turun!" Aku jadi merajuk. Bukan merajuk-merajuk manja, tapi aku memang tak mau turun dan masuk dalam rumah sarang hantu tersebut, aku yakin di dalamnya banyak penghuni."Ayo turun! Dua jam kita pergi sejauh ini." Aku hanya menggeleng dan memeluk lututku sendiri. Tak mau turun demi apapun, aku ingin hidup tenang walau hidupku selalu dipenuhi dengan bencana, setidaknya aku tidak mengundang bencana yang lain."Aku mau pulang!""Lisha ... Aku masih manggil baik-baik, jangan sampai aku main kas
Tak kehabisan akal.Makhluk hidup mempunyai insting yang luar biasa untuk bertahan hidup, karena kejamnya seleksi alam yang jahat, membuat mereka melakukan apa saja untuk bertahan hidup. Seperti para binatang liar yang hidup di Africa bagaimana mereka bertahan hidup, di tengah tanah gersang yang luas dan tetap bertahan hidup. Beruntunglah bagi binatang yang mempunyai kekuatan, kecepatan atau tubuhnya besar. Kita sering melihat bagaimana rusa yang malang tak tenang minum air di pinggir sungai karena bisa dimakan buaya secepat mungkin atau saat mereka tengah berjalan santai di tengah lapangan gersang tanpa sadar tubuh mereka telah terserat oleh singa yang buas dan berkuasa.Delisha menarik napas panjang. Melihat dirinya di cermin, ia beruntung mempunyai insting yang begitu tajam bagaimana bertahan dengan kondisinya yang seperti sekarang. Gadis itu menarik bungkusan pembalut, dan menatap nanar benda tersebut. Jika, tidak ia hanya perlu memakai setiap bulan dan t
"Papa benar-benar akan melihat kamu berjuang bagaimana mengurus anak, baru Papa izinkan mengurus anak sendiri."Ayden diam, ia kalah. Ia kalah sebelum berperang. Bahkan masih dengan darah di seluruh wajahnya, tapi orang tuanya seperti tak peduli, bahkan kalau boleh mereka ingin Ayden mati sekarang."Papa akan tunjukan satu hal sama kamu. Sebelum Papa akan menerima kamu menjadi anak."Ayden hanya menunduk, melihat banyak darah yang terus mengalir membasahi lantai dan juga seluruh pakaiannya. Entah dari mana sumber darah berasal."Sini Mama bersihkan." Ayden tak punya kuasa untuk melawan, dan menurut saja saat ia ditarik ke sofa dan ibunya menyeka darah-darah di wajahnya. Bisa dibilang wajah Ayden tak berbentuk sekarang. Wajah tampan yang sering ia banggakan jadi tak bersisa."Maksud Papa untuk kebaikan kamu, kamu masih terlalu muda untuk punya anak. Kamu akan tetap bertanggung jawab Mama pastikan itu, sedari kecil Mama
"Cheryl, jangan cekik adiknya!" Delisha sudah berteriak, melihat Cheryl yang ternyata sangat nakal walau dia perempuan. Hobby manjat, merusak barang, dan membuat adiknya menangis.Delisha mendekat ke arah kedua anaknya dan memisahkan Cheryl dari Auden. Bayi mungil yang nengerjap-ngerjap lucu dan memasukan tangan ke mulut."Mami, makan." Delisha akhirnya mengendong Cheryl dan membawa ke dapur. Putrinya hanya bersandar di bahunya dan terus bergerak-gerak tak nyaman. Delisha merasa Cheryl ini lebih nakal dari Cheryl dan akan jadi preman ketika besar nanti."Mami masak spaghetti. Suka?" Cheryl mengangguk. Di usianya yang yang tiga tahun, Cheryl sudah lancar berbicara dan sangat cerewet."Duduk di meja, atau bantu Mami ngaduk pastanya." Cheryl membantu ibunya mengaduk dengan tangan mungilnya. Bocah itu duduk dekat tungku.Delisha menyiapkan saus untuk pasta mereka. Bayi Auden berusia lima bulan dan harus ekstra menjaganya,
Delisha memperhatikan perut buncitnya. Dengan terusan berwarna abu-abu dia duduk di sofa sambil nonton TV.Sejujurnya, untuk bernapas saja dia kesusahan sekarang. Wanita itu menunduk melihat kakinya yang membengkak."Mami, Sayang." Delisha berbalik melihat suaminya dan tersenyum, Ayden membawa susu di tangannya.Laki-laki itu meletakan gelas berisi susu di atas meja dan menarik kaki Delisha dan memijitnya."Capek bangat, ya?" Delisha hanya mengangguk. Sebenarnya sekarang masih pagi, dia sudah berjalan keliling komplek, disarankan berjalan atau melakukan olahraga kecil agar membantu proses kelahiran. Sedikit takut dan was-was. Saat kehamilan Cheryl dulu, Delisha tidak pernah merasa se was-was seperti ini. Mungkin karena kehamilan dulu tidak dia harapkan dan ketakutan."Kamu ngapaian?" pekik Delisha, ketika merasakan Ayden membuka dress miliknya. Terlihat gumpalan bulat dengan ujung perut yang terlihat memerah, urat-urat
Pesawat lepas landas dari Bandara Leonardo da Vinci di Fiumicino Roma menuju Bandara Punta Raisi di Palermo, ibu kota Sisilia. Cuaca pagi itu sangat cerah.Perjalanan satu jam menuju pulau Sisilia, membuat Mawar menggenggam tangan Juna norak, dia selalu terbayang tempat itu banyak mafia di sepanjang gang dan memegang senjata, salah melangkah, maka kamu akan tewas."Tuh kan, Yang." Mawar berbisik ketika tiba di bandara dan diperiksa langsung oleh seekor anjing herder besar berwarna coklat. Gadis itu mengintip melihat gigi-gigi anjing yang panjang dan tajam, bisa dipastikan semua kulit dan dagingnya koyak.Anjing itu mengendus-endus, jangan sampai ada barang haram yang terbawa masuk ke pulau ini.Setelah mengintip lagi, Mawar melihat banyak turis yang tersenyum cerah sama seperti cuaca di Sisilia pagi ini. Mawar sedikit bernapas lega, tampak tak ada polisi atau tentara bersenjata seperti bayangannya.Sisilia menawarkan keindah
Papergbag berisi banyak makanan, berada di tangannya.Keduanya berjalan sambil tersenyum, dan akan mengumumkan kehamilan Delisha ke orang tua Ayden. Usia yang tak lagi muda untuk mereka semua, tapi, Delisha dan Ayden menyambut antusias kehadiran Cheryl.Dulu sekali, saat masih remaja, bodoh dan naif, mereka merasa kehamilan itu awal bencana, teringat saat keduanya bolos sekolah demi mengugurkan anak walau gagal, berkali-kali menelan pil untuk mengugurkan anak, makan nanas mudah soda seperti yang orang-orang bilang, nyatanya tak berhasil."Mama." Delisha langsung bersorak norak, ketika memasuki ruang tamu.Ibu Ayden yang sudah tua dengan kulit keriput walau masih cantik tersenyum ke arahnya."Mama." Delisha memeluk Ibu Ayden, sosok ibu itu bisa dia rasakan, ketika dia hidup tidak pernah merasakan bagaimana punya ibu yang sayang dan peduli padanya."Papa." Delisha juga memeluk Papa mertua."Mama
"Di antara banyaknya kejadian, di antara semua kejadian yang entah sengaja atau tidak, pertemuan bersama kamu adalah sebuah pertemuan yang selalu membuatku bersyukur di antara semua embusan napas ini.Terima kasih, telah hadir dalam hidupku, terima kasih telah mengisi hari-hariku yang terasa suram dan seolah tak masa depan yang menjanjikan di sana, tapi, kehadiran kamu mencerahkan semuanya." Delisha tersenyum pada Ayden memegangi wajah laki-laki itu. Saat mengingat kisah hidupnya, dan juga perjalanan panjang ini rasanya air matanya terus saja meleleh, Ayden sengaja Tuhan ciptakan untuknya.Ayden menyeka air mata wanita cantik itu. Rumah tangga mereka terasa damai, usia yang matang membuat sama-sama mengerti dan mengalah. Telah saling mengenal nyaris seumur hidup, membuat Delisha dan Ayden sama-sama memahami."Terkadang, kalau dipikir-pikir, semuanya sudah Tuhan atur. Ya, dulu, aku merasa Tuhan kejam dan Tuhan tidak adil, tapi, ketika aku menari
Delisha tidak menyangka, ketika orang lain menikah di usia 20-an, maka, dia akan merasakan jadi pengantin baru di usia 36 tahun. Bukan lagi usia yang muda.Tidak ada acara mewah, tidak ada pesta di gedung seperti menikah banyakan wanita seperti seorang Princess. Cukup, dia terus bersama laki-laki itu.Kerasnya hidup membuat Delisha terus belajar, tak perlu banyak menuntut, asal bersyukur dengan apa yang kamu punya sekarang, maka, semuanya terasa lebih dari cukup.Wanita itu mematut dirinya di cermin. Gaun velvet brokat simple warna putih tulang yang Delisha pilih. Dia akan menambahkan mahkota kecil di kepalanya."Ah, sudah tua." Wanita itu berbicara pada dirinya sendiri dan menggeleng, takdir menuntun hidupnya untuk menemukan belahan jiwanya ketika berusia 36 tahun, setelah melewati banyak hal bersama.Tak terasa, bulir bening setitik merembes melewati pipi kiri. Tidak ada yang dia punya di dunia kecuali Ayden. Wanita
"Anak Mami yang cantik, setahun itu rasanya cepat, lambat, menyiksa, kelam, terpendam. Tidak menyangka, kamu pergi untuk selamanya. Setahun berlalu, tapi, Mami tak pernah lihat senyuman kamu kecuali hanya dalam mimpi. Bahkan, udah jarang mami mimpi. Kenapa? Udah nggak rindu Mami, lagi? Udah bahagia di sana?" Delisha masih bersungut sambil curhat, di kuburan Cheryl."Ah, Mami masih belum ikhlas. Tapi ... Hari ini, dengan segala kelemahan, Mami datang untuk pertama kalinya ke sini. Ini bukan hal yang mudah, Nak. Tapi, perlahan Mami bisa bangkit. Kamu pergi, tapi, penyesalan terdalam dari kami semua takkan pernah kami lupa sama kami menyusulmu. Mami tahu, kamu pernah menyebut, Mami sebagai Mami yang kejam di muka bumi ini." air mata itu tak berhenti mengalir, bahkan semakin deras seperti air terjun Niagara. Padahal, Delisha sudah berjanji untuk melupakan semuanya, tapi kembali lagi ke kuburan, sama seperti kembali mengingat memori lama yang tersimpan, dan luka itu kembali
Enam bulan kemudian.Tidak mudah bagi Delisha untuk melewati ini semua. Dia terus saja menangis seperti orang gila, bahkan Delisha memilih resign dari pekerjaannya. Harusnya dia menyibukkan diri dengan bekerja agar tidak mengingat Cheryl terus-terusan, tapi Delisha tahu dia tidak akan bisa bekerja dengan tenang, daripada dia terus menangis saat bekerja, lebih baik Delisha mengurus anak-anaknya—berbagai macam bunga.Mulai menata diri, dan memperhatikan asupan.Bersama Ayden, Delisha bisa sampai sejauh ini. Jika tidak, mungkin dia sudah tinggal nama. Cheryl adalah alasan dia bertahan hidup, tapi saat putrinya pergi, dia tidak punya alasan lagi.Delisha menyisir rambutnya yang terus saja rontok, tapi dia sudah menata hidupnya, makan dengan teratur dan memberi vitamin rambut.Delisha sekarang jadi pengrajin bunga, dia menanam berbagai tanaman di samping rumahnya, yang ada gazebo. Delisha belum berani untuk mengunjung
Detik ini Delisha tahu hidupnya berubah, menit ini dia tahu putrinya yang cantik hanya tinggal nama. Berkali-kali dia pingsan, terbangun dan kembali pingsan, jika dia belum siap menerima kenyataan yang ada.Wanita itu terbaring lemah di atas kasur, jiwanya dibawa pergi, Cheryl pergi! Cheryl meninggalkan dirinya untuk selamanya, putri yang dia rawat dari kecil, putri cantik yang Delisha cinta sepenuh hati. Hatinya begitu sakit, tidak bersemangat untuk melakukan apa-apa."Lisha!" Delisha tak ingin mendengar apa-apa. Rasanya dia hanya ingin menangis, atau ikut meloncat ke kuburan Cheryl.Tubuhnya lemah. Saat merasakan sapuan itu Delisha semakin menutup matanya, jiwanya serasa ikut terbang, tidak ikhlas sama sekali!"Sayang." Delisha memekakan telinga dan mengunci semua indranya.Ini berat! Sangat berat!Ayden tahu, semuanya berubah dan tak lagi sama. Mungkin seumur hidupnya akan dia habiskan untuk penyesalan.