"Anak Mami yang cantik, setahun itu rasanya cepat, lambat, menyiksa, kelam, terpendam. Tidak menyangka, kamu pergi untuk selamanya. Setahun berlalu, tapi, Mami tak pernah lihat senyuman kamu kecuali hanya dalam mimpi. Bahkan, udah jarang mami mimpi. Kenapa? Udah nggak rindu Mami, lagi? Udah bahagia di sana?" Delisha masih bersungut sambil curhat, di kuburan Cheryl.
"Ah, Mami masih belum ikhlas. Tapi ... Hari ini, dengan segala kelemahan, Mami datang untuk pertama kalinya ke sini. Ini bukan hal yang mudah, Nak. Tapi, perlahan Mami bisa bangkit. Kamu pergi, tapi, penyesalan terdalam dari kami semua takkan pernah kami lupa sama kami menyusulmu. Mami tahu, kamu pernah menyebut, Mami sebagai Mami yang kejam di muka bumi ini." air mata itu tak berhenti mengalir, bahkan semakin deras seperti air terjun Niagara. Padahal, Delisha sudah berjanji untuk melupakan semuanya, tapi kembali lagi ke kuburan, sama seperti kembali mengingat memori lama yang tersimpan, dan luka itu kembali
Delisha tidak menyangka, ketika orang lain menikah di usia 20-an, maka, dia akan merasakan jadi pengantin baru di usia 36 tahun. Bukan lagi usia yang muda.Tidak ada acara mewah, tidak ada pesta di gedung seperti menikah banyakan wanita seperti seorang Princess. Cukup, dia terus bersama laki-laki itu.Kerasnya hidup membuat Delisha terus belajar, tak perlu banyak menuntut, asal bersyukur dengan apa yang kamu punya sekarang, maka, semuanya terasa lebih dari cukup.Wanita itu mematut dirinya di cermin. Gaun velvet brokat simple warna putih tulang yang Delisha pilih. Dia akan menambahkan mahkota kecil di kepalanya."Ah, sudah tua." Wanita itu berbicara pada dirinya sendiri dan menggeleng, takdir menuntun hidupnya untuk menemukan belahan jiwanya ketika berusia 36 tahun, setelah melewati banyak hal bersama.Tak terasa, bulir bening setitik merembes melewati pipi kiri. Tidak ada yang dia punya di dunia kecuali Ayden. Wanita
"Di antara banyaknya kejadian, di antara semua kejadian yang entah sengaja atau tidak, pertemuan bersama kamu adalah sebuah pertemuan yang selalu membuatku bersyukur di antara semua embusan napas ini.Terima kasih, telah hadir dalam hidupku, terima kasih telah mengisi hari-hariku yang terasa suram dan seolah tak masa depan yang menjanjikan di sana, tapi, kehadiran kamu mencerahkan semuanya." Delisha tersenyum pada Ayden memegangi wajah laki-laki itu. Saat mengingat kisah hidupnya, dan juga perjalanan panjang ini rasanya air matanya terus saja meleleh, Ayden sengaja Tuhan ciptakan untuknya.Ayden menyeka air mata wanita cantik itu. Rumah tangga mereka terasa damai, usia yang matang membuat sama-sama mengerti dan mengalah. Telah saling mengenal nyaris seumur hidup, membuat Delisha dan Ayden sama-sama memahami."Terkadang, kalau dipikir-pikir, semuanya sudah Tuhan atur. Ya, dulu, aku merasa Tuhan kejam dan Tuhan tidak adil, tapi, ketika aku menari
Papergbag berisi banyak makanan, berada di tangannya.Keduanya berjalan sambil tersenyum, dan akan mengumumkan kehamilan Delisha ke orang tua Ayden. Usia yang tak lagi muda untuk mereka semua, tapi, Delisha dan Ayden menyambut antusias kehadiran Cheryl.Dulu sekali, saat masih remaja, bodoh dan naif, mereka merasa kehamilan itu awal bencana, teringat saat keduanya bolos sekolah demi mengugurkan anak walau gagal, berkali-kali menelan pil untuk mengugurkan anak, makan nanas mudah soda seperti yang orang-orang bilang, nyatanya tak berhasil."Mama." Delisha langsung bersorak norak, ketika memasuki ruang tamu.Ibu Ayden yang sudah tua dengan kulit keriput walau masih cantik tersenyum ke arahnya."Mama." Delisha memeluk Ibu Ayden, sosok ibu itu bisa dia rasakan, ketika dia hidup tidak pernah merasakan bagaimana punya ibu yang sayang dan peduli padanya."Papa." Delisha juga memeluk Papa mertua."Mama
Pesawat lepas landas dari Bandara Leonardo da Vinci di Fiumicino Roma menuju Bandara Punta Raisi di Palermo, ibu kota Sisilia. Cuaca pagi itu sangat cerah.Perjalanan satu jam menuju pulau Sisilia, membuat Mawar menggenggam tangan Juna norak, dia selalu terbayang tempat itu banyak mafia di sepanjang gang dan memegang senjata, salah melangkah, maka kamu akan tewas."Tuh kan, Yang." Mawar berbisik ketika tiba di bandara dan diperiksa langsung oleh seekor anjing herder besar berwarna coklat. Gadis itu mengintip melihat gigi-gigi anjing yang panjang dan tajam, bisa dipastikan semua kulit dan dagingnya koyak.Anjing itu mengendus-endus, jangan sampai ada barang haram yang terbawa masuk ke pulau ini.Setelah mengintip lagi, Mawar melihat banyak turis yang tersenyum cerah sama seperti cuaca di Sisilia pagi ini. Mawar sedikit bernapas lega, tampak tak ada polisi atau tentara bersenjata seperti bayangannya.Sisilia menawarkan keindah
Delisha memperhatikan perut buncitnya. Dengan terusan berwarna abu-abu dia duduk di sofa sambil nonton TV.Sejujurnya, untuk bernapas saja dia kesusahan sekarang. Wanita itu menunduk melihat kakinya yang membengkak."Mami, Sayang." Delisha berbalik melihat suaminya dan tersenyum, Ayden membawa susu di tangannya.Laki-laki itu meletakan gelas berisi susu di atas meja dan menarik kaki Delisha dan memijitnya."Capek bangat, ya?" Delisha hanya mengangguk. Sebenarnya sekarang masih pagi, dia sudah berjalan keliling komplek, disarankan berjalan atau melakukan olahraga kecil agar membantu proses kelahiran. Sedikit takut dan was-was. Saat kehamilan Cheryl dulu, Delisha tidak pernah merasa se was-was seperti ini. Mungkin karena kehamilan dulu tidak dia harapkan dan ketakutan."Kamu ngapaian?" pekik Delisha, ketika merasakan Ayden membuka dress miliknya. Terlihat gumpalan bulat dengan ujung perut yang terlihat memerah, urat-urat
"Cheryl, jangan cekik adiknya!" Delisha sudah berteriak, melihat Cheryl yang ternyata sangat nakal walau dia perempuan. Hobby manjat, merusak barang, dan membuat adiknya menangis.Delisha mendekat ke arah kedua anaknya dan memisahkan Cheryl dari Auden. Bayi mungil yang nengerjap-ngerjap lucu dan memasukan tangan ke mulut."Mami, makan." Delisha akhirnya mengendong Cheryl dan membawa ke dapur. Putrinya hanya bersandar di bahunya dan terus bergerak-gerak tak nyaman. Delisha merasa Cheryl ini lebih nakal dari Cheryl dan akan jadi preman ketika besar nanti."Mami masak spaghetti. Suka?" Cheryl mengangguk. Di usianya yang yang tiga tahun, Cheryl sudah lancar berbicara dan sangat cerewet."Duduk di meja, atau bantu Mami ngaduk pastanya." Cheryl membantu ibunya mengaduk dengan tangan mungilnya. Bocah itu duduk dekat tungku.Delisha menyiapkan saus untuk pasta mereka. Bayi Auden berusia lima bulan dan harus ekstra menjaganya,
Delisha tumbuh seperti remaja pada umunya. Namun, ia mempunyai paras begitu ayu, mengalahkan artis Korea. Dan menjadi incaran para lelaki baik di sekolahnya, bahkan yang sudah menginjak bangku kuliah.Karena sering mendapatkan, penolakan dari seorang gadis. Beberapa kumpulan lelaki, mempunyai rencana licik menjebak Delisha. Dan berencana memperkosanya ramai-ramai hingga gadis itu hamil.Di umur yang super muda, harus menanggung beban fisik dan mental untuk mengemban amanah yang sangat berat. Namun, Delisha sadar hamil bukan berarti dunia kiamat, harus tetap berjalan sepahit apapun itu.Walau pahit, Tuhan telah menyiapkan rasa yang lain, rasa asam, manis, pedas, asin. Kehidupan tidak melulu tentang pahit, seperti warna, rasanya kehidupan juga nano-nano rame rasanya.Delisha akhirnya menjadi ibu muda, sangat muda. Usia 14 tahun, dan menjadi seorang ibu.Akankah orang tua Delisha bisa menerima apa yang menimpa anak tengah mereka? At
Jika semua orang berlomba untuk menjadi cantik, maka bagiku kencantikan itu sebuah kutukan.Aku---Delisha Makara, seorang gadis cantik bagi orang lain dan semua orang yang dengan visualnya memandangku secara fisik.Jika, ada di sebuah keluarga anak tercantik menjadi sebuah anugerah yang disanjung oleh anggota keluarga dan menjadi mahkota dan emas di keluarganya, dan itu tidak terjadi padaku. Kecantikanku membawa kutukan bagiku. Aku dibenci keluargaku sendiri, hanya karena fisikku sempurna jika dilihat orang-orang padahal aku hanyalah gadis cacat yang penuh kekurangan kasih sayang.Aku adalah anak yang lahir tanpa direncanakan. Papa dan Mama berencana hanya memiliki satu putri di kerajaan mereka dan aku hadir tanpa ada yang menunggunya. Saat aku sudah mengerti dengan keadaan sekitar, aku sadar bahwa perlakukan Mama dan Papa terhadapku dan Kak Geisha Sakara sangat berbeda. Kak Geisha sangat cerdas, dan banyak mempunyai bakat
"Cheryl, jangan cekik adiknya!" Delisha sudah berteriak, melihat Cheryl yang ternyata sangat nakal walau dia perempuan. Hobby manjat, merusak barang, dan membuat adiknya menangis.Delisha mendekat ke arah kedua anaknya dan memisahkan Cheryl dari Auden. Bayi mungil yang nengerjap-ngerjap lucu dan memasukan tangan ke mulut."Mami, makan." Delisha akhirnya mengendong Cheryl dan membawa ke dapur. Putrinya hanya bersandar di bahunya dan terus bergerak-gerak tak nyaman. Delisha merasa Cheryl ini lebih nakal dari Cheryl dan akan jadi preman ketika besar nanti."Mami masak spaghetti. Suka?" Cheryl mengangguk. Di usianya yang yang tiga tahun, Cheryl sudah lancar berbicara dan sangat cerewet."Duduk di meja, atau bantu Mami ngaduk pastanya." Cheryl membantu ibunya mengaduk dengan tangan mungilnya. Bocah itu duduk dekat tungku.Delisha menyiapkan saus untuk pasta mereka. Bayi Auden berusia lima bulan dan harus ekstra menjaganya,
Delisha memperhatikan perut buncitnya. Dengan terusan berwarna abu-abu dia duduk di sofa sambil nonton TV.Sejujurnya, untuk bernapas saja dia kesusahan sekarang. Wanita itu menunduk melihat kakinya yang membengkak."Mami, Sayang." Delisha berbalik melihat suaminya dan tersenyum, Ayden membawa susu di tangannya.Laki-laki itu meletakan gelas berisi susu di atas meja dan menarik kaki Delisha dan memijitnya."Capek bangat, ya?" Delisha hanya mengangguk. Sebenarnya sekarang masih pagi, dia sudah berjalan keliling komplek, disarankan berjalan atau melakukan olahraga kecil agar membantu proses kelahiran. Sedikit takut dan was-was. Saat kehamilan Cheryl dulu, Delisha tidak pernah merasa se was-was seperti ini. Mungkin karena kehamilan dulu tidak dia harapkan dan ketakutan."Kamu ngapaian?" pekik Delisha, ketika merasakan Ayden membuka dress miliknya. Terlihat gumpalan bulat dengan ujung perut yang terlihat memerah, urat-urat
Pesawat lepas landas dari Bandara Leonardo da Vinci di Fiumicino Roma menuju Bandara Punta Raisi di Palermo, ibu kota Sisilia. Cuaca pagi itu sangat cerah.Perjalanan satu jam menuju pulau Sisilia, membuat Mawar menggenggam tangan Juna norak, dia selalu terbayang tempat itu banyak mafia di sepanjang gang dan memegang senjata, salah melangkah, maka kamu akan tewas."Tuh kan, Yang." Mawar berbisik ketika tiba di bandara dan diperiksa langsung oleh seekor anjing herder besar berwarna coklat. Gadis itu mengintip melihat gigi-gigi anjing yang panjang dan tajam, bisa dipastikan semua kulit dan dagingnya koyak.Anjing itu mengendus-endus, jangan sampai ada barang haram yang terbawa masuk ke pulau ini.Setelah mengintip lagi, Mawar melihat banyak turis yang tersenyum cerah sama seperti cuaca di Sisilia pagi ini. Mawar sedikit bernapas lega, tampak tak ada polisi atau tentara bersenjata seperti bayangannya.Sisilia menawarkan keindah
Papergbag berisi banyak makanan, berada di tangannya.Keduanya berjalan sambil tersenyum, dan akan mengumumkan kehamilan Delisha ke orang tua Ayden. Usia yang tak lagi muda untuk mereka semua, tapi, Delisha dan Ayden menyambut antusias kehadiran Cheryl.Dulu sekali, saat masih remaja, bodoh dan naif, mereka merasa kehamilan itu awal bencana, teringat saat keduanya bolos sekolah demi mengugurkan anak walau gagal, berkali-kali menelan pil untuk mengugurkan anak, makan nanas mudah soda seperti yang orang-orang bilang, nyatanya tak berhasil."Mama." Delisha langsung bersorak norak, ketika memasuki ruang tamu.Ibu Ayden yang sudah tua dengan kulit keriput walau masih cantik tersenyum ke arahnya."Mama." Delisha memeluk Ibu Ayden, sosok ibu itu bisa dia rasakan, ketika dia hidup tidak pernah merasakan bagaimana punya ibu yang sayang dan peduli padanya."Papa." Delisha juga memeluk Papa mertua."Mama
"Di antara banyaknya kejadian, di antara semua kejadian yang entah sengaja atau tidak, pertemuan bersama kamu adalah sebuah pertemuan yang selalu membuatku bersyukur di antara semua embusan napas ini.Terima kasih, telah hadir dalam hidupku, terima kasih telah mengisi hari-hariku yang terasa suram dan seolah tak masa depan yang menjanjikan di sana, tapi, kehadiran kamu mencerahkan semuanya." Delisha tersenyum pada Ayden memegangi wajah laki-laki itu. Saat mengingat kisah hidupnya, dan juga perjalanan panjang ini rasanya air matanya terus saja meleleh, Ayden sengaja Tuhan ciptakan untuknya.Ayden menyeka air mata wanita cantik itu. Rumah tangga mereka terasa damai, usia yang matang membuat sama-sama mengerti dan mengalah. Telah saling mengenal nyaris seumur hidup, membuat Delisha dan Ayden sama-sama memahami."Terkadang, kalau dipikir-pikir, semuanya sudah Tuhan atur. Ya, dulu, aku merasa Tuhan kejam dan Tuhan tidak adil, tapi, ketika aku menari
Delisha tidak menyangka, ketika orang lain menikah di usia 20-an, maka, dia akan merasakan jadi pengantin baru di usia 36 tahun. Bukan lagi usia yang muda.Tidak ada acara mewah, tidak ada pesta di gedung seperti menikah banyakan wanita seperti seorang Princess. Cukup, dia terus bersama laki-laki itu.Kerasnya hidup membuat Delisha terus belajar, tak perlu banyak menuntut, asal bersyukur dengan apa yang kamu punya sekarang, maka, semuanya terasa lebih dari cukup.Wanita itu mematut dirinya di cermin. Gaun velvet brokat simple warna putih tulang yang Delisha pilih. Dia akan menambahkan mahkota kecil di kepalanya."Ah, sudah tua." Wanita itu berbicara pada dirinya sendiri dan menggeleng, takdir menuntun hidupnya untuk menemukan belahan jiwanya ketika berusia 36 tahun, setelah melewati banyak hal bersama.Tak terasa, bulir bening setitik merembes melewati pipi kiri. Tidak ada yang dia punya di dunia kecuali Ayden. Wanita
"Anak Mami yang cantik, setahun itu rasanya cepat, lambat, menyiksa, kelam, terpendam. Tidak menyangka, kamu pergi untuk selamanya. Setahun berlalu, tapi, Mami tak pernah lihat senyuman kamu kecuali hanya dalam mimpi. Bahkan, udah jarang mami mimpi. Kenapa? Udah nggak rindu Mami, lagi? Udah bahagia di sana?" Delisha masih bersungut sambil curhat, di kuburan Cheryl."Ah, Mami masih belum ikhlas. Tapi ... Hari ini, dengan segala kelemahan, Mami datang untuk pertama kalinya ke sini. Ini bukan hal yang mudah, Nak. Tapi, perlahan Mami bisa bangkit. Kamu pergi, tapi, penyesalan terdalam dari kami semua takkan pernah kami lupa sama kami menyusulmu. Mami tahu, kamu pernah menyebut, Mami sebagai Mami yang kejam di muka bumi ini." air mata itu tak berhenti mengalir, bahkan semakin deras seperti air terjun Niagara. Padahal, Delisha sudah berjanji untuk melupakan semuanya, tapi kembali lagi ke kuburan, sama seperti kembali mengingat memori lama yang tersimpan, dan luka itu kembali
Enam bulan kemudian.Tidak mudah bagi Delisha untuk melewati ini semua. Dia terus saja menangis seperti orang gila, bahkan Delisha memilih resign dari pekerjaannya. Harusnya dia menyibukkan diri dengan bekerja agar tidak mengingat Cheryl terus-terusan, tapi Delisha tahu dia tidak akan bisa bekerja dengan tenang, daripada dia terus menangis saat bekerja, lebih baik Delisha mengurus anak-anaknya—berbagai macam bunga.Mulai menata diri, dan memperhatikan asupan.Bersama Ayden, Delisha bisa sampai sejauh ini. Jika tidak, mungkin dia sudah tinggal nama. Cheryl adalah alasan dia bertahan hidup, tapi saat putrinya pergi, dia tidak punya alasan lagi.Delisha menyisir rambutnya yang terus saja rontok, tapi dia sudah menata hidupnya, makan dengan teratur dan memberi vitamin rambut.Delisha sekarang jadi pengrajin bunga, dia menanam berbagai tanaman di samping rumahnya, yang ada gazebo. Delisha belum berani untuk mengunjung
Detik ini Delisha tahu hidupnya berubah, menit ini dia tahu putrinya yang cantik hanya tinggal nama. Berkali-kali dia pingsan, terbangun dan kembali pingsan, jika dia belum siap menerima kenyataan yang ada.Wanita itu terbaring lemah di atas kasur, jiwanya dibawa pergi, Cheryl pergi! Cheryl meninggalkan dirinya untuk selamanya, putri yang dia rawat dari kecil, putri cantik yang Delisha cinta sepenuh hati. Hatinya begitu sakit, tidak bersemangat untuk melakukan apa-apa."Lisha!" Delisha tak ingin mendengar apa-apa. Rasanya dia hanya ingin menangis, atau ikut meloncat ke kuburan Cheryl.Tubuhnya lemah. Saat merasakan sapuan itu Delisha semakin menutup matanya, jiwanya serasa ikut terbang, tidak ikhlas sama sekali!"Sayang." Delisha memekakan telinga dan mengunci semua indranya.Ini berat! Sangat berat!Ayden tahu, semuanya berubah dan tak lagi sama. Mungkin seumur hidupnya akan dia habiskan untuk penyesalan.