Share

Pemindahan Perawatan

“I-ini kan, d-dia …” ucap Rangga terbata-bata, keringat mulai membasahi keningnya. Malihat itu, tentu saja membuat Zaldi terkejut.

“Ga, ada apa?”

“B-ba-baju ini Zal, aku tahu siapa pemakainya. Karena tadi siang wanita itu yang sudah menyelamatkan nyawaku,” jawab Rangga, membuat Zaldi kaget bukan kepalang.

“Apa maksudmu, Ga?”

Flash back on***

Saat aku baru saja keluar dari kantor pengacara untuk menyerahkan data-data kelengkapan gugatan kerjasama dengan salah satu relasi bisnis, tiba-tiba saja dua unit motor menghentikan laju kendaraan yang sedang kukemudikan. Disebuah tempat yang tidak terlalu ramai, dua orang menghampiriku dan mengetuk kaca pintu mobilku.

Tok! Tok! Tok!

Akupun hanya membuka sedikit kaca mobilku.

“Turun!” ucap salah seorang dari mereka dengan mendelikan kedua matanya.

“Turun atau kuhancurkan mobilmu sekalian!” kembali orang itu mengeluarkan ancaman.

Dengan ketakutan, terpaksa kuikuti kemauannya. Kemudian kedua orang itu menarikku dan menghempaskan tubuhku mepet dengan mobilku. Dengan gerakan secepat kilat, orang itu mengunci tubuhku dengan posisi lengan kirinya mengapit leherku, sementara tangan kanannya telah memegang pisau lipat dan ditempelkan kepipiku.

“Jangan bergerak, atau benda dingin dan tajam ini akan menyentuh tepat di jantungmu! Cepat, kalian periksa tas dan isi mobilnya!” Orang itu mengancamku dan berteriak memerintah pada ketiga orang lainnya.

“Hei! B*nc* lu pada ya, beraninya keroyokan sama orang tua? Sini lu hadapin gue!” Sebuah teriakan lantang dari seorang perempuan muda, mengalihkan perhatian semua orang di sana. Dengan gayanya yang sudah memasang kuda-kuda siap untuk bertarung, membuat keempat kawanan itu terpancing emosi. Karena mereka menganggap yang menantang mereka kali, ini hanya seorang wanita kurus yang sok jago dan ingin jadi pahlawan.

“Hei cantik, gosah ikut campur urusan orang! Mendingan tunggu bentaran, setelah selesai dengan tua bangka ini, kita senang-senang. Ok sayang?” jawab salah seorang dari mereka seraya mengedipkan matanya pada wanita itu.

Pletak!

Sebuah batu tepat mengenai kepala seseorang yang kepalanya botak, darah segar mengucur karena batu tersebut rupanya tajam.

“Br*ngs*k! Kalian, bereskan wanita itu!” hardiknya yang masih mengunci leherku.

Nampak dua orang laki-laki itu bergerak cepat kearah wanita tadi, dengan sigap dan hanya dengan beberapa pukulan saja, kedua orang tadi kewalahan dan nyaris pingsan dibuatnya. Hingga akhirnya laki-laki yang mengancamku itu melepaskan kunciannya, langsung berlari kearah wanita jagoan itu. Namun sayang, nasibnya pun tak kalah berbeda dengan kedua temannya yang lain. Bahkan jika tidak keburu mengucapkan kata ampun, mungkin orang itu sudah dibabat habis oleh perempuan itu.

Tanpa ba bi bu lagi, keempat orang tadi langsung melarikan diri. Dan wanita itu kemudian mendekatiku, “Bapak terluka? Mari saya lihat,” ucapnya sopan dan lembut.

“Tidak, Nak. Saya tidak apa, terima kasih karena sudah menolong bapak. Kalau tidak ada Nak, mungkin bapak sekarang sudah tak selamat lagi,” jawabku penuh rasa syukur.

“Baiklah, kalau begitu saya pamit pak. Lain kali jangan biasakan jalan sendirian, apalagi di jalan sepi kaya gini,” ujar wanita itu seraya membalikkan badannya dan berlari menghampiri kendaraan roda dua sport miliknya, tanpa sempat untuk berkenalan sebelumnya.

Flash back off***

“Itulah yang terjadi tadi siang Zal, aku yakin wanita yang di dalam sana, adalah wanita yang sama dengan penolongku tadi.” Rangga membeberkan kronologis kejadian yang dialaminya, dengan sorot mata yang berharap sahabatnya itu mempercayai yang diucapkannya pada akhir kisahnya.

“Tapi banyak perempuan yang memiliki blouse seperti ini Ga, kita belum tahu juga nama wanita yang sudah membantumu. Mungkin saja itu orang lain,kan?” Zaldi menyanggah ucapan sahabatnya.

“Aku yakin itu dia, Zal. Kalau tidak, kenapa hatiku menolak saat tadi kamu mengajakku meninggalkannya untuk membuat laporan ke kantor polisi. Sekarang aku tahu jawabannya, Zal,” sahut Rangga tetap keukeuh pada pendiriannya.

“Baiklah, anggaplah itu benar. Lalu apa yang akan kamu lakukan untuk membantunya?” Zaldi melontarkan pertanyaan yang seketika membuat Rangga kembali berseri.

“Kamu harus membantuku, Zal!” Kemudian Rangga membeberkan rencana yang ia miliki dengan berbisik di telinga Zaldi, membuat sahabatnya itu membelalakan matanya dengan sempurna.

“Kamu yakin, Ga?” Seakan ingin memastikan niat sahabatnya itu, yang langsung mendapat jawaban dari pertanyaannya dengan sebuah anggukan kepala.

“Belum pernah aku seyakin sekarang ini, Zal.” Rangga menjawab pertenayaan Zaldi tanpa ada keraguan sedikitpun dibenaknya.

Mendengar jawaban dari sahabatnya itu Zaldi pun tersenyum, dan menepuk pelan bahu Rangga seraya berlalu dari hadapan Rangga untuk melaksanakan rencana yang dimiliki mereka berdua. Sementara Rangga masih tetap duduk di tempat semula sambil menunggu sahabatnya, ia kembali menatap nanar pada benda di dalam plastik bening yang sedang ia pegang saat ini.

“Apa yang terjadi denganmu, Nak? Siapa yang telah tega melakukan hal sekeji ini padamu? Bertahanlah, Nak. Aku akan membantumu, seperti kamu yang tanpa ragu telah menolongku,” gumam Rangga dalam hatinya, tanpa ia sadari setetes air mata lolos mengalir di pipinya.

“Permisi, pak. Bisa kita bicara sebentar?” tanya seorang pria menghampiri Rangga.

Rangga tersentak dengan kehadiran pria itu, kemudian memandang wajahnya dengan seksama, seakan sedang meneliti dan mengingat-ingat apakah dirinya kenal dengan orang itu atau tidak.

“Saya Dokter yang menangani pasien yang bapak bawa tadi, ada yang ingin saya tanyakan,” ucap pria itu, ternyata adalah seorang dokter yang menangani wanita itu.

“Oya Dok, maaf saya masih bingung. Ada apa, Dok?” Rangga langsung mencecar dokter itu dengan pertanyaan.

“Begini, pak. Tanpa sengaja saya tadi mendengar, kolega bapak mengajukan pemindahan perawatan pasien, dengan alasan pribadi …” sang Dokter menjeda sejenak ucapannya.

“Kalau boleh saya tahu, apa bapak meragukan kemampuan rumah sakit ini dalam menangani pasiennya?” Dokter itu pun kemudian melanjutkan perkataannya, matanya menatap tajam pada Rangga menuntut jawaban yang jelas darinya.

“Bukan seperti itu maksud saya, Dok. Hanya saja, saya ingin bisa selalu memantau keadaan wanita itu. Kalau di sini, terlalu jauh jaraknya, meski masih bisa ditempuh dengan menggunakan kendaraan. Hanya saja, satu jam yang diperlukan untuk ke sini, saya rasa terlalu lama. Makanya saya akan membawanya ke tempat kolega saya bekerja,” beber Rangga menjelaskan alasannya.

“Baiklah, saya harap memang itu alasannya.” Dokter itu berkata seakan belum yakin dengan jawaban yang dilontarkan Rangga barusan.

“Apa maksud Anda? Alasan apa yang harus saya miliki saat ini? Bahkan saya tidak mengenal siapa yang di dalam sana! Saya hanya ingin menolongnya, itu saja!” Rangga hampir meledak emosinya, saat orang yang ada dihadapannya ini meragukan jawabannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status