“Baiklah, saya menghargai privasi Anda. Satu hal yang harus saya katakan, saya lupa tadi menyampaikannya, bahwa pasien saat ini sedang mengandung janin berusia sekitar enam minggu.”“A-apaa? Hamiiil?” Rangga menatap wajah dokter itu dengan ekspresi terkejut bukan main. “Ya, itu saja yang ingin saya sampaikan. Permisi!” Dokter itu kemudian berdiri dan berlalu meninggalkan Rangga yang masih terkejut dengan informasi yang baru saja didengarnya.Pria itu masih duduk tepekur dikursi, bergelut dengan pikirannya sambil menunggu Zaldi menyelesaikan urusan administrasi. Jelas sekali terlihat wajah kusutnya, seakan tengah menyimpan beribu beban dipundaknya. “Ga, Aku sudah menyelesaikan semuanya. Wanita itu sedang dalam proses persiapan pemindahan perawatan,” beber Zaldi yang tiba-tiba saja sudah duduk bersama Rangga.Zaldi yang melihat sahabatnya itu hanya diam tanpa menunjukan ekspresi apapun, merasa heran. Tak biasanya Rangga mengacuhkan ucapan dirinya seperti saat ini.“Ada apa lagi, Ga?” Z
“Wanita yang kau tolong itu, sekarang ….”“Sebentar Zal, wanita yang mana?” Rangga menatap sahabatnya dengan raut wajah yang bingung.“Hah sudahlah! Ikut saja denganku!” Zaldi pun kemudian mengambil jas putihnya kemudian kembali berlari tanpa mengindahkan sahabatnya itu mengikutinya atau tidak. Masih dalam kondisi belum sepenuhnya tersadar dengan keadaan, Rangga pun mengikuti Zaldi berlari menyusuri koridor rumah sakit. Setelah melihat sahabatnya itu memasuki ruang ICU, langkahnya terhenti dan tercenung sejenak, ‘Siapa yang di dalam sana? Mengapa Zaldi terlihat begitu panik?’ Monolognya dalam hati.Meskipun begitu ia akhirnya tetap melanjutkan langkahnya, menuju ruangan di mana Zaldi sedang melakukan tugasnya. Dirinya berdiri mematung memperhatikan sahabatnya yang seperti sedang dilanda kepanikan luar biasa di dalam sana. Tak lama kemudian masuk seseorang yang ia tahu bahwa itu adalah dokter ahli kandungan. Seorang perawat hendak menutup tirai
“Apa ini?”Tertera Zora Intan Prameswari disampul surat, berlogo sebuah klinik kesehatan. Bergegas pria itu membuka surat tersebut, seketika itu pula matanya terbelalak kala ia telah membaca semua yang tertulis dalam surat itu.“Ya Tuhan! Apa yang sudah kulakukan?” Pria itu terduduk lemas diatas kasur, sembari mengusap wajahnya kasar dan bergumam.“Jadi, kamu sedang mengandung buah hati kita sayang? Karena itukah, kamu mendesakku untuk segera menikah?” Kembali laki-laki itu mengungkapkan penyesalannya, bahkan kini tanpa ia sadari tetesan air matanya mulai membasahi kedua pipinya.Wajah tampan nan rupawan itu kini tergugu, kala menyadari kekeliruannya. Semakin lama tangisan itu berubah menjadi raungan yang menyesakkan. Tiba-tiba saja ia bangkit dan berlari menuju balkon tempatnya tadi ia bersantai, seperti orang gila ia mencari-cari serpihan kecil foto mereka yang sudah ia hancurkan, kini dipungutinya satu per satu serpihan itu bersama uraian air m
Namun semua mimpi dan harapannya lenyap, saat suatu hari Hendrick memberikan sebuah kenyataan yang membuat Rangga sangat murka. Dan hal inilah yang disesalinya hingga kini ….Hendrik yang saat itu telah dijodohkan dengan salah satu keluarga bangsawan dari suku Jawa, menolak perjodohan itu dengan dalih bahwa ia telah jatuh cinta dengan seorang wanita cantik yang dikenalnya kala menunaikan ikatan dinas kedokterannya di sebuah desa terpencil. Bahkan dalam waktu dekat berniat akan melamarnya.Mendengar jawaban jujur dari putranya itu, Rangga murka dan memberikan pilihan pada Hendrik. Menikah dengan wanita pilihan Rangga, atau tetap menikahi wanita pilihan putranya, tapi harus rela kehilangan semua fasilitas yang ia miliki sekarang.Hendrick yang saat itu sudah merasa yakin dengan pilihannya, akhirnya memilih melepaskan semuanya, ia pergi hanya menggunakan pakaian yang melekat dibadannya. Hal itu sungguh diluar perkiraan Rangga, bahwa putranya memilih jalannya sendiri.Itulah terakhir kali
“Dokter Abram. Tapi mulai hari ini beliau mengajukan cuti, selama tiga hari. Tapi anehnya, semua perawat dan dokter yang terlibat malam itu dipindah tugaskan secara mandadak. Hanya tertinggal Dokter Abram saja, termasuk saya sendiri. Kebetulan saat pasien datang, saya baru saja berganti shiff. Jadi tidak ikut dimutasi, entah itu suatu kebetulan belaka atau juga sebuah konspirasi. Saya tidak tahu,” tutur perawat itu menjelaskan.Mendengar informasi yang diberikan barusan, pria yang sejak tadi hanya diam menyimak, tiba-tiba mengeluarkan ponselnya dan kemudian menghubungi seseorang.“Hallo Boss, kami dapatkan informasi dari salah seorang perawat yang bertugas,”[ …]“Baik, Boss!” Kemudian pria itu memberikan ponselnya pada perawat tersebut, sang boss ingin bicara langsung dengan yang bersangkutan.“Ya, ha-hallo?” Perawat itu menyapa dengan terbata-bata karena didera gugup yang menyerangnya tiba-tiba.[ … ]“Iya benar, Tuan, apa yang saya ketahui sudah saya sampaikan pada mereka. Dan mer
Suasana malam kali ini belumlah terlalu larut, tapi karena tempat yang sedang dituju oleh Rangga kali ini adalah sebuah daerah yang sangat terpencil, maka terasa begitu mencekam. Ditambah lagi lampu penerangan dari PLN, belum sampai di tempat tersebut. Rimbunnya pohon-pohon besar disepanjang jalan, membuat bulu kuduk meremang bagi siapun yang melewati jalan itu.Dari kejauhan yang tersorot oleh lampu mobil yang sedang dikemudikan oleh Rangga, nampak sesosok wanita dengan pakaian compang-camping berusaha menghentikan laju mobilnya. Tentu saja hal itu membuat jantung Rangga seakan berhenti seketika, dan kemudian melambatkan kecepatan kendaraannya. Terlihat wanita itu berjalan lemah dan sempoyongan ke arah mobilnya, kemudian ambruk seketika. Rangga pun dengan segera menghentikan kendaraannya, tapi tidak langsung menghampiri wanita itu. Dirinya masih dalam keadaan waspada dan memperhatikan sekeliling, khawatir jika dirinya masuk kedalam perangkap orang jahat. Tangannya mencari