“Dokter Abram. Tapi mulai hari ini beliau mengajukan cuti, selama tiga hari. Tapi anehnya, semua perawat dan dokter yang terlibat malam itu dipindah tugaskan secara mandadak. Hanya tertinggal Dokter Abram saja, termasuk saya sendiri. Kebetulan saat pasien datang, saya baru saja berganti shiff. Jadi tidak ikut dimutasi, entah itu suatu kebetulan belaka atau juga sebuah konspirasi. Saya tidak tahu,” tutur perawat itu menjelaskan.
Mendengar informasi yang diberikan barusan, pria yang sejak tadi hanya diam menyimak, tiba-tiba mengeluarkan ponselnya dan kemudian menghubungi seseorang.“Hallo Boss, kami dapatkan informasi dari salah seorang perawat yang bertugas,”[ …]“Baik, Boss!”Kemudian pria itu memberikan ponselnya pada perawat tersebut, sang boss ingin bicara langsung dengan yang bersangkutan.“Ya, ha-hallo?” Perawat itu menyapa dengan terbata-bata karena didera gugup yang menyerangnya tiba-tiba.[ … ]“Iya benar, Tuan, apa yang saya ketahui sudah saya sampaikan pada mereka. Dan mereka bilang saya akan mendapat hadiah dari Tuan,”[ … ]“Baiklah, Tuan, terima kasih.”Kemudian ponsel itu diberikan kembali pada pemiliknya, lalu ia pun memberikan sebuah gambar foto candid yang ia miliki pada salah satu pria itu.“Ini foto orang yang menolong pasien kemarin malam, namanya Rangga Pramudya. Saya tidak tahu apa hubungan mereka, yang saya tahu pria itu membawa korban pindah perawatan malam itu juga, dengan terburu-buru.““Dan satu lagi, Tuan bilang hadiahnya sudah ada sama bapak-bapak ini. Tolong berikan itu sekarang pak, sebelum teman saya mencari untuk gantian tugas,” pungkas perawat itu.“Baiklah, tunggu sebentar!” Kemudian pria itu terlihat mengeluarkan sebuah kertas berbentuk persegi panjang dan memiliki logo nama sebuah Bank dari dalam tas ransel, dan memberikannya pada perawat itu.Seketika mata sang perawat terbelalak sempurna, ketika melihat deretan nol dibelakang angka yang tertera dikertas.“Te-terima kasih, pak. Senang bekerjasama dengan kalian,” ucap perawat itu dengan senyum mengembang dibibirnya, kemudian berlalu meninggalkan kedua pria yang menatap kepergiannya dengan tatapan yang mengerikan.Wanita itu belum menyadari, bahaya telah mengintai dirinya sejak pertama kali ia menemui kedua pria itu dan berbicara dengan mereka, terlebih setelah berbicara dengan sang bos besar.Kembali terdengar suara dering telepon masuk, dengan buru-buru salah satu pria itu menjawabnya.“Ya, Boss?”[ … ]“Sudah, Boss.”[ … ]“Siap, Boss. Laksanakan!”Kemudian pembicaraan pun berhenti. Kedua orang itu lalu beranjak, menuju kendaraan yang mereka parkir di tempat strategis, sehingga bisa memperhatikan suasana di dalam rumah sakit dari jarak aman dari perhatian orang lain.Cukup lama mereka mengawasi setiap orang yang keluar masuk dari rumah sakit tersebut, hingga kemudian munculah seseorang yang mereka tunggu kedatangannya dari tadi.Terlihat orang itu menaiki sebuah kendaraan yang baru saja menghampirinya, tanpa menunggu waktu lama, kedua pria suruhan Tuan Adi mengikuti orang itu pergi. Dengan kecepatan sedang, mereka membelah jalan raya siang itu, tanpa mengetahui kemana arah tujuannya, hanay mengikuti kendaraan yang dinaiki oleh orang yang diincarnya.Tak lama kemudian, nampak mobil yang mereka ikuti berhenti disebuah rumah. Dan orang yang mereka incar pun, terlihat memasuki rumah tersebut setelah sebelumnya membuka tas yang dibawanya. Wanita itu membuka tasnya dan kemudian mengambil sesuatu dari dalam sana, setelah itu ia masuk kedalam rumahnya.Kedua orang suruhan itu, tetap memperhatikan dari jarak yang cukup aman. Hingga tak lama kemudian, nampak perempuan itu kembali keluar dari rumahnya. Sebuah sepeda motor nampak berhenti tepat didepan rumah, kala wanita itu baru saja menggembok pagar rumahnya. Kemudian ia pun naik berboncengan, dan bergegas kedua pria itu mengikutinya.Hingga di sebuah jalanan yang cukup sepi, salah seorang pria itu mengeluarkan sebuah benda yang sangat menakutkan bagi orang-orang tertentu. Orang itu nampak sedang memeriksa selongsong peluru dan kemudian menyambung moncong pistol dengan peredam suara. Setelah yakin senjata itu akan berfungsi, pria lainnya mengatur jarak kendaraannya dengan motor yang diikutinya sejak tadi.Pishh!Bunyi pistol yang nyaris tersamarkan oleh desiran angin, membuat orang tak sadar jika telah terjadi penembakan. Dengan sedikit menambah kecepatan, orang itu kemudian menyalip motor itu yang kemudian tampak pengendaranya menghentikan laju kendaraannya.Begitupun dengan kedua orang itu, mereka pura-pura berhenti dan bergegas keluar dari mobilnya, kemudian menghampiri seorang pria yang sedang panik berteriak minta tolong.“Ada apa, pak?” Salah satu pria itu bertanya seraya duduk disebelah pria itu, dan berpura-pura memberikan simpati.“Ini penumpang saya, tiba-tiba saja terjatuh dari motor. Seperti ada yang menembaknya, tapi saya tidak mendengar suara apapun, dan lihatlah ini, punggungnya terluka, napasnya pun sudah lemah sekali,” jawab pria itu yang ternyata adalah tukang ojek yang disewa oleh wanita perawat serakah itu.“Kalau begitu, bawa segera ke rumah sakit pak, mari biar saya antarkan,” sahut seseorang pria lainnya yang kebetulan ikut menghentikan kendaraannya.Tanpa banyak bicara, beberapa orang yang berkerumun itu lalu membantu menaikan tubuh yang bersimbah darah itu masuk ke dalam mobil dan membaringkannya di kursi belakang sopir. Tak lama kemudian, mobil itu pun berlalu dan kemudian orang-orang yang berkerumun itu pun langsung membubarkan diri. Termasuk kedua orang suruhan Bos Adi, mereka berdua saling melemparkan pandangan satu sama lain, disertai sebuah senyuman keberhasilan telah melaksanakan tugas dengan baik.[ Done! ] send.Suasana malam kali ini belumlah terlalu larut, tapi karena tempat yang sedang dituju oleh Rangga kali ini adalah sebuah daerah yang sangat terpencil, maka terasa begitu mencekam. Ditambah lagi lampu penerangan dari PLN, belum sampai di tempat tersebut. Rimbunnya pohon-pohon besar disepanjang jalan, membuat bulu kuduk meremang bagi siapun yang melewati jalan itu.Dari kejauhan yang tersorot oleh lampu mobil yang sedang dikemudikan oleh Rangga, nampak sesosok wanita dengan pakaian compang-camping berusaha menghentikan laju mobilnya. Tentu saja hal itu membuat jantung Rangga seakan berhenti seketika, dan kemudian melambatkan kecepatan kendaraannya. Terlihat wanita itu berjalan lemah dan sempoyongan ke arah mobilnya, kemudian ambruk seketika. Rangga pun dengan segera menghentikan kendaraannya, tapi tidak langsung menghampiri wanita itu. Dirinya masih dalam keadaan waspada dan memperhatikan sekeliling, khawatir jika dirinya masuk kedalam perangkap orang jahat. Tangannya mencari
“I-ini kan, d-dia …” ucap Rangga terbata-bata, keringat mulai membasahi keningnya. Malihat itu, tentu saja membuat Zaldi terkejut.“Ga, ada apa?”“B-ba-baju ini Zal, aku tahu siapa pemakainya. Karena tadi siang wanita itu yang sudah menyelamatkan nyawaku,” jawab Rangga, membuat Zaldi kaget bukan kepalang.“Apa maksudmu, Ga?”Flash back on***Saat aku baru saja keluar dari kantor pengacara untuk menyerahkan data-data kelengkapan gugatan kerjasama dengan salah satu relasi bisnis, tiba-tiba saja dua unit motor menghentikan laju kendaraan yang sedang kukemudikan. Disebuah tempat yang tidak terlalu ramai, dua orang menghampiriku dan mengetuk kaca pintu mobilku.Tok! Tok! Tok!Akupun hanya membuka sedikit kaca mobilku.“Turun!” ucap salah seorang dari mereka dengan mendelikan kedua matanya. “Turun atau kuhancurkan mobilmu sekalian!” kembali orang itu mengeluarkan ancaman.Dengan ketakutan, terpaksa kuikuti kemauannya. Kemudian kedua orang itu menarikku dan menghempaskan tubuhku mepet dengan
“Baiklah, saya menghargai privasi Anda. Satu hal yang harus saya katakan, saya lupa tadi menyampaikannya, bahwa pasien saat ini sedang mengandung janin berusia sekitar enam minggu.”“A-apaa? Hamiiil?” Rangga menatap wajah dokter itu dengan ekspresi terkejut bukan main. “Ya, itu saja yang ingin saya sampaikan. Permisi!” Dokter itu kemudian berdiri dan berlalu meninggalkan Rangga yang masih terkejut dengan informasi yang baru saja didengarnya.Pria itu masih duduk tepekur dikursi, bergelut dengan pikirannya sambil menunggu Zaldi menyelesaikan urusan administrasi. Jelas sekali terlihat wajah kusutnya, seakan tengah menyimpan beribu beban dipundaknya. “Ga, Aku sudah menyelesaikan semuanya. Wanita itu sedang dalam proses persiapan pemindahan perawatan,” beber Zaldi yang tiba-tiba saja sudah duduk bersama Rangga.Zaldi yang melihat sahabatnya itu hanya diam tanpa menunjukan ekspresi apapun, merasa heran. Tak biasanya Rangga mengacuhkan ucapan dirinya seperti saat ini.“Ada apa lagi, Ga?” Z
“Wanita yang kau tolong itu, sekarang ….”“Sebentar Zal, wanita yang mana?” Rangga menatap sahabatnya dengan raut wajah yang bingung.“Hah sudahlah! Ikut saja denganku!” Zaldi pun kemudian mengambil jas putihnya kemudian kembali berlari tanpa mengindahkan sahabatnya itu mengikutinya atau tidak. Masih dalam kondisi belum sepenuhnya tersadar dengan keadaan, Rangga pun mengikuti Zaldi berlari menyusuri koridor rumah sakit. Setelah melihat sahabatnya itu memasuki ruang ICU, langkahnya terhenti dan tercenung sejenak, ‘Siapa yang di dalam sana? Mengapa Zaldi terlihat begitu panik?’ Monolognya dalam hati.Meskipun begitu ia akhirnya tetap melanjutkan langkahnya, menuju ruangan di mana Zaldi sedang melakukan tugasnya. Dirinya berdiri mematung memperhatikan sahabatnya yang seperti sedang dilanda kepanikan luar biasa di dalam sana. Tak lama kemudian masuk seseorang yang ia tahu bahwa itu adalah dokter ahli kandungan. Seorang perawat hendak menutup tirai
“Apa ini?”Tertera Zora Intan Prameswari disampul surat, berlogo sebuah klinik kesehatan. Bergegas pria itu membuka surat tersebut, seketika itu pula matanya terbelalak kala ia telah membaca semua yang tertulis dalam surat itu.“Ya Tuhan! Apa yang sudah kulakukan?” Pria itu terduduk lemas diatas kasur, sembari mengusap wajahnya kasar dan bergumam.“Jadi, kamu sedang mengandung buah hati kita sayang? Karena itukah, kamu mendesakku untuk segera menikah?” Kembali laki-laki itu mengungkapkan penyesalannya, bahkan kini tanpa ia sadari tetesan air matanya mulai membasahi kedua pipinya.Wajah tampan nan rupawan itu kini tergugu, kala menyadari kekeliruannya. Semakin lama tangisan itu berubah menjadi raungan yang menyesakkan. Tiba-tiba saja ia bangkit dan berlari menuju balkon tempatnya tadi ia bersantai, seperti orang gila ia mencari-cari serpihan kecil foto mereka yang sudah ia hancurkan, kini dipungutinya satu per satu serpihan itu bersama uraian air m
Namun semua mimpi dan harapannya lenyap, saat suatu hari Hendrick memberikan sebuah kenyataan yang membuat Rangga sangat murka. Dan hal inilah yang disesalinya hingga kini ….Hendrik yang saat itu telah dijodohkan dengan salah satu keluarga bangsawan dari suku Jawa, menolak perjodohan itu dengan dalih bahwa ia telah jatuh cinta dengan seorang wanita cantik yang dikenalnya kala menunaikan ikatan dinas kedokterannya di sebuah desa terpencil. Bahkan dalam waktu dekat berniat akan melamarnya.Mendengar jawaban jujur dari putranya itu, Rangga murka dan memberikan pilihan pada Hendrik. Menikah dengan wanita pilihan Rangga, atau tetap menikahi wanita pilihan putranya, tapi harus rela kehilangan semua fasilitas yang ia miliki sekarang.Hendrick yang saat itu sudah merasa yakin dengan pilihannya, akhirnya memilih melepaskan semuanya, ia pergi hanya menggunakan pakaian yang melekat dibadannya. Hal itu sungguh diluar perkiraan Rangga, bahwa putranya memilih jalannya sendiri.Itulah terakhir kali