Betapapun terkejutnya Maman saat melihat kedua sosok tersebut ada di depan pintu ruang kerjanya, ia buru-buru segera menaiki tangga untuk menemui mereka. Kehadiran kedua sosok tersebut secara bersamaan pasti berkaitan dengan sesuatu yang penting.
Segera, Maman sudah berhadapan dengan kedua sosok tersebut. Meskipun sedikit lelah karena harus menaiki tangga secara terburu-buru ia tetap tersenyum sambil bertanya.
"Eh tumben kalian berdua ada disini?."
Dua orang yang menunggu Maman dari tadi adalah Simon dan Mursalim.
"Bukannya tadi Pak Maman yang menyuruh kami kesini?." Mursalim mengingatkan Maman soal pesan singkat yang masuk ke ponselnya yang meminta dia sehabis jam istirahat agar segera ke ruang kerjanya.
"Astagaa!!!." Maman menepuk jidatnya, bagaimana ia bisa lupa?. Dia memang berencana untuk mengadakan diskusi kecil bersama Simon dan Mursalim soal pembenahan sistem yang ada di
Maman dengan tenang berjalan menuju ke ruang kerja Bu Ros. Ruang tersebut terletak di sebelah kanan dari arah masuk gedung utama, ruang kerja yang sekaligus difungsikan juga menjadi ruang tamu.Dari luar Maman melihat Bu Ros sedang menerima tamu, Bu Ros yang duduk searah dengan pintu langsung menangkap sosok Maman yang berdiri sejenak di pintu."Selamat sore, Bu Ros!." Sapa Maman."Sore Juga, Maman...ayo masuk!." Seru Bu Ros dengan sumringah. Maman kemudian masuk ke ruang kerja Bu Ros, saat melewati sosok tamu Bu Ros ia sempat melirik ke arahnya. Maman cukup terkejut melihat wajah sang tamu, ia sangat mengenali wajah pria ini meskipun baru satu kali bertemu."Kamu!." Pria tersebut terkejut melihat kehadiran Maman di ruang kerja Bu Ros."Ah dunia memang sempit, ternyata kita bisa bertemu disini." Maman menanggapi keterkejutan pria tersebut dengan dingin."Tern
Beberapa saat kemudian, di depan gedung panti asuhan.Pada saat ini, Maman sudah bersiap meninggalkan tempat tersebut. Ia baru saja menstater motornya, namun belum sempat ia menarik gas tiba-tiba terdengar suara yang memanggil namanya."Bang Maman, tunggu...!!!."Maman menoleh ke arah sumber suara. Ia melihat sosok August sedang menuju kearahnya dengan cepat. Maman kemudian turun kembali dari motornya untuk menyambut August."Maaf Bang, saya sedikit mengganggu." Suara August terdengar lebih sopan, peristiwa di ruang kerja Bu Ros barusan telah mengubah sikapnya ke Maman."Gak usah panggil Abang lah, Maman aja." Maman tidak terlalu nyaman dengan panggilan Abang dari August, baginya itu terlalu formal sementara saat ini mereka berdua ada di situasi informal."Oh iya...maaf Maman.""Gak apa-apa...ada yang bisa aku bantu lagi?." Ta
Gordo menundukkan kepalanya dengan kesal. Ia tahu, menghadapi para tamu ini membuatnya kesulitan, dan dia seharusnya tidak mencoba memprovokasi sejak tadi.Melihat Gordo hanya tertunduk, salah satu dari kelima tamu tersebut kemudian memberikan kode kepada keempat tamu lainnya untuk berdiri dan bersiap untuk meninggalkan rumah Gordo. Sebelum mereka mulai melangkah keluar, tamu yang paling dominan tadi berkata. "Sepertinya anda sudah paham maksud kami, terlalu lama disini hanya akan membuang-buang waktu!."Melihat para tamu itu akan pergi, Gordo hanya menatap sejenak ke arah mereka lalu dengan sedikit acuh tak acuh membalas. "Pergilah! Sisanya biar aku yang urus."Beberapa saat setelah kelima tamu itu pergi, seorang pria bertubuh gempal, berambut plontos, masuk ke ruang tamu. Pria tersebut kemudian menuju ke arah Gordo yang masih duduk gelisah."Aku tadi bertemu dengan lima orang aneh diluar, sia
Meskipun wanita itu sedikit takut dan ragu-ragu, Simon tak menyadarinya. Ia malah dengan sedkit kencang sambil terkekeh menarik tangan wanita tersebut untuk mengikutinya menuju ke arah sosok pria yang disangka hantu."Aku tidak tahu apa yang ada di pikiran anak ini, namun kamu jangan tersinggung. Ia menyangka kamu hantu!." Kata Simon ke Mursalim yang memang sejak tadi hanya berdiri mematung dibelakang Simon dan wanita itu sambil menyaksikan interaksi keduanya.Setelah melihat dengan jelas sosok yang ia kira hantu. Wanita itu tertunduk karena ia merasa bersalah, jelas-jelas ia salah paham."Oh ya kenalkan, ini adikku Yohana. Dia bekerja di salah satu perusahaan pemasaran." Simon memperkenalkan wanita itu ke Mursalim.Mursalim lalu mengulurkan tangannya ke Yohana. "Hai Yohana...aku Mursalim.""Dia teman kerjaku." Sambung Simon.Yohana mengangkat wajahnya lalu menyambut
Maman menyeruput kopinya dengan santai, saat ini ia duduk di teras rumahnya. Sesuai percakapannya dengan Simon tadi, ia mengundang Simon dan Mursalim datang kerumahnya malam ini.Pandangan Maman fokus terarah ke arah jalan. Suasana jalan malam ini begitu lengang meskipun beberapa kendaraan bermotor sesekali lalu lalang, cuaca sehabis hujan membuat udara cukup dingin. Maman menikmati semua itu meskipun diotaknya sedang sibuk berpikir mengenai keadaan bagian produksi.Ekspresi wajah Maman berubah-ubah sesuai dengan rumitnya sejumlah hal yang ia pikirkan. Beberapa waktu terakhir ini keadaan bagian produksi mulai banyak berubah meskipun beberapa kali gejolak perlawanan muncul, namun Maman tak khawatir jika hal itu muncul dengan begitu ia bisa lebih mudah mengenali siapa-siapa yang menjadi penghalang. Yang perlu ia perhatikan saat ini tentu saja adaptasi para karyawan yang ada di bawah pimpinannya, selain itu ia harus mengantisipasi masalah yang
Mursalim melangkah sangat cepat, ia tak menyangka jika hari ini ia telat masuk kerja. Setelah pulang dari rumah Maman semalam, ia langsung merapikan kembali catatan-catatan tentang skema perbaikan bagian produksi. Mungkin karena terlalu capek sehingga tidurnya begitu lelap, begitu ia terbangun saat melihat jam dinding ia langsung bereaksi gelagapan karena waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan pagi.Mursalim sedikit menyesal karena tidak mengaktifkan alarm tadi malam. Saat ini Mursalim sudah berada di depan ruang kerja kepala bagian produksi, setelah ia harus sedikit bersitegang dengan petugas absensi untuk meminta kompensasi akhirnya ia diizinkan untuk masuk meskipun ia harus menerima konsekuensi gajinya bulan depan dipotong karena absensi. Saat ia melongok melalui jendela, ia tak melihat sosok Maman di dalamnya.Setelah memastikan Maman tak ada di ruang kerjanya, Mursalim segera berbalik arah menuju ke lokasi prosessing. Biasanya M
Peserta rapat yang mengajukan diri tadi langsung menanggapi. "Jangan khawatir Pak, saya akan melaksanakan tugas ini sebaik-baiknya."Pak Rudy mengangguk, lalu berkata. "Untuk selanjutnya kita akan bertemu kembali guna mendengarkan hasil penyelidikanmu." Pak Rudy kemudian mengalihkan pandangan dan perhatiannya ke seluruh peserta rapat. "Untuk hari ini pertemuan kali ini saya kira sudah cukup."Seluruh peserta rapat yang kesemuanya merupakan perwakilan dari beberapa keluarga yang termasuk ke dalam keluarga besar Pratama satu per satu berdiri, setelah memberikan hormat ke Pak Rudy mereka kemudian beranjak meninggalkan tempat tersebut."Kamu jangan pergi dulu!." Cegah Pak Rudy ke arah salah satu peserta rapat tadi. Peserta rapat tersebut merupakan pria yang mengajukan diri untuk melakukan penyelidikan ke target utama mereka."Siapa namamu?." Tanya Pak Rudy ke pria tersebut. Ia cukup mengagumi
Simon percaya dengan kata-kata Maman, ia sudah lama menduga hal tersebut namun ia tidak berani untuk berinisiatif melakukan pengecekan."Kalau begitu biar aku saja yang mengecek hal tersebut." Kata Simon dengan antusias."Tidak...tidak...itu bukan jalur kerjamu. Biar nanti Mursalim yang mengerjakannya." Jawab Maman sambil menggelengkan kepala.Simon sedikit kecewa dengan jawaban Maman, namun ia sadar bahwa ada seseorang yang lebih pas untuk melaksanakan tugas itu dibanding dirinya."Kamu fokus saja ke bagian data control." Kata Maman kemudian.Simon mengangguk sambil tersenyum, ia sepenuhnya mendukung rencana Maman karena apapun yang sedang dirancang Maman pasti akan bermanfaat untuknya juga."Jadi skema perbaikan bagian produksi belum bisa kita aplikasikan?." Tanya Simon lagi."Sepertinya belum bisa kita laksanakan karena aku belum berte