Share

5

Author: pasaazka
last update Last Updated: 2021-09-30 19:31:08

Tarno segera membopong emaknya ke kamarnya sesuai instruksi adiknya. Ratih mengikuti dengan cemas di belakangnya. Sesampainya di kamar, ia membaringkan emaknya di tempat tidur. Dipan dari kayu yang tampak rapuh kayunya dengan cat putih yang mengelupas pada beberapa bagian. Kasur kapuk tipis itu ditutupi seprei yang warnanya mulai pudar dengan beberapa bantal yang ditumpuk di ujung kasur.

Ratih segera mengambil inhaler yang tersimpan di atas lemari. Lalu memasangkan di mulut Emak yang langsung dihisap dengan kuat. Wanita yang telah melahirkan Tarno dan Ratih itu mulai tenang. Nafasnya mulai teratur dan keringat di pelipisnya sudah menghilang.

Ratih sibuk mengoleskan kayu putih di perut dan dada emak. Sementara Tarno masih kebingungan dengan apa yang terjadi barusan. Baru kali ini ia melihat emaknya seperti itu. Seribu tanda tanya berputar di benaknya. Ia dengan sabar menunggu Ratih yang dengan telaten menyelimuti emak yang sedang menenangkan diri. Dio dan Dinda mengintip dari luar kamar sesekali untuk melihat apa yang terjadi.

Ratih menggeret tangan Tarno dan mengajak lelaki itu keluar kamar setelah memastikan emak nyaman dan tenang. Begitu sampai di luar kamar Tarno langsung bertanya pada Ratih, “Apa yang terjadi dengan Emak? Apa Emak sakit parah?”

“Bukan sakit tapi menurut Dokter, Emak terkena serangan panik.” Ratih menggelengkan kepalanya.

“Serangan panik? Apa itu?”

“Seperti yang kamu lihat tadi, Mas. Itu namanya serangan panik. Biasanya Emak jadi begitu saat stres atau gelisah. Mungkin Emak kaget saat mendengar perkataanmu tadi.”

“Sejak kapan? Apakah Emak sering seperti ini?”

“Aku lupa kapan tepatnya, Mas. Mungkin sekitar satu atau dua tahun terakhir ini.”

“Kenapa kamu tidak pernah mengabariku?”

“Emak melarangku, Mas. Katanya takut kamu kepikiran dan nggak fokus kerja.”

Tarno terdiam mendengar perkataan Ratih. Emak memang seperti itu, tidak mau membuat anak-anaknya khawatir dan selalu menyimpan masalahnya di depan anak-anaknya.

“Apa tidak perlu kita periksakan ke Dokter?”

“Nggak usah, Mas. Nanti akan membaik sendiri kok. Emak sedang kelelahan sekarang, biarkan dia istirahat dulu.”

“Tarno ....” Terdengar suara emak memanggil dari dalam kamar dengan pelan.

“Ya, Mak.” Tarno terburu-buru masuk ke kamar begitu mendengar panggilan emaknya. Ratih mengikuti kakak laki-lakinya di belakangnya.

“Ada apa, Mak?” tanya Tarno yang kini jongkok di samping tempat tidur Emak. Ditatapnya wanita yang telah melahirkannya dengan seksama. Rambutnya yang sudah memutih tampak berantakan. Kulitnya yang keriput membalut tubuhnya yang kurus kering sehingga tulang-tulangnya tampak menonjol. Tarno memegang tangan emak yang terasa kasar karena kerja keras yang dilakukan saat muda untuk menghidupi Tarno dan Ratih setelah ditinggal bapaknya saat Tarno kelas dua SMA.

“Kamu ada masalah apa dengan Susanti?” lirih emak.

“Mak, istirahatlah dulu. Kita bicarakan masalah ini setelah Emak baikan. Mas Tarno juga pasti lelah dan butuh istirahat sekarang setelah menempuh perjalanan jauh,” sahut Ratih. Ia memberikan kode pada Tarno lewat tatapan matanya.

Tarno yang paham dengan kode yang diberikan adiknya langsung berpura-pura menguap, “Iya, Mak. Aku mau tidur dulu. Emak juga istirahatlah dulu. Nanti kita bahas masalah ini setelah Aku dan Emak sudah istirahat.”

“Baiklah. Kamu pasti lelah, tidurlah dulu.” Emak mengangguk lemah dan memandang Tarno dengan tatapan prihatin.

Tarno berjalan keluar kamar, sementara Ratih memeriksa kondisi Emak dan membenarkan posisi selimutnya yang tersingkap.

Tarno menunggu Ratih keluar dari kamar emak dengan tak sabar. Begitu adiknya keluar kamar dan menutup pintu kamar emak, ditariknya tangan Ratih menuju ruang tamu yang letaknya cukup jauh dari kamar emak.

Di ruang tamu tampak Dio dan Dinda yang sedang menonton televisi. Keduanya tampak fokus menatap layar kotak yang menayangkan acara kartun kesukaan anak-anak dan sesekali tertawa saat muncul adegan yang lucu.

“Tih, bagaimana Emak bisa terkena serangan ... apa tadi namanya?” Tarno tampak berpikir keras mengingat-ingat apa yang dikatakan Ratih tadi.

“Serangan panik, Mas.”

“Iya itu, serangan panik. Sejak kapan dan bagaimana awal mulanya?”

“Aku lupa kapan tepatnya. Mungkin berawal sekitar dua tahun lalu dan sepertinya menjadi semakin sering setahun belakangan ini.”

“Kenapa Emak bisa seperti itu Tih? Kamu bilang tadi penyebabnya stres kan, apa ada masalah yang tidak kutahu?”

“Aku juga tidak tahu apa yang membuat Emak stres, Mas. Kamu kan tahu Emak selalu menyimpan masalahnya sendiri dan menyembunyikannya dari kita.”

Tarno setuju dengan perkataan adiknya barusan. Emak memang selalu diam dan tidak pernah cerita kepada siapa pun saat ada masalah. Dan berusaha baik-baik saja di depan anak-anaknya walaupun sebenarnya hatinya sedang hancur.

“Tidurlah dulu, Mas. Kamu pasti lelah belum istirahat sejak kemarin. Tidurlah di kamar Dio,” ucap Ratih seraya berdiri menuju kamar putranya.

Dulu, kamar itu adalah kamar Tarno, sebelum ia menikah dan pindah ke rumahnya sendiri. Setelah Dio lahir, kamar itu akhirnya ditempatinya. Setelah dibersihkan dan dicat ulang serta direnovasi pada beberapa bagian.

Tarno melemparkan tubuhnya ke atas kasur dan mulai memejamkan matanya. Tanpa menunggu lama ia langsung terlelap menuju alam mimpi. Ia merasa baru saja terlelap saat sebuah tepukan pelan mendarat di lengannya.

“Mas, bangun. Hampir magrib. Mandilah dulu lalu salat asar,” ucap Ratih.

Tarno mengucek-ucek matanya lalu menggeliat pelan sebelum bangun. Begitu sadar sepenuhnya ia mulai berjalan keluar kamar dan mencari Dinda yang ternyata sedang asyik bermain dengan Dio.

Emak tampak sibuk di dapur saat Tarno lewat dan berjalan ke kamar mandi.

“Emak sudah baikan?” tanya Tarno menghampiri emak.

“Sudah. Mandilah lalu salat. Setelah itu kita bicara.”

Tarno melanjutkan perjalanannya ke kamar mandi dan mengguyur tubuhnya begitu melepas semua pakaiannya. Badannya terasa segar sehingga rasa letih di tubuhnya berkurang. Ia merasa mampu menghadapi semua masalahnya sekarang.

**

Ratih menyuruh Dio untuk mengajak Dinda membeli jajan saat semua sudah berkumpul di ruang tamu. Ia tidak ingin gadis kecil itu mendengarkan pembicaraan tentang perceraian kedua orang tuanya. Kini hanya ada mereka bertiga di rumah itu. Emak, Ratih dan Tarno yang sudah duduk di kursi.

Emak dan Ratih sudah siap mendengarkan cerita Tarno. Alasan kenapa ia dan Susanti bercerai dan mengakhiri pernikahan yang sudah berjalan selama tiga belas tahun. Terlebih lagi Tarno yang baru pulang setelah merantau ke luar negeri selama lima tahun tiba-tiba membawa kabar yang sangat mengejutkan. Kabar tentang perceraiannya dengan Susanti.

Bahkan selama Tarno di luar negeri tidak pernah sekalipun dia membahas atau menyinggung tentang hal itu. Selama ini dia terlihat baik-baik saja. Apakah Tarno merahasiakan semuanya dari Emak dan Ratih selama ini. Tarno berutang penjelasan itu kepada Emak dan Ratih sekarang.

“Jelaskan kepada Emak sekarang. Apa alasanmu bercerai dengan Susanti. Bukankah kamu baru saja pulang. Kenapa tiba-tiba membahas masalah perceraian?” tanya emak. Mereka bahkan belum menanyakan kabar masing-masing. Hal yang umum dilakukan   sekian lama tidak bertemu, namun hal itu terlewatkan karena ada hal lain yang lebih penting.

Tarno menarik nafas panjang untuk menenangkan diri terlebih dahulu. Setelah siap dia lalu menceritakan peristiwa yang terjadi di rumahnya tadi pagi. Sesekali Tarno menarik nafas panjang untuk menekan emosinya agar tidak meluap-luap lagi. Ia ingin menjaga kondisi emak agar tidak terlalu stres memikirkan masalah yang dialaminya sekarang agar tidak terjadi serangan panik lagi. Cukup sudah dia menangis di pelukan emak tadi. Tarno berjanji tidak akan ada lagi tangis setelah ini.

Lalu Tarno mulai menceritakan apa yang terjadi tadi pagi sebelum ia datang kesini.

“Astagfirullah, Ratih nggak nyangka Mbak Susanti bisa kayak gitu. Berarti yang kita lihat waktu itu bener dia, Mak,” kata Ratih setelah Tarno selesai bercerita.

“Apa maksudmu, Tih?” tanya Tarno.

“Waktu itu aku dan Emak ke rumah kamu Mas. Emak mau ngasih sesuatu buat Dila dan Dinda. Ternyata nggak ada siapa-siapa di rumah. Pas dalam perjalanan pulang kita papasan sama motor ninja. Saat lihat cewek yang dibonceng sekilas terlihat mirip sama Mbak Susanti, tangannya waktu itu meluk ke perut cowok yang bonceng. Tapi aku nggak yakin, pas tanya ke emak juga nggak yakin kalau itu Mbak Susanti. Pas aku mau ngasih tahu kamu, sama emak dilarang. Katanya biar kamu nggak kepikiran dan fokus kerja,” kata Ratih dengan berapi-api.

“Motor ninja merah?” tanya Tarno.

“Iya Mas. Aku ingat banget sama motornya waktu itu soalnya kelihatan masih baru.”

“Berarti benar yang kamu lihat itu Susanti. Karena motornya Joko ya motor ninja warna merah itu,” gumam Tarno.

Emak hanya diam dan memandang prihatin ke arah Tarno.

“Kamu yakin dengan keputusanmu untuk cerai? Sudah dipikir matang-matang?” tanya Emak dengan mata berkaca-kaca.

“Iya, Mak. Aku bisa memaafkan semua kesalahan kecuali perselingkuhan. Lagi pula perceraian ini Susanti sendiri yang memintanya,” jawab Tarno dengan yakin.

“Lalu bagaimana dengan anak-anakmu nanti?”

“Masalah anak-anak biar mereka sendiri yang memilih mau ikut dengan siapa. Aku nggak mau memaksa mereka.”

“Lalu bagaimana dengan rumahmu yang baru kamu renovasi, Mas?” tanya Ratih.

“Kalau anak-anak memilih ikut Ibunya, maka rumah itu akan kuserahkan kepada Susanti.”

“Kalau anak-anak memilih ikut kamu, bagaimana?”

“Entahlah. Mungkin akan dijual dan hasilnya di bagi dua,” jawab Tarno asal. Ia masih belum berpikir sampai kesana. Ia masih bingung memikirkan bagaimana caranya memberitahu masalah perceraian ini pada kedua putrinya dengan baik. Bagaimanapun Dila dan Dinda masih kecil. Tarno takut mereka akan terluka saat mendengar kabar perceraian kedua orang tuanya.

“Eehmmm... Mas Tarno, boleh aku bertanya sesuatu?” tanya Ratih.

“Iya, tanya apa?” jawab Tarno.

Ratih melirik emaknya sebentar sebelum mulai bertanya. Membuat Tarno penasaran tentang apa yang akan ditanyakan adiknya. Kenapa ia tampak ragu-ragu.

“Begini Mas, ini masalah tentang uang bulanan yang kamu kirimkan pada emak. Kata Mbak Susanti, Mas Tarno menyuruhnya untuk menghentikan yang bulanan buat Emak untuk ditabung buat biaya sekolah Dila dan Dinda ....”

Belum selesai Ratih bertanya, Emak memukul paha Ratih dengan cukup keras.

“Aduh.. sakit loh Mak,” teriak Ratih.

“Ngapain toh bahas masalah itu. Kan sudah Emak bilang nggak usah dibahas lagi. Tarno punya dua anak yang harus dicukupi kebutuhannya,” kata Emak.

Tarno kaget mendengar perkataan Ratih dan Emak. Bagai petir di siang bolong pertanyaan adiknya sukses membuat Tarno tidak bisa menutup mulutnya selama beberapa detik.

Related chapters

  • LELAKI YANG TERKHIANATI   6

    “Apa maksudmu Ratih, sejak kapan aku menyuruh Susanti untuk tidak memberikan uang pada Emak?” tanya Tarno. Dadanya bergemuruh menahan marah. Berani-beraninya Susanti membohonginya dan Emak.Tarno memang rutin memberikan Emak uang tiap bulannya selama dia berkerja di luar negeri. Setiap bulan setelah mengirim uangnya tak lupa ia selalu berpesan pada istrinya untuk mengirim uang pada emaknya. Pun setiap Tarno bertanya apakah emak sudah diberi uang, Susanti selalu menjawab sudah. Karena itu Tarno sangat kaget saat mendengar perkataan Ratih barusan.“Sudah dua tahun ini Mbak Susanti tidak pernah memberi uang bulanan lagi, Mas. Katanya kamu menyuruhnya untuk menabung jatah uang buat emak untuk sekolah Dila dan Dinda nanti. Persiapan masuk SD dan SMP katanya,”kata Ratih.“Apa? Jadi selama dua tahun ini Susanti tidak pernah memberikan uang kepada Emak? Kenapa kamu diam saja dan tidak bertanya padak

    Last Updated : 2021-09-30
  • LELAKI YANG TERKHIANATI   7

    Tarno terbangun saat matahari sudah tinggi. Saat melihat ponselnya untuk mengecek waktu ternyata sudah pukul enam pagi. Dinda juga sudah tidak ada di sampingnya. Tarno segera keluar kamar dan berwudhu. Setelah Shalat subuh ia mencari putrinya yang ternyata sedang menonton televisi bersama Emak dan Ratih.Begitu melihat Tarno, Dinda langsung tersenyum lebar. “Ayah sudah bangun?” tanya Dinda dengan bersemangat.“Iya. Dinda sudah sarapan?” Tarno duduk di samping Ratih yang sedang makan keripik singkong.“Sudah. Nenek masak soto ayam loh. Enak banget,” jawab Dinda sambil mengacungkan jempolnya.“Makanlah. Emak masak soto ayam kesukaanmu,” kata Emak.“Iya, Mak.” Tarno berlalu ke dapur untuk makan. Meskipun dia tidak berselera untuk makan namun perutnya tidak bisa dibohongi dan butuh diisi sekarang juga.Melihat soto ayam buatan Emak, selera makannya langsung terbit. Segera diambilnya sep

    Last Updated : 2021-09-30
  • LELAKI YANG TERKHIANATI   8

    Dila dan Dinda terdiam mendengar pertanyaan Susanti. Membuat Tarno semakin cemas. Suasana di ruang tamu berubah senyap karena semua diam. Hanya detak jam dinding yang terdengar sekarang.“Dila, kamu mau ikut Ayah atau Ibu?” tanya Susanti langsung.Dila tampak kebingungan mendapat pertanyaan Ibunya secara tiba-tiba. “Harus dijawab sekarang, Bu?”“Iya. Agar kami bisa mengurus perceraian secepatnya.”Dila bimbang. Ia sebenarnya masih kangen dengan ayahnya yang baru saja pulang dari luar negeri dan ingin menghabiskan waktu lebih banyak dengannya. Namun ia juga tidak mau berpisah dengan ibunya yang sudah merawatnya dan menjaganya selama ayahnya pergi.“Ayo, cepat katakan pada kami sekarang juga. Kamu mau ikut dengan Ayah atau Ibu?” desak Susanti.Dila semakin kebingungan. Ditatapnya kedua orang tuanya bergantian. Ibu yang disayanginya dan ayah yang dikasihinya. Ia bimbang siapa yang harus dipilih. G

    Last Updated : 2021-10-03
  • LELAKI YANG TERKHIANATI   9

    Tubuh Tarno kaku tidak mau bergerak sesuai perintah otaknya. Ia menutup matanya dengan tubuh gemetar. Bersiap ditabrak mobil yang melaju dengan pesat ke arahnya karena tidak menyingkir dari tempatnya berdiri sekarang. Ia bahkan hampir terkencing sekarang karena merasa ketakutan. Namun, semua hal yang ia takutkan tidak terjadi. Ia tidak merasakan tubuhnya tertabrak atau terlempar. Pelan-pelan Tarno membuka matanya dan melihat sekeliling. Di depannya tampak seorang pria berusia tiga puluhan memandanginya dengan wajah khawatir. “Masnya nggak papa?” tanya pria itu. Tarno menggelengkan kepalanya. Lalu mencari keberadaan mobil yang ternyata berhenti sekitar satu meter dari tempatnya berdiri sekarang. “Alhamdulillah,” lirihnya. Pria yang memakai kaos hijau tersebut membantu Tarno mendirikan motornya yang terjatuh di samping lubang. Tarno melihat kondisi motor yang terbanting cukup keras di aspal. Spion sebelah kanan patah dan kacanya berhambura

    Last Updated : 2021-10-05
  • LELAKI YANG TERKHIANATI   10

    Siang itu sepulang sekolah seorang gadis berusia tujuh belas tahun tampak berdiri di depan gerbang pintu sekolah. Sesekali ia melongok ke dalam untuk melihat seseorang. Gadis berambut lurus sebahu itu Lastri namanya. Ia sedang menunggu pacarnya yang mengajaknya untuk pergi ke taman setelah pulang sekolah.Sudah lima belas menit Lastri menunggu di depan sekolah. Sepertinya semua siswa di sekolah sudah keluar semua. Tapi lelaki yang ditunggunya belum tampak juga. Ia berpikir untuk masuk ke dalam sekolah lagi dan mencari Tarno di kelasnya. Mungkin saja lelaki yang telah menjadi kekasihnya selama setahun itu lupa dengan janji yang sudah dibuat dan masih di kelasnya sekarang.Tarno adalah kakak kelas Lastri yang menjalin hubungan dengannya selama setahun terakhir. Entah bagaimana awal kedekatan mereka namun semua terjadi begitu cepat sehingga akhirnya keduanya memutuskan untuk berpacaran. Dan hubungan kedua insan berlawanan jenis itu berjalan dengan baik meski kadang berten

    Last Updated : 2021-10-14
  • LELAKI YANG TERKHIANATI   11

    Sebuah truk besar bermuatan penuh datang tepat setelah Tarno mengajukan pertanyaan tentang suami dan anak Lastri.“Truknya sudah datang. Mas Samsul tolong pindahkan ke gudang ya, seperti biasa. Sekalian ajak Mas Tarno dan ajarkan pekerjaan apa saja yang harus dikerjakan nanti.” Lastri memberikan perintah dengan lembut namun cukup tegas.Ekspresi murung Lastri dan kode yang diberikan Samsul membuat Tarno penasaran tentang apa yang sebenarnya terjadi. Apalagi Lastri yang langsung mengalihkan pembicaraan sebelumnya tanpa menjawab pertanyaan yang ia ajukan.Tarno terlihat kebingungan namun segera memahami situasi dengan cepat. Ia memilih diam dan menahan rasa penasaran di dalam hatinya. Saat waktunya sudah tepat hal itu akan ditanyakan lagi pada Samsul.“Baik, Bu Lastri. Ayo, Mas, kita pindahkan sekarang.” Samsul menyentuh lengan Tarno pelan.Tarno mengangguk dan mengikuti Samsul sudah berjalan keluar toko, menuju truk yang mula

    Last Updated : 2021-10-16
  • LELAKI YANG TERKHIANATI   12

    Tarno mengangguk pelan. Ia kembali terkenang dengan masa sekolahnya.Susanto Wicaksono yang akrab dipanggil Santo adalah teman sebangku Tarno, sekaligus sahabat dekatnya. Mereka sangat akrab dan selalu berdua ke mana-mana.Tarno berkenalan dengan Santo saat pendaftaran murid baru dan semakin dekat setelah mengetahui mereka menjadi teman sekelas.Tarno sering menginap di rumah Santo. Begitu pula sebaliknya, Santo juga pernah menginap di rumah Tarno beberapa kali. Orang tua Santo bahkan sudah menganggap Tarno seperti anaknya sendiri dan memperlakukannya sama seperti mereka memperlakukan Santo.Santo yang merupakan anak tunggal sering kali merasa kesepian di rumah saat orang tuanya bekerja. Karena itu ia sering mengajak Tarno untuk menginap di rumahnya. Atau bergantian tidur di rumah sahabatnya.Setelah Ayahnya meninggal, Tarno pindah kembali ke kampung halaman ibunya. Ia tidak sempat berpamitan kepada siapa pun saat pindah termasuk pada Lastri dan Sa

    Last Updated : 2021-10-18
  • LELAKI YANG TERKHIANATI   13

    Tak terasa sudah dua minggu Tarno bekerja di toko bahan bangunan milik Lastri. Ia sudah beradaptasi dengan baik semua kegiatan dan rutinitas di toko. Tubuhnya bahkan sudah tidak merasa pegal-pegal lagi saat malam hari atau keesokan harinya meskipun ia mengangkut bahan-bahan material yang berat dan banyak.Tarno semakin akrab dengan pekerja lain dan mulai paham dengan karakter masing-masing. Anto yang periang dan suka berbicara. Arif yang pendiam namun sekali berucap kata-katanya selalu jujur meskipun kadang menyakitkan. Topa yang sangat rajin bekerja dan tidak bisa diam. Selalu bergerak untuk membereskan barang-barang yang tidak tertata rapi setelah kedatangan pembeli.Sedangkan Wina, yang berada di kasir adalah pribadi yang riang dan ceria. Suka melontarkan gurauan dan rayuan pada pekerja lain. Bahkan Tarno, yang masih pekerja baru. Sesekali Wina menggoda Tarno yang tampak malu-malu dan hanya tersenyum saat mendengar rayuan dari wanita yang mengenakan kacamata tersebu

    Last Updated : 2021-10-19

Latest chapter

  • LELAKI YANG TERKHIANATI   80

    Dokter yang rambutnya sudah memutih sebagian itu tidak langsung menjawab. Ia terdiam cukup lama sambil memandang Lastri dengan tatapan serius. Lalu pandangannya berpindah ke layar monitor, wajahnya tampak mengernyit sesaat lalu tersenyum hangat pada Lastri, “Selamat ya, Bu Lastri, Anda hamil. Saat ini usia janin sudah 10 minggu. Sepertinya bayinya kembar dilihat dari kantung kehamilan yang ada dua ini.”“K-kembar, Dok?” tanya Lastri tidak percaya. Perasaan cemas yang menderanya langsung hilang berubah menjadi rasa senang yang tidak terkira saat mendengar ada dua janin di dalam rahimnya. Ia menatap Tarno yang terlihat kaget juga saat mendengar penjelasan dokter.“Iya, karena masih kecil jadi belum terlihat jelas. Tapi ada dua kantung yang terlihat di sini, jadi kemungkinan besar bayinya kembar. Nah untuk lebih jelasnya nanti USG lagi saat kandungan lebih besar lagi.”Mata Lastri berkaca-kaca mendengar penjelasan Dokter mengenai

  • LELAKI YANG TERKHIANATI   79

    “Dek ... Ada apa?” Tarno mengetuk pintu dengan panik setelah mendengar teriakan Lastri dari dalam kamar mandi.Tidak ada jawaban dari Lastri. Merasa panik dan penasaran, Tarno mendekatkan kepala ke pintu. Mencoba mencari tahu apa yang terjadi di dalam kamar mandi. Isak tangis Lastri terdengar lirih dari dalam kamar mandi, membuat Tarno yang berada di luar tambah cemas.“Dek ... Buka pintunya. Kamu kenapa? Apakah ada yang sakit?” Tarno mengetuk pintu semakin keras setelah mendengar tangisan Lastri. Takut terjadi sesuatu pada Lastri di dalam, ia bersiap untuk mendobrak pintu kamar mandi. Saat berancang-ancang untuk mendobrak, daun pintu terbuka perlahan.Lastri keluar dari kamar mandi dengan kepala menunduk. Sementara tangan kirinya sibuk menghapus sisa-sisa air mata di pipi.“Dek, apa yang terjadi? Kamu sakit? Kita ke rumah sakit sekarang ya,” tanya Tarno cemas. Dipandanginya mata Lastri yang sembap sehabis menangis.

  • LELAKI YANG TERKHIANATI   78

    Dila menangis sesenggukan di pelukan Susanti. Menenangkan diri setelah keluar dari kantor polisi. Wajahnya tampak ketakutan dan pucat. Dengan tubuh gemetar, gadis kecil itu berjalan perlahan keluar dari kantor polisi. Andaikan Susanti tidak sigap menangkap, Dila pasti sudah ambruk ke lantai karena masih merasa kaget setelah diinterogasi polisi.Sesuai dengan janji sebelumnya, Lastri mencabut laporan segera setelah selesai berbicara dengan Susanti. Lastri menanyakan semua hal yang selalu menjadi pertanyaan di hatinya pada Susanti. Dengan terbata-bata Susanti menjawab semua pertanyaan yang diajukan Lastri secara jujur. Alasan ia menyuruh Dila untuk mencuri dan awal mula tercetusnya hal tersebut serta hal penting lainnya.Sebelum masuk ke kantor polisi untuk mencabut laporan, Lastri membuat kesepakatan dengan Susanti agar tidak mengulangi perbuatan ini lagi. Meminta uang secara tidak jujur, dengan alasan anak-anak. Padahal uang tersebut digunakan untuk kebutuhan yang lain

  • LELAKI YANG TERKHIANATI   77

    Setelah memarkirkan mobil, Tarno segera mengambil ponsel dan mencoba menghubungi Susanti. Telepon tersambung tapi tidak diangkat. Tarno tidak menyerah dan mencoba mengirim pesan.[Aku sudah sampai ke lokasi yang kamu kirimkan, tapi malah tiba di kantor polisi. Benarkah ini? Kamu tidak keliru kan?]Tarno memastikan sekali lagi lokasi yang dikirimkan Susanti sudah benar. Lama menunggu masih belum ada balasan dari Susanti. Karena bosan ia akhirnya memutuskan turun dari mobil dan berjalan sambil melihat sekitar. Pandangannya terhenti pada sesosok yang sangat dikenalinya.Susanti dan Lastri sedang duduk di kursi di depan kantor polisi tampak membicarakan sesuatu yang serius. Dengan langkah cepat hampir berlari, Tarno mendatangi Lastri dan Susanti.“Sayang, kamu ke mana saja selama ini? Kenapa tidak pernah mengabariku? Apakah kamu tidak tahu betapa khawatirnya aku?” berondong Tarno setelah sampai di dekat Lastri dengan nafas menderu. Ia hampir kehab

  • LELAKI YANG TERKHIANATI   76

    Kepergian Lastri yang tidak meninggalkan kabar sama sekali membuat Tarno semakin cemas dan khawatir. Ia takut jika terjadi apa-apa dengan wanita yang sangat dicintainya itu. Ia panik dan gelisah, tidak bisa berpikir dengan jernih sehingga bingung harus melakukan apa. Setiap saat ia terus menerus memandang ponsel, berharap ada kabar dari Lastri.Karena takut jika Lastri akan menelepon atau mengabari sewaktu-waktu, Tarno membawa ponsel itu ke mana pun ia pergi. Bahkan saat ke kamar mandi sekalipun. Begitu pula saat tidur, ponsel itu terus digenggam dengan erat di tangan.Sudah dua hari Lastri pergi meninggalkan rumah. Tarno tampak kusut dan awut-awutan. Bahkan ia memakai sandal yang berbeda saat berangkat ke toko hari ini. Puluhan pesan sudah ia kirimkan, tapi tetap tidak ada balasan dari Lastri. Ia juga tidak menyerah dan terus menerus menghubungi nomor Lastri meskipun tetap tidak diangkat sampai sekarang.“Kok kusut banget, Pak? Ada masalah di rumah?&rdquo

  • LELAKI YANG TERKHIANATI   75

    Sebenarnya banyak hal yang ingin Tarno tanyakan pada Dila mengenai masalah pencurian uang yang telah dilakukannya tersebut. Namun, melihat putri sulungnya masih menangis terus sepanjang perjalanan pulang, hal itu membuat Tarno terpaksa menahan keinginannya tersebut. Ia hanya sempat menanyakan dua hal yang dijawab dengan jawaban kurang jelas dan tidak bisa dipahami karena dijawab sambil menangis.Akhirnya Tarno memutuskan untuk diam dan menunggu Dila menenangkan diri terlebih dulu. Setelah menangis hampir sejam, Dila terlihat mulai tenang dan berhenti menangis. Dari kaca depan, Tarno bisa melihat Dila sibuk melihat pemandangan di luar sambil menyeka sisa air mata yang mengalir di pipi. Sesekali suara isak tangis masih terdengar lirih di telinga Tarno.“Dil,” panggil Tarno pelan tapi masih cukup terdengar.Dila yang sudah berhenti menangis langsung menangis lagi saat mendengar panggilan Tarno. Membuat Tarno urung bertanya lagi. Sampai mereka tiba di de

  • LELAKI YANG TERKHIANATI   74

    Sesuai perkataannya di mobil tadi, Lastri memanggil Dila dan Dinda untuk berkumpul di ruang tamu untuk membicarakan sesuatu yang membuat Tarno sangat penasaran dari tadi.Setelah semua berkumpul, Lastri tidak segera memulai pembicaraan dan malah diam sembari memperhatikan Dila dengan tatapan tajam. Membuat gadis kecil itu jadi salah tingkah dan menunduk, tidak berani membalas tatapan Lastri.Sepertinya Dila sudah bisa menebak apa yang akan dibicarakan Lastri. Ia terus menunduk sambil memainkan kedua tangan yang ditaruh di atas paha. Kakinya digoyang-goyangkan untuk mengurangi rasa gelisah dan rasa cemas yang menyerangnya.“Dek, apa yang ingin kamu bicarakan? Katanya ada hal penting yang mau kau tunjukkan padaku. Kenapa harus mengajak anak-anak juga?” bisik Tarno ke telinga Lastri.Ia pikir Lastri tidak serius saat mengatakan akan mengajak anak-anak untuk berbicara. Ternyata dugaannya keliru, Lastri benar-benar serius dengan perkataannya. Membu

  • LELAKI YANG TERKHIANATI   73

    Lastri bertekad untuk mencari bukti dan menyelidiki masalah uang yang selalu berkurang setiap kali Dila dan Dinda menginap di rumahnya. Saat anak-anak berkunjung, ia memindah letak penyimpanan uang di tempat yang lain. Ia juga mengamati pergerakan Dila dan Dinda, ke mana pun mereka berdua pergi tak luput dari perhatiannya.Tidak ada yang aneh yang bisa ditemukan. Dila dan Dinda bersikap seperti biasanya. Malah Lastri yang terlihat aneh karena selalu memperhatikan mereka berdua. Dan anehnya saat setor uang ke bank keesokan harinya, uang tetap berkurang.“Lihat, Mas. Uangnya berkurang lima ratus ribu setelah anak-anak menginap kemarin. Padahal minggu sebelumnya tidak.” Lastri memberitahukan masalah itu pada Tarno sekali lagi untuk membuktikan kecurigaannya.“Masa sih, Dek. Kamu salah ngitung mungkin.” Tarno melihat kertas setruk dari bank dan membandingkan dengan catatan kecil yang ditulis Lastri. Selisih lima ratus ribu, sesuai ucapan Last

  • LELAKI YANG TERKHIANATI   72

    “Apakah Kamu butuh sesuatu? Atau sudah lapar?” tanya Lastri sambil berjalan mendekat pada Dila.“Eh ... Aku baru saja dari kamar mandi,” jawab Dila dengan gugup. Ia berbalik untuk melihat Lastri yang tengah tersenyum menatapnya.“Aku mau ke kamar dulu,” imbuh Dila lirih.Tidak ingin berlama-lama berdua saja dengan Lastri, Dila segera berjalan menuju kamar yang ditempatinya karena Lastri tidak mengatakan apa pun setelahnya.Lastri hanya mengangguk sambil tersenyum dan membatin dalam hati, “Apakah Dila masih marah padaku? Kenapa dia tidak mau menatap mataku saat berbicara denganku.”“Sepertinya wanita itu tidak melihatku keluar dari kamarnya. Buktinya dia diam saja, tidak mengatakan apa pun tadi. Atau ada sesuatu yang direncanakannya?” pikir Dila sambil berjalan dengan cepat.Ternyata hal yang ditakutkan Dila tidak terjadi. Lastri tidak membahas atau menanyakan apa pun mengenai ia yan

DMCA.com Protection Status