Share

4

Penulis: pasaazka
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-15 19:32:57

Dug.

Terdengar suara benda terjatuh. Tarno dan Susanti segera menoleh ke tempat suara berasal. Melupakan pertengkaran yang sedang berlangsung. Rupanya Dinda tersandung saat menyusul Tarno masuk ke rumah.

Gadis kecil itu meringis dan mengelus lututnya yang menatap lantai rumahnya. Tarno segera mendekatinya dan melihat kondisi putri kecilnya. “Dinda, apa yang terjadi?”

“Tadi kesandung tali sepatu ini, Yah.” Dinda menunjukkan tali sepatunya yang terlepas.

Tarno segera membenarkan ikatan tali sepatu Dinda yang terlepas. Lelaki berkulit sawo matang itu merasa bersyukur, Dinda datang pada saat yang tepat.

Tarno tidak bisa membayangkan jika Dinda tidak datang tadi. Tangannya pasti sudah melayang ke wajah Susanti.

Tarno membantu Dinda berdiri dan menggandeng tangannya. Mengajaknya berjalan menuju mobil.

“Ayah kenapa masuk lagi tadi?” tanya Dinda penasaran.

“Ayah pikir dompetnya ketinggalan di kursi. Ternyata ada di dalam mobil.”

Dinda hanya mangut-mangut mendengar jawaban ayahnya. Berjalan mengikuti ayahnya dengan bergandengan tangan.

“Dinda mau makan apa?” tanya Tarno saat keduanya sudah masuk dalam mobil.

Tarno sudah berdiskusi dengan pak sopir dan bersedia untuk membayar biaya sewa tambahan karena menurut perjanjian sewa mobil berakhir pada pukul 13.00 siang ini. Sedangkan Tarno masih membutuhkannya untuk mengantarkannya pulang ke rumah emaknya. Tempat dimana dia akan tidur malam ini dan mungkin malam-malam selanjutnya. Sampai dia bisa menenangkan hati dan menyelesaikan permasalahannya dengan Susanti.

“Ehmmm apa ya? Aku mau makan bakso, Yah, boleh?” tanya Dinda.

“Boleh. Tapi apa nanti kenyang kalau cuma makan bakso?”

“Kan pakai lontong, Yah.”

“Oke. Mau beli bakso dimana? Dinda tahu tempatnya?” tanya Tarno. Sudah lima tahun Tarno tidak pulang, jadi lingkungan ini pasti sudah berubah banyak.

“Bakso Mahameru, Yah, yang dekat pasar Wage itu loh. Baksonya enak dan banyak. Dinda pernah diajak kesana sama ibu dan pak Joko.”

Deg. Hati Tarno perih mendengar perkataan putri kecilnya. Kedua orang itu bahkan terang-terangan pergi bersama dengan anak bungsunya. Apakah mereka tidak berpikir apa yang akan Dinda pikirkan saat dia sudah dewasa dan mengerti nanti.

“Sama pak Joko?” tanya Tarno untuk meyakinkan pendengarannya tidak salah.

“Iya, sama pak Joko dan ibu. Setelah pak Joko mengantar ibu ke bank untuk mengambil uang yang dikasih ke pak Joko, ibu ngajak mampir buat makan bakso dulu sebelum pulang.”

“Dinda ingat kapan itu?” tanya Tarno hati-hati.

“Ehmm, kapan ya? Lupa, Yah hehehe.” Dinda cengengesan saat mengatakannya.

Tarno tersenyum kecut memandang wajah polos putri kecilnya. Membayangkan sebentar lagi anak kecil yang bahkan belum mengerti arti kata perceraian harus menyaksikan perceraian ayah dan ibunya. Tarno merasa gagal, rumah tangga yang telah dijalani selama sepuluh tahun akhirnya harus kandas.

Dinda makan baksonya dengan lahap. Saat Tarno menawarinya untuk tambah lagi, gadis kecil itu hanya menggelengkan kepalanya dan mengelus-elus perutnya sebagai isyarat bahwa dia sudah kenyang. Dinda lalu mengingatkan ayahnya dengan pesanan ibunya untuk membungkuskan bakso untuk Ibunya dan kakaknya Dila yang saat ini mungkin sudah pulang sekolah.

Dalam perjalanan pulang, Dinda terus mengoceh dan bercerita kepada ayahnya. Mulai dari teman-temannya di sekolah, tugas sekolah yang kadang dibantu kakaknya bahkan guru-guru sekolahnya. Mulutnya sesekali tersenyum saat menceritakan kejadian lucu. Tarno merasa sangat terharu sekaligus bersyukur bisa memangku dan memandang putrinya secara langsung. Selama ini dia hanya memandang lewat layar ponsel atau memandang foto dan video yang dikirimkan Susanti kepadanya.

Tanpa sadar Tarno memeluk putrinya dengan erat dan menciuminya kepalanya berkali-kali. Tentu saja hal ini membuat Dinda heran dan merasa geli. Dia meminta ayahnya untuk melepaskan pelukannya. Tarno langsung tersadar dan meminta maaf pada putrinya.

Mobil Avanza hitam sudah tiba di halaman rumah Tarno. Lelaki itu segera membuka pintu dan membantu putrinya untuk turun dari mobil. Tarno berjalan masuk ke rumah dengan menggandeng tangan Dinda. Dinikmatinya momen-momen kebersamaannya bersama putri kecilnya yang tidak pernah dirasakannya selama ini.

Saat masuk, dilihatnya Dila sedang membuka bungkus pakaian yang Tarno bawakan sebagai oleh-oleh. Begitu melihat Tarno, putri pertamanya langsung berdiri dan menyambut ayahnya. Menyodorkan tangannya untuk bersalaman dengan ayahnya. Saat Tarno menyodorkan tangannya, Dila segera menyalaminya dan mencium tangannya dengan takzim.

Tarno terharu, meskipun sudah lama berpisah kedua putrinya masih mengingatnya dan menghormatinya sebagai ayahnya. Netranya mengembun, segera disekanya sudut matanya agar butiran air bening itu tidak sampai jatuh ke pipinya. Susanti melihatnya dari kejauhan dengan tangan dilipat di perutnya dan menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Dasar cengeng,” kata Susanti lirih, lebih tepatnya berbisik karena hanya dia yang bisa mendengarnya.

Meskipun lirih, Tarno masih mendengarkan kata-kata Susanti. Hatinya terasa panas, namun dia berusaha mengabaikan perkataannya tadi. Tidak ingin kejadian tadi terulang lagi.

“Ayah kapan pulang? Kenapa tidak mengabari sebelumnya?” tanya Dila setelah keduanya duduk di sofa.

“Ayah sampai tadi jam 10.00, sengaja tidak mengabari untuk kejutan,” jawab Tarno.

Nyatanya, kejutan yang direncanakan Tarno gagal. Justru dia yang dikejutkan oleh Susanti dan Joko tadi pagi.

“Ayah di rumah berapa lama?” tanya Dila. Dinda sudah duduk di samping kakaknya saat ini, menyimak pembicaraan kakak perempuan dan ayahnya.

“Ayah tidak akan keluar negeri lagi. Ayah akan di sini terus,” ucap Tarno dengan ragu.

“Hore, Ayah tidak akan pergi lagi kan. Malam nanti Dinda mau tidur sama Ayah, ya?” tanya Dinda dengan penuh harap.

Tarno bingung untuk menjawab pertanyaan putri kecilnya. Rencananya setelah bertemu dengan Dila, dia akan berpamitan setelah itu pulang ke rumah emaknya. Namun dia takut akan menyakiti hati Dinda jika dia menolak permintaannya.

“Dinda mau ikut, Ayah?” tanya Tarno.

“Ke mana, Yah?” tanya Dinda.

“Ke rumah nenek. Hari ini Ayah mau ke rumah nenek.”

“Mau. Ketemu sama Dio ya, Yah?” tanya Dinda.

Dio adalah anaknya Ratih, adik perempuan Tarno.

“Iya. Dila mau ikut nggak?” tanya Tarno kepada putri pertamanya.

“Aku mau ikut. Mau ketemu sama Dio,” jawab Dinda kegirangan.

Sedangkan Dila hanya menggeleng dan mengatakan kalau besok masih ada ujian di sekolahnya.

Tarno ngobrol cukup lama dengan kedua putrinya. Dila dan Dinda tampak antusias bercerita dan sekali-kali bertanya pada ayahnya. Tanpa terasa sudah dua jam lebih mereka mengobrol. Jam di dinding menunjukkan pukul 16.00. Tarno segera mengakhiri obrolan yang sedang berlangsung seru itu.

“Sudah jam empat sore. Ayo, Dinda mandi dulu lalu siap-siap ke rumah Nenek,” kata Tarno.

Dinda segera berlari menuju kamar mandi dan menutup pintunya. Dari luar terdengar gebyuran air disiramkan. Beberapa saat kemudian Dinda sudah keluar dari kamar mandi dengan berbalut handuk. Beberapa bagian tubuhnya tampak basah. Gadis kecil itu segera berlari ke kamarnya dan memilih baju yang akan dikenakannya.

Setelah siap, Dinda berpamitan pada Ibunya dan kakaknya Dila. Awalnya Susanti keberatan karena sekolah masih masuk. Namun Tarno bersikeras untuk mengajak putri kecilnya. Akhirnya Susanti mengalah dan mengijinkan Dinda untuk pergi.

***

Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih satu setengah jam, mobil avanza hitam itu sampai di rumah bercat hijau dengan pohon mangga di halamannya. Rumah kecil itu tampak asri dengan beberapa bunga yang tampak mekar di sudut-sudut halaman.

Tarno segera turun dan berjalan masuk, diikuti Dinda di belakangnya. Melihat pintu terbuka Tarno langsung masuk sambil mengucapkan salam.

“Assalamualaikum,” kata Tarno. Lelaki itu melihat sekeliling rumah. Rumah itu sudah banyak berubah. Cat dindingnya sudah berganti warna menjadi hijau. Lantainya juga sudah dikeramik. Terakhir kali kemari lantainya masih semen berplester.

“Wa’alaikum salam,” terdengar sahutan suara wanita dari dalam kamar.

Rupanya Ratih, adik perempuannya. Begitu melihat Tarno, wanita itu berteriak histeris.

“Mak, Mas Tarno, Mak!” jerit Ratih. Dio yang ada di belakangnya bengong melihat kelakuan ibunya.

Ratih segera mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan kakak laki-lakinya. Lalu disuruhnya Dio untuk bersalaman dengan pakdhenya. Dio yang belum pernah bertemu dengan Tarno hanya diam keheranan.

“Dio, salim. Itu pakdhe Tarno yang biasanya ngirim mainan buat kamu,” kata Ratih.

“Ada apa to Tih, kok teriak-teriak. Emak lagi salat,” sungut emaknya Tarno dengan melepas mukenanya. Begitu melihat Tarno yang sedang duduk emak langsung kaget.

“Astagfirullah. Emak nggak mimpi kan Tih. Emak ngelihat Tarno duduk di depanmu. Itu benaran Tarno, kan?” tanya Emak.

“Iya, Mak. Aku tadi manggil Emak kan mau ngasih tahu kalau Mas Tarno datang.” Ratih senyum-senyum melihat perilaku emaknya. Emak langsung menangis dan memeluk Tarno yang berdiri mendekatinya.

“Oalah. Tarno, bagaimana kabarmu? Pergi kok lama sekali, lima tahun nggak pulang-pulang. Kupikir sudah lupa sama Emakmu.” Emak menangis sambil menepuk bahu Tarno.

“Maafin Tarno, Mak.” Tarno ikut menangis. Bahkan lelaki itu kini menangis meraung-raung di pelukan emaknya. Tangisan yang ditahannya sejak tadi pagi akhirnya tumpah juga. Dia meluapkan segala emosinya dan menangis cukup lama.

 Emak mengelus punggung Tarno dengan lembut yang membuat Tarno semakin terharu dan tangisnya menjadi semakin keras. Air matanya bercucuran membasahi bahu emaknya.

Emak sampai kebingungan melihat Tarno menangis meraung-raung seperti anak kecil kini sibuk menenangkan putranya agar berhenti menangis.

“Sudah, No. Cukup menangisnya. Dilihat Dinda sama Dio itu loh. Apa kamu nggak malu?”

“Mak, huhuhuhu.” Tangisan Tarno semakin menjadi-jadi. Emak semakin kebingungan dibuatnya.

“Ayahmu kenapa to Din, kok nangis kayak gini?” tanya emak ke Dinda.

Dinda hanya menggelengkan wajahnya dan tersenyum. “Nggak tahu, Nek. Wong tadi habis makan bakso loh,” jawab Dinda lugu.

Emak ganti memandang Ratih mencoba bertanya lewat tatapan matanya. Ratih hanya mengendikan bahunya ke atas pertanda dia juga tidak tahu kenapa kakak laki-lakinya tiba-tiba menangis. Padahal dia bersikap biasa saja saat datang tadi.

“Maafkan Tarno ya Mak, huhuhu.” Lagi-lagi menangis dan minta maaf kepada emak. Emak semakin bingung melihat tingkah laku Tarno yang mirip anak kecil saat melakukan kesalahan.

“Kamu itu kenapa dari tadi kok minta maaf terus? Emak nggak ngerti, kamu minta maaf buat apa?” tanya Emak.

“Mak, Tarno sudah gagal. Gagal sebagai lelaki dan ayah yang baik,” jawab Tarno di sela isak tangisnya.

“Gagal apa? Emak nggak ngerti maksudmu.”

“Mak, pernikahan Tarno tidak bisa dipertahankan lagi. Tarno dan Susanti akan bercerai.”

Tangan emak berhenti mengelus-elus punggung Tarno saat mendengarkan perkataan putranya barusan. Emak sangat kaget dan langsung melepaskan pelukannya pada Tarno lalu memandang lekat-lekat wajahnya.

“Apa maksudmu? Kenapa bercerai. Jelaskan pada emak alasannya,” tanya Emak dengan keras.

Nafas emak mulai terengah-engah. Tangan kanan emak memegang dadanya. Wajahnya terlihat kesakitan. Hidungnya kembang kempis saat menarik nafas seakan ada sesuatu yang menghalangi jalannya lubang masuknya udara. Setitik keringat mulai muncul di pelipis emak.

Emak mulai limbung. Tubuh kurus yang ringkih itu pasti sudah terjatuh jika tidak segera ditangkap oleh Tarno.

“Mak!” jerit Tarno saat menangkap tubuh emaknya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Grobak Pedati
Tarno layak dikhianati, merasa lebay jd korban, jijik. Isap saja mmek istri sehabis dijolok kntol pacarnya. Pria cemen............
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • LELAKI YANG TERKHIANATI   5

    Tarno segera membopong emaknya ke kamarnya sesuai instruksi adiknya. Ratih mengikuti dengan cemas di belakangnya. Sesampainya di kamar, ia membaringkan emaknya di tempat tidur. Dipan dari kayu yang tampak rapuh kayunya dengan cat putih yang mengelupas pada beberapa bagian. Kasur kapuk tipis itu ditutupi seprei yang warnanya mulai pudar dengan beberapa bantal yang ditumpuk di ujung kasur.Ratih segera mengambil inhaler yang tersimpan di atas lemari. Lalu memasangkan di mulut Emak yang langsung dihisap dengan kuat. Wanita yang telah melahirkan Tarno dan Ratih itu mulai tenang. Nafasnya mulai teratur dan keringat di pelipisnya sudah menghilang.Ratih sibuk mengoleskan kayu putih di perut dan dada emak. Sementara Tarno masih kebingungan dengan apa yang terjadi barusan. Baru kali ini ia melihat emaknya seperti itu. Seribu tanda tanya berputar di benaknya. Ia dengan sabar menunggu Ratih yang dengan telaten menyelimuti emak yang sedang menenangkan diri. Dio dan Dinda menginti

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-30
  • LELAKI YANG TERKHIANATI   6

    “Apa maksudmu Ratih, sejak kapan aku menyuruh Susanti untuk tidak memberikan uang pada Emak?” tanya Tarno. Dadanya bergemuruh menahan marah. Berani-beraninya Susanti membohonginya dan Emak.Tarno memang rutin memberikan Emak uang tiap bulannya selama dia berkerja di luar negeri. Setiap bulan setelah mengirim uangnya tak lupa ia selalu berpesan pada istrinya untuk mengirim uang pada emaknya. Pun setiap Tarno bertanya apakah emak sudah diberi uang, Susanti selalu menjawab sudah. Karena itu Tarno sangat kaget saat mendengar perkataan Ratih barusan.“Sudah dua tahun ini Mbak Susanti tidak pernah memberi uang bulanan lagi, Mas. Katanya kamu menyuruhnya untuk menabung jatah uang buat emak untuk sekolah Dila dan Dinda nanti. Persiapan masuk SD dan SMP katanya,”kata Ratih.“Apa? Jadi selama dua tahun ini Susanti tidak pernah memberikan uang kepada Emak? Kenapa kamu diam saja dan tidak bertanya padak

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-30
  • LELAKI YANG TERKHIANATI   7

    Tarno terbangun saat matahari sudah tinggi. Saat melihat ponselnya untuk mengecek waktu ternyata sudah pukul enam pagi. Dinda juga sudah tidak ada di sampingnya. Tarno segera keluar kamar dan berwudhu. Setelah Shalat subuh ia mencari putrinya yang ternyata sedang menonton televisi bersama Emak dan Ratih.Begitu melihat Tarno, Dinda langsung tersenyum lebar. “Ayah sudah bangun?” tanya Dinda dengan bersemangat.“Iya. Dinda sudah sarapan?” Tarno duduk di samping Ratih yang sedang makan keripik singkong.“Sudah. Nenek masak soto ayam loh. Enak banget,” jawab Dinda sambil mengacungkan jempolnya.“Makanlah. Emak masak soto ayam kesukaanmu,” kata Emak.“Iya, Mak.” Tarno berlalu ke dapur untuk makan. Meskipun dia tidak berselera untuk makan namun perutnya tidak bisa dibohongi dan butuh diisi sekarang juga.Melihat soto ayam buatan Emak, selera makannya langsung terbit. Segera diambilnya sep

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-30
  • LELAKI YANG TERKHIANATI   8

    Dila dan Dinda terdiam mendengar pertanyaan Susanti. Membuat Tarno semakin cemas. Suasana di ruang tamu berubah senyap karena semua diam. Hanya detak jam dinding yang terdengar sekarang.“Dila, kamu mau ikut Ayah atau Ibu?” tanya Susanti langsung.Dila tampak kebingungan mendapat pertanyaan Ibunya secara tiba-tiba. “Harus dijawab sekarang, Bu?”“Iya. Agar kami bisa mengurus perceraian secepatnya.”Dila bimbang. Ia sebenarnya masih kangen dengan ayahnya yang baru saja pulang dari luar negeri dan ingin menghabiskan waktu lebih banyak dengannya. Namun ia juga tidak mau berpisah dengan ibunya yang sudah merawatnya dan menjaganya selama ayahnya pergi.“Ayo, cepat katakan pada kami sekarang juga. Kamu mau ikut dengan Ayah atau Ibu?” desak Susanti.Dila semakin kebingungan. Ditatapnya kedua orang tuanya bergantian. Ibu yang disayanginya dan ayah yang dikasihinya. Ia bimbang siapa yang harus dipilih. G

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-03
  • LELAKI YANG TERKHIANATI   9

    Tubuh Tarno kaku tidak mau bergerak sesuai perintah otaknya. Ia menutup matanya dengan tubuh gemetar. Bersiap ditabrak mobil yang melaju dengan pesat ke arahnya karena tidak menyingkir dari tempatnya berdiri sekarang. Ia bahkan hampir terkencing sekarang karena merasa ketakutan. Namun, semua hal yang ia takutkan tidak terjadi. Ia tidak merasakan tubuhnya tertabrak atau terlempar. Pelan-pelan Tarno membuka matanya dan melihat sekeliling. Di depannya tampak seorang pria berusia tiga puluhan memandanginya dengan wajah khawatir. “Masnya nggak papa?” tanya pria itu. Tarno menggelengkan kepalanya. Lalu mencari keberadaan mobil yang ternyata berhenti sekitar satu meter dari tempatnya berdiri sekarang. “Alhamdulillah,” lirihnya. Pria yang memakai kaos hijau tersebut membantu Tarno mendirikan motornya yang terjatuh di samping lubang. Tarno melihat kondisi motor yang terbanting cukup keras di aspal. Spion sebelah kanan patah dan kacanya berhambura

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-05
  • LELAKI YANG TERKHIANATI   10

    Siang itu sepulang sekolah seorang gadis berusia tujuh belas tahun tampak berdiri di depan gerbang pintu sekolah. Sesekali ia melongok ke dalam untuk melihat seseorang. Gadis berambut lurus sebahu itu Lastri namanya. Ia sedang menunggu pacarnya yang mengajaknya untuk pergi ke taman setelah pulang sekolah.Sudah lima belas menit Lastri menunggu di depan sekolah. Sepertinya semua siswa di sekolah sudah keluar semua. Tapi lelaki yang ditunggunya belum tampak juga. Ia berpikir untuk masuk ke dalam sekolah lagi dan mencari Tarno di kelasnya. Mungkin saja lelaki yang telah menjadi kekasihnya selama setahun itu lupa dengan janji yang sudah dibuat dan masih di kelasnya sekarang.Tarno adalah kakak kelas Lastri yang menjalin hubungan dengannya selama setahun terakhir. Entah bagaimana awal kedekatan mereka namun semua terjadi begitu cepat sehingga akhirnya keduanya memutuskan untuk berpacaran. Dan hubungan kedua insan berlawanan jenis itu berjalan dengan baik meski kadang berten

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-14
  • LELAKI YANG TERKHIANATI   11

    Sebuah truk besar bermuatan penuh datang tepat setelah Tarno mengajukan pertanyaan tentang suami dan anak Lastri.“Truknya sudah datang. Mas Samsul tolong pindahkan ke gudang ya, seperti biasa. Sekalian ajak Mas Tarno dan ajarkan pekerjaan apa saja yang harus dikerjakan nanti.” Lastri memberikan perintah dengan lembut namun cukup tegas.Ekspresi murung Lastri dan kode yang diberikan Samsul membuat Tarno penasaran tentang apa yang sebenarnya terjadi. Apalagi Lastri yang langsung mengalihkan pembicaraan sebelumnya tanpa menjawab pertanyaan yang ia ajukan.Tarno terlihat kebingungan namun segera memahami situasi dengan cepat. Ia memilih diam dan menahan rasa penasaran di dalam hatinya. Saat waktunya sudah tepat hal itu akan ditanyakan lagi pada Samsul.“Baik, Bu Lastri. Ayo, Mas, kita pindahkan sekarang.” Samsul menyentuh lengan Tarno pelan.Tarno mengangguk dan mengikuti Samsul sudah berjalan keluar toko, menuju truk yang mula

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-16
  • LELAKI YANG TERKHIANATI   12

    Tarno mengangguk pelan. Ia kembali terkenang dengan masa sekolahnya.Susanto Wicaksono yang akrab dipanggil Santo adalah teman sebangku Tarno, sekaligus sahabat dekatnya. Mereka sangat akrab dan selalu berdua ke mana-mana.Tarno berkenalan dengan Santo saat pendaftaran murid baru dan semakin dekat setelah mengetahui mereka menjadi teman sekelas.Tarno sering menginap di rumah Santo. Begitu pula sebaliknya, Santo juga pernah menginap di rumah Tarno beberapa kali. Orang tua Santo bahkan sudah menganggap Tarno seperti anaknya sendiri dan memperlakukannya sama seperti mereka memperlakukan Santo.Santo yang merupakan anak tunggal sering kali merasa kesepian di rumah saat orang tuanya bekerja. Karena itu ia sering mengajak Tarno untuk menginap di rumahnya. Atau bergantian tidur di rumah sahabatnya.Setelah Ayahnya meninggal, Tarno pindah kembali ke kampung halaman ibunya. Ia tidak sempat berpamitan kepada siapa pun saat pindah termasuk pada Lastri dan Sa

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-18

Bab terbaru

  • LELAKI YANG TERKHIANATI   80

    Dokter yang rambutnya sudah memutih sebagian itu tidak langsung menjawab. Ia terdiam cukup lama sambil memandang Lastri dengan tatapan serius. Lalu pandangannya berpindah ke layar monitor, wajahnya tampak mengernyit sesaat lalu tersenyum hangat pada Lastri, “Selamat ya, Bu Lastri, Anda hamil. Saat ini usia janin sudah 10 minggu. Sepertinya bayinya kembar dilihat dari kantung kehamilan yang ada dua ini.”“K-kembar, Dok?” tanya Lastri tidak percaya. Perasaan cemas yang menderanya langsung hilang berubah menjadi rasa senang yang tidak terkira saat mendengar ada dua janin di dalam rahimnya. Ia menatap Tarno yang terlihat kaget juga saat mendengar penjelasan dokter.“Iya, karena masih kecil jadi belum terlihat jelas. Tapi ada dua kantung yang terlihat di sini, jadi kemungkinan besar bayinya kembar. Nah untuk lebih jelasnya nanti USG lagi saat kandungan lebih besar lagi.”Mata Lastri berkaca-kaca mendengar penjelasan Dokter mengenai

  • LELAKI YANG TERKHIANATI   79

    “Dek ... Ada apa?” Tarno mengetuk pintu dengan panik setelah mendengar teriakan Lastri dari dalam kamar mandi.Tidak ada jawaban dari Lastri. Merasa panik dan penasaran, Tarno mendekatkan kepala ke pintu. Mencoba mencari tahu apa yang terjadi di dalam kamar mandi. Isak tangis Lastri terdengar lirih dari dalam kamar mandi, membuat Tarno yang berada di luar tambah cemas.“Dek ... Buka pintunya. Kamu kenapa? Apakah ada yang sakit?” Tarno mengetuk pintu semakin keras setelah mendengar tangisan Lastri. Takut terjadi sesuatu pada Lastri di dalam, ia bersiap untuk mendobrak pintu kamar mandi. Saat berancang-ancang untuk mendobrak, daun pintu terbuka perlahan.Lastri keluar dari kamar mandi dengan kepala menunduk. Sementara tangan kirinya sibuk menghapus sisa-sisa air mata di pipi.“Dek, apa yang terjadi? Kamu sakit? Kita ke rumah sakit sekarang ya,” tanya Tarno cemas. Dipandanginya mata Lastri yang sembap sehabis menangis.

  • LELAKI YANG TERKHIANATI   78

    Dila menangis sesenggukan di pelukan Susanti. Menenangkan diri setelah keluar dari kantor polisi. Wajahnya tampak ketakutan dan pucat. Dengan tubuh gemetar, gadis kecil itu berjalan perlahan keluar dari kantor polisi. Andaikan Susanti tidak sigap menangkap, Dila pasti sudah ambruk ke lantai karena masih merasa kaget setelah diinterogasi polisi.Sesuai dengan janji sebelumnya, Lastri mencabut laporan segera setelah selesai berbicara dengan Susanti. Lastri menanyakan semua hal yang selalu menjadi pertanyaan di hatinya pada Susanti. Dengan terbata-bata Susanti menjawab semua pertanyaan yang diajukan Lastri secara jujur. Alasan ia menyuruh Dila untuk mencuri dan awal mula tercetusnya hal tersebut serta hal penting lainnya.Sebelum masuk ke kantor polisi untuk mencabut laporan, Lastri membuat kesepakatan dengan Susanti agar tidak mengulangi perbuatan ini lagi. Meminta uang secara tidak jujur, dengan alasan anak-anak. Padahal uang tersebut digunakan untuk kebutuhan yang lain

  • LELAKI YANG TERKHIANATI   77

    Setelah memarkirkan mobil, Tarno segera mengambil ponsel dan mencoba menghubungi Susanti. Telepon tersambung tapi tidak diangkat. Tarno tidak menyerah dan mencoba mengirim pesan.[Aku sudah sampai ke lokasi yang kamu kirimkan, tapi malah tiba di kantor polisi. Benarkah ini? Kamu tidak keliru kan?]Tarno memastikan sekali lagi lokasi yang dikirimkan Susanti sudah benar. Lama menunggu masih belum ada balasan dari Susanti. Karena bosan ia akhirnya memutuskan turun dari mobil dan berjalan sambil melihat sekitar. Pandangannya terhenti pada sesosok yang sangat dikenalinya.Susanti dan Lastri sedang duduk di kursi di depan kantor polisi tampak membicarakan sesuatu yang serius. Dengan langkah cepat hampir berlari, Tarno mendatangi Lastri dan Susanti.“Sayang, kamu ke mana saja selama ini? Kenapa tidak pernah mengabariku? Apakah kamu tidak tahu betapa khawatirnya aku?” berondong Tarno setelah sampai di dekat Lastri dengan nafas menderu. Ia hampir kehab

  • LELAKI YANG TERKHIANATI   76

    Kepergian Lastri yang tidak meninggalkan kabar sama sekali membuat Tarno semakin cemas dan khawatir. Ia takut jika terjadi apa-apa dengan wanita yang sangat dicintainya itu. Ia panik dan gelisah, tidak bisa berpikir dengan jernih sehingga bingung harus melakukan apa. Setiap saat ia terus menerus memandang ponsel, berharap ada kabar dari Lastri.Karena takut jika Lastri akan menelepon atau mengabari sewaktu-waktu, Tarno membawa ponsel itu ke mana pun ia pergi. Bahkan saat ke kamar mandi sekalipun. Begitu pula saat tidur, ponsel itu terus digenggam dengan erat di tangan.Sudah dua hari Lastri pergi meninggalkan rumah. Tarno tampak kusut dan awut-awutan. Bahkan ia memakai sandal yang berbeda saat berangkat ke toko hari ini. Puluhan pesan sudah ia kirimkan, tapi tetap tidak ada balasan dari Lastri. Ia juga tidak menyerah dan terus menerus menghubungi nomor Lastri meskipun tetap tidak diangkat sampai sekarang.“Kok kusut banget, Pak? Ada masalah di rumah?&rdquo

  • LELAKI YANG TERKHIANATI   75

    Sebenarnya banyak hal yang ingin Tarno tanyakan pada Dila mengenai masalah pencurian uang yang telah dilakukannya tersebut. Namun, melihat putri sulungnya masih menangis terus sepanjang perjalanan pulang, hal itu membuat Tarno terpaksa menahan keinginannya tersebut. Ia hanya sempat menanyakan dua hal yang dijawab dengan jawaban kurang jelas dan tidak bisa dipahami karena dijawab sambil menangis.Akhirnya Tarno memutuskan untuk diam dan menunggu Dila menenangkan diri terlebih dulu. Setelah menangis hampir sejam, Dila terlihat mulai tenang dan berhenti menangis. Dari kaca depan, Tarno bisa melihat Dila sibuk melihat pemandangan di luar sambil menyeka sisa air mata yang mengalir di pipi. Sesekali suara isak tangis masih terdengar lirih di telinga Tarno.“Dil,” panggil Tarno pelan tapi masih cukup terdengar.Dila yang sudah berhenti menangis langsung menangis lagi saat mendengar panggilan Tarno. Membuat Tarno urung bertanya lagi. Sampai mereka tiba di de

  • LELAKI YANG TERKHIANATI   74

    Sesuai perkataannya di mobil tadi, Lastri memanggil Dila dan Dinda untuk berkumpul di ruang tamu untuk membicarakan sesuatu yang membuat Tarno sangat penasaran dari tadi.Setelah semua berkumpul, Lastri tidak segera memulai pembicaraan dan malah diam sembari memperhatikan Dila dengan tatapan tajam. Membuat gadis kecil itu jadi salah tingkah dan menunduk, tidak berani membalas tatapan Lastri.Sepertinya Dila sudah bisa menebak apa yang akan dibicarakan Lastri. Ia terus menunduk sambil memainkan kedua tangan yang ditaruh di atas paha. Kakinya digoyang-goyangkan untuk mengurangi rasa gelisah dan rasa cemas yang menyerangnya.“Dek, apa yang ingin kamu bicarakan? Katanya ada hal penting yang mau kau tunjukkan padaku. Kenapa harus mengajak anak-anak juga?” bisik Tarno ke telinga Lastri.Ia pikir Lastri tidak serius saat mengatakan akan mengajak anak-anak untuk berbicara. Ternyata dugaannya keliru, Lastri benar-benar serius dengan perkataannya. Membu

  • LELAKI YANG TERKHIANATI   73

    Lastri bertekad untuk mencari bukti dan menyelidiki masalah uang yang selalu berkurang setiap kali Dila dan Dinda menginap di rumahnya. Saat anak-anak berkunjung, ia memindah letak penyimpanan uang di tempat yang lain. Ia juga mengamati pergerakan Dila dan Dinda, ke mana pun mereka berdua pergi tak luput dari perhatiannya.Tidak ada yang aneh yang bisa ditemukan. Dila dan Dinda bersikap seperti biasanya. Malah Lastri yang terlihat aneh karena selalu memperhatikan mereka berdua. Dan anehnya saat setor uang ke bank keesokan harinya, uang tetap berkurang.“Lihat, Mas. Uangnya berkurang lima ratus ribu setelah anak-anak menginap kemarin. Padahal minggu sebelumnya tidak.” Lastri memberitahukan masalah itu pada Tarno sekali lagi untuk membuktikan kecurigaannya.“Masa sih, Dek. Kamu salah ngitung mungkin.” Tarno melihat kertas setruk dari bank dan membandingkan dengan catatan kecil yang ditulis Lastri. Selisih lima ratus ribu, sesuai ucapan Last

  • LELAKI YANG TERKHIANATI   72

    “Apakah Kamu butuh sesuatu? Atau sudah lapar?” tanya Lastri sambil berjalan mendekat pada Dila.“Eh ... Aku baru saja dari kamar mandi,” jawab Dila dengan gugup. Ia berbalik untuk melihat Lastri yang tengah tersenyum menatapnya.“Aku mau ke kamar dulu,” imbuh Dila lirih.Tidak ingin berlama-lama berdua saja dengan Lastri, Dila segera berjalan menuju kamar yang ditempatinya karena Lastri tidak mengatakan apa pun setelahnya.Lastri hanya mengangguk sambil tersenyum dan membatin dalam hati, “Apakah Dila masih marah padaku? Kenapa dia tidak mau menatap mataku saat berbicara denganku.”“Sepertinya wanita itu tidak melihatku keluar dari kamarnya. Buktinya dia diam saja, tidak mengatakan apa pun tadi. Atau ada sesuatu yang direncanakannya?” pikir Dila sambil berjalan dengan cepat.Ternyata hal yang ditakutkan Dila tidak terjadi. Lastri tidak membahas atau menanyakan apa pun mengenai ia yan

DMCA.com Protection Status