Mendengar jawaban ini Ki Somara tampak puas. Lalu dia memanggul anaknya lagi. Dia menyuruh sepasang pembantunya untuk merawat Raksana.Kemudian Ki Somara kembali ke desa Rancaputat. Kali ini dia berjalan kaki saja. Maksudnya sambil mencari keberadaan Nari Ratih yang katanya ada di dekat kedai pinggir jalan.Namun, setelah sampai di sana, kedai itu tampak sepi. Ki Somara langsung menemui pemilik kedai. Mereka tampak ketakutan begitu melihatnya."Tidak perlu takut!" seru Ki Somara. "Sampaikan kepada gadis yang telah mencelakai anakku, kalau dia berani jangan tanggung-tanggung!"Lelaki paruh baya itu keluar lagi meninggalkan kedai. Dia tahu pemilik kedai akan berusaha menyampaikan pesannya. Walaupun tidak diancam, tapi tahu akibatnya nanti.Sampai di rumah Ki Wardana disambut keterkejutan anak buahnya karena mereka yang tahu majikannya ada di dalam tiba-tiba datang dari luar."Kalian tidak usah terkejut, sekarang kumpulkan semua war
Dua orang bertubuh ramping yang mengenakan pakaian serba hitam tampak berjalan mengendap-endap dari mulai gapura desa hingga masuk ke dalam. Mereka yang wajahnya juga ditutupi kain hitam kecuali kedua matanya berusaha menghindari tempat yang ada anak buah Ko Somara.Mereka rela memutar jauh demi mencapai tempat tujuannya. Balai desa. Dari lekuk tubuhnya mereka dipastikan perempuan. Mereka bergerak tidak terburu-buru, yang penting sampai dan tidak ada satupun anak buah Ki Somara yang memergokinya.Tapi bila mereka tak bisa menghindari berpapasan dengan anak buah Raksana, terpaksa mereka keluarkan senjata. Dalam beberapa gebrak saja semua anak buah Raksana yang mereka jumpai itu terkapar tak bernyawa.Dua wanita bertopeng kain kembali menyelinap dari tempat ke tempat setelah memastikan semua orang-orang Ki Somara tewas dan tidak sampai mengundang kelompok lainnya.Tampak salah satunya melompat ke salah satu atap rumah. Langit yang gelap membantunya
Ki Somara jadi ingat ketika betapa mudahnya dia menaklukkan gadis itu. Lalu dia terlena atas kepuasannya menyiksa gadis itu. Rupanya sihir itu telah membuatnya lengah."Aku tahu mereka hanya sekelompok kecil, tapi taktiknya boleh juga!" geramnya.Dia berencana setelah kepulangannya kali ini, dia tidak akan menunggu lawan datang, tapi akan mencarinya dengan segala cara. Mereka pasti tidak jauh dari wilayah desa. Bila perlu, sisir habis desa-desa yang bertetangga.Kemudian Ki Somara menggunakan ilmu meringankan tubuh agar lebih cepat. Sampai di rumah dia langsung ke kamar khusus gurunya."Aku tahu kau menghadapi sihir!" sambut sang guru langsung mengetahui permasalahannya."Apakah salah satu dari mereka memiliki ilmu semacam itu?""Aku tidak bisa merabanya,"Ki Somara tampak lesu mendengar jawabannya. Dia mengerti kemampuan gurunya. Kalau sudah berkata begitu berarti lawannya kali ini tidak bisa diterawang seberapa besar k
Tiga tendangan beruntun berhasil mendarat di dada Ki Somara. Lelaki ini terpental lalu jatuh bergulingan. Dari mulutnya keluar banyak darah. Sosoknya terbaring di tanah, kedua matanya melihat wajah sang guru begitu ketakutan. Apa yang ditakutkannya?"Aku tidak mau berurusan dengan dia!" Itulah kata-kata terakhir sang guru sebelum berkelebat kabur. Benar juga ejekan Saka diawal. Jika sudah tahu dari awal pasti nyalinya langsung menciut.Sekarang dia sudah tahu siapa Saka. Dia tidak ingin mati konyol. Atau kehilangan seluruh kekuatannya, karena sifat Saka yang tidak mau membunuh."Guru, kenapa kau tinggalkan aku?" teriak Ki Somara diakhiri batuk-batuk yang mengeluarkan darah. Dia tidak mengerti kenapa gurunya sampai ketakutan bagai melihat jurig?Pada saat itu tiba-tiba Parwati berlari sambil menghunus pedang. Tanpa bisa dicegah dia hujamkan pedangnya tepat ke jantung Ki Somara yang akhirnya meregang nyawa. Lalu Parwati berlari lagi masuk ke dalam r
Namun, wajah khawatir itu berubah menjadi cerah dan senyum kecil mengembang di bibirnya. Ketika pandangannya tertuju pada sebuah kereta kuda yang melaju pelan dari arah berlawanan.Wanita ini langsung berdiri menghadang kereta kuda yang ternyata sedang dicari-carinya. Dia yakin inilah yang dicarinya karena ciri-cirinya sesuai dengan keterangan yang dia peroleh."Maaf, apakah Ki Sanak yang bernama Saka Sinting?" tanya wanita ini."Bibi mencari suamiku?" Nari Ratih balik tanya.Wanita ini mengangguk kuat. "Aku Sundari ingin meminta bantuan Pendekar Mabuk."Sepasang suami istri ini saling pandang. Lalu mereka menepikan keretanya. Mengajak Sundari menjelaskan maksudnya di ruang dalam."Ceritakan apa masalah Bibi," pinta Saka Sinting. Dari kerut keningnya wanita ini memang sedang membutuhkan bantuan."Majikanku yang bernama Nyai Mandita, hilang,"Nyai Mandita adalah wanita yang sudah berumur empat puluhan tapi masih
Nari Ratih merasakan ada seseorang yang selalu mengikuti perjalanan mereka semenjak dari penginapan. Namun, gadis itu tidak menghiraukan karena tidak merasakan adanya hawa jahat.Rumah Sawitri ternyata cukup jauh berada di pelosok desa. Rumahnya begitu sederhana halamannya juga tidak luas. Sundari langsung mengetuk pintu.Beberapa saat kemudian dari dalam muncul seorang wanita yang seumuran dengan Nyai Mandita. Sawitri tampak heran karena belum mengenal kedua tamunya.Ketika pemilik rumah mempersilakan masuk, Nari Ratih sempatkan menoleh ke belakang. Ternyata orang yang mengikutinya sudah tidak ada. Mungkin sudah sembunyi di suatu tempat.Setelah berbasa-basi sejenak, barulah Sundari mengutarakan maksud kedatangannya."Aku adalah pembantu Nyai Mandita, kudengar Anda mengenal majikanku,""Benar, dia salah satu teman baikku. Sepertinya ada sesuatu yang terjadi padanya, sehingga Anda datang kemari, betulkah?" Sawitri bisa membaca ke
"Benar, ini aku, Sawitri!" sahut Wirapati canggung. Dia hampir tidak mengenali wanita itu. Karena dulu Sawitri tidak tinggal di sini. Sejak kapan dia pindah ke sini? Dan tidak menyangka yang ditemui Sundari ternyata Sawitri.Kemudian datanglah Saka Sinting bersama Surya Manggala. Wirapati tampak heran melihat keponakannya bersama seseorang. Keheranannya langsung terjawab ketika Nari Ratih menyapa suaminya.Beberapa saat kemudian semuanya berkumpul di ruang depan rumah Sawitri. Mereka membahas satu orang yang telah hilang tanpa jejak. Nyai Mandita."Dia bilang ingin menyepikan diri, tidak lagi berpindah-pindah dan meninggalkan keduniawian," cerita Sawitri ketika terkahir kali bertemu dengan Nyai Mandita."Apa dia menyebut suatu tempat atau nama orang?" tanya Wirapati."Dia bercerita tentang seseorang yang selalu memberinya wejangan hingga dia merasa harus menjadi semacam pertapa, begitu!" jawab Sawitri sambil mengerutkan kening karena seda
Dengan canggung Bayunata menjelaskan tujuan mereka. Pemuda yang jelas tahu cara kerja Resi Danuranda wajar curiga kepada tiga orang yang kini sudah turun dari kereta kuda.Si pemuda mendekati mereka. "Dari mana kalian tahu tentang Eyang Resi?" selidiknya.Sesuai rencana yang sudah diatur sebelumnya, Sundari menjawab. "Saudara saya sudah lebih dulu ikut Eyang Resi, saya dan keponakan saya ini juga ingin mengikuti jejak saudara saya,""Siapa saudara yang kau maksud?""Namanya Nyai Mandita,""Apa kalian tahu syaratnya?"Kemudian Saka Sinting menunjukkan peti besar yang terikat di kolong kereta kuda. Dengan sedikit membukanya, terlihatlah tumpukan perhiasan dan batangan emas.Peti berisi harta perhiasan ini berasal dari Nini Ratminah atas ide dan permintaan Saka setelah tahu persyaratan yang disebutkan Ki Bayunata. Bagi bangsa guriang, itu hal yang sangat mudah mendatangkan harta sebanyak itu.Pemuda itu terperangah
"Sampai kapan aku mengawasi seperti ini," gerutu Nari Ratih sambil memakan buah jambu. Kalau ditinggalkan takut yang dikhawatirkan terjadi. Bukankah dia sedang berjaga mencegah jatuhnya korban pembunuhan lagi. Namun, kalau dipikir lagi sejenak hatinya jadi ragu. Sebabnya prajurit kerajaan yang ditugaskan menangani kasus ini sudah mengendus ke Seta Aji. Kalau sudah begitu bisa saja Seta Aji tidak melanjutkan aksinya. Bagaimana kalau prajurit kerajaan mendatangi rumah dan menangkap Seta Aji? Sia-sia saja dia berjaga di situ. Apa yang dipikirkan Nari Ratih memang benar. Lima prajurit kerajaan yang dipimpin seorang Bekel mendatangi rumah Seta Aji. Tentu saja pihak berwenang dari kerajaan juga menyelidiki tiga pembunuhan yang terjadi. Dari tanda silang yang tergores di paha korban menunjuk satu tersangka, Seta Aji. Sampai di depan rumah Seta Aji, enam prajurit ini hanya mendapati Amba Citra yang sed
Giliran Nari Ratih yang kerutkan kening sambil menarik wajahnya. Lalu dia menghempas napas lega. Maklum saja Amba Citra menyangka demikian, karena dia belum tahu kalau dia sudah mempunyai suami seorang pendekar tangguh.Amba Citra menatap sahabatnya menunggu jawaban. Si gadis ini perawakannya tak jauh beda dengan Nari Ratih. Tinggi semampai, cantik, hanya wajahnya bulat dengan mata agak belo. Berbeda dengan Nari Ratih yang memiliki wajah lonjong dan mata tipis.Nari Ratih tidak segera memberitahukan tentang statusnya yang sudah bersuami. Ada yang lebih penting yang harus didahulukan, yaitu mencari pembunuh sahabatnya."Aku hanya ingin memperoleh keterangan yang banyak tentang dia darimu,""Baik, tapi apa kau yakin aku memiliki pengetahuan banyak tentang Seta Aji?""Tentu saja, karena kau tetangganya!""Baiklah, silakan bertanya!" Amba Citra mengangkat telapak tangannya menghadap ke atas.Nari Ratih menarik napas panjang.
Seketika langsung berjingkat badannya. Dadanya mendadak berdebar kencang. Bagaimana bisa ada orang masuk? Padahal dia sudah mengunci pintu sejak masuk tadi."Kau!"Semakin terkejut gadis ini begitu mengenali orang misterius ini."Bagaimana kau bisa masuk?"Lelaki berpakaian serba hitam ini tersenyum sinis dengan sorot mata tajam mengandung hawa sadis. Seperti elang hendak mencengkram mangsanya."Aku sudah menunggu kamu dari tadi." Suaranya besar tapi pelan dan seolah sengaja diserak-serakkan."Gila, kamu! Masuk tanpa ijin. Mau apa kamu? Mencuri?"Si lelaki mengekeh pelan. "Ya, aku mau mencuri nyawamu,""Bangsat, kamu! Antara aku dan kamu sudah tidak ada hubungan lagi, sudah tidak ada masalah lagi. Mau apa lagi kamu?"Sudah aku bilang, aku mau nyawamu. aku masih sakit hati dicampakkan sama kamu. Aku dendam, dan Kamu harus terima akibatnya,""Sinting, kamu! Pergi! Atau aku panggil kakangku buat m
Berita terbunuhnya Rara Intan yang mayatnya dikirim dalam sebuah peti sampai juga ke keluar Ki Barna. Nari Ratih dan Saka pun otomatis mendengar berita ini.Peristiwa ini terjadi siang hari setelah beberapa lama penguburan Arum Honje."Tandanya sama seperti pembunuhan Arum Honje," kata Ki Barna menjelaskan. Rara Intan Putri ketiga juragan Gumara orang terkaya di desa Jati Waringin. Mayat Rara Intan ditemukan di dalam sebuah peti yang dikirim oleh seseorang yang misterius."Dalam satu hari ini sudah dua kali Saka dan Nari Ratih menghadiri pemakaman. Pagi tadi penguburan Arum Honje sahabatnya Nari Ratih. Sekarang Rara Intan.Walaupun bukan orang yang dikenal keduanya, tapi cara pembunuhan yang dilakukan sama seperti yang menimpa Arum Honje.Awalnya Ki Barna yang mendengar kegegeran itu. Geger karena tidak menyangka, pagi hari Rara Intan pergi ke pasar sendirian. Tetapi pulang dikirim dalam peti mati.Yang membuat penasaran yaitu ad
"Dia calon istri Raden Sujiwa, putra seorang menteri dari Manukrawa, tidak ada alasan calon suaminya yang membunuh,""Dari petunjuk yang sengaja ditinggalkan, jelas maksud pembunuhan ini adalah balas dendam. Tapi dendam apa?""Kalau soal harta kekayaan, tidak mungkin. Keluarga Ki Barna tidak memiliki harta yang berlimpah. Misalnya, adiknya Randu ingin menguasai harta warisan sendiri, itu tidak mungkin!" tegas Nari Ratih."Sepertinya masalah cinta. Saka meneguk tuaknya. "Coba kau ingat-ingat barangkali sebelum Raden Sujiwa, mungkin ada lelaki lain yang pernah jadi kekasihnya. Atau ada wanita mencintai Raden Sujiwa, dia tidak ingin ada wanita lain yang memilikinya,"Nari Ratih menopang dagunya. Pikirannya berputar-putar memanggil ingatannya."Aku tidak tahu tentang Raden Sujiwa, tapi aku tahu Arum Honje pernah memiliki kekasih sebelum dilamar Raden Sujiwa."Menduga-duga boleh saja, tapi harus disertai bukti kuat yang mengarah kepad
Orang yang dipanggil Tuanku ini melepaskan pukulan. Ternyata dia memiliki tenaga dalam lumayan, tapi masih berada di bawah Resi Danuranda. Tentu saja hanya dalam beberapa gebrak, Tuanku telah ambruk kehilangan tenaganya.Di sebelah sana Nari Ratih juga telah menyelesaikan tugasnya. Semua penjaga rumah telah terkapar dengan luka parah yang membuat mereka tak mampu menyerang lagi. Mereka masih dibiarkan hidup.Beberapa saat kemudian berdatangan orang-orang. Saka Sinting langsung mengarahkan mereka masuk ke dalam rumah."Cari dan ambillah yang menjadi milikmu saja!"Setelah semuanya selesai. Si Tuanku, Resi Danuranda dan semua anak buahnya diikat dan dikumpulkan di bangunan tanpa dinding.Saka Sinting berpesan kepada orang-orang bekas pengikut Resi Danuranda yang hendak pulang, agar ada yang melaporkan ke pihak kerajaan.Empat hari kemudian, rombongan prajurit Galuh yang datang dipimpin seorang senapati. Mereka juga datang bersama
Saka Sinting bergerak mendekati resi Danuranda. Bagi sang resi ini kesempatan untuk meleburkan tubuh Saka Sinting dengan apinya yang panasnya mampu mencairkan baja sebesar kerbau dalam waktu singkat."Konyol, cari mati kau!" seru sang Resi tersenyum merasa menang. Lalu dengan cepat dia songsong Saka Sinting. Dua telapak tangan berhasil meraih bahu pemuda itu.Seketika api membungkus seluruh tubuh Saka Sinting. Bahkan dari mulut sang resi juga menyembur lidah api khusus membakar bagian kepala.Namun, Saka Sinting tetap tenang. Dia tidak merasakan kepanasan sama sekali. Kobaran api itu tidak membuatnya terbakar.Tubuhnya dalam keadaan baik-baik saja. Malah seolah sengaja dirinya dibakar. Saka Sinting berdiri sambil bersedekap. Kedua matanya menatap tajam wajah resi Danuranda.Beberapa lama keadaan tetap seperti itu meskipun resi Danuranda telah mengerahkan seluruh tenaga dalamnya. Jika dilihat dari jauh maka kobaran api itu seperti api ungg
Bola mata resi Danuranda bergerak-gerak seperti sedang mencari sesuatu. Wajahnya menunjukan kecemasan. Kini dia tengak-tengok ke segala arah. Sepertinya dia merasakan kehadiran seseorang."Aneh, sepertinya ada jurig menyusup. Tapi untuk apa?" Resi Danuranda mendesah lalu melangkah keluar. Ternyata dia cukup peka juga. Tapi hanya sekadar peka tidak mampu mendeteksi lebih jauh.Saka Sinting tersenyum memandangi punggung sang resi. "Aku memang jurig, tapi cuma sementara, resi gadungan!"Jelaslah sekarang tujuan semua ini. Kalau dulu ada Boma Sangara yang hendak membangun kerajaan baru. Kini, entah siapa orang yang dipanggil Tuanku itu, dia merencanakan menguasai kota raja Pakuan.Saka Sinting kembali ke raga kasarnya. Sampai di sana pemuda ini terkejut karena resi Danuranda berdiri mematung di bawah pohon di mana raga kasarnya berada. Wajahnya tampak mendongak ke atas."Rupanya penyusupnya ada di sini!" seru resi Danuranda. Tangan kanannya m
Dengan canggung Bayunata menjelaskan tujuan mereka. Pemuda yang jelas tahu cara kerja Resi Danuranda wajar curiga kepada tiga orang yang kini sudah turun dari kereta kuda.Si pemuda mendekati mereka. "Dari mana kalian tahu tentang Eyang Resi?" selidiknya.Sesuai rencana yang sudah diatur sebelumnya, Sundari menjawab. "Saudara saya sudah lebih dulu ikut Eyang Resi, saya dan keponakan saya ini juga ingin mengikuti jejak saudara saya,""Siapa saudara yang kau maksud?""Namanya Nyai Mandita,""Apa kalian tahu syaratnya?"Kemudian Saka Sinting menunjukkan peti besar yang terikat di kolong kereta kuda. Dengan sedikit membukanya, terlihatlah tumpukan perhiasan dan batangan emas.Peti berisi harta perhiasan ini berasal dari Nini Ratminah atas ide dan permintaan Saka setelah tahu persyaratan yang disebutkan Ki Bayunata. Bagi bangsa guriang, itu hal yang sangat mudah mendatangkan harta sebanyak itu.Pemuda itu terperangah