Wajah yang merupakan seorang pemuda ini tampak terkejut. Lalu dia buru-buru mengajak Saka masuk. Beberapa lama kemudian Saka keluar, kali ini bersama pemuda yang tadi.
Masalah datang lagi ketika mereka sampai di pertigaan jalan yang tadi. Orang yang tadi menghadang lagi dengan seringai licik dan satu tangan memegang gagang golok di pinggangnya."Ada apa lagi?" tanya Saka."Sepertinya kau orang kaya, maka peraturannya berubah!"Mendapat satu koin emas yang sangat berharga membuat orang-orang di sini berkesimpulan setidaknya Saka seorang saudagar sehingga dia tidak takut diintimidasi bahkan dengan mudah memberikan apa yang diminta."Maksudnya?" Saka sudah tahu arahnya."Agar kau bisa selamat keluar dari desa ini, maka serahkan seluruh harta yang kau bawa!""Peraturan atau perampokan?" tukas Saka. Sikapnya yang tetap tenang membuat anak buah Raksana ini heran. Karena menurut penglihatan mereka, Saka sama sekali tidak memiliSerangan pertama ini hanya mengenai udara. Nari Ratih mampu menghindar saat tapak itu hampir mengenai wajahnya. Posisi si gadis belum bergeser sedikitpun saat serangan susulan tiba.Sampai tujuh serangan dalam tiga kejap, Nari Ratih mampu mengelak tanpa menggeser kedua kakinya. Tubuhnya meliuk indah.Anak buah Raksana sampai terpana melihatnya. Apalagi Raksana yang berhadapan langsung. Dia harus menahan hasratnya."Sebenarnya aku ingin langsung menghadapi ayahmu yang katanya orang paling sakti di desa ini!" pongah Nari Ratih memancing sambil terus menghindar."Melawanku saja belum tentu kau mampu!" dengkus Raksana meningkatkan kecepatan serangan. Kejap kemudian dia merasa salah berucap. Wajahnya bersemu merah."Apa tidak terbalik? Sudah berapa jurus kau keluarkan tapi tidak mampu menyentuhku?"Raksana geram. Yang dikatakan si gadis memang benar, dia belum sekalipun menyentuhnya dengan serangan. Padahal sudah meningkatkan tenaga d
Di ruang depan, Ki Somara memasang raut muka dingin. Sebelum Raksana kembali dengan membawa luka. Beberapa anak buahnya melaporkan tentang seorang lelaki yang kebal senjata, bahkan mampu mematahkan golok.Menurut mereka orang itu bukan warga desa sini. Mereka curiga dia membantu orang-orang Ki Wardana yang masih berkeliaran di luar, karena pemuda ini menjemput salah satu warga desa."Gadis yang melukai Raksana dan lelaki kebal, apa mereka ada hubungannya?" pikir Ki Somara.Lelaki paruh baya ini sempat berpikir ingin meminta bantuan gurunya, tapi dia akan malu nantinya. Masa menghadapi mereka saja sampai meminta bantuan?Tapi mengingat luka yang diderita anaknya, juga laporan anak buahnya telah membuatnya membayangkan betapa hebatnya kekuatan dua orang itu.Sementara tak mungkin laporan anak buahnya dibuat-buat karena sebelumnya dia tidak menerima laporan tentang kegagalan. Mereka selalu membawa kabar memuaskan sebelum hari ini.A
Parwati tak bisa menahan tangisnya begitu melihat kondisi kakaknya yang mengenaskan. Dia memeluk erat Utari yang belum juga sadar. "Aku tidak akan puas sebelum mencabik-cabik durjana itu!" geram Parwati. Hatinya begitu terguncang. Dia merasa sangat bersalah. Kakaknya bisa jadi begini karena ulahnya yang egois. Begitulah yang ada dalam benaknya. Saka segera meminumkan tuak ke mulut Utari agar kondisinya segera membaik. Nari Ratih menerangkan kalau dia sudah membuat pemuda itu mandul. Bahkan tidak bisa menggunakan benda keramatnya lagi. Saka tersedak mendengarnya. Melihat keadaan Utari yang malang begini, wajar saja kalau istrinya emosi lalu melampiaskan dengan cara seperti itu. Tak terbayangkan seandainya dirinya yang mengalami seperti itu. Tiba-tiba di luar kereta ada suara memanggil. Saka membuka pintu. Walau gelap tapi masih bisa melihat dua orang berdiri. Kantadalu dan yang satunya sudah pernah melihat, mungkin kakaknya Parwati. "Akhirnya kutemukan juga!" ujar Kantadalu. Se
Mendengar jawaban ini Ki Somara tampak puas. Lalu dia memanggul anaknya lagi. Dia menyuruh sepasang pembantunya untuk merawat Raksana.Kemudian Ki Somara kembali ke desa Rancaputat. Kali ini dia berjalan kaki saja. Maksudnya sambil mencari keberadaan Nari Ratih yang katanya ada di dekat kedai pinggir jalan.Namun, setelah sampai di sana, kedai itu tampak sepi. Ki Somara langsung menemui pemilik kedai. Mereka tampak ketakutan begitu melihatnya."Tidak perlu takut!" seru Ki Somara. "Sampaikan kepada gadis yang telah mencelakai anakku, kalau dia berani jangan tanggung-tanggung!"Lelaki paruh baya itu keluar lagi meninggalkan kedai. Dia tahu pemilik kedai akan berusaha menyampaikan pesannya. Walaupun tidak diancam, tapi tahu akibatnya nanti.Sampai di rumah Ki Wardana disambut keterkejutan anak buahnya karena mereka yang tahu majikannya ada di dalam tiba-tiba datang dari luar."Kalian tidak usah terkejut, sekarang kumpulkan semua war
Dua orang bertubuh ramping yang mengenakan pakaian serba hitam tampak berjalan mengendap-endap dari mulai gapura desa hingga masuk ke dalam. Mereka yang wajahnya juga ditutupi kain hitam kecuali kedua matanya berusaha menghindari tempat yang ada anak buah Ko Somara.Mereka rela memutar jauh demi mencapai tempat tujuannya. Balai desa. Dari lekuk tubuhnya mereka dipastikan perempuan. Mereka bergerak tidak terburu-buru, yang penting sampai dan tidak ada satupun anak buah Ki Somara yang memergokinya.Tapi bila mereka tak bisa menghindari berpapasan dengan anak buah Raksana, terpaksa mereka keluarkan senjata. Dalam beberapa gebrak saja semua anak buah Raksana yang mereka jumpai itu terkapar tak bernyawa.Dua wanita bertopeng kain kembali menyelinap dari tempat ke tempat setelah memastikan semua orang-orang Ki Somara tewas dan tidak sampai mengundang kelompok lainnya.Tampak salah satunya melompat ke salah satu atap rumah. Langit yang gelap membantunya
Ki Somara jadi ingat ketika betapa mudahnya dia menaklukkan gadis itu. Lalu dia terlena atas kepuasannya menyiksa gadis itu. Rupanya sihir itu telah membuatnya lengah."Aku tahu mereka hanya sekelompok kecil, tapi taktiknya boleh juga!" geramnya.Dia berencana setelah kepulangannya kali ini, dia tidak akan menunggu lawan datang, tapi akan mencarinya dengan segala cara. Mereka pasti tidak jauh dari wilayah desa. Bila perlu, sisir habis desa-desa yang bertetangga.Kemudian Ki Somara menggunakan ilmu meringankan tubuh agar lebih cepat. Sampai di rumah dia langsung ke kamar khusus gurunya."Aku tahu kau menghadapi sihir!" sambut sang guru langsung mengetahui permasalahannya."Apakah salah satu dari mereka memiliki ilmu semacam itu?""Aku tidak bisa merabanya,"Ki Somara tampak lesu mendengar jawabannya. Dia mengerti kemampuan gurunya. Kalau sudah berkata begitu berarti lawannya kali ini tidak bisa diterawang seberapa besar k
Tiga tendangan beruntun berhasil mendarat di dada Ki Somara. Lelaki ini terpental lalu jatuh bergulingan. Dari mulutnya keluar banyak darah. Sosoknya terbaring di tanah, kedua matanya melihat wajah sang guru begitu ketakutan. Apa yang ditakutkannya?"Aku tidak mau berurusan dengan dia!" Itulah kata-kata terakhir sang guru sebelum berkelebat kabur. Benar juga ejekan Saka diawal. Jika sudah tahu dari awal pasti nyalinya langsung menciut.Sekarang dia sudah tahu siapa Saka. Dia tidak ingin mati konyol. Atau kehilangan seluruh kekuatannya, karena sifat Saka yang tidak mau membunuh."Guru, kenapa kau tinggalkan aku?" teriak Ki Somara diakhiri batuk-batuk yang mengeluarkan darah. Dia tidak mengerti kenapa gurunya sampai ketakutan bagai melihat jurig?Pada saat itu tiba-tiba Parwati berlari sambil menghunus pedang. Tanpa bisa dicegah dia hujamkan pedangnya tepat ke jantung Ki Somara yang akhirnya meregang nyawa. Lalu Parwati berlari lagi masuk ke dalam r
Namun, wajah khawatir itu berubah menjadi cerah dan senyum kecil mengembang di bibirnya. Ketika pandangannya tertuju pada sebuah kereta kuda yang melaju pelan dari arah berlawanan.Wanita ini langsung berdiri menghadang kereta kuda yang ternyata sedang dicari-carinya. Dia yakin inilah yang dicarinya karena ciri-cirinya sesuai dengan keterangan yang dia peroleh."Maaf, apakah Ki Sanak yang bernama Saka Sinting?" tanya wanita ini."Bibi mencari suamiku?" Nari Ratih balik tanya.Wanita ini mengangguk kuat. "Aku Sundari ingin meminta bantuan Pendekar Mabuk."Sepasang suami istri ini saling pandang. Lalu mereka menepikan keretanya. Mengajak Sundari menjelaskan maksudnya di ruang dalam."Ceritakan apa masalah Bibi," pinta Saka Sinting. Dari kerut keningnya wanita ini memang sedang membutuhkan bantuan."Majikanku yang bernama Nyai Mandita, hilang,"Nyai Mandita adalah wanita yang sudah berumur empat puluhan tapi masih