Selama dekat dengan Saka, ternyata Nari Ratih bukan cuma menyukai calon suaminya itu. Dia juga tertarik ingin memiliki kepandaian silat.Saka tidak keberatan mengangkat gadis itu jadi muridnya. Mengajari jurus-jurus dan ilmu baik itu berasal dari gurunya -Ki Aswani- atau dari kitab Sapta Wujud.Yang lebih mencengangkan buat Saka, ternyata si gadis memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Sehingga bisa menguasai jurus-jurus atau ilmu dalam waktu singkat.Saka juga membuatkan senjata untuk Nari Ratih. Yaitu berupa pedang yang bilahnya lentur sehingga bisa melengkung bagaikan sabuk.Kini Nari Ratih sudah layak disebut pendekar.Singkat cerita kini Saka Sinting dengan Nari Ratih sudah menjadi sepasang suami istri. Pernikahan mereka dilangsungkan secara sederhana saja di kediaman Menteri Teja Sarwa.Semua pejabat hadir, kecuali keluarga Jarantaka. Mereka merasa malu karena sudah sering menghina Menteri Teja Sarwa.Selanjutnya karena jiwa Saka adalah petualang, maka sang istri juga ingin ikut
Si gadis bernama Parwati acungkan pedang. Siap bertarung seandainya mereka memaksa. Hatinya sudah bulat dengan keputusannya apapun yang akan terjadi."Aku tidak akan pulang sebelum membatalkan perjodohan!""Tapi ayah sudah berjanji, dan tidak mungkin mengingkari. Ini akan merusak nama baiknya!" Lelaki yang bicara ini sepertinya saudara Parwati. Tepatnya kakaknya."Demi nama baik, kenapa harus mengorbankan aku?" teriak Parwati wajahnya mengkelam. Dia merasa beban di pundaknya sangat berat. Apakah memang begini nasib anak perempuan, selalu dijadikan tumbal untuk sebuah nama baik."Itu karena Raksana yang memilihmu!""Seenaknya saja memilih, memangnya siapa dia?""Parwati, ingat ayah berutang banyak pada Juragan Somara!""Kalau begitu aku yang akan melunasi, tapi tidak dengan cara menikahi laki-laki itu!""Keras kepala!"Tiga orang ini bergerak hendak meringkus Parwati. Namun, si gadis putar pedang untuk m
Di dalam kedai cukup ramai dan kebetulan laki-laki semua. Melihat kedatangan Nari Ratih, semuanya mendadak terdiam. Pandangan mereka seolah tak ingin lepas dari sosok cantik nani indah itu.Nari Ratih tidak peduli, dia melangkah mendekati tempat pemilik kedai untuk memesan beberapa makanan. Dia bilang makanannya mau dibawa ke dalam kereta kuda.Ketika si cantik yang sudah jadi istri Pendekar Mabuk ini hendak kembali setelah mendapatkan dan membayar pesanannya, dua orang lelaki menghadangnya."Gadis cantik, Juragan pasti mau, kau harus ikut kami!" Salah satunya hendak menarik tangan, tapi Nari Ratih segera mundur."Siapa kalian, kenal juga tidak tapi seenaknya saja mau bawa-bawa orang!"Dua lelaki ini tertawa keras, tapi wajah mereka sengaja dibuat garang bermaksud menakuti. Nyatanya Nari Ratih masih bersikap datar."Tidak perlu tahu siapa kami, kau sudah memasuki desa ini dan kebetulan kau cantik. Maka kau harus diserahkan ke Jur
Wajah yang merupakan seorang pemuda ini tampak terkejut. Lalu dia buru-buru mengajak Saka masuk. Beberapa lama kemudian Saka keluar, kali ini bersama pemuda yang tadi.Masalah datang lagi ketika mereka sampai di pertigaan jalan yang tadi. Orang yang tadi menghadang lagi dengan seringai licik dan satu tangan memegang gagang golok di pinggangnya."Ada apa lagi?" tanya Saka."Sepertinya kau orang kaya, maka peraturannya berubah!"Mendapat satu koin emas yang sangat berharga membuat orang-orang di sini berkesimpulan setidaknya Saka seorang saudagar sehingga dia tidak takut diintimidasi bahkan dengan mudah memberikan apa yang diminta."Maksudnya?" Saka sudah tahu arahnya."Agar kau bisa selamat keluar dari desa ini, maka serahkan seluruh harta yang kau bawa!""Peraturan atau perampokan?" tukas Saka. Sikapnya yang tetap tenang membuat anak buah Raksana ini heran. Karena menurut penglihatan mereka, Saka sama sekali tidak memili
Serangan pertama ini hanya mengenai udara. Nari Ratih mampu menghindar saat tapak itu hampir mengenai wajahnya. Posisi si gadis belum bergeser sedikitpun saat serangan susulan tiba.Sampai tujuh serangan dalam tiga kejap, Nari Ratih mampu mengelak tanpa menggeser kedua kakinya. Tubuhnya meliuk indah.Anak buah Raksana sampai terpana melihatnya. Apalagi Raksana yang berhadapan langsung. Dia harus menahan hasratnya."Sebenarnya aku ingin langsung menghadapi ayahmu yang katanya orang paling sakti di desa ini!" pongah Nari Ratih memancing sambil terus menghindar."Melawanku saja belum tentu kau mampu!" dengkus Raksana meningkatkan kecepatan serangan. Kejap kemudian dia merasa salah berucap. Wajahnya bersemu merah."Apa tidak terbalik? Sudah berapa jurus kau keluarkan tapi tidak mampu menyentuhku?"Raksana geram. Yang dikatakan si gadis memang benar, dia belum sekalipun menyentuhnya dengan serangan. Padahal sudah meningkatkan tenaga d
Di ruang depan, Ki Somara memasang raut muka dingin. Sebelum Raksana kembali dengan membawa luka. Beberapa anak buahnya melaporkan tentang seorang lelaki yang kebal senjata, bahkan mampu mematahkan golok.Menurut mereka orang itu bukan warga desa sini. Mereka curiga dia membantu orang-orang Ki Wardana yang masih berkeliaran di luar, karena pemuda ini menjemput salah satu warga desa."Gadis yang melukai Raksana dan lelaki kebal, apa mereka ada hubungannya?" pikir Ki Somara.Lelaki paruh baya ini sempat berpikir ingin meminta bantuan gurunya, tapi dia akan malu nantinya. Masa menghadapi mereka saja sampai meminta bantuan?Tapi mengingat luka yang diderita anaknya, juga laporan anak buahnya telah membuatnya membayangkan betapa hebatnya kekuatan dua orang itu.Sementara tak mungkin laporan anak buahnya dibuat-buat karena sebelumnya dia tidak menerima laporan tentang kegagalan. Mereka selalu membawa kabar memuaskan sebelum hari ini.A
Parwati tak bisa menahan tangisnya begitu melihat kondisi kakaknya yang mengenaskan. Dia memeluk erat Utari yang belum juga sadar. "Aku tidak akan puas sebelum mencabik-cabik durjana itu!" geram Parwati. Hatinya begitu terguncang. Dia merasa sangat bersalah. Kakaknya bisa jadi begini karena ulahnya yang egois. Begitulah yang ada dalam benaknya. Saka segera meminumkan tuak ke mulut Utari agar kondisinya segera membaik. Nari Ratih menerangkan kalau dia sudah membuat pemuda itu mandul. Bahkan tidak bisa menggunakan benda keramatnya lagi. Saka tersedak mendengarnya. Melihat keadaan Utari yang malang begini, wajar saja kalau istrinya emosi lalu melampiaskan dengan cara seperti itu. Tak terbayangkan seandainya dirinya yang mengalami seperti itu. Tiba-tiba di luar kereta ada suara memanggil. Saka membuka pintu. Walau gelap tapi masih bisa melihat dua orang berdiri. Kantadalu dan yang satunya sudah pernah melihat, mungkin kakaknya Parwati. "Akhirnya kutemukan juga!" ujar Kantadalu. Se
Mendengar jawaban ini Ki Somara tampak puas. Lalu dia memanggul anaknya lagi. Dia menyuruh sepasang pembantunya untuk merawat Raksana.Kemudian Ki Somara kembali ke desa Rancaputat. Kali ini dia berjalan kaki saja. Maksudnya sambil mencari keberadaan Nari Ratih yang katanya ada di dekat kedai pinggir jalan.Namun, setelah sampai di sana, kedai itu tampak sepi. Ki Somara langsung menemui pemilik kedai. Mereka tampak ketakutan begitu melihatnya."Tidak perlu takut!" seru Ki Somara. "Sampaikan kepada gadis yang telah mencelakai anakku, kalau dia berani jangan tanggung-tanggung!"Lelaki paruh baya itu keluar lagi meninggalkan kedai. Dia tahu pemilik kedai akan berusaha menyampaikan pesannya. Walaupun tidak diancam, tapi tahu akibatnya nanti.Sampai di rumah Ki Wardana disambut keterkejutan anak buahnya karena mereka yang tahu majikannya ada di dalam tiba-tiba datang dari luar."Kalian tidak usah terkejut, sekarang kumpulkan semua war
"Sampai kapan aku mengawasi seperti ini," gerutu Nari Ratih sambil memakan buah jambu. Kalau ditinggalkan takut yang dikhawatirkan terjadi. Bukankah dia sedang berjaga mencegah jatuhnya korban pembunuhan lagi. Namun, kalau dipikir lagi sejenak hatinya jadi ragu. Sebabnya prajurit kerajaan yang ditugaskan menangani kasus ini sudah mengendus ke Seta Aji. Kalau sudah begitu bisa saja Seta Aji tidak melanjutkan aksinya. Bagaimana kalau prajurit kerajaan mendatangi rumah dan menangkap Seta Aji? Sia-sia saja dia berjaga di situ. Apa yang dipikirkan Nari Ratih memang benar. Lima prajurit kerajaan yang dipimpin seorang Bekel mendatangi rumah Seta Aji. Tentu saja pihak berwenang dari kerajaan juga menyelidiki tiga pembunuhan yang terjadi. Dari tanda silang yang tergores di paha korban menunjuk satu tersangka, Seta Aji. Sampai di depan rumah Seta Aji, enam prajurit ini hanya mendapati Amba Citra yang sed
Giliran Nari Ratih yang kerutkan kening sambil menarik wajahnya. Lalu dia menghempas napas lega. Maklum saja Amba Citra menyangka demikian, karena dia belum tahu kalau dia sudah mempunyai suami seorang pendekar tangguh.Amba Citra menatap sahabatnya menunggu jawaban. Si gadis ini perawakannya tak jauh beda dengan Nari Ratih. Tinggi semampai, cantik, hanya wajahnya bulat dengan mata agak belo. Berbeda dengan Nari Ratih yang memiliki wajah lonjong dan mata tipis.Nari Ratih tidak segera memberitahukan tentang statusnya yang sudah bersuami. Ada yang lebih penting yang harus didahulukan, yaitu mencari pembunuh sahabatnya."Aku hanya ingin memperoleh keterangan yang banyak tentang dia darimu,""Baik, tapi apa kau yakin aku memiliki pengetahuan banyak tentang Seta Aji?""Tentu saja, karena kau tetangganya!""Baiklah, silakan bertanya!" Amba Citra mengangkat telapak tangannya menghadap ke atas.Nari Ratih menarik napas panjang.
Seketika langsung berjingkat badannya. Dadanya mendadak berdebar kencang. Bagaimana bisa ada orang masuk? Padahal dia sudah mengunci pintu sejak masuk tadi."Kau!"Semakin terkejut gadis ini begitu mengenali orang misterius ini."Bagaimana kau bisa masuk?"Lelaki berpakaian serba hitam ini tersenyum sinis dengan sorot mata tajam mengandung hawa sadis. Seperti elang hendak mencengkram mangsanya."Aku sudah menunggu kamu dari tadi." Suaranya besar tapi pelan dan seolah sengaja diserak-serakkan."Gila, kamu! Masuk tanpa ijin. Mau apa kamu? Mencuri?"Si lelaki mengekeh pelan. "Ya, aku mau mencuri nyawamu,""Bangsat, kamu! Antara aku dan kamu sudah tidak ada hubungan lagi, sudah tidak ada masalah lagi. Mau apa lagi kamu?"Sudah aku bilang, aku mau nyawamu. aku masih sakit hati dicampakkan sama kamu. Aku dendam, dan Kamu harus terima akibatnya,""Sinting, kamu! Pergi! Atau aku panggil kakangku buat m
Berita terbunuhnya Rara Intan yang mayatnya dikirim dalam sebuah peti sampai juga ke keluar Ki Barna. Nari Ratih dan Saka pun otomatis mendengar berita ini.Peristiwa ini terjadi siang hari setelah beberapa lama penguburan Arum Honje."Tandanya sama seperti pembunuhan Arum Honje," kata Ki Barna menjelaskan. Rara Intan Putri ketiga juragan Gumara orang terkaya di desa Jati Waringin. Mayat Rara Intan ditemukan di dalam sebuah peti yang dikirim oleh seseorang yang misterius."Dalam satu hari ini sudah dua kali Saka dan Nari Ratih menghadiri pemakaman. Pagi tadi penguburan Arum Honje sahabatnya Nari Ratih. Sekarang Rara Intan.Walaupun bukan orang yang dikenal keduanya, tapi cara pembunuhan yang dilakukan sama seperti yang menimpa Arum Honje.Awalnya Ki Barna yang mendengar kegegeran itu. Geger karena tidak menyangka, pagi hari Rara Intan pergi ke pasar sendirian. Tetapi pulang dikirim dalam peti mati.Yang membuat penasaran yaitu ad
"Dia calon istri Raden Sujiwa, putra seorang menteri dari Manukrawa, tidak ada alasan calon suaminya yang membunuh,""Dari petunjuk yang sengaja ditinggalkan, jelas maksud pembunuhan ini adalah balas dendam. Tapi dendam apa?""Kalau soal harta kekayaan, tidak mungkin. Keluarga Ki Barna tidak memiliki harta yang berlimpah. Misalnya, adiknya Randu ingin menguasai harta warisan sendiri, itu tidak mungkin!" tegas Nari Ratih."Sepertinya masalah cinta. Saka meneguk tuaknya. "Coba kau ingat-ingat barangkali sebelum Raden Sujiwa, mungkin ada lelaki lain yang pernah jadi kekasihnya. Atau ada wanita mencintai Raden Sujiwa, dia tidak ingin ada wanita lain yang memilikinya,"Nari Ratih menopang dagunya. Pikirannya berputar-putar memanggil ingatannya."Aku tidak tahu tentang Raden Sujiwa, tapi aku tahu Arum Honje pernah memiliki kekasih sebelum dilamar Raden Sujiwa."Menduga-duga boleh saja, tapi harus disertai bukti kuat yang mengarah kepad
Orang yang dipanggil Tuanku ini melepaskan pukulan. Ternyata dia memiliki tenaga dalam lumayan, tapi masih berada di bawah Resi Danuranda. Tentu saja hanya dalam beberapa gebrak, Tuanku telah ambruk kehilangan tenaganya.Di sebelah sana Nari Ratih juga telah menyelesaikan tugasnya. Semua penjaga rumah telah terkapar dengan luka parah yang membuat mereka tak mampu menyerang lagi. Mereka masih dibiarkan hidup.Beberapa saat kemudian berdatangan orang-orang. Saka Sinting langsung mengarahkan mereka masuk ke dalam rumah."Cari dan ambillah yang menjadi milikmu saja!"Setelah semuanya selesai. Si Tuanku, Resi Danuranda dan semua anak buahnya diikat dan dikumpulkan di bangunan tanpa dinding.Saka Sinting berpesan kepada orang-orang bekas pengikut Resi Danuranda yang hendak pulang, agar ada yang melaporkan ke pihak kerajaan.Empat hari kemudian, rombongan prajurit Galuh yang datang dipimpin seorang senapati. Mereka juga datang bersama
Saka Sinting bergerak mendekati resi Danuranda. Bagi sang resi ini kesempatan untuk meleburkan tubuh Saka Sinting dengan apinya yang panasnya mampu mencairkan baja sebesar kerbau dalam waktu singkat."Konyol, cari mati kau!" seru sang Resi tersenyum merasa menang. Lalu dengan cepat dia songsong Saka Sinting. Dua telapak tangan berhasil meraih bahu pemuda itu.Seketika api membungkus seluruh tubuh Saka Sinting. Bahkan dari mulut sang resi juga menyembur lidah api khusus membakar bagian kepala.Namun, Saka Sinting tetap tenang. Dia tidak merasakan kepanasan sama sekali. Kobaran api itu tidak membuatnya terbakar.Tubuhnya dalam keadaan baik-baik saja. Malah seolah sengaja dirinya dibakar. Saka Sinting berdiri sambil bersedekap. Kedua matanya menatap tajam wajah resi Danuranda.Beberapa lama keadaan tetap seperti itu meskipun resi Danuranda telah mengerahkan seluruh tenaga dalamnya. Jika dilihat dari jauh maka kobaran api itu seperti api ungg
Bola mata resi Danuranda bergerak-gerak seperti sedang mencari sesuatu. Wajahnya menunjukan kecemasan. Kini dia tengak-tengok ke segala arah. Sepertinya dia merasakan kehadiran seseorang."Aneh, sepertinya ada jurig menyusup. Tapi untuk apa?" Resi Danuranda mendesah lalu melangkah keluar. Ternyata dia cukup peka juga. Tapi hanya sekadar peka tidak mampu mendeteksi lebih jauh.Saka Sinting tersenyum memandangi punggung sang resi. "Aku memang jurig, tapi cuma sementara, resi gadungan!"Jelaslah sekarang tujuan semua ini. Kalau dulu ada Boma Sangara yang hendak membangun kerajaan baru. Kini, entah siapa orang yang dipanggil Tuanku itu, dia merencanakan menguasai kota raja Pakuan.Saka Sinting kembali ke raga kasarnya. Sampai di sana pemuda ini terkejut karena resi Danuranda berdiri mematung di bawah pohon di mana raga kasarnya berada. Wajahnya tampak mendongak ke atas."Rupanya penyusupnya ada di sini!" seru resi Danuranda. Tangan kanannya m
Dengan canggung Bayunata menjelaskan tujuan mereka. Pemuda yang jelas tahu cara kerja Resi Danuranda wajar curiga kepada tiga orang yang kini sudah turun dari kereta kuda.Si pemuda mendekati mereka. "Dari mana kalian tahu tentang Eyang Resi?" selidiknya.Sesuai rencana yang sudah diatur sebelumnya, Sundari menjawab. "Saudara saya sudah lebih dulu ikut Eyang Resi, saya dan keponakan saya ini juga ingin mengikuti jejak saudara saya,""Siapa saudara yang kau maksud?""Namanya Nyai Mandita,""Apa kalian tahu syaratnya?"Kemudian Saka Sinting menunjukkan peti besar yang terikat di kolong kereta kuda. Dengan sedikit membukanya, terlihatlah tumpukan perhiasan dan batangan emas.Peti berisi harta perhiasan ini berasal dari Nini Ratminah atas ide dan permintaan Saka setelah tahu persyaratan yang disebutkan Ki Bayunata. Bagi bangsa guriang, itu hal yang sangat mudah mendatangkan harta sebanyak itu.Pemuda itu terperangah