Belum habis keterkejutan Wirasoma, tiba-tiba Sriwuni menubruk dan menindihnya. Menjelang pagi itu sepasang manusia yang dilanda galau ini disibukkan dengan rintihan dan desahan.
Mereka mengulangi keindahan semalam. Kali ini melakukannya secara sadar. Hingga cahaya putih terbersit di langit timur keduanya kembali terkulai lemas dengan wajah penuh kepuasan.Begitu 'carangcang tihang' mereka sudah rapi kembali. Sriwuni kembali ke perguruan lebih dahulu. Setelah agak lama baru Wirasoma menyusul.Di dalam perguruan mereka pura-pura tidak saling kenal. Sampai di sana ternyata Sriwuni sedang dicari-cari Citrawati.Murid Nyai Padmasari ini ingin mengetahui lebih jauh mengenai tujuan Sriwuni yang mencari Kameswara.***Di pagi hari yang cerah dengan udara pegunungan yang segar, Kameswara menatap puncak gunung Indrakilla yang menjulang di sebelah timur.Pemuda yang kekuatannya semakin meningkat ini berdiri di dekat jalanTiba-tiba Kameswara merasakan hawa kehadiran orang, tapi masih jauh di belakangnya. Bukan cuma satu, tapi ada dua dari arah yang berbeda. Dia Segera menghilangkan diri dengan mengusap bahu kirinya.Kemudian Kameswara melesat naik ke salah satu pohon agar bisa melihat ke bawah. Terpaut jarak yang cukup jauh, di sebelah kiri dan kanan terlihat dua sosok yang sedang melesat naik ke puncak.Mereka menggunakan ilmu meringankan tubuh tingkat tinggi. Berlari di udara, kakinya berpijak dari pucuk ke pucuk pohon. Jika diperkirakan maka keduanya akan bertemu di satu titik, mungkin di puncak.Yang di sebelah kanan Kameswara sudah bisa menebak dari mana asal orang itu. Pakaian yang dikenakan berwarna merah darah. Siapa lagi kalau bukan orang Laskar Siluman Merah."Sudah kuduga, setiap benda berharga pasti sudah tercium oleh laskar kutu itu!"Kameswara alirkan tenaga dalam ke tangan kanan, lalu meninju udara. Mengirim pukulan jarak jauh ke arah sosok
Si pendek kekar sudah bersiap lagi. Merasa ajian Banteng Wulung sudah bisa diatasi lawan, maka dia ganti serangan menggunakan ajian Karang Samudra.Golok khas Laskar Siluman Merah dikeluarkan lalu dialirkan hawa sakti ke dalamnya. Ajian yang seharusnya dipakai secara berkelompok digunakan sendiri dengan perantara golok.Wung!Golok dikibaskan, bola api melesat memburu mangsa. Kameswara sudah hapal dengan serangan ini.Dia keluarkan Kujang Bayangan untuk menangkap bola api hingga menyerap ke dalam. Si pendek kekar terkejut.Kameswara tertawa lantang. "Mainan ini aku sudah bosan menggunakannya!"Dedengkot Laskar Siluman Merah mengganti lagi dengan ajian Gunung Bitu. Sinar jingga berkelebat keluar dari ujung golok. Gerakannya lebih cepat daripada bola api.Kameswara hanya sempat menahan dengan bilah kujang yang dilebarkan. Kalau dulu dia sempat lolos dari ajian ini, sekarang tidak. Sinar jingga menghantam kujang.T
Pertarungan terhenti. Wajah pendekar berpedang panjang tampak penuh penyesalan. Seperti seorang yang gagal menjalankan tugas. Memang seperti itu adanya.Dia disebut Samurai, dan pedang panjangnya itu disebut Katana. Jauh-jauh datang dari negeri yang disebut Matahari Terbit untuk mendapatkan kitab yang berisi taktik tempur.Ternyata kemampuannya belum sepadan dengan sang penjaga kitab tersebut. Kehebatan si kakek itu ternyata jauh dari perkiraan.Padahal dia telah mengalahkan beberapa pendekar tangguh di negeri ini sebelumnya dengan mudah.Akhirnya daripada pulang menanggung malu karena kegagalannya, maka dia melakukan 'harakiri'. Kameswara sempat kaget melihat orang ini menusukkan pedangnya ke perut sendiri secara sadis.Sosok samurai terkulai melepaskan nyawanya. Kameswara menatap penuh tanya kepada si kakek yang hanya diam saja membiarkan hal itu terjadi.Si kakek malah tersenyum dan memberi isyarat agar Kameswara menghampiriny
"Wah, bukan ilmu silat ini mah!" ujar Kameswara.Si kakek mendelik matanya. "Sudah tahu kitab ilmu perang, bagaimana kamu ini?"Kameswara terkekeh. Di halaman awal setelah membuka sampulnya tertera nama-nama taktik perang dalam Pustaka Ratuning BalasarewuDiantaranya : Mandala Puspa, Gagak Nangtungan, Rangga Balik Pati, Bajra Panjara, Singhabihwa, Asumaliput, Gagaksangkur, Kidang Sumeka, Luwak Maturut, Tapak Sawetrik, Pakeprajurit, Prebusakti Lemahmrewasa, Ngalinggamanik, Bebahbuhaya, Merak Simpir, Cakrabihwa dan masih banyak lagi. Kitab kembali dimasukkan ke dalam kantong kain hitam."Sudah boleh aku bawa?""Silakan, dengan begitu tugasku selesai!" ujar Ki Ungkara melepaskan napas lega. Beban yang dipikul selama hidupnya kini seolah terangkat ke langit."Kakek percaya padaku?" goda Kameswara, tapi ada benarnya juga. Soalnya dia begitu mudah mendapatkannya tanpa rintangan yang berat sekalipun."Oh, percaya, lah. Kau juga
"Terus sekarang Guru mengajakku entah mau kemana, sebenarnya apa yang kita cari, Guru?" tanya Sokalima menumpahkan segala unek-uneknya.Sejak berangkat dari perguruan beberapa hari setelah pernikahan Citrawati, sang guru sama sekali belum memberi tahu apa tujuannya. Sokalima tahu-tahu mendapat perintah saja untuk menemani perjalanan gurunya."Mencari laki-laki yang telah memikat hati Citrawati!" jawab Nyai Padmasari tegas.Di atas pohon, Kameswara kembali terkejut. Bisa jadi Citrawati telah mengungkapkan isi hatinya sebelum menikah. Apalagi sang guru juga perempuan, jadi bisa mengerti perasaan sesama perempuan."Jadi ada laki-laki lain yang dicintai Citrawati?" Sokalima mulai penasaran."Ada, bahkan dia sampai rela menyerahkan kehormatannya!"Baik Sokalima juga Kameswara sama-sama menelan ludah. Rupanya gadis bertubuh jangkung itu berkata sejujur-jujurnya, pikir Kameswara."A-apa, dia bilang sendiri begitu?" cecar Sokali
"Aku hanya anak orang biasa yang teraniaya dan selalu ditindas karena aku anak yang lemah. Tidak bisa memiliki ilmu silat karena hanya memiliki jenis tulang Jelata," tutur Kameswara."Karena hinaan itu, maka aku terpaksa jadi pendekar. Beruntung aku punya paman yang baik yang mengantarkan aku bertemu dengan Kakek Kuncung Putih di hutan Mandapa. Di sanalah aku digembleng!" Kameswara menutup ceritanya.Nyai Padmasari pernah mendengar hanya orang-orang tertentu saja yang bisa bertemu Ki Kuncung Putih. Berarti Kameswara termasuk generasi emas walaupun asalnya dia hanya memiliki jenis tulang Jelata.Dan terbukti dalam waktu yang singkat Kameswara sudah mencapai tahap yang luar biasa untuk orang seumurannya. Rasanya belum pernah ada generasi emas sebelumnya yang seperti ini.Wajah Nyai Padmasari tampak lembut, tidak garang seperti tadi. Hawa sakti yang terpancar perlahan menipis dan Sokalima sudah bisa menarik napas lega, dia sudah bisa berdiri bebas.
Kameswara kehilangan jejak Prabu Amuk Marugul dan pengawalnya. Mata saktinya tidak menemukan sosok mereka di kegelapan. Ini aneh, padahal tidak lama Kameswara segera menyusul mereka.Namun, baru sebentar saja dia sudah kehilangan jejak. Kameswara malah menemukan sebuah hutan yang cukup rapat pepohonannya. Hanya ada jalan setapak yang bisa dilewati. Keadaannya sangat gelap gulita karena dedaunan yang sangat lebat menghalangi cahaya bulan sabit di langit. Persis seperti berada di ruang hampa tak terhingga kalau tidak menggunakan mata sakti.Kameswara berjalan sangat waspada. Perasaannya mendadak tidak enak. Sepertinya dia salah jalan atau tersesat. Tiba-tiba terdengar suara angin terbelah oleh lesatan senjata.Tap!Tangan kanan Kameswara secara naluri bergerak sendiri menangkap sesuatu yang melesat dari arah depan."Senjata rahasia, pisau kecil," pekik Kameswara pelan setelah melihat benda digenggamannya. Pemuda ini mencoba mencer
Di depan sana memang batas hutannya, karena di sebelah depannya lagi ada sebuah tanah kosong, sepertinya kebun yang belum digarap.Sejauh lima tombak lagi ke ujung hutan. Hujan serangan senjata rahasia tiba-tiba lenyap. Kameswara geleng-geleng kepala lalu melangkah lagi.Namun, beberapa langkah lagi menuju ujung, tiba-tiba bertiup angin sangat kencang dan dahsyat bagaikan badai yang menghempas Kameswara agar kembali ke dalam hutan.Secara refleks Kameswara mendekap pohon terdekat agar tubuhnya tak terbawa angin. Dia salurkan tenaga dalam ke kaki. Sepasang Kujang Bayangan dijadikan perisai penahan badai.Kemudian Kameswara melangkah seperti sedang mendorong sesuatu yang besar di depannya. Posisi tubuhnya doyong ke depan.Hempasan angin badai ini begitu dahsyat. Kameswara sampai mengerahkan lebih dari setengah tenaga dalam yang dimilikinya.Dia seperti sedang bertarung melawan sepuluh orang pendekar Utama tingkat sembilan atau punc
Pasukan Galuh sudah siaga menunggu sekitar seratus tombak di depan gerbang masuk. Sang senapati utama langsung memimpin paling depan.Bimaraksa berniat ingin menghalau pasukan Sunda sekaligus membunuh Sanjaya. Dia tidak memikirkan lagi tentang Kameswara di belakangnya. Tekadnya sudah bulat.Ada tiga lapis yang menjaga pintu gerbang. Semuanya bersenjata lengkap. Terbagi lagi menjadi beberapa kelompok dengan keahlian senjata masing-masing.Sejak hari gelap mereka sudah siap menunggu kedatangan pasukan Sunda. Beberapa kali prajurit pengintai bolak balik menyampaikan situasi dan keadaan pasukan musuh.Beberapa lama kemudian terdengar suara gemuruh langkah tegap bagikan menggetarkan bumi. Pasukan Sunda telah tiba. Barisan paling depan dipimpin oleh Patih Anggada.Arya Soka berada di lapisan ke dua belasan tombak di belakang lapisan pertama. Rahyang Tamperan, putra Prabu Sanjaya dari Tejakancana juga ikut dalam penyerangan ini.Suasana
Dalam sekejap tiga sosok ini sudah berpindah tempat di tiga arah mengepung Kameswara. Si wanita berada di depan langsung menyentakkan dua tangan ke depan.Wussh.Entah dari mana datangnya, tahu-tahu ribuan nyamuk terbang ke arah Kameswara. Ternyata dari dua arah lainnya juga sama, hanya nyamuknya berbeda warna."Wah, jurig nyamuk betulan!" seru Kameswara sebelum kerahkan hawa sakti pelindung. Kemudian dua tangan bergerak seperti melambai.Wussh!Segelombang angin menghempas ribuan nyamuk tiga warna itu. Hitam, kuning dan merah. Akan tetapi jumlah hewan menyedot darah ini malah bertambah. Dari belakang mereka muncul lagi ribuan.Kameswara tertutup oleh gulungan nyamuk yang jumlahnya ribuan itu. Pemuda ini tingkatkan hawa sakti pelindung, malah menggunakannya seperti ketika melawan resi Wanayasa.Ribuan nyamuk itu tidak bisa menyentuh tubuh Kameswara, tapi Tiga Jurig Penghisap Darah juga tidak kelihatan. Tahu-tahu dari bel
Kerajaan Galuh.Purbasora bukan tanpa persiapan guna membendung pasukan Sunda. Meski pendekar suruhannya gagal mendapatkan Pustaka Ratuning Bala Sarewu, tapi dia masih mempunyai andalan lain yaitu prajurit Indraprahasta.Seperti perjanjiannya dengan Wiratara, kalau Purbasora berhasil berkuasa di Galuh maka tahta Indraprahasta akan diserahkan kepada Wiratara.Kedudukan Indraprahasta juga diistimewakan walaupun statusnya masih bawahan Galuh.Namun, beberapa senapati dan hulu jurit dipanggil ke Galuh untuk melatih pasukan Galuh yang akan menghadapi gempuran pasukan Sunda jika sudah saatnya nanti.Satu orang yang dikhawatirkan oleh Purbasora bukanlah Sanjaya, tapi pemuda dengan kesaktian yang hampir menyamai ayahnya tiada lain adalah Kameswara."Dyah Kencana Sari gagal, aku tidak mengerti kenapa ajian itu tidak mempan terhadap pemuda itu. Ini sama saja dengan memberinya hadiah, menikmati wanita cantik secara cuma-cuma!"Purb
Kameswara tersurut beberapa langkah. Jarak mereka kini sekitar tiga tombak. Di halaman depan rumah itu yang terlihat mereka hanya sedang berdiri berhadap-hadapan.Padahal energi mereka yang sedang saling dorong. Hawa sakti saling bergesekan layaknya dua senjata yang saling menebas atau berayun.Ini bukan yang pertama kalinya buat Kameswara. Menghadapi orang dengan kesaktian besar memang begini. Tidak lagi menggunakan jurus yang berbentuk.Akibat dari dua kekuatan yang bertemu ini, tempat sekitar bagaikan dilanda badai. Angin berputar kencang.Murid-murid resi Wanayasa tidak ada yang berani mendekat. Mereka hanya menyelamatkan benda-benda yang tersapu akibat pertarungan ini.Kameswara menghadapi kekuatan yang lebih besar dari sebelumnya yang pernah dia lawan, yaitu Andamsuri. Wanita itu sekarang masih terkurung dalam penjara menunggu di eksekusi.Andamsuri sudah tidak sakti lagi setelah terkena ajian Serap Sukma-nya Kameswara.
Ketika Dyah Kencana Sari terbangun, Kameswara sudah tidak di sisinya. Dia merenung sejenak membayangkan sosok Kameswara yang begitu perkasa. Senyumnya terulas di bibir yang tipis itu.Kemudian gadis ini mengenakan kembali pakaiannya hingga rapi. Tempat tidur yang berantakan juga alas yang basah oleh cairan kenikmatan termasuk darah kesuciannya. Kain alas yang sudah kotor itu dia buang ke sungai.Beberapa saat kemudian gadis ini sudah tampil cantik menawan."Kalau aku sampai bertemu lagi denganmu, Kameswara. Maka aku akan menyerahkan hidupku sepenuhnya untukmu!"Si gadis berkata demikian karena mengira Kameswara telah kehilangan kesaktiannya dan kalau sudah begitu maka musuh Kameswara akan dengan mudah membunuhnya.Terlihat tiga orang yang mengawalnya datang mendekat dengan perahu kecil."Kalian melihat dia pergi?" tanya Dyah Kencana Sari setelah tiga orang ini naik ke kapal kecilnya."Ya," salah satunya menjawab.
Di tenda Prabu Sanjaya.Empat orang pembunuh bayaran sudah muncul dan sedang bertarung melawan Arya Soka dan Widuri. Sepasang suami istri ini masing-masing menghadapi dua orang.Para pembunuh tidak hanya menyerang secara terang-terangan, tapi juga kadang-kadang membokong dengan senjata rahasia.Untungnya suami istri ini selalu waspada. Apalagi di malam hari serangan bokongan tidak dapat dilihat. Mereka mengandalkan pendengaran dan kepekaan perasaan.Sementara itu pembunuh yang masih bersembunyi menyerang Prabu Sanjaya yang berada di dalam tenda dengan melemparkan senjata kecil dari tempatnya.Sekali lempar puluhan senjata melesat cepat tak terlihat oleh mata biasa. Namun, semua itu tidak membuahkan hasil.Senjata yang mereka lemparkan selalu kandas sebelum sampai menyentuh tenda.Sriing! Pyarr!Di sisi lain, di sekeliling tempat ini ternyata sudah disiapkan prajurit regu pemanah yang dipimpin salah satu senapati
Serangan datang lagi dari arah belakang Arya Soka. Di sini Widuri yang lebih peka. Wanita ini melompat ke atas sambil memutar badan serta memutar pedangnya juga.Sriing! Sraaat!Entah senjata apa yang datang melesat dari belakang, yang penting semuanya terpental sebelum sampai ke sasaran.Selanjutnya dalam beberapa saat sepasang suami istri ini berjibaku dengan serangan demi serangan yang dilancarkan dari arah kegelapan.Kecepatan mereka dalam bergerak dan mengambil keputusan diuji saat ini. Semua demi melindungi sang raja.Namun, mereka juga cukup terbantu oleh hawa sakti Prabu Sanjaya sendiri yang melindungi tempat sekitar.Kalau ada Kameswara mungkin para penyerang gelap ini akan menerima serangan ajian Bantai Jagat yang sangat ditakuti mereka. Namun, mumpung ada kesempatan mereka tidak menyia-nyiakan begitu saja.Akan tetapi sepasang suami istri ini juga cukup tangguh. Meski cuma berdua, kepandaian mereka tidak bisa
Kameswara meracik penawar racun dengan bahan yang mudah didapat sehingga tidak membutuhkan waktu lama mengerjakannya dan orang-orang yang keracunan akhirnya terselamatkan. Prabu Sanjaya sudah hadir di antara mereka. Dengan berbesar hati dan jiwa sang prabu mengucapkan permintaan maafnya atas apa yang telah terjadi. "Setelah diselidiki, ternyata ada satu prajurit yang tewas lalu pakaiannya dicuri oleh si pembunuh tadi," kata Prabu Sanjaya. "Aku sebagai raja dan pemimpin rombongan ini meminta maaf atas kecerobohan ini. Aku akan memberikan sesuatu sebagai ganti rugi!" "Oh, tidak perlu begitu Gusti. Kami bisa selamat saja itu sudah cukup!" sergah si ayah yang sudah sembuh dari racun. "Tidak apa-apa, Pak. Ini sebagai peringatan buat aku juga untuk kedepannya agar lebih waspada!" Si ayah dan keluarganya tidak bisa berkata apa-apa lagi. Beberapa saat kemudian Prabu Sanjaya sudah meninggalkan tempat it
Seperti rencana semula akhirnya para pembunuh ini menunggu orang kiriman yang khusus untuk menangani Kameswara."Pastinya dia dikirim dengan maksud agar pasukan Sunda tidak sampai ke Galuh,""Salah satu dari kita harus mencari keterangan orang itu, agar bisa mengatur rencana!""Baiklah, aku yang akan mencari keterangan. Aku akan mengirimkan kabar lewat burung merpati!"Pembunuh yang berkata tadi langsung berkelebat pergi tanpa persetujuan rekan-rekannya."Kita tetap menguntit pasukan Sunda. Walau keberadaan kita terendus oleh Kameswara, tapi aku yakin dia tidak akan bertindak kalau kita tidak bertindak!""Baik kita menyebar lagi!"Para pembunuh yang berjumlah dua belas orang ini membubarkan diri. Mereka tidak tahu kalau sarang mereka telah musnah. Pimpinan mereka telah binasa.Sementara di atas kuda, Kameswara juga memikirkan siapa orang yang dikirim khusus untuk dirinya. Dari percakapan para pembunuh itu diperk