Seorang gadis cantik tampak berjalan tergesa-gesa, bahkan seperti berlari. Kalau kain panjang yang melilit di pinggang ke bawah tidak menyusahkan, mungkin dia akan berlari.Gadis ini berbeda dari kebanyakan orang. Walaupun memiliki wajah pribumi, tapi baju kebayanya agak longgar dan kepalanya memakai kerudung."Kau tak kan bisa lari, Manis!"Teriakan itu terasa menggetarkan hati. Meskipun orangnya masih jauh, tapi seolah-olah berada tepat di belakangnya.Gadis ini terus melangkah tak mau menoleh kebelakang. Dia tarik sedikit kain panjangnya ke atas sehingga memperlihatkan betisnya yang putih.Dengan begitu dia bisa leluasa berlari dengan kaki yang sudah tidak memakai alas lagi yang entah lepas di mana karena saking paniknya.Pagi tadi seperti biasa dia bersama teman-temannya mencuci pakaian di sungai. Hanya saja dia pulang belakangan karena hari ini cuciannya banyak.Ketika dia selesai mencuci dan hendak pulang, dua lelaki bertampang garang menghadangnya di tengah jalan.Segera saja d
Ternyata Subang Larang adalah salah satu santri di pondok Quro. Malah terbilang santri yang paling cantik.Banyak lelaki yang tergila-gila padanya. Bahkan kabarnya akan diadakan sayembara memilih suami bagi Subang Larang."Aku harap Raden mengikuti sayembara ini," pesan Subang Larang sebelum dia bergegas masuk ke dalam lingkungan pondok.Pamanah Rasa hanya mengantar sampai pintu masuk belakang pondok. Tidak baik kalau sampai kelihatan, lelaki dan perempuan yang belum menikah jalan berdua. Begitu kata Subang Larang dalam ajaran agama yang dianutnya."Berarti aku tidak dianggap!" gumam Kameswara.Pamanah Rasa hanya menghela napas. Sayembara dilaksanakan tujuh hari lagi. Apakah dia akan mengikutinya?Walaupun sudah dijodohkan dengan Kentring Manik, itu hanya untuk mempererat kekerabatan saja.Sementara untuk jodoh pilihan hati sendiri, dia belum menemukannya. Sampai bertemu dengan Subang Larang, baru sekarang hatinya merasa tertarik yang amat dalam terhadap lawan jenis.Sebenarnya Kamesw
Entah siapa yang mulai duluan keduanya sudah beradu jurus. Gerakan Marugul sungguh mantap kedua tangannya seolah-olah menjadi berat dan sekuat besi. Setiap hantaman menimbulkan angin padat yang mampu merobek kulit.Tapi itu tidak berlaku kepada Pamanah Rasa karena dia sudah melapisi tubuhnya dengan hawa sakti, jari-jarinya yang membentuk cakar juga tampak kokoh seperti baja dan mampu merobek batu yang sangat keras begitu juga angin yang ditimbulkan, terasa seperti pisau yang menyayat.Dua angin padat yang saling beradu Ini menimbulkan suara seperti gesekan dua logam yang bikin telinga terasa ngilu. Penonton awam sampai menutup telinganya.Penonton benar-benar dipuaskan dengan suguhan jurus-jurus yang memukau mereka tidak lagi mendebatkan siapa yang menang dan siapa yang kalah, mereka hanya menikmati pertunjukan itu walau tahu sebenarnya berbahaya apalagi di dalam jarak yang dekat. Sudah puluhan jurus dilewati namun keduanya masih tampak berimbang. Dalam sekali gerak dua tinju Marugul
Perjalanan Kameswara kini menuju arah timur. Dia merasakan ada perubahan lagi pada tubuhnya. Langkahnya ringan.Bahkan ketika mencoba melompat, ternyata hasilnya mengejutkan. Lompatannya bisa mencapai tiga tombak.Beberapa kali melompat agar langkahnya cepat jauh, tapi ternyata masih ada yang kurang.Yaitu keseimbangan badan. Sehingga dia sering oleng bahkan terjatuh walau cuma dua kali.Mungkin bila sudah mampu menyeimbangkan diri, maka dia bisa menggunakan cara itu untuk meringankan tubuhnya.Dia terus berlari dan melompat tanpa merasa lelah karena efek sabuk sakti.Tentu saja sambil belajar keseimbangan. Belajar menginjakkan kaki dengan tepat juga menambah kecepatan.Awalnya hanya dilakukan di atas tanah. Kemudian dia mencoba hinggap di batang pohon sebelum tubuhnya mendarat.Seperti biasa awalnya tidak mudah dilakukan. Ada yang keburu mendarat padahal dua langkah lagi menjangkau pohon.Ada yang kele
Ketika tangan Kameswara memegang kitab Jaya Buana, terasa ada hawa kecil mengalir masuk ke pori-porinya.Terus menjalar ke seluruh tubuhnya. Perlahan dia mulai membuka halaman pertama.Hanya ada rangkaian tulisan saja di halaman pertama. Kameswara membacanya dengan pelan."Ilmu silat tidak dibatasi gerakGerak tidak akan memberikan kembanganKecuali hanya sedikitDan bagi orang yang terbuka pikiranSedangkan aksaraBisa membuat gerakan bebasMengikuti pikiranMenciptakan banyak kembanganSatu kata bisa membuat ribuan gerak."Kameswara membuka halaman berikutnya, isinya sama. Semua tulisan tidak ada gambar gerakan silat sampai halaman terakhir.Kitab ini tidak terlalu tebal, hanya sekitar lima puluh lembar saja. Bahannya terbuat dari daun lontar.Anak ini merenungkan tulisan di halaman awal tadi. Tidak butuh waktu lama dia menemukan makna tulisan itu.Sekarang dia sadar kenapa di dalam kita
Dua hari tanpa henti-henti Kameswara berkelebat bagaikan terbang dari pohon ke pohon.Dia ingin menikmati ilmu meringankan tubuh yang teorinya didapat dari kitab Jaya Buana.Dia menelusuri jalan semula ketika hendak ke hutan Balida, ke arah barat, tapi melalui jalur sepi, karena kalau lewat jalan ramai nanti dia disangka siluman oleh orang-orang biasa karena melihat kecepatan geraknya.Suatu sore ketika sampai di suatu jalan yang cukup lebar, Kameswara hentikan larinya. Lalu menyelinap ke balik semak belukar yang agak jauh dari pinggir jalan. Tidak lelah, tidak haus atau lapar, tentu karena efek sabuk sakti.Kameswara menyelinap karena merasakan akan ada beberapa orang melewati jalan itu. Dia melihat ke arah jalan yang membelok ke kiri.Di ujung belokan jalan terlihat sebuah kereta kuda yang besar ditarik oleh dua kuda sekaligus dan dikawal oleh tujuh orang yang memiliki kemampuan pendekar Madya tingkat dua.Kereta kuda ini tenga
Kameswara tersenyum tenang. "Jangan tanggung-tanggung, maju semua!" tantangnya, walau dalam hati dia cemas juga. Ini pertarungan pertamanya. Lawan banyakan lagi.Pertarungan pun segera berlangsung. Seperti saran Kameswara, mereka tidak tanggung-tanggung langsung menggunakan senjatanya berupa golok yang ukurannya lebih besar dari golok biasa. Anggota laskar ini sudah tersulut emosi karena sikap Kameswara yang meremehkan. Terlebih lagi pemuda itu belum mengeluarkan jurusnya. Hanya menghindar sambil tersenyum meledek.Yang dilakukan Kameswara bukan sekadar menghindar, tapi membaca pola serangan lawan.Ketika sudah terbaca, otaknya langsung teringat bahwa inti gerakan mereka sama dengan kalimat di baris sekian halaman sekian di dalam kitab Jaya Buana.Tentu saja memahaminya hanya dalam beberapa kejap saja. Kemudian barulah pemuda ini mengeluarkan jurus yang menjadi pemecah serangan lawan.Karena melawan keroyokan, dia kerahkan tenag
Masih pura-pura, Kameswara melayani pertarungan ini. Dia seolah-olah baru mencapai pendekar Mula tingkat awal.Ini membuat Dirga Pawana merasa berada di atas angin. Kameswara dibuat jadi bulan-bulanan sehingga senyum angkuh dan sombongnya selalu tersungging di bibirnya.Beberapa pukulan mentah bersarang di tubuh Kameswara membuatnya hilang keseimbangan.Di beberapa anggota badannya tampak memar. Padahal aslinya tidak merasakan sakit sedikitpun.Hingga Kameswara tak kuat lagi menahan dan tubuhnya roboh ke tanah. Dia sengaja karena merasakan ada seseorang yang datang. Dan benar saja, orang yang datang adalah yang dinanti-nantikan. Kirana.Gadis ini datang menghentikan kebengisan Dirga Pawana akibat rasa cemburunya. Wajahnya menunjukan ketidaksukaan."Apa yang kau lakukan?" Kirana menatap marah kepada Dirga Pawana. Lalu menghampiri Kameswara yang tergeletak di tanah lalu berusaha membangunkannya. "Kameswara, kau terluka!"M
Jatuh dari ketinggian yang tidak bisa diukur sehingga sosoknya melayang cepat dan menghantam tanah dengan kuat.Bam!Kameswara tidak merasakan apa-apa saking kerasnya benturan. Bahkan bernapas pun susah. Apakah ajal sudah menjemputnya sekarang?Akan tetapi sayup-sayup masih terdengar suara kerumunan orang. Dia merasakan kehadiran banyak orang di sekelilingnya. Tidak jelas apa yang mereka bicarakan. Penglihatannya pun tidak jelas.Apakah dia masih hidup atau sudah mati? Kemudian Kameswara merasakan dirinya ada yang mengangkat. Agak lama kemudian tubuhnya melayang lagi.Buk!Kejap berikutnya pemuda ini sudah tidak ingat apa-apa lagi.***Byur!Kameswara terbangun karena siraman air. Dia langsung memperhatikan sekitarnya. Dia berada di ruangan temaram. Hampir tidak ada penerangan di sini.Setelah memperhatikan lebih jelas ternyata dia berada di dalam ruang kurungan, mengingatkan dia ketika dikurun
Kameswara tidak kaget ketika merasakan ada energi besar yang menindih dirinya. Dia ingat pertarungan melawan si kakek gemuk tempo hari.Yang Kameswara cemaskan adalah Ayu Citra. Dia lihat sang istri telah mengerahkan tenaga dalamnya untuk menahan energi yang membebaninya.Segera saja Kameswara tarik napas dalam-dalam. Himpun semua kekuatan yang dia miliki. Sebagian digunakan untuk menahan himpitan dua energi dari lawannya, juga untuk membantu meringankan beban Ayu Citra.Sebagian lagi disiapkan ke dua tangannya untuk membuat sebuah pukulan. Karena kedua lawannya juga tampak sama. Mereka mengisi kekuatan pada kedua tangan masing-masing.Udara pagi yang sejuk seketika berubah menjadi terik. Hewan-hewan yang sedang berada di dekat mereka langsung menjauh.Bahkan di atas pun tidak burung yang berani lewat.Gentasora dan Rah Wengker tampak bergetar. Tubuh mereka mengeluarkan asap hitam tipis. Sepertinya mereka langsung mengeluarkan aj
Prabasari menghambur kembali, menenangkan Kameswara yang seperti sedang kepanasan. Dia mengira lelaki pujaannya ini hanya sakit biasa saja."Tenanglah, aku akan mengobatimu!"Begitu memeluk Kameswara, ternyata tubuh Kameswara terasa sangat panas. Ditambah meronta-ronta dengan kuat, tapi Prabasari tidak peduli. Dia berusaha kuat terus menenangkan.Namun,..."Aaakh!Bruuakk!Akibat rontaan Kameswara yang kuat, tubuh Prabasari terlempar sampai mendobrak jendela lalu jatuh bergulingan ke luar. Ke halaman belakang.Beruntung tidak mengenai Ayu Citra yang duduk di bawahnya karena saking kuatnya dorongan Kameswara.Ayu Citra yang sempat kaget segera berdiri, tapi tetap melantunkan bacaan. Dia berbalik melihat Kameswara yang masih menggeliat-geliat.Tangan kanan si cantik berkerudung ini berusaha menggapai Kameswara. Sebisa mungkin dia menyentuh apa saja bagian tubuh Kameswara yang bisa dijangkau.Tep!
Ayu Citra mencari tempat sepi. Berusaha menjauhi perkampungan sampai dia menemukan gubuk kecil di dekat sebuah pancuran.Dia mengambil air wudhu di pancuran karena hari sudah gelap, tapi si cantik ini tidak takut gelap sama sekali.Apalah artinya kegelapan alam dibandingkan dengan kegelapan hatinya.Sekarang sudah waktunya menjalankan kewajiban kepada Tuhannya. Di gubuk itu dia menunaikan ibadahnya. Dia hanya melebarkan kerudungnya agar menutupi sampai bagian lehernya.Karena pakaiannya sudah longgar dan sudah menutupi seluruh badan. Dia tidak sempat mengambil mukena di kamar sewaannya karena saking kacau hatinya.Selesai solat magrib Ayu Citra merenung sambil wiridan. Segala apa yang menimpanya pasti ada sebabnya. Entah itu dari dosa yang diperbuat baik sengaja atau tidak.Semuanya dia pasrahkan kepada Yang Maha Kuasa Sang pemberi takdir untuk semua manusia di muka bumi.Meski terasa sakit, Ayu Citra membayangkan kembal
Ayu Citra melihat sang suami tengah berpacu dalam permainan panas bersama seorang wanita yang tidak dikenalnya.Seorang gadis berkulit putih, cantik, bermata sipit. Bentuk wajahnya agak beda dengan gadis Sunda pada umumnya.Mereka berdua dalam keadaan tanpa sehelai benang pun. Keduanya tampak kaget mendengar teriakan Ayu Citra, tapi sikap Kameswara sepertinya santai saja.Acuh!"Kang, ada apa ini? Kenapa begini, siapa dia?"Gadis berkulit putih malah tersenyum penuh kemenangan. Memperlihatkan barisan giginya yang juga putih dan rapi."Siapa kau, mengapa masuk kamar sembarangan?" sentak si gadis bermata sipit yang tidak lain adalah Prabasari."Kau yang siapa, kenapa masuk ke kamar orang sembarangan, dia suamiku!" Ayu Citra tidak mau kalah."Apa suamimu," sanggah Prabasari masih tetap tersenyum jahat. "Kau lihat baik-baik, siapa dia. Apa dia mengenalmu? Jangan-jangan kau salah orang!"Pandangan Ayu Citra
Kameswara melangkah mendekat ke gubuk. Ayu Citra mengikuti sambil menggandeng tangan sang suami. Sampai setengah tombak di depan gubuk Kameswara berhenti.Dari balik bajunya Kameswara mengambil sesuatu lalu diulurkan ke pintu gubuk yang tidak memiliki daun. Sebuah batang bambu kecil yang dibuat sedemikian rupa.Benda yang mengingatkan Eyang Gading Wulung kepada Raden Pamanah Rasa waktu kecil. Rupanya benda ini masih disimpan. Sekarang dibawa Kameswara sebagai bukti.Satu tangan terjulur dari dalam mengambil benda tersebut."Kau mau apa?" tanya si kakek suaranya lebih pelan sekarang.Namun, Ayu Citra masih berjaga-jaga takutnya tiba-tiba menyentak lagi.Kemudian Kameswara mengeluarkan Labu Penyedot Sukma. Memperlihatkan kepada orang yang belum juga memunculkan dirinya."Saya harus menanam ini ke dasar gunung," jawab Kameswara.Agak lama tidak ada jawaban. Lalu dari dalam gubuk kecil ini keluar satu sosok sang pem
Kemegahan istana Pakuan yang kini banyak orang menyebutnya Pajajaran masih terbayang di pelupuk mata. Siapapun ingin tinggal dan hidup di sana.Namun, ada takdir yang menuntun apakah seseorang bisa menjadi bagian istana tersebut atau tidak?Termasuk sepasang suami istri pendekar muda Kameswara dan Ayu Citra, mereka tidak ditakdirkan hidup di sana. Bukan karena tidak mau atau tidak ada kesempatan.Prabu Siliwangi menawarkan sebuah jabatan untuk Kameswara, tapi pemuda ini menolak dengan halus. Sewaktu di istana Kawali juga sudah pernah ditawari, jawabannya sama.Kameswara mendengarkan nasihat istrinya, makanya dia menolak jabatan tersebut."Aku tidak ingin menjadi gelap mata, Kang. Mungkin sekarang masih bisa tahan godaan, tapi entah nanti. Lihatlah para menteri yang mendapatkan hukuman kemarin,""Kenapa dengan mereka, Nyai?""Setelah diselidiki, ternyata sebagian dari mereka hanya ingin memenuhi tuntutan istrinya yang sem
Belum juga perintah memanah turun, tiba-tiba alun-alun sudah dikepung prajurit khusus. Senapati Raga Kusuma terkejut bukan main. Bagaimana pasukan khusus ini tiba-tiba saja mengepung, apa maksud mereka?Semua yang hadir di sana pun heran kecuali Kameswara dan dua prajurit yang berlutut di sampingnya.Satu sosok gagah tinggi besar dengan pakaian kebesarannya melangkah lebar ke tengah alun-alun menghampiri senapati Raga Kusuma."Senapati utama Yudha Manggala," sebut sang senapati sambil menjura. "Ada apa ini?"Senapati utama Yudha Manggala mendongak dengan wajah angkuh, tapi mengandung wibawa yang begitu tinggi. Semua tahu kedudukan dan kewibawaan sang senapati utama ini."Senapati Raga Kusuma, Menteri Surabraja, Menteri Waragati, Menteri Gunayasa, Menteri Yamaseta dan semua yang terlibat kalian ditangkap!"Suara senapati utama Yudha Manggala menggelegar lalu dituruti belasan prajurit khusus yang langsung meringkus orang-orang yang
Jaya Permana masih penasaran, dia belum juga menemukan Ayu Citra. Kemana wanita berkerudung itu pergi? Dia sudah menyusuri setiap tempat.Yang belum di periksa adalah istana Suradipati, tempat kediaman keluarga raja.Melalui jalan samping yang agak jauh, dia berniat menuju belakang bangunan megah paling belakang ini.Semenjak beristrikan Nyai Subang Larang, di belakang istana ini didirikan bangunan kecil yang disebut surau. Digunakan untuk melakukan ibadah dan belajar mengaji putra-putri Nyai Subang Larang.Saat itu hari baru carangcang tihang, jadi masih agak gelap. Dari surau itu terlihat seseorang keluar. Jaya Permana langsung membelalakkan mata."Sudah kuduga, dia pasti ada di sini!"Sang menteri muda langsung bergerak cepat menghampiri, tidak peduli melanggar aturan. Justru dalam hati dia bertanya-tanya kenapa Ayu Citra bisa masuk ke istana Suradipati?"Ayu Citra, akhirnya kutemukan juga!""Mau apa kau?" Ay