LEBIH BAIK KITA BERPISAH 36"Marsya itu aneh deh, Bi. Tiba-tiba datang, ngomong aneh-aneh, terus pergi tanpa pamit lagi."Aku bercerita sambil memberikan sarung dan peci pada Biru. Ini malam takbiran pertamaku bersamanya. Dia barusan minta izin akan ikut takbiran di masjid komplek, katanya sekalian mengakrabkan diri dengan para tetangga setelah sekian bulan sibuk bekerja."Jonas pernah bilang, dia seharusnya masih dibawah pengawasan psikiater, tapi karena dibawa Biru ke Lambar kemarin, pengobatannya berhenti. Jonas pikir, dia sudah membaik setelah mereka tinggal disana.""Oh, betul. Aku pikir dia memang punya masalah kejiwaan, Bi. Soalnya, sikapnya bisa berubah dengan cepat."Biru mengangguk, memakai pecinya. "Kasihan Jonas."Aku memandang wajah suamiku yang semakin tampan dengan peci itu. Senyum yang terbit dari matanya, lalu turun ke bibir, tak pernah berubah sejak pertama kali aku melihatnya waktu itu. Senyum yang membuatku jatuh cinta."Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Jonas
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 37Aku membalas senyum Marsya. Ya, aku tak boleh menunjukkan bahwa aku takut melihat senyumnya itu. Sebelum dia mendatangi mejaku, aku berdiri dan keluar dari Mixie, setelah pamit sebentar pada Evelyn. "Hai, Marsya. Sudah lama nggak ketemu."Dia tersenyum manis. Wajahnya yang mungil dan innocent itu berbinar melihatku. Menatap senyumnya itu, pastilah tak ada yang menyangka bahwa gadis ini sanggup melakukan perbuatan keji. Satu-satunya yang membuat dia lemah adalah, bahwa dia sedang hamil besar. "Ya. Aku minta maaf karena pergi begitu saja waktu itu. Banyak sekali yang kupikirkan.""Aku ngerti kok. Oh ya, itu Mama kamu kan?" Aku menunjuk wanita berpenampilan modis tadi. Dia sedang berada di dalam butik dan tampak mengobrol dengan seseorang.Marsya mengangguk."Iya. Mirip nggak sama aku?""Mirip. Sama-sama cantik.""Semua keluarga kami memang cantik. Ada darah belanda keturunan Mami.""Wow, pantesan."Tiba-tiba saja wajahnya langsung berubah mendung. Dia mengu
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 38Di ruang tunggu, kubiarkan Jonas terus memegang tanganku. Setidaknya, tak ada mata yang memandangku dengan aneh karena periksa kehamilan tanpa suami."Bagaimana keadaan anak dan istri saya, Dok?"Aku tertegun mendengar suara Jonas. Anak dan istri. Kenapa terdengar indah sekali kata-kata itu?"Saya mau sesar secepatnya, Dok," potongku cepat."Sya…" Jonas memegang tanganku. "Kita coba normal dulu ya. Kita…""Apa sih?!" Aku menyentak tangannya dengan keras. Aku tak bisa membiarkan perasaan melankolis karena pernah mencintainya, menguasaiku. Aku tak bisa lemah. Aku menginginkan Biru, dan Mami akan lebih menyukai Biru daripada Jonas."Kamu takut nggak bisa bayar? Tenang aja, Mami aku yang akan bayar." Jonas tampak menelan ludah. Aku berpaling pada dokter kandungan yang terdiam melihat perdebatan kami."Pokoknya jadwalkan operasi sesar saya secepatnya, dengan metode terbaru yang nggak pake sakit, dan sembuhnya cepat."Aku berdiri dan langsung melangkah keluar. Ku
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 39Sepanjang jalan, Biru menggenggam tanganku. Marsya memang meminta Biru menemuinya sendirian, tapi Biru memutuskan, apapun yang akan dia katakan, aku harus tahu. Biru tak mau mempertaruhkan rumah tangga kami dengan kecurigaanku.(Hanya aku, Biru. Aku janji, tak ada urusannya dengan orang tuaku) tulis Marsya di pesan singkatnya semalam.(Besok, aku akan keluar dari rumah sakit dan menjadi perempuan bebas. Aku hanya ingin mengatakan sesuatu padamu. Ini penting.)Heh. Entah apa yang penting. Tak tahukah dia kalau suamiku tak mau bertemu perempuan lain, apalagi berduaan saja meski di kamar rawat rumah sakit? Emosiku sebenarnya sudah naik ke ubun-ubun sejak kemarin, saat dia minta bertemu dengan Biru. Rupanya Marsya serius dengan niatnya, merebut Biru dariku. Sungguh, kali ini aku tak akan diam saja. Dia salah kalau menyangka aku ini perempuan lemah.Kemarin, akhirnya diputuskan, bayi itu dirawat di rumah Mami sambil menunggu Jonas dapat babysitter. Itu karena ad
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 40POV JONASAku menatap jenazah Mama yang telah ditutupi kain putih dengan hati nelangsa. Belum habis rasa bersalahku pada Papa, yang meninggal dunia beberapa bulan lalu, kini, Mama juga pergi membawa kesedihan mendalam dihatinya. Sebagai anak Satu-satunya, tak ada yang kulakukan untuk mereka berdua, selain memberi rasa malu. Sungguh, aku benar-benar anak durhaka, yang hanya bisa melempar kotoran ke wajah orang yang tulus menyayangiku, tanpa pernah sekalipun membuat mereka bangga."Jadi, Senja itu pernah pacaran dengan kamu, Jonas?"Masih kuingat pertanyaan Mama kala itu, saat beliau akhirnya tahu. Saat itu, aku telah menikah dengan Marsya."Iya, Ma.""Lalu, kenapa kalian berpisah?"Aku tak mampu menjawab. Mama tentu akan sangat kecewa jika tahu, akulah yang menolak datang ke rumah Senja untuk bicara serius dengan orang tuanya.Tak lama, kudengar Mama menghela napas dalam."Pasti karena kamu sudah ada main dengan Marsya. Ah, Jonas. Kenapa kamu tak pandai meni
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 41(Jonas, aku mohon, kirimkan foto bayi itu sekali saja, plis.)Pesanku centang biru tak lama kemudian. Aku menunggu dengan hati berdebar. Seperti apakah bayi yang kemarin kulahirkan? Apakah dia seperti aku atau Jonas? Apakah dia menangis saat dilahirkan? Apa yang dia minum? Dengan siapa dia tidur? Dan setelah Tante Ivanka meninggal dunia, siapa yang akan merawatnya?Dan, kenapa tiba-tiba aku jadi peduli padanya?'Rasakanlah dalam hatimu, apakah kau benar-benar tak punya naluri seorang Ibu?'Kata-kata Biru kemarin kembali terngiang. Biru yang ingin kurayu dan kujebak, malah menghantam sanubariku dengan kata-kata dan kalimat nasehat yang menohok, yang hingga kini masih terus kuingat.Sudah lebih dari sepuluh menit berlalu, Jonas tak juga membalas pesanku. Aku gelisah, seperti tengah menanti sesuatu yang tak pasti. Dengan perut sakit bekas jahitan sesar, aku melangkah mondar mandir, perlahan-lahan seperti siput. Aku meringis setiap kali bergerak, merasakan luka
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 42PoV SENJA"Jadi, bagaimana dengan Marsya, Dok?""Indikasi depresi berat, memang gejalanya seperti itu. Gelisah, cemas berlebihan dan gugup. Kemudian, semua itu menyebar ke rasa sakit fisiknya. Dia akan mudah merasa sakit kepala, sakit perut, dan sakit di bagian lain tubuh. Terlebih, Marsya baru saja melahirkan. Kondisi fisikny semakin parah karena psikisnya digempur habis-habisan."Aku termangu mendengar pernyataan dokter Risma, psikiater yang menangani Marsya. Setelah dia pingsan, kami melarikannya ke rumah sakit. Sekilas dari pemeriksaan fisik, tak ada yang perlu dikhawatirkan. Dokter lalu menyarankan konsultasi dengan psikiater saat melihat Marsya terus saja diam setelah dia siuman. Tiga jam sesi pribadinya dengan dokternya Risma, hingga dokter cantik tersebut akhirnya menarik kesimpulan."Dia bicara sambil menangis, kadang tiba-tiba tertawa. Kasihan, sesungguhnya dia sangat tertekan. Dari ceritanya, orang tuanya lah yang sejak kecil menggempur psikisnya
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 43"Hay, Senja…"Aku membeku. Lelaki yang memperkenalkan dirinya sebagai Clay berdiri di depanku dengan senyum tipisnya yang kaku. "Maaf, aku datang tanpa memberitahu lebih dulu. Ada sesuatu yang perlu kubicarakan."Ah, kenapa sepertinya urusanku dengan Marsya dan keluarganya tak pernah usai? Jonas sudah pergi, dia bisa tenang disana meski masih menata hati. Sementara aku disini, harus menyelesaikan masalah yang dia tinggalkan. Ugghh, kalau ingat dulu dia pernah menyakitiku, rasanya aku tak rela melakukan ini dan itu untuknya. Seandainya saja dia tak pernah main perempuan, apalagi dengan perempuan seperti Marsya, rasanya hidupnya dan hidupku pasti akan baik-baik saja.Lelaki itu masih memandangiku. Aku dengan segera menguasai diri."Maaf juga, tapi sepertinya, kita tidak saling kenal.""Saya Abangnya Marsya. Kita bertemu di rumah sakit."Dari belakang, Mbak Arin mencubit pinggangku."Bisa ikut saya? Kita bicara di cafe depan."Aku menggeleng dengan cepat."Ti
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 60 (ENDING)Berita kelahiran baby G menjadi trending topic berhari-hari di keluarga besarku dan keluarga besar Biru. Bergantian, mereka datang menengok, membawakan aku dan Baby G hadiah yang bermacam-macam. Belum lagi aneka rupa snack dan camilan supaya aku banyak makan dan ASI ku lancar. "Mantap Senja. Jahitan aman?"Ulfa meledekku. Aku curhat padanya tentang jahitanku yang entah sebanyak apa, karena bayiku yang besar. Untung saja, posisi jongkok yang selaras dengan gravitasi bumi membuat bayi keluar dengan mudah."Aman. Cuma masih ngiluuuuuu. Hiksss. Kamu sih nggak ngerasain.""Isshh sama aja. Jahitan secar malah lebih parah sakitnya. Belum lagi suntik epidural. Uh, kalau bisa minta, aku mau bius total rasanya."Ulfa melahirkan secar beberapa bulan yang lalu."Bedanya, besok kamu harus hati-hati Ja kalo MP lagi." Ulfa mengedipkan sebelah mata."MP apaan?""Malam pertama setelah nifas. Bilang Biru jangan grasa grusu. Harus pelan-pelan, soalnya kayak perawan
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 59Sebuah kejutan yang sama sekali tak pernah kuduga. Kupikir tadinya, Tante Mala dan keluarganya telah membawa Erika pergi, seperti yang dia ucapkan setelah mendengar penolakan Jonas. Tapi kini, gadis itu berdiri di hadapanku, menatapku dengan pandangan benci, sementara aku, sekuat mungkin menahan sakit dari pergerakan bayi yang mulai mencari jalan keluar."Erika…"Bahkan, untuk berkata-kata pun sulit karena menahan sakit yang luar biasa. Perutku terasa diremas, dipelintir, seakan ada sesuatu yang besar berguling-guling di dalam sini, mendesak desak jalan lahir hingga bagian bawahku ikut terasa ngilu. Aku bertahan untuk tetap duduk, membiarkan air ketuban mengaliri kakiku, membasahi kasur dan sebagian jatuh ke lantai."Senja…"Dia berhenti sejenak, menatap wajahku yang meringis, tak bisa berpura-pura biasa saja dan menyembunyikan rasa sakit ini. Aku sendiri hanya diam sambil menatapnya, sementara hatiku terus berdoa agar Allah menjagaku. Ya, meski Biru ada di
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 58Seperti dugaanku, Mama memang langsung histeris saat aku menceritakan kejadian kemarin. Mama memegang tanganku, lalu memeriksa seluruh tubuhku."Kamu nggak apa-apa kan? Ya Allah, Senja. Kenapa kamu nekad seperti itu? Kalau lelaki itu kalap gimana? Kamu juga Biru, kenapa kamu izinkan saja Senja melakukan hal berbahaya. Jangan terus-terusan menuruti keinginannya. Dia ini kadang harus dilarang secara tegas. Kalau perlu, kamu kurung saja di rumah."Tuh kan?Di seberangku, Biru meringis karena ikut kena damprat. "Iya, Ma, maaf, aku salah," ujar Biru dengan suara lembut."Mulai besok, Senja diawasi dua puluh empat jam. Lagi hamil besar, kok bisa-bisanya kepikiran nantangin penjahat."Mama masih belum puas."Mama marah bukan karena lemari dan keramik-keramik itu, tapi marah karena kamu nekad. Sejak dulu Mama bilang apa? Manjat pohon, naik motor lelaki, aduh Senja. Kapan berhenti bikin Mama khawatir? Mama kira setelah nikah, kamu bakalan kalem, ternyata…""Ma, aku
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 57PoV SENJAAku dan Biru tiba di rumah sakit tiga puluh menit setelah Jonas menelepon, dan mengabari bahwa dia membawa Erika ke rumah sakit karena pingsan di perjalanan. Ini sudah jam delapan malam. Dari kejauhan, kulihat Jonas duduk di selasar rumah sakit, memandangi tanaman bougenville di halaman kecil di depannya."Jonas, apa yang terjadi?""Erika pingsan, dan terlihat linglung. Ada apa sebenarnya? Dan, oh, bagaimana kabar Zara?""Zara baik-baik saja. Kamu nggak perlu mengkhawatirkan dia."Jonas tampak menghembuskan napas lega."Oh, syukurlah. Beberapa hari ini, perasaanku nggak enak, aku terus teringat pada Zara."Aku terdiam, terenyuh dalam hati. Ternyata, naluri seorang Ayah dalam diri Jonas, telah tumbuh dengan subur. "Orang tuanya sudah datang kan? Kamu sudah menjelaskan semuanya sama dia?"Jonas mengangguk."Kalau begt6, ayo kita pulang. Kita sudah nggak ada hubungannya lagi dengan Erika.""Tapi, dia temanku, Senja. Aku nggak bisa membiarkan dia sep
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 56PoV ERIKAKenapa semua harus berakhir seperti ini? Senja, bagaimana caranya dia bisa tahu semua pembicaraan dan rencanaku dengan Clay? Perempuan hamil itu benar-benar mengerikan. Dia seperti bisa membaca pikiran orang lain, menebak dengan tepat apa yang kupikirkan. Dan tatapan matanya yang lembut itu, dengan cepat akan berubah menjadi waspada saat melihatku. Sejak awal, dia sepertinya tahu bahwa aku mendekati keluarga Biru dengan maksud tertentu.Kalaulah bukan karena cinta, mana mungkin aku mau melakukan ini semua. Tapi, ternyata, orang yang kuperjuangkan, menyerah begitu saja. Clay, begitu mudah dia mengucapkan perpisahan, tanpa sedikitpun memikirkan perasaanku, apalagi menghargai perjuanganku.Aku menghentikan mobil sewaan di depan rumah Senja. Tak mungkin membawa mobilku sendiri karena Mama dan Papa akan dengan mudah melacaknya.Rumah itu sepi dan tampak tenang. Sebuah rumah yang penuh dikelilingi bunga-bunga indah. Pohon mangga, jambu air dan rumpun m
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 55"Berhentilah bertualang Jonas. Aku gerah melihatmu gonta ganti pacar.""Tunggu sampai aku mendapatkan dia.""Siapa?""Senja.""Bukannya lo udah pacaran lama sama dia?""Lama sih lama Bro. Tapi apa gunanya kalo sekedar nyium aja gak bisa, apalagi lebih dari itu."Bugh!Aku menonjok bahunya sedikit agak keras. Jonas tertawa dan melompat menjauh."Itulah gadis yang baik dan seharusnya langsung lo lamar. Dia mampu menjaga diri, bahkan dari orang yang dia cintai."Tawa Jonas makin keras."Ya gimana? Gua nggak mau beli kucing dalam karung. Kalo sebenarnya dia udah nggak perawan gimana?""Ya, berarti lo harus instropeksi diri, apa saja yang pernah lo lakukan sama gadis-gadis lainnya. Karena jodoh itu sekufu Jonas, lo tahu artinya kan?""Selevel maksud lo?""Ya, semacam itulah. Kalo ternyata dia nggak suci lagi, berarti lo juga sama."Dia terkejut, tapi hanya sejenak. Detik berikutnya, Jonas sudah kembali tertawa."Gila. Nggak bisa gitu, Bi. Biar gua bejat, gua har
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 54"Pilihan ada ditanganmu, Clay. Apakah akan terus hidup dalam penyesalan, atau bertobat dan menebus dosa."Biru membantu Clay berdiri, dan aku terkejut melihat dia menangis. Lelaki seperti dia? Yang tega melakukan kejahatan luar biasa, membunuh orangtuanya sendiri, menangis?"Dosaku tak mungkin lagi diampuni. Aku telah membunuh orang tuaku sendiri."Suaranya tercekat di tenggorokan. Aku sendiri, sejak melihat air matanya menetes, telah pula merasakan sedih. Sampai usiaku ini, aku memang tidak pernah merasa derita seperti dirinya. Hidupku bahagia dan lurus-lurus saja. Tapi, bukan berarti empatiku tak terasah."Allah itu maha pengampun, Clay. Berdoalah, dan meminta."Clay menghela napas dalam-dalam, menatapku sejenak, lalu memandang Biru."Aku akan menyerahkan diri, tapi, tolong izinkan aku melihat bayi itu… keponakanku."***Aku memandang lelaki itu, dengan langkahnya yang terpincang-pincang, dan tatapan mata penuh kerinduan. Aku tak pernah menyangka ada hidu
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 53Apa yang harus kulakukan pada bayi ini? Oh, Clay menungguku. Bukankah seharusnya dia menungguku mengabarinya? Bukankah hari ini, dia seharusnya pergi dari negara ini? Meski aku masih belum mengerti, kenapa dia mau repot-repot membawa bayi.Tok tok tok…Aku tersentak. Kaca jendela mobilku diketuk orang dari luar. Dan ketika aku mengangkat kepala, aku terkejut bukan kepalang, mendapati wajah Tante Ivana dan Om Irwan disana. Jantungku rasanya berhenti berdetak."Buka pintu, Erika."Gemetar, aku malah terpaku padanya, menatap wajah Tante Erika, dan Om Irwan. Jika biasanya aku melihat mereka ramah dan murah senyum, kali ini, wajah itu tampak dingin sekali. Kenapa ini bisa terjadi? Bagaimana mereka bisa ada disini? Kenapa mereka tahu akan membawa bayi ini? Sungguh, kepalaku rasanya mau pecah karena dijejali beribu pertanyaan."Erika!"Sementara itu, Zara masih terus menangis. Suaranya melengking-lengking memekakkan telinga. Dia terus bergerak, meronta-ronta, beru
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 52Aku tersenyum, meski dalam hati, gugup setengah mati. Bagaimana dia bisa menebak dengan begitu sempurna bahwa aku punya hubungan dengan Clay?"Clay siapa?" ujarku, mencoba mengeluarkan suara yang meyakinkan.Senja menatap wajahku dengan pandangan meneliti, lalu dia tersenyum."Kamu yakin nggak mengenal seseorang bernama Clay?"Aku menggeleng "Baiklah, tapi kalau suatu saat aku tahu kamu bohong, aku mungkin akan marah padamu. Karena, ini hal yang sangat penting."Aku membuang pandang, jengah melihat tatapan mata bulatnya yang tajam."Jangankan kenal, dengar namanya saja baru ini. Kupikir, itu sejenis mainan anak-anak."Senja tersenyum, mengangkat gelas susu dan meneguknya perlahan-lahan. Aku melangkah ke depan, ketika kemudian, suaranya terdengar lagi."Manusia yang cerdas tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Jika iya, dia lebih bodoh dari keledai."Aku terdiam sejenak. Apa yang dia maksud? Siapa yang lebih bodoh dari keledai? Aku gegas meninggalkan d