LEBIH BAIK KITA BERPISAH 26"Aarrghhhh! Sialan! Kurang ajar! Awas kalian!"Marsya mengamuk usai Biru pergi dari rumah. Dia membanting semua barang yang ada di dekatnya, meski dengan tenaganya yang lemah. Aku mendekat, berusaha memegang tangannya. Meja kaca telah hancur berantakan dilempar vas bunga keramik. Puluhan piala entah apa yang terpajang di lemari hias, ikut pula jadi sasaran. Dari pintu pembatas ruang tamu dan ruang tengah, dua bibik ART, mengintip sambil berpegangan tangan. Entah apa yang dipikirkan orang lain melihat kelakuan Marsya. Aku sendiri masih terheran-heran, dia yang dulu kukenal sebagai gadis lembut dan penurut tiba-tiba saja berubah menjadi segarang macan."Puas kamu, Jonas! Puas kamu melihat aku dipermalukan?!"Aku menatapnya dengan perasaan sedih. Dia selalu mencari kesalahan orang lain atas apa yang terjadi padanya. Semua kemalangan yang menimpanya adalah kesalahan orang lain, itu yang ada dalam pikirannya."Apa sebenarnya yang kamu lakukan, Marsya?"Marsya be
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 27Sudah seminggu Marsya di rumah sakit. Keadaannya semakin membaik. Meski masih sering lemah dan mual muntah belum berkurang, setidaknya dia tak lagi histeris. Psikiater memberinya terapi secara diam-diam, karena Marsya akan marah jika tahu dia dirawat oleh psikiater. Baginya, itu adalah perbuatan orang gila."Istirahat yang cukup, olahraga, makan makanan sehat dan minum omega tiga. Untuk sementara kami tidak bisa memberikan obat anti depresan karena Marsya sedang hamil, tapi cobalah selalu ada disisinya dan dengarkan semua yang dia katakan, sebanyak apapun dia bercerita."Dengarkan dia dan jangan pernah tinggalkan. Selama ini rupanya, orang tuanya beranggapan bahwa uang mereka sudah cukup membuat putri mereka bahagia. Tak ada sedikitpun waktu mendengar curhatan, bahkan jika ada kesalahan yang dilakukan oleh anak-anak mereka, maka, cukup uang yang bicara.Dan kini, aku duduk sendirian di teras kamar rawatnya untuk terakhir kali. Sore nanti setelah kunjungan d
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 28"Weii… datang juga dia. Kirain dah bikin mertuanya malu waktu itu, nggak berani lagi nampakin wajah."Suara Ulfa terdengar. Dia memang sepupuku yang paling frontal. Aku bisa mendengar nada tak suka dan gemas melihat Marsya yang melangkah masuk sambil menggandeng lengan Jonas. Andai Ulfa tahu apa yang dilakukan Marsya padaku, tentu dia tak akan tinggal diam. Begitu juga dengan keluargaku yang lain. Tapi aku dan Biru sepakat untuk merahasiakannya. Ada banyak hal yang kami pertimbangkan. Salah satunya, tentu saja bahwa Jonas adalah bagian keluarga kami sekarang.Marsya masih belum melihatku, tapi matanya terus berputar, mencari keberadaanku. Sementara itu, Biru sudah duduk di depan meja beralas taplak putih yang akan dijadikan meja akad nikah. Di hadapannya, pak penghulu telah siap menikahkan kami. Beberapa anggota keluarga yang akan menjadi saksi juga telah duduk di tempatnya. Jonas dan Marsya, dipersilahkan duduk di sisi sebelah kanan, dimana seluruh keluarg
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 29Pesta telah usai, tapi di luar rumah, masih riuh oleh suara keluarga dan sepupuku yang masih menetap, membantu Mama membereskan rumah seadanya. Di antara mereka, ada Ulfa dan dua sepupuku yang lain. Suara mereka nyaring, lalu lalang di depan pintu kamar seakan sengaja agar suara mereka terdengar olehku."Harusnya kita terima tawaran Mama untuk buat kamar pengantin di hotel saja." keluhku.Aku menggigit bibir, tak enak hati rasanya. Biru mungkin merasa terganggu, tapi dia malah tertawa."Kenapa memangnya? Aku betah kok di rumahmu ini. Aku senang dengan keakraban dan keseruan para sepupumu. Lagi pula, besok kita sudah berangkat ke puncak.""Hemm…"Biru ikut duduk disisiku. Dia baru saja keluar dari kamar mandi, bergantian denganku. Aroma sabunnya yang segar menerpa penciuman saat lengan kami bersentuhan. Tiba-tiba saja aku gemetar merasakannya, lalu menyadari bahwa dia kini adalah suamiku."Tanganmu pucat, dan dingin."Biru meraih tanganku."Diluar masih rama
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 30PoV SENJASatu Minggu Kemudian"Cieee, manten baruuuuu!"Suara Mbak Arin langsung menyambut, padahal aku belum lagi turun dari mobil. Biru tertawa, mengusap kepalaku sejenak."Jangan capek-capek. Semalam kamu udah kecapekan di jalan.""Iya. Aku yakin deh Eve sudah banyak bantuin tugasku. Aku tinggal menambal yang dia nggak tahu.""Yuk, aku antar. Itu oleh-oleh di bagasi kayaknya nggak bakalan kebawa sama kamu sendiri."Aku meringis. Bulan madu kami di puncak telah berakhir, meski rasanya aku belum rela. Tapi bukankah setiap hari bersamanya adalah bulan madu? Aku dan Biru sepakat menunda kehamilan dengan cara alami tanpa alat kontrasepsi, agar kami bisa menikmati masa pacaran yang belum pernah kami rasakan. Setiap hari disana, kami berjalan-jalan, mencari bunga untuk Mama dan Mami, juga bibit sayuran, tak lupa oleh-oleh berupa makanan khas, hingga tak terasa mobil nyaris penuh sesak. Biru menurunkan kantong-kantong kertas yang masing-masing sudah kuberi nama
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 31Rumah Jonas kudatangi untuk pertama kalinya. Sebuah rumah yang hangat, dengan kandang-kandang burung pelihara bergantung di sisi kiri rumah. Halamannya tidak terlalu luas, hanya cukup menampung dua buah mobil saja, tanpa pohon-pohon dan bunga. Hanya sebatang palem di pojokan yang menjulang tinggi."Papanya Jonas suka memelihara burung. Katanya, kicauan burung membuatnya hidup.".Tante Ivanka membuka sejenak tutup wajah Om Robi yang pucat, lalu menutupnya lagi. Jenazah dibaringkan di ruang tamu, dimana satu persatu tetangga dan kerabat yang datang, duduk sejenak. Mereka membuka penutup wajah, memanjatkan doa, lalu memeluk sang istri yang berduka. Mama baru akan datang menjelang sahur, sambil menbawakan kami makanan. Sementara Mami mertuaku, sudah lebih dulu datang bersama Papi dan Vio. Kami duduk di pojok rumah, menghadapi jenazah dan mulai membaca alquran, menunggu petugas pemulasaraan jenazah datang karena tengah malam baru saja lewat.Jam empat pagi, Mama
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 32"Tanpa Jonas dan Biru, nggak apa-apa kan?" ulang Marsya.Aku memandanginya sebentar, sementara di belakang Marsya, Mbak Arin menggeleng padaku. Jangan, bisiknya tanpa suara."Nggak apa-apa. Tapi tetap saja, aku harus minta izin Biru dulu."Marsya mencebik, "Harus ya? Apa kamu curiga sama aku?"Aku menggeleng dan tersenyum padanya."Curiga kenapa? Kamu kan istrinya sepupu suamiku, kamu keluargaku juga. Tapi, sebagai istri yang baik, aku nggak bisa pergi tanpa izin suamiku. Dan sebaiknya, kamu juga bilang dulu sama Jonas.""Hemm… gitu ya? Oke deh." Marsya akhirnya tersenyum. Aku mengeluarkan ponsel dan menjauh sedikit darinya. Ku hubungi Biru. Agak lama barulah teleponku diangkatnya. Dia pasti sedang dijalan dan menepi sejenak untuk mengangkat telepon dariku."Ya, Sayang?"Aku menceritakan dengan cepat ajakan Marsya. Biru diam sejenak."Ya, tak apa-apa. Tapi share lock kalau sudah sampai. Aku dan Jonas akan menyusul.""Tapi Mama akan buka puasa sendirian.""
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 33PoV MARSYAAku tertegun mendengar kata-kata Mami. Sebenarnya, apa yang diinginkan olehnya? Dulu, aku memang memaksa Mami menekan Jonas agar mau menikahiku. Tapi itu karena aku memang sungguh-sungguh mencintainya. Meski kemudian, Jonas terus membuatku kecewa, aku masih tetap mencintainya. Tak sedikitpun aku ingin berpisah, apalagi kini, bayi di dalam perutku semakin tumbuh besar. Apalagi setelah Jonas berubah, cintaku padanya kian besar. Setiap malam, Jonas akan meletakkan pipinya di perutku, merasakan gerakan dan tendangan anak kami. Bagaimana mungkin Mami minta aku membuang moment berharga itu?"Tidak.""Tidak? Astaga Marsya, ternyata kau masih sebucin itu. Memangnya apa yang telah diberian Jonas padamu? Tanpa fasilitas dari Mami, kalian lebih mirip gembel. Orang Mami saja sampai malu membawa mobilmu kesini.""Itu mobil Jonas, karena Mami merampas mobilku."Mami tertawa mengejek."Memangnya siapa yang beli mobil itu? Bukan kau atau suamimu kan?"Aku terdia
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 60 (ENDING)Berita kelahiran baby G menjadi trending topic berhari-hari di keluarga besarku dan keluarga besar Biru. Bergantian, mereka datang menengok, membawakan aku dan Baby G hadiah yang bermacam-macam. Belum lagi aneka rupa snack dan camilan supaya aku banyak makan dan ASI ku lancar. "Mantap Senja. Jahitan aman?"Ulfa meledekku. Aku curhat padanya tentang jahitanku yang entah sebanyak apa, karena bayiku yang besar. Untung saja, posisi jongkok yang selaras dengan gravitasi bumi membuat bayi keluar dengan mudah."Aman. Cuma masih ngiluuuuuu. Hiksss. Kamu sih nggak ngerasain.""Isshh sama aja. Jahitan secar malah lebih parah sakitnya. Belum lagi suntik epidural. Uh, kalau bisa minta, aku mau bius total rasanya."Ulfa melahirkan secar beberapa bulan yang lalu."Bedanya, besok kamu harus hati-hati Ja kalo MP lagi." Ulfa mengedipkan sebelah mata."MP apaan?""Malam pertama setelah nifas. Bilang Biru jangan grasa grusu. Harus pelan-pelan, soalnya kayak perawan
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 59Sebuah kejutan yang sama sekali tak pernah kuduga. Kupikir tadinya, Tante Mala dan keluarganya telah membawa Erika pergi, seperti yang dia ucapkan setelah mendengar penolakan Jonas. Tapi kini, gadis itu berdiri di hadapanku, menatapku dengan pandangan benci, sementara aku, sekuat mungkin menahan sakit dari pergerakan bayi yang mulai mencari jalan keluar."Erika…"Bahkan, untuk berkata-kata pun sulit karena menahan sakit yang luar biasa. Perutku terasa diremas, dipelintir, seakan ada sesuatu yang besar berguling-guling di dalam sini, mendesak desak jalan lahir hingga bagian bawahku ikut terasa ngilu. Aku bertahan untuk tetap duduk, membiarkan air ketuban mengaliri kakiku, membasahi kasur dan sebagian jatuh ke lantai."Senja…"Dia berhenti sejenak, menatap wajahku yang meringis, tak bisa berpura-pura biasa saja dan menyembunyikan rasa sakit ini. Aku sendiri hanya diam sambil menatapnya, sementara hatiku terus berdoa agar Allah menjagaku. Ya, meski Biru ada di
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 58Seperti dugaanku, Mama memang langsung histeris saat aku menceritakan kejadian kemarin. Mama memegang tanganku, lalu memeriksa seluruh tubuhku."Kamu nggak apa-apa kan? Ya Allah, Senja. Kenapa kamu nekad seperti itu? Kalau lelaki itu kalap gimana? Kamu juga Biru, kenapa kamu izinkan saja Senja melakukan hal berbahaya. Jangan terus-terusan menuruti keinginannya. Dia ini kadang harus dilarang secara tegas. Kalau perlu, kamu kurung saja di rumah."Tuh kan?Di seberangku, Biru meringis karena ikut kena damprat. "Iya, Ma, maaf, aku salah," ujar Biru dengan suara lembut."Mulai besok, Senja diawasi dua puluh empat jam. Lagi hamil besar, kok bisa-bisanya kepikiran nantangin penjahat."Mama masih belum puas."Mama marah bukan karena lemari dan keramik-keramik itu, tapi marah karena kamu nekad. Sejak dulu Mama bilang apa? Manjat pohon, naik motor lelaki, aduh Senja. Kapan berhenti bikin Mama khawatir? Mama kira setelah nikah, kamu bakalan kalem, ternyata…""Ma, aku
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 57PoV SENJAAku dan Biru tiba di rumah sakit tiga puluh menit setelah Jonas menelepon, dan mengabari bahwa dia membawa Erika ke rumah sakit karena pingsan di perjalanan. Ini sudah jam delapan malam. Dari kejauhan, kulihat Jonas duduk di selasar rumah sakit, memandangi tanaman bougenville di halaman kecil di depannya."Jonas, apa yang terjadi?""Erika pingsan, dan terlihat linglung. Ada apa sebenarnya? Dan, oh, bagaimana kabar Zara?""Zara baik-baik saja. Kamu nggak perlu mengkhawatirkan dia."Jonas tampak menghembuskan napas lega."Oh, syukurlah. Beberapa hari ini, perasaanku nggak enak, aku terus teringat pada Zara."Aku terdiam, terenyuh dalam hati. Ternyata, naluri seorang Ayah dalam diri Jonas, telah tumbuh dengan subur. "Orang tuanya sudah datang kan? Kamu sudah menjelaskan semuanya sama dia?"Jonas mengangguk."Kalau begt6, ayo kita pulang. Kita sudah nggak ada hubungannya lagi dengan Erika.""Tapi, dia temanku, Senja. Aku nggak bisa membiarkan dia sep
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 56PoV ERIKAKenapa semua harus berakhir seperti ini? Senja, bagaimana caranya dia bisa tahu semua pembicaraan dan rencanaku dengan Clay? Perempuan hamil itu benar-benar mengerikan. Dia seperti bisa membaca pikiran orang lain, menebak dengan tepat apa yang kupikirkan. Dan tatapan matanya yang lembut itu, dengan cepat akan berubah menjadi waspada saat melihatku. Sejak awal, dia sepertinya tahu bahwa aku mendekati keluarga Biru dengan maksud tertentu.Kalaulah bukan karena cinta, mana mungkin aku mau melakukan ini semua. Tapi, ternyata, orang yang kuperjuangkan, menyerah begitu saja. Clay, begitu mudah dia mengucapkan perpisahan, tanpa sedikitpun memikirkan perasaanku, apalagi menghargai perjuanganku.Aku menghentikan mobil sewaan di depan rumah Senja. Tak mungkin membawa mobilku sendiri karena Mama dan Papa akan dengan mudah melacaknya.Rumah itu sepi dan tampak tenang. Sebuah rumah yang penuh dikelilingi bunga-bunga indah. Pohon mangga, jambu air dan rumpun m
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 55"Berhentilah bertualang Jonas. Aku gerah melihatmu gonta ganti pacar.""Tunggu sampai aku mendapatkan dia.""Siapa?""Senja.""Bukannya lo udah pacaran lama sama dia?""Lama sih lama Bro. Tapi apa gunanya kalo sekedar nyium aja gak bisa, apalagi lebih dari itu."Bugh!Aku menonjok bahunya sedikit agak keras. Jonas tertawa dan melompat menjauh."Itulah gadis yang baik dan seharusnya langsung lo lamar. Dia mampu menjaga diri, bahkan dari orang yang dia cintai."Tawa Jonas makin keras."Ya gimana? Gua nggak mau beli kucing dalam karung. Kalo sebenarnya dia udah nggak perawan gimana?""Ya, berarti lo harus instropeksi diri, apa saja yang pernah lo lakukan sama gadis-gadis lainnya. Karena jodoh itu sekufu Jonas, lo tahu artinya kan?""Selevel maksud lo?""Ya, semacam itulah. Kalo ternyata dia nggak suci lagi, berarti lo juga sama."Dia terkejut, tapi hanya sejenak. Detik berikutnya, Jonas sudah kembali tertawa."Gila. Nggak bisa gitu, Bi. Biar gua bejat, gua har
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 54"Pilihan ada ditanganmu, Clay. Apakah akan terus hidup dalam penyesalan, atau bertobat dan menebus dosa."Biru membantu Clay berdiri, dan aku terkejut melihat dia menangis. Lelaki seperti dia? Yang tega melakukan kejahatan luar biasa, membunuh orangtuanya sendiri, menangis?"Dosaku tak mungkin lagi diampuni. Aku telah membunuh orang tuaku sendiri."Suaranya tercekat di tenggorokan. Aku sendiri, sejak melihat air matanya menetes, telah pula merasakan sedih. Sampai usiaku ini, aku memang tidak pernah merasa derita seperti dirinya. Hidupku bahagia dan lurus-lurus saja. Tapi, bukan berarti empatiku tak terasah."Allah itu maha pengampun, Clay. Berdoalah, dan meminta."Clay menghela napas dalam-dalam, menatapku sejenak, lalu memandang Biru."Aku akan menyerahkan diri, tapi, tolong izinkan aku melihat bayi itu… keponakanku."***Aku memandang lelaki itu, dengan langkahnya yang terpincang-pincang, dan tatapan mata penuh kerinduan. Aku tak pernah menyangka ada hidu
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 53Apa yang harus kulakukan pada bayi ini? Oh, Clay menungguku. Bukankah seharusnya dia menungguku mengabarinya? Bukankah hari ini, dia seharusnya pergi dari negara ini? Meski aku masih belum mengerti, kenapa dia mau repot-repot membawa bayi.Tok tok tok…Aku tersentak. Kaca jendela mobilku diketuk orang dari luar. Dan ketika aku mengangkat kepala, aku terkejut bukan kepalang, mendapati wajah Tante Ivana dan Om Irwan disana. Jantungku rasanya berhenti berdetak."Buka pintu, Erika."Gemetar, aku malah terpaku padanya, menatap wajah Tante Erika, dan Om Irwan. Jika biasanya aku melihat mereka ramah dan murah senyum, kali ini, wajah itu tampak dingin sekali. Kenapa ini bisa terjadi? Bagaimana mereka bisa ada disini? Kenapa mereka tahu akan membawa bayi ini? Sungguh, kepalaku rasanya mau pecah karena dijejali beribu pertanyaan."Erika!"Sementara itu, Zara masih terus menangis. Suaranya melengking-lengking memekakkan telinga. Dia terus bergerak, meronta-ronta, beru
LEBIH BAIK KITA BERPISAH 52Aku tersenyum, meski dalam hati, gugup setengah mati. Bagaimana dia bisa menebak dengan begitu sempurna bahwa aku punya hubungan dengan Clay?"Clay siapa?" ujarku, mencoba mengeluarkan suara yang meyakinkan.Senja menatap wajahku dengan pandangan meneliti, lalu dia tersenyum."Kamu yakin nggak mengenal seseorang bernama Clay?"Aku menggeleng "Baiklah, tapi kalau suatu saat aku tahu kamu bohong, aku mungkin akan marah padamu. Karena, ini hal yang sangat penting."Aku membuang pandang, jengah melihat tatapan mata bulatnya yang tajam."Jangankan kenal, dengar namanya saja baru ini. Kupikir, itu sejenis mainan anak-anak."Senja tersenyum, mengangkat gelas susu dan meneguknya perlahan-lahan. Aku melangkah ke depan, ketika kemudian, suaranya terdengar lagi."Manusia yang cerdas tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Jika iya, dia lebih bodoh dari keledai."Aku terdiam sejenak. Apa yang dia maksud? Siapa yang lebih bodoh dari keledai? Aku gegas meninggalkan d