Setelah menempuh perjalanan beberapa hari di atas pusaka lesung, -hampir membuat Lanting Beruga jenuh-, akhirnya mereka tiba pula di wilayah Kota Majangkara.
"Tempat yang ramai," ucap Lanting Beruga, ketika mereka memutuskan hanya berjalan kaki saja.
Hampir sebagian besar penghuni kota ini menaruh hormat kepada Dewa Beralis Tebal. Ah tentu saja, Sekte Awan Berarak adalah penjaga Kota tua ini.
"Dewa Beralis Tebal, siapa pemuda yang ada di samping dirimu?" tanya salah satu pria yang berpapasan di jalan. "Apa dia anggota dari Sekte Awan Berarak?"
"Dewa Beralis Tebal, apakah Sekte Awan Berarak menerima murid, aku ingin putraku bergabung dengan kalian."
Dewa Beralis Tebal hanya tersenyum tipis, dia mengatakan bahwa sektenya tidak bisa menerima murid sembarangan, pak tua itu juga menjelaskan mengenai Lanting Beruga secara garis besarnya saja.'
"Oh, pemuda yang beruntung, semoga kau menjadi pendekar yang berbudi luhur ..."
Lanting Beruga ter
Lanting Beruga jelas terkejut, orang tua paling kuat di sekte Awan Berarak menghunuskan pedang ke arah dirinya, hanya untuk melihat apakah dia adalah pusaka yang diramalkan itu, atau bukan.Namun beberapa saat kemudian, riak wajah Lanting Beruga menjadi begitu tenang. Segala ketakutan yang ada mendadak lenyap."Mahasepuh, jelas kau tidak percaya mengenai siapa diriku ini, begitupun dengan diriku," ucap Lanting Beruga, berdiri lalu kemudian membersihkan tanah yang menodai pakaiannya. "Kau harus tahu, Dewa Beralis Tebal lah yang membawaku ke sini, dan Nyai Trang Hati yang mengatakan aku adalah salah satu dari 12 pusaka, tapi jika kau menganggap aku adalah penipu, jelas aku tidak terima."Lanting Beruga kemudian menarik pedang patah dari dalam sarungnya, membuat Gadhing menjadi sedikit terkejut.Gadhing telah melepaskan tekanan tenaga dalam untuk menakuti Lanting Beruga, tapi sayangnya pemuda itu tidak bisa merasakan tekanan tersebut. Yang dia tahu han
Tidak pernah murid belajar di dataran kuno, bahkan generasi sebelum Lanting Beruga. Mengetahui jika murid baru itu mendapat didikan spesial dari Nyai Anjani, membuat banyak murid menjadi iri. Lagipula ada apa dengan Dataran kuno itu. Lanting Beruga tiba di tempat tujuan, sebuah bangunan besar yang telah hancur di banyak sisi. Cukup luas halaman bangunan itu, dan itulah Dataran Kuno tersebut. Di tempat ini, dulunya Nyai Anjani muda dan teman-temannya berlatih di bawah bimbingan Mahasepuh hebat, Ki Alam Sakti. Namun sekarang tidak ada apapun di tempat ini, cukup sepi kecuali hanya ada beberapa binatang yang berkeliaran di tempat ini. "Selama dua tahun ke depan, kau akan terus tinggal di tempat ini, aku akan mengajari semuanya," ucap Nyai Anjani. Nyai Anjani mengira jika Lanting Beruga tidak setuju dengan keputusan itu, tapi siapa menduga jika Lanting Beruga seakan terpikat dengan tempat ini. Bukannya merasa tertekan, Lanting Beruga malah terseny
Menyerang dengan semua kemampuan, itu artinya Lanting Beruga harus menggunakan kekuatan Roh Api. Mode Cahaya Api.Latih tanding antara Nyai Anjani melawan Lanting Beruga berlangsung cukup lama. Untuk mengimbangi muridnya, Nyai Anjani harus menurunkan level kependekaran dirinya."Bagus Lanting, hanya dalam beberapa waktu singkat kau sudah semakin mahir menggunakan pedang itu," ucap Nyai Anjani.Namun pujian itu tidak lantas membuat Lanting Beruga menjadi senang, dia malah bertambah semakin kesal.Lanting Beruga telah menggunakan mode cahaya api untuk menyerang Nyai Anjani, tapi dari sisi manapun dia menyerang wanita tua itu berhasil membalikan ke adaan.Hanya dengan ranting bunga mawar, bagaimana wanita ini bisa menahan tebasan pedang Lanting Beruga? pemuda itu semakin prustasi.Plak ....Lanting Beruga terkena tebasan ranting bunga mawar, begitu pelan tapi efeknya membuat pemuda itu melambung tinggi dan nyaris menghantam p
Berteriak habis suara Lanting Beruga, tentu saja tidak ada yang sudi menyelamatkan pemuda itu. Tadi dia baru saja berteriak dan menantang siluman apapun, dan kini malah meminta tolong, otak pemuda itu tampaknya sudah bermasalah.Beberapa saat kemudian, Lanting Beruga mulai membaik, entah kenapa tampaknya efek racun dari ulat berbulu itu tidak berhasil membunuh dirinya.Roh api membantu menetralkan semua racun yang masuk ke dalam tubuh pemuda itu."Hahahaha ...hampir saja aku mati," ucap Lanting Beruga, pandangannya kemudian tertuju kepada ulat besar yang mungkin mulai takut saat ini. Ulat itu hendak berlari, barang kali, tapi dia bukan kuda, ulat tentu tidak bisa berlari cepat. "Mau kemana kau siluman berbulu?" Lanting Beruga semakin tersenyum sinis, sekekali tertawa mengerikan.Dia mencabut pedang, dan bergerak cepat untuk melumpuhkan ulat itu. Mula-mula bulu di tubuhnya bisa mengeras, membuat serangan Lanting Beruga tidak mempan. Namun kemudian dia meng
Lanting Beruga kembali ke dataran kuno dengan banyak sumber daya pelatihan berkualitas baik. Beberapa sumber daya itu memang dikhususkan untuk meningkatkan level otot seseorang, dan selebihnya untuk meningkatkan kekuatan tulang.Dengan bantuan Roh Api, Lanting Beruga berhasil menyerap semua sumber daya pelatihan itu, hanya dalam beberapa hari saja, tidak lebih dari 7 hari.Namun rupanya, semakin tinggi level tulang atau otot seseorang, semakin sulit pula dia meningkatkan ke tahap yang lebih tinggi."Nyaris tidak meningkat," ucap Lanting Beruga, setelah dia memeriksa tulang di tubuhnya. "Namun masih beruntung, rupanya ototku masih bisa berkembang cepat."Setelah berhasil menyerap semua sumber daya pelatihan tersebut, Lanting Beruga kembali mengasah Jurus Bisikan Dewa Kematian.Sesekali dia menggunakan mode Cahaya Api, membuat pergerakannya jauh lebih cepat dari sebelumnya.Hal baik lainnya adalah, dia bisa bertahan lebih lama ketika menggunak
Dari pemilik Toko, Lanting Beruga diberi sebuah daftar siluman yang berharga rendah sampai ke harga yang mahal.Siluman yang telah mencapai usia 500 tahun lebih, memiliki kualitas mustika level sedang, sementara yang lebih dari 1000 tahun memiliki kualitas yang sangat tinggi.Dengan kekuatannya saat ini, Lanting Beruga tampaknya tidak akan sanggup untuk mengincar mustika level tinggi. Para siluman yang berusia 1000 tahun memiliki daya serang yang benar-benar mematikan. Konon mereka setara dengan pendekar level tanding, ini lebih kuat dari pendekar level emas sekalipun.Lanting Beruga masuk ke dalam hutan belantara, lebih dalam lagi, dan lebih dalam lagi. Tidak banyak siluman level sedang di tepian hutan, yang ada adalah siluman-siluman kelas rendah.Sampai beberapa hari lamanya, di dalam hutan belantara, Lanting Beruga mendengar suara longlongan serigala.Dia bergerak cepat ke arah suara itu, "Serigala bulu perak, salah satu siluman level sedang,"
Berburu siluman singa emas tidak mudah, hal pertama yang jadi kendala adalah keberadaan mahluk itu cukup langkah.Umumnya singa itu berumur sekitar 750 tahun atau lebih, tapi catatan belum pernah memberi tahu jika ada singa emas berusia 1000 tahun.Semakin tua usia singa itu, semakin bagus pula mustika yang dimilikinya. Dan bukan hanya itu, konon daging lebih kuat dari pada daging siluman yang lain.Lanting Beruga penuh semangat, dia tidak akan membunuh siluman kecil kecuali jika mereka mulai menganggu perjalanan dirinya.Namun sayangnya, pencariannya selama tiga hari lamanya sia-sia. Dia tidak menemukan keberadaan singa emas itu, meski telah masuk ke dalam wilayah terdalam hutan rimba ini.Lanting Beruga berhenti di sebuah ngarai yang panjang. Dia mendongak ke bawah, ada banyak siluman kecil sedang berjalan di ngarai itu, tapi sekali lagi tidak ada singa emas di ujung matanya."Mungkin aku harus mencari target lain," ucap Lanting Beru
Dengan waktu lama, Ibu elang berkaki empat meminta anaknya mendekati dia, tapi si anak terus bertengger di pundak Lanting Beruga, dan ini membuat si ibu menjadi murung lagi sedih.Dia menatap ke arah Lanting Beruga dengan sinis, tapi beberapa saat kemudian burung itu seperti mengisyaratkan agar pemuda itu tidak menyakiti anaknya."Hikhikhik ...jangan khawatir, dia akan tetap jadi anakmu," ucap Lanting Beruga, kemudian entah apa yang terjadi, dia seakan bisa berbicara dengan anak burung berkaki empat, memberi tahu bahwa ibunya ada di depan dirinya.Berhasil, Lanting Beruga benar-benar bisa berkomunikasi dengan anak burung, itu meski hanya dengan bahasa isyarat saja. Pemuda itu meletakan anak burung ke depan ibunya, sekali lagi memberi isyarat dan mengatakan, "itu adalah ibumu."Tampak benar-benar paham, anak burung terbang kecil ke arah induknya. Untuk sekilas kejadian itu membuat Lanting Beruga menjadi haru, ketika dia lahir ibunya sudah meninggal dunia,
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m