Pertarungan pada akhirnya terjadi pula, tapi pusat utama dalam pertarungan ini adalah pemuda bodoh yang begitu keras kepala. Lanting Beruga.
Sesekali pemuda itu menggunakan mode pertama Cahaya Api ketika menghadapi lawan yang sedikit lebih kuat, membuat dia tampak seperti elang api yang berpijar di siang hari.
Dewangga semakin terpukau melihat pemuda itu, dan semakin tertarik untuk mendidiknya. Meski tanpa tenaga dalam, rupanya Lanting Beruga berbakat dengan pedang, itu adalah poin utama bagi pendekar pedang.
Semangat Lanting Beruga juga begitu besar, dia tidak takut dengan bahaya, tidak takut mengambil resiko dan ini adalah kekuatan sekaligus kelemahannya.
"Anak muda, perhatikan gerakan ini baik-baik ..." ucap Dewangga, "aku yakin kau belum melihat jurus ini."
Tarian Dewa Angin.
Jurus yang digunakan oleh Dewangga berhasil mengirim belasan musuhnya ke alam baka. Sial, Nyai Anjani benar-benar ingin berteriak keras, pasalnya jurus
Selamat hari raya kurban, bagi teman-teman yg melaksakannya.
Nyai Trang Hati pernah mengatakan salah satu dari 12 pusaka ada di tangan sekte aliran hitam, tapi tidak menduga jika pusaka itu rupanya ada di depan mereka."Jendral Dewangga ..." ucap pria itu. "Sebenarnya aku tidak ingin berurusan dengan dirimu, tapi apa boleh buat kau datang sendiri ke tempat ini."Pria itu bernama Laweh Suro, umurnya tidak seperti wajahnya, dia sudah cukup tua, tapi dengan teknik tertentu perawakan Laweh Suro bisa dibilang masih sangat muda, seolah pria berusia 27 tahunan."Hahaha ...orang tua ini sanga sensitif jika wilayahnya diusik oleh sekte sesat seperti kalian."Senyum kecil menghilang dari wajah Laweh Suro, dia memerintahkan anak buahnya untuk menyerang lebih dahulu.Terjadilah pertarungan antara pasukan Majangkara melawan Sekte Sesat Kelelawar Iblis.Nyai Anjani langsung saja melawan tiga orang pendekar pilih tanding di pihak musuhnya, ini adalah lawan seimbang mengingat dia adalah pendekar tanpa tanding.
Pertarungan terus terjadi begitu sengit, tapi dalam waktu ke waktu, pihak musuh bisa ditumbangkan satu persatu.10 orang pendekar yang berada di level tanding kini hanya menyisakan 6 orang lagi, bahkan dua orang diantara mereka telah lumpuh tak bisa bergerak.Bantuan yang diberikan Lanting Beruga benar-benar membantu, dan menariknya dua orang dari pihak musuh mati di tangan pemuda itu.Tebasan Lanting Beruga mungkin tidak sekuat rekan-rekannya, tapi pemuda itu menyerang pada momen yang bagus, dan menuju titik kelemahan lawannya.Hingga kini, satu lagi kepala yang melayang di tangan Lanting Beruga. Pedang putihnya kini berubah merah karena darah lawannya.Arkaraga tidak bisa mengucapkan kata apapun kepada Lanting Beruga untuk mengungkapkan betapa dia begitu terkejut dengan kelincahan pemuda tersebut.Di sisi lain, Nyai Anjani baru saja membersihkan pedangnya ketika 3 lawannya telah meregang nyawa. Tidak ada yang pantas melawan dir
Setelah kematian Laweh Suro, Dewangga dan yang lain memeriksa isi dalam istana kelelawar Iblis itu.Tidak ada orang lain di tempat itu, semua sudah mati dan mungkin ada pula beberapa anak buah Laweh Suro yang hidup tapi memilih melarikan diri.Lanting Beruga memisahkan diri dari kebanyakan orang, dia berjalan pelan menuju sebuah lorong, ada hawa aneh dari lorong itu yang membuat dia menjadi sedikit tertarik.Ketika selesai melewati lorong panjang itu, dia menemukan ruangan dengan dinding setengah beton dan setengah bebatuan cadas hitam.Di dalam ruangan itu, -lebih besar dari rumah biasa-, ada banyak lembaran kertas tersusun rapi, beberapa berserakan.Ada banyak peti tersusun rapi, dan yang paling menarik hati Lanting Beruga adalah sebuah peti batu yang berada tepat di tengah ruangan ini.Lanting Beruga menoleh ke belakang, memastikan jika tidak ada orang lain yang mengikuti dirinya, sebelum kemudian dia membuka isi peti tersebut.
Setelah kembali ke Kota Majangkara, Dewangga dan Nyai Anjani masih bertengkar memperebutkan Lanting Beruga. Masing-masing dari mereka merasa sangat layak untuk mendidik pemuda itu. Ini membuat Lanting Beruga sedikit jengkel."Aku ingin kembali ke dataran Kuno secepatnya ..." ucap Lanting Beruga, jelas pemuda itu ingin segera mempelajari kitab kuno dan menyerap Mustika bunga teratai secepat mungkin.Sementara di sisi lain, Subansari telah melakukan latihan tertutup bersama dengan 5 orang lainnya dengan sumber daya pelatihan yang mereka dapatkan dari markas sekte kelelawar iblis.Keputusan Lanting Beruga untuk kembali ke Dataran Kuno membuat perasaan Dewangga sedikit kecewa, itu artinya pemuda itu memilih Nyai Anjani untuk menjadi gurunya."Lanting, berkat bantuan dirimu, kita berhasil menemukan markas musuh bahkan mendapatkan sebuah pusaka hebat."Dengan pedang sisik naga hijau, Dewangga yakin posisinya di antara para jendral lain akan sedikit menin
Sanjiwira, adalah murid terbaik yang pernah dimiliki oleh Gadhing, dia telah mencapai level puncak emas, selangkah lagi mencapai pendekar Tanding.Pemuda itu memiliki 1400 titik cakra, hanya butuh 200 titik lagi agar dia bisa mencapai level tanding. Ini lebih kuat dua kali lipat dari Angga Nurmeda dari Sekte Macan Giok yang menguasai Kota Teratai Biru.Mengetahui Lanting Beruga dapat mengalahkan pendekar tanding, membuat Sanjiwira tertawa kecil. Mana mungkin manusia tanpa tenaga dalam, mengandalkan kekuatan pisik saja dapat mengalahkan pendekar tanding? Lelucon yang menggelitik perut."Kita lihat seperti apa Lanting Beruga itu?" ucap Sanjiwira.Dia segera pergi dari kediaman Mahasepuh Gadhing, pergi begitu cepat ke sebuah tempat, Dataran Kuno.Dengan ilmu meringankan tubuhnya, dia bahkan tiba di dataran itu lebih cepat daripada Lanting Beruga yang masih berjalan santai sambil memegang sepotong makanan.Sebelum Lanting Beruga membuka pintu ba
Pertarungan antara Sanjiwira melawan Lanting Beruga tidak dapat dielakan. Sanjiwira yang diliputi oleh amarah karena Cairan Sum-Sum Naga telah ditelan Lanting Beruga, kini menjelma seperti seorang yang kerasukan setan.Pedang dan pukulan saling beradu, menciptakan gelombang kejut bertekanan rendah di sekitar mereka berdua.Lanting Beruga menyadari meski tenaga dalam Sanjiwira tidak lebih besar dari pendekar tanding yang dia hadapi sebelumnya, tapi permainan pedang pemuda itu begitu hebat.Sebuah tebasan nyaris saja memotong leher Lanting Beruga jika pemuda itu tidak menarik tubuhnya ke belakang dengan menggunakan Mode Cahaya Api."Bagaimana mungkin ..." Sanjiwira benar-benar tidak percaya jika Lanting Beruga bisa bergerak secepat itu.Pemuda itu berulang kali merasakan tekanan tenaga dalam yang dipancarkan oleh Lanting Beruga, menduga jika pemuda itu sebenarnya dapat menyembunyikan tenaga dalam. Tapi tentu saja hal itu sia-sia.Masih d
Dua hari lamanya Nyai Anjani menemani Lanting Beruga, wanita itu tidak bergeming sedikitpun dari tempatnya, menunggu Lanting Beruga menyerap semua cairan sum-sum naga.Cairan kehitaman telah menyelimuti seluruh tubuh Lanting Beruga, merupakan darah kotor yang ada di tubuhnya.Setelah menjelang siang, Lanting Beruga menarik nafas lega, semua rasa sakit yang dia rasakan selama dua hari lamanya, kini sudah berakhir.Nyai Anjani tersenyum puas, tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut wanita itu, kecuali rasa bangga kepada Lanting Beruga."Kau berhasil, Lanting ..." ucap Nyai Anjani.Setelah berhasil menyerap cairan itu, tubuh Lanting Beruga terasa lebih sehat dari sebelumnya. Tentu saja, kualitas sum-sum yang ada di dalam tubuhnya telah berkembang ke tahap yang baru. Dan lagipula cairan sum-sum naga itu telah membuang semua darah kotor yang ada di dalam tubuh Lanting Beruga.Nyai Anjani menyuruh Lanting Beruga membersihkan tubuhnya, tubuh pem
Ktika 7 sumber daya disatukan, hal yang paling dibutuhkan oleh Lanting Beruga adalah seorang ahli pengobatan yang handal. 7 sumber daya memiliki energinya masing-masing, jika disatukan dan di ekstrak tanpa perhitungan matang maka menimbulkan kesetabilan energi itu menjadi terganggu, dan buruknya adalah, mereka bukan membuat sumber daya pelatihan tapi malah membuat bom bunuh diri.Namun Lanting Beruga tidak patah arang, dia semakin bersemangat untuk mengumpulkan 7 sumber daya pelatihan itu.Pemuda itu hanya butuh kerangka dewa untuk bisa mengendalikan Roh Api dengan sepenuhnya."Misi Pertamaku adalah menemukan kacang lima warna ..." ucap Lanting Beruga.Menurut catatannya, kacang lima warna hampir dianggap mitos oleh sebagian besar pendekar di masa ini, tapi yang tidak mereka ketahui adalah, kacang itu pernah hidup di era lampau, yang dijaga oleh banyak bangsa siluman.Sekarang Lanting Beruga benar-benar memantapkan tujuannya, untuk pertama kali dia
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m