Dua hari lamanya Nyai Anjani menemani Lanting Beruga, wanita itu tidak bergeming sedikitpun dari tempatnya, menunggu Lanting Beruga menyerap semua cairan sum-sum naga.
Cairan kehitaman telah menyelimuti seluruh tubuh Lanting Beruga, merupakan darah kotor yang ada di tubuhnya.
Setelah menjelang siang, Lanting Beruga menarik nafas lega, semua rasa sakit yang dia rasakan selama dua hari lamanya, kini sudah berakhir.
Nyai Anjani tersenyum puas, tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut wanita itu, kecuali rasa bangga kepada Lanting Beruga.
"Kau berhasil, Lanting ..." ucap Nyai Anjani.
Setelah berhasil menyerap cairan itu, tubuh Lanting Beruga terasa lebih sehat dari sebelumnya. Tentu saja, kualitas sum-sum yang ada di dalam tubuhnya telah berkembang ke tahap yang baru. Dan lagipula cairan sum-sum naga itu telah membuang semua darah kotor yang ada di dalam tubuh Lanting Beruga.
Nyai Anjani menyuruh Lanting Beruga membersihkan tubuhnya, tubuh pem
Ktika 7 sumber daya disatukan, hal yang paling dibutuhkan oleh Lanting Beruga adalah seorang ahli pengobatan yang handal. 7 sumber daya memiliki energinya masing-masing, jika disatukan dan di ekstrak tanpa perhitungan matang maka menimbulkan kesetabilan energi itu menjadi terganggu, dan buruknya adalah, mereka bukan membuat sumber daya pelatihan tapi malah membuat bom bunuh diri.Namun Lanting Beruga tidak patah arang, dia semakin bersemangat untuk mengumpulkan 7 sumber daya pelatihan itu.Pemuda itu hanya butuh kerangka dewa untuk bisa mengendalikan Roh Api dengan sepenuhnya."Misi Pertamaku adalah menemukan kacang lima warna ..." ucap Lanting Beruga.Menurut catatannya, kacang lima warna hampir dianggap mitos oleh sebagian besar pendekar di masa ini, tapi yang tidak mereka ketahui adalah, kacang itu pernah hidup di era lampau, yang dijaga oleh banyak bangsa siluman.Sekarang Lanting Beruga benar-benar memantapkan tujuannya, untuk pertama kali dia
Awalnya Lanting Beruga merasa ragu dengan tantangan sesepuh muda, tapi statusnya tidak bisa menolak ajakan seorang sesepuh.Tempat yang mereka tuju berada tidak jauh dari tempat ini, dan dipenuhi dengan alat-alat latihan yang berduri. Sial, ada beberapa boneka baja di tempat ini yang juga dipenuhi dengan duri."Ini adalah arena latihan para sesepuh, kau beruntung bisa datang ke sini," ucap sesepuh muda itu.Lanting Beruga masih mengamati tempat ini, beberapa bidang benda terlihat datar, mungkin digunakan sebagai pijakan. Di atas pemuda itu ada jembatan yang dibuat dari jalinan tali, di bawah jembatan itu terdapat banyak sekali tombak tajam yang mengarah ke langit. Jatuh dari jembatan ini, akan membuat nyawa pendekar terancam.Masih mengamati, Sesepuh muda telah menarik pedangnya lebih dahulu, menyerang Lanting dengan tiba-tiba.Tapi serangan itu bisa dihindari oleh Lanting Beruga, dengan melompat ke samping dan hinggap di atas alat-alat latihan yan
Sesepuh muda terus menyerang Lanting Beruga, meskipun pemuda itu tidak berniat melakukan pertarungan."Aku tetap harus membunuh dirimu ..." ucap Sesepuh itu."Sesepuh, aku tidak bisa merasakan keinginan pedangmu, aku merasa kasihan.""Tutup mulutmu!" pria itu meraung keras di dalam arena latihan ini. "Tahu apa kau mengenai keinginan pedang? kau hanya pemuda kecil tanpa tenaga dalam, mana mungkin aku kalah dari dirimu."Namum apa hendak dikata, Lanting Beruga terpaksa menggunakan jurus Tarian Dewa Angin untuk menumbangkan sesepuh itu.Pria itu tergeletak tidak jauh dari temannya berada, sesepuh muda yang lain. Ada luka besar di dada pria itu, luka dari tebasan Lanting Beruga."Sesepuh ...maafkan aku karena ...""Kau tidak bersalah," timpal Sesepuh muda yang lain, "aku berpikir dia hanya ingin menguji dirimu, tapi siapa menduga jika dia berniat untuk membunuhmu."Pria itu kemudian memeriksa tubuh temannya, luka yang d
Lanting Beruga keluar dari Sekte, ini adalah kali pertama bagi pemuda itu keluar tanpa disertai oleh seseorang. Bagaimanapun, pemuda itu sudah cukup kuat untuk melindungi dirinya sendiri. Lagipula Majangkara merupakan wilayah yang cukup aman, beberapa bandit mungkin ditemukan jauh di luar kota, tapi kekuatan mereka biasanya tidak seberapa. Lanting Beruga memutuskan untuk berjalan kaki, sesekali dia menggunakan kekuatan pisiknya untuk melompati tempat-tempat yang cukup sulit dilewati, atau bahkan menggunakan mode cahaya api milikinya. Setelah beberapa hari melakukan perjalan, akhirnya Lanting Beruga tiba di desa Batu Ampar. Sebuah desa kecil yang masih masuk dalam kekuasaan Jendral Dewangga. Ada beberapa pendekar berjaga di gerbang masuk desa tersebut. "Tunjukan identitasmu!" ucap salah satu penjaga di sana, dia menghentikan langkah kaki Lanting Beruga. Lanting mengernyitkan kening, beberapa orang boleh masuk ke dalam desa ini tanpa had
KiPria itu percaya setiap pendekar aliran putih akan bertindak seperti kertas putih dan itu termasuk di dalam pertarungan mereka, tapi yang dilakukan Lanting Beruga sama sekali tidak menunjukan jika dia berasal dari golongan tersebut. Hanya golongan hitam yang menyiksa lawan untuk mendapatkan sebuah informasi. Lanting Beruga menyipitkan matanya, dari sinar bola mata itu musuhnya harusnya tahu apa yang hendak dia lakukan selanjutnya. "Keluarga Kindra berada di rumah bordir ..." ucap Pria itu lagi. "Ya, tolong jangan bunuh aku." Tanpa menunggu lama, Lanting Beruga pergi menuju rumah bordir yang pria itu maksud. Bangunan dua lantai, penuh dengan hiasan warna-warni, ada banyak lampu menghiasi bangunan itu, tapi karena siang hari lampu-lampu itu tidak menyala, dan lagipula saat ini bangunan itu tampak sepi. Pintu bangunan tertutup rapat, tidak ada pelanggan yang akan datang siang hari, tapi anehnya kenapa di desa seperti ini ada tempat hibura
Dua saudari Kindra mungkin menolak keinginan dua pria hidung belang di depan mereka, tapi apalah daya mereka tidak memiliki banyak pilihan, termasuk untuk memilih kematian mereka sendiri.Dengan ditangkapnya mereka, dua orang bersaudari itu menyadari jika Kindra mungkin telah gagal membunuh pemuda yang bernama Lanting Beruga."Sanjiwira ...bunuh saja kami berdua ..." salah satu dari gadis itu tersedu sedan, berharap dua orang rakus di depannya mu melepaskan diri.Namun Sanjiwira malah tertawa terbahak-bahak, "tidak ada guna membunuh kalian berdua ...lagipula sangat disayangkan tubuh semolek kalian disia-siakan."Dua orang gadis mencoba melarikan diri, tapi dengan tangan dan kaki dirantai, sejauh mana langkah kaki mereka bisa berlari?Bukannya mereka bisa lolos dari cengkraman dua hidung belang, tapi malah menjadi bahan lelucon bagi semua yang melihatnya."Sudahlah ... daripada kalian seperti ini, lebih baik kita nikmati saja malam ini."
Dengan pedangnya, Lanting Beruga memutuskan semua rantai yang membelenggu tangan dan kaki salah satu saudari Kindra. Bersegera gadis itu menutupi seluruh tubuhnya dengan sprei di atas pembaringan. Meskipun Lanting Beruga masih muda, tapi gadis itu cukup tahu diri untuk menjaga mata pemuda itu dari pandangan buruk. Namun, Lanting Beruga tidak menunjukan wajah ketertarikan, dia bahkan tampak biasa saja meski sebelumnya dia telah melihat semua bagian tubuh gadis itu tanpa terkecuali. "Kakak ...pakailah bajumu, dan aku akan membawamu keluar ..." Mendengar hal itu, gadis itu langsung berdiri, lagi-lagi tubuh moleknya terlihat jelas di mata Lanting Beruga, tapi lagi-lagi Lanting Beruga tidak menunjukan ketertarikannya. Setelah gadis itu itu selesai berpakaian, Lanting Beruga tidak perlu sebuah izin untuk menyambar tubuh gadis itu, keluar melewati jendela dan pergi cukup jauh. Kejadian ini membuat gadis itu menjadi tak menentu, entah kenapa d
Lanting Beruga menemui dua saudari Kindra, sambil membawa beberapa obat-obatan yang dia minta dari Toko Cendrawasih."Kami berdua ..." salah satu dari gadis berkata dengan ragu. "Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada ...""Lanting Beruga ..." ucap Lanting.Mendengar nama itu dua orang itu saling pandang, kemudian memperhatikan Lanting Beruga dengan seksama, ada banyak keraguan yang terpancar dari wajah dua gadis itu."Kalian terkejut? Kindra berencana membunuh diriku, karena hasutan Sanjiwira, tapi tidak berhasil ..."Mendengar hal itu, dua gadis tertunduk, yang dikatakan oleh Lanting Beruga jelas benar."Kakaku ingin membunuhmu, tapi rupanya kau sendiri yang menyelamatkan kami dari belenggu Kelompok Kapak, kami tidak tahu harus berkata apa."Lanting Beruga tersenyum kecil, dia tidak suka mendengar hal seperti ini, dan ini memang membuat dia menjadi sedikit canggung. Menjadi pahlawan bukanlah keinginan dirinya, dia hanya ingin m
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m