Dua saudari Kindra mungkin menolak keinginan dua pria hidung belang di depan mereka, tapi apalah daya mereka tidak memiliki banyak pilihan, termasuk untuk memilih kematian mereka sendiri.
Dengan ditangkapnya mereka, dua orang bersaudari itu menyadari jika Kindra mungkin telah gagal membunuh pemuda yang bernama Lanting Beruga.
"Sanjiwira ...bunuh saja kami berdua ..." salah satu dari gadis itu tersedu sedan, berharap dua orang rakus di depannya mu melepaskan diri.
Namun Sanjiwira malah tertawa terbahak-bahak, "tidak ada guna membunuh kalian berdua ...lagipula sangat disayangkan tubuh semolek kalian disia-siakan."
Dua orang gadis mencoba melarikan diri, tapi dengan tangan dan kaki dirantai, sejauh mana langkah kaki mereka bisa berlari?
Bukannya mereka bisa lolos dari cengkraman dua hidung belang, tapi malah menjadi bahan lelucon bagi semua yang melihatnya.
"Sudahlah ... daripada kalian seperti ini, lebih baik kita nikmati saja malam ini."
Dengan pedangnya, Lanting Beruga memutuskan semua rantai yang membelenggu tangan dan kaki salah satu saudari Kindra. Bersegera gadis itu menutupi seluruh tubuhnya dengan sprei di atas pembaringan. Meskipun Lanting Beruga masih muda, tapi gadis itu cukup tahu diri untuk menjaga mata pemuda itu dari pandangan buruk. Namun, Lanting Beruga tidak menunjukan wajah ketertarikan, dia bahkan tampak biasa saja meski sebelumnya dia telah melihat semua bagian tubuh gadis itu tanpa terkecuali. "Kakak ...pakailah bajumu, dan aku akan membawamu keluar ..." Mendengar hal itu, gadis itu langsung berdiri, lagi-lagi tubuh moleknya terlihat jelas di mata Lanting Beruga, tapi lagi-lagi Lanting Beruga tidak menunjukan ketertarikannya. Setelah gadis itu itu selesai berpakaian, Lanting Beruga tidak perlu sebuah izin untuk menyambar tubuh gadis itu, keluar melewati jendela dan pergi cukup jauh. Kejadian ini membuat gadis itu menjadi tak menentu, entah kenapa d
Lanting Beruga menemui dua saudari Kindra, sambil membawa beberapa obat-obatan yang dia minta dari Toko Cendrawasih."Kami berdua ..." salah satu dari gadis berkata dengan ragu. "Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada ...""Lanting Beruga ..." ucap Lanting.Mendengar nama itu dua orang itu saling pandang, kemudian memperhatikan Lanting Beruga dengan seksama, ada banyak keraguan yang terpancar dari wajah dua gadis itu."Kalian terkejut? Kindra berencana membunuh diriku, karena hasutan Sanjiwira, tapi tidak berhasil ..."Mendengar hal itu, dua gadis tertunduk, yang dikatakan oleh Lanting Beruga jelas benar."Kakaku ingin membunuhmu, tapi rupanya kau sendiri yang menyelamatkan kami dari belenggu Kelompok Kapak, kami tidak tahu harus berkata apa."Lanting Beruga tersenyum kecil, dia tidak suka mendengar hal seperti ini, dan ini memang membuat dia menjadi sedikit canggung. Menjadi pahlawan bukanlah keinginan dirinya, dia hanya ingin m
"Setan keparat, siapa yang berani melakukan ini kepada kami?!" Seorang pria berbadan lebih besar dari tiga temannya buru-buru bangkit, lalu menarik kapak besar yang ada di pinggangnya.Dia mengarahkan kapak itu ke sembarang tempat. Bisa ditebak dia sebenarnya belum tahu mengenai keberadaan Lanting Beruga."Keluar kau pengecut, hadapi kami dengan jantan!" sambung salah satu dari pria itu.Lanting Beruga hampir tertawa mendengar hal itu, hadapi dengan jantan apanya?"Sekarang aku sudah keluar!" ucap Lanting Beruga, keluar dari pohon rindang dan berdiri santai di depan lawannya. Sesekali dia bahkan membelakangi lawan, karena membersihkan sisa-sisa ranting kering atau dedaunan yang ikut di bajunya."Apa kau yang membunuh teman-teman kami?" tanya mereka lagi."Hemmm ..." Lanting Beruga menganggukkan kepala, terlihat benar-benar meremehkan lawannya."Setan keparat, hari ini kau harus mati di tanganku!"Salah satu dari 4 orang i
Ketua Kapak menunjukan diri tepat di depan Lanting Beruga dan menyerang pemuda itu dengan belasan kapak yang berputar terus menerus dan berterbangan seperti bumerang.Kali ini Lanting Beruga sedikit tertekan, meski dia menggunakan mode cahaya api, tapi kekuatan dan teknik kapak yang dimiliki lawannya cukup mumpuni.Ketua Kapak telah mencapai puncak pendekar emas, dengan tenaga dalam yang cukup besar, tapi teknik bertarung pria berewokan itu rupanya tidak bisa dianggap sebelah mata.Dengan tenaga dalamnya, dia mengendalikan selusin kapak dengan cukup mudah. Ini adalah teknik yang sulit dipelajari.Kebanyakan dari pendekar hanya bisa mengalirkan tenaga dalam pada senjata mereka untuk memperkuat daya rusak sebuah serangan ataupun jurus, tapi amat jarang yang bisa mengendalikan senjata dengan tenaga dalam.Mengendalikan senjata dengan tenaga dalam membutuhkan konsentrasi yang tinggi, ketenangan dan juga pengendalian tenaga dalam yang halus.
Benturan dua kekuatan terjadi begitu cepat, mengundang gelombang kejut yang dapat menghempaskan benda apapun di sekitar mereka.Serangan Ketua Kapak benar-benar hebat, kapak-kapak menderu dan berputar seperti gasing, akan memotong benda apapun yang dilewatinya.Pohon, batu dan benda apapun terpotong menjadi bagian.Namun kekuatan kapak itu tidak berhasil memotong pedang Lanting Beruga, dan sialnya Jurus Tarian Dewa Angin mulai mendominasi."Tidak mungkin ..." Ketua Kapak mulai goyah, dia melihat beberapa kapaknya hancur menjadi kepingan kecil, semakin lama semakin bahaya.Ketika Lanting Beruga berteriak keras, pedang di tangannya pada akhirnya berhasil menebas semua kapak yang berputar dan melewati tubuh Ketua Kapak.Tebasan yang dilakukan oleh Lanting Beruga berhasil menciptakan luka sayatan di perut Ketua Kapak, meski tidak sampai membunuh orang itu tapi itu sudah cukup parah, mengingat Lanting Beruga tidak menggunakan tenaga dalam sama se
Berusaha berdiri dengan menopang tubuhnya menggunakan kapak besar, Ketua Kapak melakukan satu hal yang mungkin bisa dilakukannya untuk terkahir kali."Ini adalah jurus Kapak Membelah Bumi ..." ucap Ketua Kapak, dia terbatuk kecil, membuat darah kembali keluar dari luka dan mulutnya, kemudian menatap Lanting Beruga dengan banyak ekspresi sebelum kemudian terbatuk kecil lagi. "Anak muda, siapa namamu?""Lanting Beruga, orang yang akan menjadi Dewa Pedang ..." jawab Lanting Beruga.Ketua Kapak itu tertawa kecil diselingi dengan batuk berdarah, menjadi Dewa Pedang terdengar lelucon bagi pria itu."Baiklah, Lanting Beruga ...Aku akan mengerahkan semua kekuatanku, kita akan lihat apakah orang ini bisa menjadi kerikil yang menghalangi jalanmu, atau kau akan mati hari ini."Lanting Beruga mengangguk dia setuju. Sepertinya mereka berdua akan menunjukan jurus atau apapun jenisnya yang mereka kuasai saat ini.Lanting Beruga menutup matanya, ketik
Dua hari satu malam lamanya sisa-sisa Kelompok Kapak mencari keberadaan Lanting Beruga dibawah perintah Sanjiwira. Namun usaha mereka tidak membuahkan hasil. Di dalam semak belukar kecil, Garuda Kencana memerintahkan bangsa burung untuk membuat sarang, beberapa laba-laba membuat jaring dan lebih banyak lagi binatang kecil yang bahu-membahu menutupi tubuh Lanting Beruga agar tidak terlihat oleh musuh. Efek dari penggunaan Mode Aura Api benar-benar besar, membuat tubuh Lanting Beruga kehabisan energi sama sekali, sampai membuat dia tidak sadarkan diri. Sementara di sisi lain, Sanjiwira telah pergi menyelidiki keberadaan Lanting Beruga di Sekte Awan Berarak. Jika Lanting cukup beruntung, dia mungkin akan tiba di sekte beberapa jam kedepan, karena itu Sanjiwira akan menghadang jalan pemuda itu. Tentu saja ini pemikiran Sanjiwira saja. Namun menjelang malam hari lagi, Lanting Beruga tidak melewati jalan utama yang biasanya digunakan oleh para pendekar untu
Di kedai makanan, Lanting Beruga duduk dengan beberapa mangkuk makanan di atas piring. Tepat dihadapannya, Kindra duduk dengan wajah canggung. Lanting Beruga telah mengatakan semua yang terjadi antara dirinya dan Sanjiwira, dengan Ketua Kapak dan semua yang berkaitan dengan Kindra. Perkataan pemuda ini tidak bisa dipercayai sepenuhnya, otak Kindra tidak sampai untuk memahaminya. Bagaimana mungkin Lanting Beruga mengacaukan Kelompok Kapak dan membawa kedua saudarinya ke Majangkara? "Sesepuh Muda, kau tidak percaya?" tanya Lanting Beruga. "Huhhhh ...pergilah ke Majangkara, kau bisa tanya kepada dua saudarimu itu." Lanting Beruga hendak pergi meninggalkan bangkunya setelah membayar beberapa perak untuk semua makanan di atas meja, tapi Kindra tiba-tiba mencegah pemuda itu. "Begini ... jika benar, aku berterima kasih kepada dirimu ... aku ..." "Sesepuh, kau memiliki jabatan tinggi di tempat ini, sebaiknya diskusikan masalah ini kepada