Jubarda Agung tiba selamat di tangan Nyai Cempaka Ayu. Wanita itu segera melepaskan belenggu yang melilit kaki dan tangannya. Nyai Cempaka Ayu lantas memberinya sebuah ramuan yang berfungsi untuk memulihkan tubuh pria itu.
"Efek ramuan ini hanya sementara," ucap Nyai Cempaka Ayu, "Pangeran mungkin akan mengalami rasa sakit lagi setelah 5 jam pemakainnya."
Jubarda Agung mengangguk tanda mengerti, dia segera menelan ramuan itu dan duduk bersila tepat di samping Nyai Cempaka Ayu.
Di sisi lain, Rosalawu melihat hal itu dan semakin kesal. Kematian Jubarda Agung sudah bisa dia lihat di depan mata, tapi bagaimana mungkin nyawa pangeran itu selamat.
Selang beberapa saat kemudian, tembok Sursena bergetar beberapa kali. Para prajurit mulai memperhatikan dan menjadi waspada.
Semakin lama getarannya semakin kuat, hingga tiba-tiba 1/4 dari tembok itu hancur. Suara teriakan di luar tembok menunjukan wajahnya.
Seluruh aliansi sekte aliran lurus telah berku
Rismananati, melihat ayahnya terguling di permukaan tanah, tidak kuasa menahan diri dan langsung bergegas menemuinya. Di belakang gadis itu, Subansari mengiring pula."Ayah ..." Rismananti berteriak keras.Jubarda Agung terbatuk beberapa kali, kini kepalanya telah kumuh dengan darah dan debu-debu tanah, mendapati anaknya baik-baik saja, beban di hidup Jubarda Agung menjadi berkurang.Meninggalkan dunia ini tidak masalah bagi Jubarda Agung, tapi satu hal yang dia pikirkan adalah, bagaimana nasip Putrinya setelah kematian dirinya. Rismananti mungkin akan diburu, oleh Rosalawu."Aku baik-baik saja," ucap Jubarda Agung. "Jangan khawatir."Rismananti menahan harus saat ini, ini sudah dua kali dia melihat kondisi ayahnya yang begitu menyedihkan."Lebih baik paman pergi ke sisi belakang pasukan," ucap Subansari, "kami akan melindungi paman dari ancaman."Jubarda Agung menoleh ke arah Subansari, sepak terjang gadis itu rupanya cukup mir
Sejauh ini, belum dapat di prediksi kelompok mana yang akan memenangkan pertarungan ini, lagipula beberapa petinggi kedua belah pihak belum mengeluarkan kekuatan asli mereka. Hingga tiba-tiba, seorang melompat dari Istana Sursena dan berdiri tepat di bawah panggung eksekusi. Matanya begitu dingin, menyimpan keinginan membunuh yang begitu besar. Dia menggunakan baju lengan panjang, celana panjang dan juga pedang yang cukup besar dan melengkung seperti bulan sabit. "Salah satu petinggi Bulan Darah ..." Benggala Cokro mengenal jelas siapa gerangan orang yang baru saja muncul itu, karena dia telah bertarung melawan orang itu dan ternyata benar-benar kuat. "Lalang Hitam, pemimpin Bulan Sabit." Nyai Seburuk Mayat masih berada di atas panggung eksekusi, mengernyitkan kening karena melihat pria yang jarang sekali keluar dari organisasi bulan darah, tiba-tiba telah turun tangan. "Hehehehe ..." Ki Rindung Petoko menoleh ke bawah, kemud
"Jendral aku akan membantumu-" "Tidak perlu ..." Dewangga memotong ucapan Dewa Beralis Tebal, "Aku tugaskan kau menjaga Jubarda Agung apapun yang terjadi!" "Dia tidak akan mati sebelum musuh berhasil membunuhku," ucap Dewa Beralis Tebal dengan mantap, lalu kemudian bergerak ke arah Jubarda Agung. Dengan pedang di tangannya, Dewa Beralis Tebal membantu Subansari Dan Rismananti menghalau musuh-musuh mereka yang datang silih berganti. Sementara itu, Dewangga bergerak ke arah Lalang Hitam. Pria itu merasa hanya dirinya yang bisa menghentikan Lalang Hitam saat ini. Dewangga melompat ke awang-awang melewati beberapa barisan prajurit, kemudian mendarat tidak jauh dari hadapan Lalang Hitam. "Pak tua Dewangga ada di sini!" ucap beberapa prajurit yang memiliki level pilih tanding di jalur kependekaran. Ada sekitar lima orang yang mencoba menghentikan pria tua itu, menggunakan tenaga dalam dan ilmu kanuragan mereka untuk membunuh De
Nyai Seburuk Mayat menoleh ke belakang, menemukan Nyai Anjani telah melepaskan pedang dari sarungnya.Lawan yang bagus, pikir wanita itu. Rumor mengatakan Nyai Anjani adalah pendekar pedang wanita terbaik di era ini, dan hari ini dia berniat mematahkan rekor tersebut."Majulah!" ucap Nyai Seburuk Mayat.Pertarungan langsung terjadi, awal mula mereka baru mengandalkan beberapa teknik level rendah sebagai pemanasan.Namun kemudian, semakin lama pertarungan itu semakin sengit, teknik level tinggi mulai diperagakan, dan tak jarang mereka menggunakan tenaga dalam untuk saling menjatuhkan.Nyai Anjani mungkin sudah tua, ya dia tidak semua lawannya, tapi guru Lanting Beruga itu masih bisa bergerak lincah, dia bisa mengimbangi semua serangan Nyai Seburuk Mayat."Belati yang bagus ..." puji Nyai Anjani, menyadari jika belati yang ada di tangan Nyai Seburuk Mayat adalah sebuah pusaka, sementara Nyai Anjani hanya menggunakan pedang level tinggi,
Ki Rindung Petoko pemimpin Bulan Jingga, pria yang hampir tertawa setiap waktu. Tawa yang kadang kala membuat orang menjadi jengkel.Ki Rindung Petoko pernah berhadapan dengan Dewangga, tapi pertarungan mereka tidak berlangsung lama karena Pimpinan tertinggi Bulan Darah langsung turun tangan.Benggala Cokro langsung mengarahkan jari-jemarinya ke samping, pada saat yang sama pedang yang dari tadi terbang dan menikam lawan, bergerak ke arah Ki Rindung Petoko.Cahaya emas yang menyelimuti pedang tersebut laksana bintang jatuh yang menghantam atmosfir bumi. Tampak sangat indah, tapi mengandung bahaya yang mengerikan.Ki Rindung Petoko melompat dari menara tepat sebelum pedang itu mengenai dirinya. Alhasil, menara pengintai tempat dimana dirinya berada kini terpotong menjadi beberapa bagian."Hehehe ...pedang yang tajam-"Ucapan Ki Rindung Petoko tidak berlanjut, sebab pedang Benggala Cokro hampir saja menembus mulutnya. Beruntung Ki Rindung Peto
Rosalawu yang awalnya sangat percaya diri dengan bantuan kelompok Bulan Darah, kini mulai sedikit gusar. Pasalnya, meskipun jumlah mereka lebih banyak dari aliansi aliran lurus, nyatanya yang mati lebih banyak dari pihak mereka.Ini karena para petinggi aliansi sekte lurus berhasil menguasai medan pertempuran, seperti Benggala Cokro yang menekan Ki Rindung Petoko."Sudah saatnya kau bertindak," ucap Rosalawu, "atau dia akan menghabisi lebih banyak pihak kita."Rosalawu menunjuk ke arah Sabdo Jagat yang dari tadi mengamuk dengan tongkatnya. Sabdo Jagat memilih melawan prajurit Sursena yang telah mencapai level pilih tanding seorang diri, dan sampai saat ini belum ada satupun orang yang berhasil menahan dirinya.Jika diteruskan, mereka akan kehilangan lebih banyak pasukan level tinggi di tangan Sabdo Jagat.Sandar Angin adalah petinggi, Sursena jadi ini adalah tugasnya."Seorang pria yang bersumpah kepada Sursena kini malah menyerang pas
Sabdo Jagat hanya tersenyum tipis, memangnya apa yang bisa dilakukan oleh Sandar Angin untuk membunuh dirinya. Semua teknik Sandar Angin sudah diketahui oleh Sabdo Jagat, dari sekian banyak teknik itu tidak ada satupun yang benar-benar berbahaya.Sandar Angin mungkin bisa membunuh pendekar tanding, tapi bahkan untuk mengalahkan pendekar puncak pilih tanding dia membutuhkan banyak teknik untuk melakukannya."Sekarang berhenti bicara omong kosong, majulah dan tunjukan kepada orang tua ini bagaimana caranya kau bertarung."Rosalawu mencengkram tangannya dengan kuat, tidak menduga jika kekuatan Sandar Angin tidak begitu tangguh seperti para jendral lainnya."Kenapa aku mengandalkan orang lemah seperti dirinya?" gumam Rosalawu, "jika dia tidak berhasil mengalahkan Sabdo Jagat, jangan harap dia akan hidup besok pagi."Di sisi lain, Altar Buana cucu dari Sabdo Jagat bekerja sama dengan Satrio Langit menghadapi seorang jendral yang cukup kuat. Loka.
Pertarungan telah terjadi sangat lama, hampir menjelang siang hari tapi antara dua belah pihak tidak saling menyerah.Tentu saja, Jubarda Agung masih hidup dan dalam perlindungan Rismananti, Subansari dan Dewa Beralis Tebal, sementara di sisi lain Rosalawu juga masih bernyawa."Hujan Jarum Beracun," Jelatang Biru menggunakan teknik hujan jarum beracun untuk sekali lagi, dan ini adalah yang terakhir.Hujan Jarum Beracun menggunakan banyak jarum beracun yang ukurannya begitu kecil, dengan teknik yang dikuasai oleh Jelatang Biru, dia dapat menyebar jarum-jarum itu ke seluruh penjuru."Perhatikan langit!" berteriak salah satu jendral lain, ketika Jelatang Biru melepas ratusan jarum beracun ke udara. "Kalian semua bisa mati.""Terlambat!" ucap Jelatang Biru, "Jarum-jarumku memiliki ukuran yang begitu kecil, kali hanya bisa berada di dalam ruangan kedap udara."Baru pula beberapa saat setelah Jelatang Biru berkata, jarum-jarum itu telah masu