Bukan hanya ajaran Dewa Pemarah diserap begitu baik oleh Satrio Langit, tapi pemuda itu juga mulai terbiasa dengan sifat gurunya, dan yang hebat dia juga mulai suka marah-marah.
Ada banyak pemuda seumuran Satrio Langit di tempat ini, para pemuda yatim yang diselamatkan oleh Arya Mandala dan mendapat didikan keras untuk menjadi pendekar tangguh.
Namun rata-rata mereka memiliki jiwa spiritual yang tinggi, sehingga masa depan mereka sebagai pendekar akan lebih cerah dibanding dengan pemuda-pemuda lainnya.
Namun diantara puluhan pemuda itu, hanya Satrio Langit yang mendapatkan didikan paling keras dan paling kejam dari gurunya.
Suatu masa, Satrio Langit diminta untuk berlatih selama 30 hari lamanya tanpa makan kecuali satu teguk air di pagi hari, satu teguk air di siang hari dan satu teguk lagi di malam hari.
Jika dia melanggar aturan Dewa Pemarah, bukan hanya hukumannya akan bertambah berat tapi mungkin pula dia akan dibunuh oleh gurunya sendiri
Kehadiran Lanting Beruga di Sekte Awan Berarak disambut meriah sekaligus haru oleh seluruh Sekte.Tiada angin tiada hujan, hari ini pemuda itu tiba-tiba kembali ke Sekte Awan Berarak dengan tampilan yang sedikit berbeda dari sebelumnya. Ya, meskipun sifat bodohnya kadang kala muncul di saat yang tidak tepat.Kabar mengenai cucunya di dengar oleh Wulandari, wanita tua itu bersama suaminya bergegas meninggalkan rumah dan berjalan ke arah pintu gerbang Sekte Awan Berarak."Lanting, kau kembali ..." Wulandari berlari kecil, memeluk pemuda itu begitu erat.Air mata Wulandari tidak dapat dibendung lagi, begitupun sebaliknya. Tangis haru pecah di siang hari ini, luapan rindu yang tiada tara antara nenek dan cucu membuat beberapa murid yang menyaksikan hal tersebut tanpa sadar juga menangis karena haru."Ya, Lanting kembali Nenek ..." ucap Lanting Beruga."Aku kira kau melupakan orang tua ini, sudah lima tahun kau tidak kembali, sekarang tubuhmu ber
Setelah beberapa hari berada di Sekte Awan Berarak, Lanting Beruga mulai mengetahui banyak hal yang menyangkut Neneknya Wulandari.Malam ini, Wulandari batuk parah, biasanya tidak separah ini tapi malam ini tampaknya wanita tua itu benar-benar menderita.Lanting Beruga bergegas memberinya ramuan untuk melegakan wanita tua itu, tapi tidak berhasil."Kesehatan Nenekmu mulai menurun sejak 2 tahun yang lalu," ucap Seno Geni, duduk di pinggir pembaringan Wulandari. "Setiap malam dia memimpikan dirimu, lalu menangis ketika bangun.""Maafkan aku Nenek ..." Lanting Beruga kembali meneteskan air mata, "Cucu bodohmu ini begitu lama meninggalkan dirimu.""Uhuk Uhuk ...tidak perlu minta maaf Lanting, lagipula Nenek memang sudah tua, sakit seperti ini sudah hal biasa bagi orang tua.""Tapi Nenek,""Jangan risau, besok akan membaik," timpal Wulandari.Wajah keriput wanita tua itu semakin pucat saat ini, matanya yang rabun kadang kala menatap
Acara ritual pemakaman berjalan begitu haru, hampir seluruh Sekte Awan Berarak mengikuti acara tersebut.Wulandari dimakamkan di antara pemakaman para pahlawan, di sebelah makam dirinya berdiri makam Ki Alam Sakti, selaku pendiri Sekte Awan Berarak.Setelah ritual pemakaman itu selesai, bumi diguyur hujan yang begitu deras. Lanting Beruga berdiri sendirian di hadapan batu nisan itu, karena hujan ini dia tidak ragu mengeluarkan seluruh air matanya atau juga isak tangisnya yang keras.Seno Geni paham betul luka di hati Lanting Beruga, tidak berniat mengusik cucunya dan membiarkan dia menangis dengan puas.Ya, kadang kala kita harus menangis dengan keras sebelum kemudian melangkah ke depan.Sesosok gadis cantik datang dengan dua payung yang terbuat dari kayu, dia memberikan payung itu kepada Lanting Beruga."Subansari ..." gumam Lanting Beruga."Hanya aku yang pernah merasakan hal ini, Lanting ..." ucap Subansari, "aku akan menemanimu di
"Kau sudah bertambah besar, bocah!" Ketua Devisi Bayangan tertawa keras saat Lanting Beruga kembali ke Serikat Satria, rasa bahagia itu semakin tercurah setelah melihat setumpuk sumber daya pelatihan yang dibawa oleh Lanting Beruga.Benar-benar banyak, semua sumber daya ini berada di level yang sangat tinggi."Kau akan mendapatkan nilai kontribusi karena sumber daya yang kau bawa."Yang membuat Ketua Devisi begitu bahagia adalah, semua sumber daya yang di bawa Lanting Beruga bukan hanya memiliki kualitas yang tinggi, tapi juga sangat langka.Benar, beberapa sumber daya bahkan dinyatakan sebagai mitos belaka, sebab hanya punya nama tapi tidak ada barangnya.Misalanya Jahe Darah Merah, yg hidup hanya di alam lelembut."Aku akan melaporkan hal ini kepada Serikat Satri, tapi beberapa sumber daya ini harus kita simpan, hahahaha."Lanting Beruga tersenyum kecil, tidak masalah dengan hal tersebut. Lagipula, Ketua Devisi Bayangan memang
Suasana keduanya berlangsung begitu kaku, berbicara hanya beberapa patah saja, dan ini benar-benar menjengkelkan.Bisakah mereka berdua bersikap seperti dua pasangan yang dimabuk oleh cinta? tampaknya tidak.Lanting Beruga adalah pemuda berusia 20 tahunan tapi sulit memahami emosi seorang gadis seperti Intan Ayu. Sementara Intan Ayu adalah tipikal gadis yang tidak mungkin mengungkapkan perasannya lebih dahulu, gadis keras kepala yang arogan, mana mungkin mengungkapkan perasaanya?Mengakui bahwa dia benar-benar jatuh cinta kepada Lanting Beruga terasa sangat sulit, apa lagi jika sampai mengungkapkan perasan tersebut.Di satu sisi, Lanting Beruga mengerti dengan perasannya, tapi pemuda itu tidak bisa membedakan antara cinta dan sayang. Dia begitu polos, barang kali. Melihat wanita tanpa pakaian, tidak membuat dirinya terpesona apa lagi hal-hal rumit seperti ini."Apa kita hanya akan diam seperti ini?" tanya Intan Ayu."Bukannya aku tadi
"Kenapa kau tidak bilang kepadaku lebih dahulu?" Ketua Devisi Bayangan mendatangi ruang kerja Pimpinan Serikat Satria, dia kesal karena Lanting Beruga sudah dikirim untuk menjalankan misi tanpa sepengetahuan dirinya."Aku tidak punya waktu menjelaskannya kepadamu," jawab Pimpinan Serikat Satria, "Kabar dari Devisi Informasi begitu mendadak.""Prasasti yang mengarah pada Roh Air, apakah itu benar?" tanya Ketua Devisi Bayangan."Karena itulah aku mengirim Elang Api..." ucap Pimpinan Serikat Satria.Menurutnya, Lanting Beruga adalah orang paling cocok untuk menjalankan misi ini. Sejak pertarungan yang terjadi antara Aliran Darah Besi 2 tahun yang lalu, mereka kehilangan banyak pendekar muda yang hebat.Beberapa pendekar muda yang tersisa masih dalam tahap pendidikan, sementara Lanting Beruga sudah berpengalaman dalam hiruk piruk dunia persilatan.Lagipula, Lanting Beruga adalah pemuda paling kuat saat ini. Tanpa tekanan tenaga dalam
Lanting Beruga menggaruk kepalanya yang tiba-tiba gatal. Pendekar didepannya ini mungkin baru menginjak level tanding, itupun baru perkiraan Lanting Beruga.Sekarang dengan level serendah itu dia berbicara seolah dapat mengalahkan Lanting Beruga? tidak tahu diri."Berapa uang yang kau butuhkan? 1000 keping emas, atau 2000 keping emas?" ucap pendekar itu, dia melemparkan lirikan mata yang sinis lalu berkata lagi dengan sombong, "uang sebanyak itu cukup untuk membuatmu tidur dan makan selama 10 tahun!""Maafkan aku, tapi aku tidak berniat menjual Garuda Kencana kepada siapapun, lagipula aku sedang tidak butuh uang ..." jawab Lanting Beruga.Pendekar itu tampak geram, dia mengepalkan tinju ke arah Lanting Beruga, tapi pemuda itu malah membuang muka ke samping.Pandangan Lanting Beruga mengintip pada celah jendela kapal. Tampak air laut bergelombang pelan, sesekali dia melihat tarian burung camar sebelum menukik ke laut, lalu terbang lagi dengan ikan k
Mendengar hal tersebut, hilang sudah sifat ramah dari Panglima perang ini. Lanting Beruga tampaknya sedang mempermainkan dirinya di hadapan orang banyak, jelas dia tidak bisa terima.Panglima perang lantas berniat mengambil Garuda Kencana yang tidur di samping Lanting Beruga, tapi sebelum tangannya menyentuh burung elang berkaki empat tersebut, mata Garuda Kencana terbuka.Sorot mata tajam dari burung tersebut, membuat Panglima itu menjadi lebih geram lagi.Belum sempat dia menyentuh bulu-bulu Garuda Kencana, tangan pria itu sudah di patuk olehnya."Sial ..." geraman kecil terdengar keluar dari mulut Panglima itu, tapi sedetik kemudian dia bersikap seperti biasanya, mencoba untuk tenang dan menjaga wibawanya.Masih berniat menerkam Garuda Kencana, tapi burung itu telah terbang di ke sisi lain.Dia membuka dua sayapnya yang terbentang begitu lebar. Seolah menantang Panglima tersebut untuk bertarung."Apa yang kalian lihat!" bentak Pang