Ketua Agung menyerang Lanting Beruga lebih dahulu. Pedang yang bernama Kukuto melayang begitu cepat ke arah Lanting Beruga, tapi pemuda itu bisa menahannya dengan cukup baik.
Teknik tebasan yang dipakai oleh Ketua Agung benar-benar sangat hebat, jika Lanting Beruga tidak bisa mengimbanginya dengan baik, tentu saja tubuh pemuda itu akan terbelah menjadi dua bagian.
Dalam pertarungan yang hanya mengandalkan teknik, Lanting Beruga menggunakan Teknik Awan Berarak.
Ini adalah teknik paling bagus utuk menghadapi lawan yang menggunakan serangan jarak dekat. Teknik ini juga dapat digunakan tanpa menggunakan tenaga dalam.
"Gerakanmu benar-benar lincah anak muda!" ucap Ketua Agung.
Dia melompat cukup tinggi, menebaskan pedang ke bawah, tapi Lanting Beruga dapat menghindari serangan itu dengan berkelit ke arah kiri, pada saat yang sama dia menusukan pedang ke samping.
Ujung mata pedang mengincar dada Ketua Agung, tapi cukup hebat, ketua itu bisa mengal
"Pedang memiliki hati, yaitu hati dari pemilik pedang," ucap Lanting Beruga, "Tarian Dewa Angin." Wush. Serangan yang dilakukan oleh Ketua Agung Aliran Darah Besi datang tak terduga. Tebasan yang begitu kuat, cepat dan akurat mengincar batang leher Lanting Beruga. Tebasan itu melambangkan kemarahan, dendam, dan kebencian yang mendalam. Semua rasa membunuh dikerahkan dalam satu tebasan cepat ini. Namun, Lanting Beruga berhasil menghindari serangan tersebut, seolah dia telah melihat pola dan arah ayunan pedang lawannya. Lanting Beruga seakan mendengar bisikan halus dari pedang Kukuto di tangan Ketua Agung Aliran Darah Besi. Bisikan halus itu seakan memberi tahu pemuda itu mengenai arah serangan yang akan datang kepadanya. Pedang memiliki hati, yaitu hati dari pemilik pedang. Hanya kalimat biasa, tapi bagi Lanting Beruga, kalimat itu penuh dengan makna. Ketika seorang pendekar telah memahami dasar sebuah pedang, mereka bisa memaha
Lanting mendapatkan penghargaan begitu besar, sebuah penghargaan yang mustahil didapatkan oleh orang luar seperti Lanting Beruga. Menjadi Ketua Aliran Barat.Ya, hampir sama dengan Ketua Devisi di Serikat Satria, hanya saja Ketua Aliran di dalam Aliran Darah Besi memegang sebuah wilayah yang cukup luas.Ada empat Ketua Aliran di dalam Aliran Darah Besi, masing-masing Ketua Aliran menguasai satu wilayah atau daerah kekuasaannya masing-masing."Apa penghargaan itu tidak terlalu berlebihan, Ketua Agung?" salah satu penasehat sedikit protes dengan tindakan Ketua Agung yang terkesan buru-buru tanpa pemikiran yang matang.Pemikiran ini tentu saja tidak salah, mengingat Lanting Beruga bukan berasal dari wilayah ini, dia bahkan bukan berasal dari bumi tengah.Memberikan penghargaan kepada Lanting Beruga tentu juga bukan sebuah kesalahan, tapi menjadikan dirinya sebagai Ketua Aliran, rasanya terlalu tinggi bagi Lanting Beruga."Aku sudah
Perjalanan menuju Markas Cabang Aliran Barat terletak cukup jauh dari Markas Besar Aliran Darah Besi.Untuk tiba di sana, paling tidak membutuhkan waktu dua minggu atau bahkan lebih, jika berjalan kaki.Namun, Lanting Beruga dan dua pendampingnya memutuskan untuk menggunakan ilmu meringankan tubuh.Benar, Lanting Beruga meminta Li Wei sebagai pelayannya, itu karena hanya wanita itu yang dikenal oleh Lanting Beruga.Dia juga meminta satu orang penerjemah bahasa dan orang yang mengerti mengenai peta.Hanya dua orang saja, tidak lebih. Biasanya, Ketua Aliran selalu dijaga oleh banyak pendekar level puncak tanpa tanding, bahkan tak jarang membawa satu orang pendekar bumi level rendah. Namun, Lanting Beruga tidak membutuhkan banyak pasukan sebesar itu, cukup dua orang saja."Tuanku, ada beberapa hal yang harus kau ketahui mengenai Markas Aliran Barat ..." seorang pemuda menjelaskan situasi di sana sembari bergerak cepat.Pemuda itu b
Belum pula masuk melewati pintu Markas Aliran Barat, tepat di halaman depan dua orang pria saling menghunuskan pedang dan saling menyerang."Apa yang dipikirkan dua pak tua ini?" tanya Mura. "Bagaimana kondisi Markas Barat dapat membaik jika petingginya saling bertikai satu sama lain."Dua orang pak tua itu mungkin sudah burumur lebih dari setengah abat. Janggut mereka sudah putih meskipun rambut masih sama-sama hitam.Beberapa kali mereka berdua saling mencaci maki, kemudian melanjutkan kembali pertarungannya.Jelas tidak sadar jika tindakan mereka sedang ditonton oleh tiga orang pemuda."Hahaha ...hanya sebatas itu kemapuanmu? Pantas saja kau hampir mati saat melawan petinggi Klan Merah," ejek Pak Tua berpakaian serba putih.Yang di ejek tidak terima, lantas balik mengejek. "Aku bukan orang yang punggungnya terkena panah beracun sepertimu!""Apa kau bilang?""Panah beracun mengenai punggunmu!""Kurang ajar ..."&n
Kilatan energi berpejar di udara, menciptakan warna-warni menarik, tapi menakutkan.Sesekali akan terdengar suara dentingan senjata yang beradu keras, kemudian terdengar gemuruh suara angin yang bergerak riuh.Pertukaran serangan antara Lanting Beruga dan lawannya berlangsung begitu sengit. Sesekali mereka terlihat di awang-awang, tapi kemudian menukik ke bumi dan meretakkan permukaan tanah.Hampir semua teknik dan jurus-jurus yang dua orang pak tua itu kuasai telah dikerahkan untuk menjatuhkan Lanting Beruga, tapi belum berhasil melukai pemuda tersebut.Alih-alih membuatnya berdarah, satu helai rambut di kepala Lanting Beruga bahkan tidak dapat mereka tebas.Pemahaman Lanting Beruga mengenai pedang jauh lebih tinggi dibanding dengan dua pak tua tersebut, ini terlihat jelas dari cara Lanting Beruga memainkan pedangnya.Bagi pemuda itu, pedang adalah bagian dari hidupnya, bukan sebuah senjata yang digunakan semata-mata untuk menghancurkan law
Ular Sendok pecah menjadi serpihan energi, sementara Naga Merah masih meliuk ke arah dua pak tua tersebut.Dalam ke adaan seperti ini, dua pak tua tidak mungkin bisa menghindari serangan Lanting Beruga yang begitu cepat.Lebih dari itu, dua pak tua itu telah kehabisan energi di dalam tubuhnya. Satu-satunya yang terlintas dalam benak mereka adalah, menyesal telah menantang Lanting Beruga."AHKK!" Mulut Naga meraung keras tepat di hadapan dua orang itu, menciptakan angin kencang yang menerpa wajah-wajah takut mereka.Namun.Naga itu berbelok ke arah langit, kemudian menghilang di telan awan putih yang menutupi matahari.Hampir saja dua orang itu mati karena diterkam oleh Naga Bayangan. Jika Lanting Beruga cukup kejam, tubuh mereka berdua pastilah sudah terbakar habsi oleh Naga bayangan itu.Dua pak tua masih terpaku di tempatnya, dengan mata terbelalak dan bibir yang biru karena pucat.Tepat dihadapan mereka, ada jalur tanah yang
Malam pesta penyambutan Ketua Aliran Barat dibuka pula dengan acara makan-makan besar. Semua pendekar begitu antusias mengambil makana yang tersedia di atas meja sepanjang 100 meter.Ini adalah acara makan terbesar yang pernah diadakan di Aliran Barat, dan tidak pernah ada Ketua Aliran yang melakukan hal ini sebelumnya.Meski banyak pendekar yang mengalami cidera, tapi antusias mereka menyambut kedatangan Lanting Beruga benar-benar luar biasa.Di tengah perkumpulan itu, Lanting Beruga sedang bertanding melawan beberapa orang dalam urusan makan memakan daging.Ah, tentu saja tidak akan ada orang yang sanggup menandinginya."Tuan, anda terlalu banyak makan," Li Wei menggunakan bahasa isyarat."Hahaha ...bagaimana aku bisa berhenti sementara yang lainnya masih bersemangat," jawab Lanting Beruga, kemudian dia mengangkat satu potong paha rusa ke atas, "Kalian semua, makanlah selagi ada, jangan pikirkan hari esok, karena kita belum tentu melihat m
Belasan pendekar di luar Aliran Barat mengintai kondisi Markas Barat yang sepi. Dua orang pendekar memiliki level bumi tengah, memimpin pasukan kecil itu untuk mengusik Aliran Barat. "Malam ini, kita akan menghancurkan gudang makanan yang mereka miliki ..." salah satu dari pendekar itu berbicara. "Tapa makanan, mereka akan keluar dari Markas, itu kesempatan kita untuk menguasai tempat ini." "Kekuasaan Aliran Darah Besi akan berakhir di wilayah ini, kita akan membuat mereka mati kelaparan, pada saat itu kekuatan mereka pasti sangat lemah." "Hahahah ...setelah itu, menaklukan Aliran Barat semudah membalikan telapak tangan." Tapi mereka sedikit bingung, kenapa Aliran Barat malam ini sedikit sepi dari sebelumnya. Mereka telah menyerang markas Aliran Barat lebih dari tiga kali dalam satu bulan ini, tapi situasi tidak pernah sesepi malam ini. Dua pendekar itu lantas memerintahkan tiga pendekar untuk masuk ke dalam tembok
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m